Loading...
Logo TinLit
Read Story - Asa
MENU
About Us  


Happy Reading..

Pagi itu Saffa dan adiknya Najwa bangun terlambat karena semalam mereka pergi nonton bioskop dan pulang terlambat hingga hampir tengah malam.

Saat ini kakak beradik itu sedang melahap roti isinya dengan cepat, tak lupa sambil memperhatikan jam yang bertengger manis di pergelengan tangan mereka.

"Makannya pelan-pelan, nanti keselek." Merisa memperingati kedua anaknya yang sekarang tengah menenggak habis segelas susu putihnya.

"Aduh gak sempet, bun! Aku berangkat sekarang deh." Saffa mengelap bekas susu yang masih tersisa diwajahnya dengan tangannya, lalu mencium punggung tangan ibunya dan mencium sekilas pipinya.

"Ih! Gue ikut!" Najwa pun melakukan hal serupa, sebelum gadis itu pergi Merisa menahan pergelangan anak bungsunya itu,

"Ngomong apa tadi kamu?"

"Eh, maksud nya 'aku' bun," Najwa meralat ucapannya lalu tersenyum manis memperlihatkan gigi gingsulnya yang kata orang sangat manis.

"Yaudah susulin kakakmu sana." 

Najwa mengangguk lalu menyusul Saffa yang sudah duduk diatas motor birunya, 

"Buruan!" 

"Iya bawel!" Najwa menaikki motor biru Saffa setelah memakai helm di kepalanya. Setelah semua sudah siap Saffa melajukan motornya keluar dari pekarangan rumah menuju ke sekolah.

Saat ditengah perjalanan motor Saffa tiba-tiba goyang yang menyebabkan Saffa maupun Najwa sama-sama panik.

"Kak Saff, naik motornya yang bener dong!" seru Najwa dibelakang, tangannya memegang erat tas biru Saffa,

"Apasih! Gue udah bener nih!" 

Najwa berdecak dibelakang, ingin sekali menjitak kepala kakaknya yang satu ini, "Lo nyetir sambil nyanyi-nyayi, sih! Ini kenapa goyang-goyang?" 

Saffa meminggirkan motornya didepan ruko-ruko yang berjejer di pinggir jalan, gadis itu segera turun dari kendaraan roda dua itu dan mengecek bannya. 

"Waduh gila! Ban gue bocor!" Saffa menepuk bannya lalu menghembuskan nafas kasar saat menemukan bannya dalam keadaan yang mengenaskan.

Najwa mengacak rambutnya frustasi, mereka sudah telat, apalagi ditambah musibah yang datang pada mereka secara tiba-tiba.

"Ini kayaknya azab karena kita gak ngucap salam sama bunda tadi pas sebelum berangkat." ujar Najwa yang mendapat sentilan di dahi dari Saffa.

"Kebanyakan nonton sinetron nih anak! chat guru lo dulu sana. Bilang kalo lo telat dateng gara-gara ban bocor." usul Saffa dan mendapat anggukan persetujuan dari adiknya itu.

"Udah. Gue pesen ojek online aja ah." 

Saffa langsung membulatkan matanya, enak saja ia ditinggalkan begitu saja oleh adiknya, "Loh? Gue gimana dong? Gak boleh gitu, Wa! Lo telat gue juga telat nih! Tunggu dulu, lo harus bantu gue dorong motor sampe tukang tambel ban." ujar Saffa lalu bersiap mengambil posisi mendorong motornya.

Najwa berdecak namun gadis itu tetap mengikuti perintah kakaknya walaupun dengan perasaan dongkol.

Tiba-tiba sebuah motor matic hitam berjalan pelan disamping motor biru yang didorong Saffa dan Najwa, Saffa melirik pengendara yang mengenakkan helm full face yang juga berwarna hitam. Saffa membuang pandangannya tak peduli, mungkin orang iseng yang akan meledeknya, pikir Saffa. Ia pun lanjut mendorong motornya.

"Saffa!"

Panggilan itu berasal dari pengendara yang berada disampingnya, Saffa berhenti lalu menatap cowok yang rupanya berseragam serupa dengan Saffa, cowok itu meminggirkan motorya lalu membuka helm dan tersenyum pada Saffa.

"Kak Aslan?"

Aslan merapihkan rambutnya sesaat lalu turun dari motornya mendekati Saffa yang sekarang tengah berdiri menatap dirinya bingung.

"Motor lo kenapa?" tanya Aslan tak menghiraukan panggilan Saffa.

"Bocor bannya." balas Saffa lalu mendengus kesal, Aslan merundukkan kepalanya dengan tujuan melihat objek masalah yang melanda cewek berambut sebahu itu.

"Parah tuh, mau gue bantu gak?" 

Saffa langsung mengangguk riang, Aslan yang melihatnya tersenyum geli melihat ekspresi Saffa yang sebelumnya badmood berubah menjadi sangat senang.

"Ini siapa, Saff?" tanya Aslan lalu melirik cewek yang sedang melipatkan kedua tangannya didepan dada dengan pakaian putih biru khas pakaian SMP. 

"Gatau, gak kenal." Saffa mengedikkan bahunya lalu terkekeh geli karena melihat Najwa yang tengah menekuk kedua alisnya sebal

"IHHH! KAKAK!"

Aslan tertawa melihat kedua kakak beradik yang sangat menggemaskan dimatanya, "Yaudah, adek lo suruh berangkat duluan aja ke sekolah naik ojek online nanti telat." ujar Aslan yang dibalas anggukan mantap dari Najwa.

"Gak bisa! Dia harus bantuin gue lah!"

"Udah ih, ngomel-ngomel mulu. Kan ada gue yang bantuin lo."

"Nah, betul tuh betul. Aku pesen ojek dulu yaa," ujar Najwa jahil yang membuat Saffa mengerucutkan bibir sebal.

"Terus ini siapa yang bakal dorong motornya?" Saffa menendang motor birunya pelan, Aslan dan Najwa terkikik geli melihat Saffa yang saking emosinya sampai menendang benda mati yang tak bersalah itu.

"Biar gue yang nuntun, lo bawa motor gue ke sekolah." ujar Aslan, cowok itu mendekatkan dirinya ke Saffa bertujuan membisikkan sesuatu, "bilang Adrian kalo gue telat, sekalian lo modus." bisiknya, 

Saffa langsung menggeleng tegas, mana bisa dia meninggalkan seseorang yang sudah menolongnya begitu saja. Terkesan tak tahu diri.

"Nggak. Gue bareng lo aja, gara-gara gue kan, lo jadi telat, kak."

"Gakpapa." ujar Aslan lalu memberikan kunci motornya pada Saffa dan mengambil alih jadi mendorong motor biru itu.

"Kak ojek online gue udah sampe. Duluan ya," seru Najwa sambil menunjuk pengendara berjaket dan mengenakan helm berwarna hijau itu. Saffa mengangguk lalu tersenyum.

"Kak, makasih ya," Najwa tersenyum pada Aslan yang dibalas anggukan oleh cowok jangkung itu. Najwa pun pergi dengan pengendara serba hijau menuju sekolahnya.

"Sekarang apa?" celetuk Saffa ketika adiknya sudah menghilang dari jangkauan mereka.

"Lo naik motor gue, gue yang dorong motor lo. Setahu gue gak jauh dari sini ada tambal ban. Didepan sana, belok kanan." Aslan menunjuk ke arah depan lalu mulai mendorong motor Saffa.

"Gakpapa nih?" tanya Saffa, jujur ia merasa tak enak telah merepotkan kakak kelasnya yang satu ini. Apalagi telah membuatnya terlambat ke sekolah dan mendorong motornya sementara Saffa mengendarai motor Aslan.

"Hm.." Aslan hanya berdeham lalu kembali mendorong motor,

Saffa tersenyum melihat kemuliaan cowok yang tengah berada satu meter didepannya sambil mendorong motor miliknya. Aslan sangat baik mau membantunya dan mempersilahkan Saffa menaiki motornya agar cewek itu tidak kelelahan.

"Woi! Gue gak ditemenin nih? Buru naik motor gue, jalanin sini samping gue!" teriak Aslan jauh di depan, Saffa langsung kelagapan karena terlalu asyik menatap dirinya. Cewek itu lalu menaiki motor hitam milik Aslan lantas menyusul cowok itu.

Setelah mendorong dan mengendarai motor dengan pelan, akhirnya mereka sampai ditempat tambal ban yang berjarak sekitar seratus meter dari tempat berheti mereka sebelumnya.

"Bang, tolong, ya?" ujar Aslan pada si abang tukang tambal ban, si abang mengangguk dan mulai mengecek bagian dari motor Saffa yang bermasalah. Sambil menunggu si abang mengecek motor, Aslan duduk di kursi yang telah disediakan. Ia menepuk kursi di sebelahnya memberi kode agar Saffa ikut duduk disampingnya.

"Lo udah bilang guru lo kalo izin telat?" tanya Aslan pada Saffa yang kini sudah duduk disampingnya.

Saffa melihat ponselnya sesaat lalu menggeleng sambil memberikan cengiran kudanya, "Belum, hehe"

Bukannya mengomel Aslan malah ikut menggeleng, lalu kembali memperhatikan si abang yang sedang mengutak-atik motor Saffa.

"Kak," panggil Saffa pada Aslan yang sedang menyenderkan tubuhnya, mata cowok itu terpejam, terlihat banyak keringat keluar di leher dan juga pelipisnya. Cowok itu sepertinya kelelahan karena mendorong motor Saffa.

"Hm?" Aslan hanya berdeham, matanya masih terpejam. Saffa yang merasa tak enak hati bangkit dari duduknya, berniat membeli sebotol air mineral di warung sebelah tukang tambal ban.

"Nih kak, minum dulu." Saffa menyodorkan minumnya, Aslan segera membuka matanya dan menerima sebotol air mineral dingin yang ada di tangan Saffa.

"Thanks." ujarnya lalu menengguk air hingga setengah.

"Kak, sorry, ya? Gue udah ngerepotin lo."

"Lo mah emang selalu ngerepotin, Saff." 

Saffa menunduk, ia merasa tak enak hati karena sudah dua kali merepoti kakak kelasnya yang satu ini, yang pertama, Aslan harus yang mendorong motornya hingga sampai ke tambal ban, yang kedua dia juga harus telat datang ke sekolah karena menolongnya.

"Bercanda, Saff," Aslan mengacak rambut Saffa gemas melihat gadis yang sedang menunduk menyembunyikan wajahnya.

"Bro ini kayaknya bakal lama, nih." ujar si abang setelah ia melihat kerusakan yang ada di ban motor Saffa.

"Emang kenapa bang motor saya?" tanya Saffa khawatir takut motornya rusak parah. Itu adalah motor hadiah ulang tahun ke-16 dari ayahnya. Walau ayahnya bilang motor itu digunakan saat ia berusia 17 tahun. Saffa tetap keukeuh akan mengendarai motor itu dengan alasan menghemat ongkos sekaligius menjadi anak yang mandiri.

Sejujurnya Saffa tidak akan pernah mau menggunakan barang yang diberikan ayahnya semenjak pria itu memutuskan pergi dengan wanita lain dan meninggalkan ibunya. Waktu itu hatinya sangat teriris ketika adiknya yang sedang sakit parah sangat membutuhkan ayahnya. Namun pria itu memutuskan pergi meninggalkan keluarga kecil mereka. Apalagi saat ia melihat ibunya meneriaki nama ayahnya untuk tetap tinggal disisinya, namun nihil, Hamish bahkan tidak berbalik sedikitpun.

Sejak saat itu Saffa membenci ayahnya, membenci cinta pertamanya. Ibunya yang menanggung beban mereka berdua dengan bekerja dirumah membuka toko kue sendiri. Saffa bertekad untuk membahagiakan ibunya, menjadi sukses untuk kelak menjadi tulang punggung keluarga menggantikan ayahnya.

Melihat Saffa yang sedang melamun Aslan menepuk bahu Saffa pelan, dilihatnya tatapan mata gadis itu penuh kesedihan, apakah Saffa segitu sedihnya melihat ban motornya yang bocor? Mungkin ada masalah lain yang mungkin Aslan belum tau apa masalahnya. Perlahan namun pasti Aslan akan segera masuk kedalam kehidupan cewek tukang ngomel-ngomel ini untuk membawa kebahagiaan kepada Saffa Keenan Aleyski, gadis yang sudah membuatnya jatuh kedalam lubang hati yang tak ada ujungnya.

Si abang menggeleng lalu mengusap peluh di pelipisnya, "Bocornya parah, ada paku nancep, neng, sampe ke ban dalem. Kalo mau nunggu bisa dua jam-an. Soalnya saya harus nyelesain motor itu dulu tuh." Si abang menunjuk motor bebek berwarna merah yang sedang terparkir cantik di belakang. Rupanya motor itu datang sebelum motor Saffa.

"DUA JAM?!" Saffa yang sedang melamun itu seketika membelalakan matanya, ia kini sudah telat. Apalagi harus menunggu dua jam. Minta antar Aslan? Dia sudah cukup direpoti Aslan dengan cowok itu mendorong motornya hingga sampai ke tukang tambal ban, dan cowok itu jadi telat berangkat ke sekolah.

"Iya neng, mungkin malah lebih."

Saffa menghembuskan nafas kasar, bingung. Aslan bangkit dari duduknya, Saffa ikutan berdiri, entah kenapa cewek itu refleks mengikutinya.

"Bolos aja yuk." 
"Serius?!"
"Iya serius," Aslan menyentil dahi Saffa yang membuat cewek itu meringis. Sekarang itu jadi kebiasaannya.

"Tapi kan, lo udah kelas dua belas? Nanti ketinggalan pelajaran, loh! Gue gak mau lo nanti jadi bodoh trus nyalahin gue ya, kak!" 

Aslan menahan tawanya, padahal sudah jelas-jelas dia yang mengajak Saffa untuk bolos, Saffa malah menghawatirkan Aslan bukan dirinya sendiri.

"Lo sendiri gimana?"

"Ya gapapa gue mah. Masih nyantai." cewek itu tertawa, tawanya menular ke bibir Aslan. Apapun ekspresinya gampang menular ke Aslan. Itulah salah satu kenapa Aslan tertarik dengan Saffa yang penuh dengan ekspresi.

"Mau, kan?" tanya Aslan yang diangguki oleh Saffa. Cewek itu memekik girang saking senangnya, 

Padahal cuma diajak bolos segitu senengnya. Kalo gue ajak kabur keliling dunia mau juga kali ni anak, Aslan membatin.

"Tapi kemana?" tanya Saffa cewek itu memiringkan kepalanya, kebiasaan Saffa jika bingung maupun bertanya kepada orang, membuat siapapun yang melihatnya gemas.

"Suatu tempat, yang pasti bakal lo suka, bikin lo tenang disana. Biar lo ngelupain semua masalah yang lagi ada didiri lo."

"Halah sok tahu!" Saffa melipat tangannya didepan dada, Aslan mencubit kedua pipi tembam Saffa yang membuat cewek itu meringis seketika,

"Keliatan dari muka lo! Walaupun lu make topeng dengan wajah ceria lo itu, gue bisa liat luka yang ada dibaliknya. Lo tuh gak pandai nutupin luka."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags