Read More >>"> Hidden Path (Chapter 6 - Things I Know) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Hidden Path
MENU 0
About Us  

Hana masih tidak menyangka bahwa Juna mau mempercayainya. Ia datang ke TKP untuk menjemput Hana setelah yakin bahwa kasus bunuh diri Mira memang tidak wajar. Dan karena itu pula, pria berusia 27 tahun itu ingin mendengarkan semua penjelasan langsung dari Hana. Menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dan mengapa harus dirinya yang menjadi variabelnya.

Tepat pukul 8 malam, Juna dan Hana tiba di sebuah rumah sederhana di tengah ibukota. Hana terlihat bingung kenapa Juna membawanya ke tempat tersebut. Beberapa kali Hana bertanya namun Juna tidak menggubrisnya

"Kita ada dimana?" Hana bertanya heran.

"Ini rumahku"

"Hah? Ngapain? Kenapa ke rumahmu?"

"Terus kamu mau kemana selama ada di sini? Villa? Hotel? Identitas aja gak punya"

Juna benar. Sekali pun saat ini Hana membawa passport di ranselnya,tidak akan ada gunanya karena secara logika, keberadaannya tidak nyata. Dia hanya seorang gadis 24 tahun yang menjelajahi waktu ke masa lalu.

"Terus kita berdua doang?"

"Ya enggaklah, ada adik perempuanku. Dia pulang besok. Untuk sementara kamu di kamarnya aja. Udah aku bilangin dia, kamu juga bisa mandi di kamar mandi atas, kamu juga boleh pinjem bajunya. Aku ada di lantai bawah, kalau ada apa-apa panggil aja" jelas Juna tepat berada di depan tangga yang menghubungkan ruang tengah rumahnya dengan lantai atas.

Hana tidak menjawab apa pun. Ia hanya menatap Juna bingung harus mengatakan apa untuk menjawab kebaikan Juna yang mau menolongnya, mempercayainya dan mengizinkannya tinggal untuk sementara bahkan meminjamkan baju adiknya untuknya.

"Terima kasih ya" kata Hana. Hanya itu yang bisa ia ucapkan.

"Nanti kalau udah rapi, turun ya.. Banyak yang harus kamu jelasin ke saya. Karena jujur aja, saya masih gak paham sama ceritamu"

Hana mengangguk lalu segera menuju lantai atas, tepatnya ke kamar adik perempuan Juna yang kebetulan sedang tidak ada di rumah. Lantai atas rumah Juna masih gelap hingga Hana harus mencari saklar lampunya.

Setelah berhasil menemukan saklar, Hana duduk sejenak di kasur untuk menata kembali pikirannya dan apa yang harus dilakukannya. Ia mengeluarkan isi tasnya dan mengambil catatan pribadinya. Belajar dari sang ayah, Hana selalu mencatat segala yang terjadi di kesehariannya untuk memastikan tidak ada satu hal kejadian yang terlewati.

***

Jam sudah menunjukkan pukul 9 malam. Kini Hana sudah berada di ruang tengah bersama Juna dan dua gelas teh hangat. Juna memperhatikan Hana yang sedari tadi hanya menggenggam gelas tehnya tanpa kata.

"Jadi sebenarnya apa yang terjadi sih? Kenapa kamu bisa ada di sini, kenapa kamu ingin menyelidiki kasus kematian Mira, kenapa saya gak boleh bekerja sama dengan pak Dani. Ada apa sebenarnya?" tanya Juna.

Hana tidak segera menjawab. Ia tidak tahu harus mulai dari mana menjelaskan semua keanehan yang terjadi. Ia akhirnya meneguk satu tegukan teh dan meletakkan gelasnya.

"Saat ini, namaku adalah Lee Hana. Sejujurnya aku bingung harus menjelaskan dari mana karena sampai saat ini pun aku masih merasa semua ini tidak nyata"

"Kamu bilang kamu 24 tahun? Itu usia aslimu, atau usiamu di 2008?"

"Usia asliku. Di 2008, aku masih berumur 16 tahun dan namaku adalah Hana Andrea. Saat itu aku masih memiliki dua kewarganegaraan."

"Jadi maksudmu, saat ini ada dua Hana?"

"Sepertinya begitu, karena Pak Dani tidak mengenaliku tadi sore."

"Pak Dani? Apa maksudmu?"

"Pak Dani... adalah ayahku" ujar Hana yang sukses membuat Juna membelalakkan matanya. Ia tersentak kaget mendengar jawaban Hana yang di luar ekspektasinya. Ia tidak meyangka Hana yang ada di hadapannya adalah anak dari kerabatnya sendiri.

"Pak Dani, wartawan yang kamu temui sore tadi, adalah ayahku. Dan dialah yang menjadi alasan utama kenapa aku melakukan hal gila ini."

"Apa itu?"

"Aku... ingin menyelamatkannya. Di tahun 2009, ayahku menghilang secara misterius. Dan setelah beberapa hari melakukan pencarian pun, polisi tidak mendapatkan hasil dan hanya menemukan barang-barangnya yang sudah berlumuran darah. Mereka lalu mencocokkan DNA darahnya dengan DNA ku, dan hasilnya positif. Lumuran darah yang ditemukan adalah milik ayahku."

"Lalu?"

"Saat itu tim medis menyimpulkan bahwa dengan jumlah darah sebanyak itu, ayahku kemungkinan mengalami pendarahan yang luar biasa. Jika tidak mendapat pertolongan dari rumah sakit secepatnya, mustahil ia bisa bertahan."

Hana menengguk lagi tehnya.

"Namun saat kepolisian mencari informasi di sejumlah rumah sakit saat itu, mereka tidak menemukan ayahku. Sejak saat itu kasusnya tidak pernah dilanjutkan karena minimnya saksi, barang bukti bahkan korbannya pun menghilang, jadi kasusnya ditutup begitu saja." jelas Hana. Ekspresi di wajahnya sangat jelas menyiratkan rasa sakit, sebuah luka yang sebetulnya enggan untuk diceritakan.

Sejenak hening menyeruak ke seluruh ruang tengah Juna. Pria itu menutup mulutnya rapat-rapat dan terlihat prihatin terhadap Hana yang diam-diam menyimpan luka yang begitu dalam.

"Lalu bagaimana kamu bisa ke sini?" tanya Juna yang akhirnya mengeluarkan suaranya.

"Aku sendiri bingung. Tadinya aku ada digudang dekat kamar kost ku, tapi tiba-tiba terkunci dan saat berhasil keluar, aku udah ada di sini. Awalnya aku gak tahu harus apa, tapi pas lihat jenazah Mira tadi, tiba-tiba terpikir mungkin ini kesempatan kedua untukku"

"Kesempatan kedua? Maksudmu?"

"Sejujurnya tepat sebelum ayahku menghilang, dia sempat menelponku. Tapi saat itu aku sedang marah banget dan langsung tutup telponnya begitu aja. Dan setelah ayahku menghilang, selama tujuh tahun aku hanya bisa menyalahkan diriku, menyesali kelakuanku sendiri. Karena itu, aku bisa berada di dimensi waktu yang berbeda seperti ini bagaikan kesempatan kedua yang datang untukku. Aku ingin melakukan apa pun yang bisa ku lakukan untuk mengubah apa yang telah terjadi di dimensi waktuku."

"Tapi kenapa harus aku? Dari ratusan bahkan ribuan personil polisi yang ada di Indonesia? Apa hubunganku denganmu dan Pak Dani? "

"Karena detektif yang aktif membantu ayahku dalam mengungkap kasus-kasus incarannya adalah kamu, Arjuna. Namamu banyak tercatat di dalam buku jurnal ayahku, termasuk dalam kasus-kasus terakhirnya."

Juna terdiam mendengarnya. Apa yang dikatakan Hana memang benar, jauh sebelum kasus kematian Mira, dia dan Pak Dani memang saling kenal dan sering bekerjasama bahkan tanpa diketahui pihak kepolisian. Bahkan bisa dibilang, dia adalah insider-nya Pak Dani.

"Tapi kenapa harus aku?"

"Meskipun aku belum yakin, tapi menurutku memutuskan kontak antara dirimu dengan ayahku mungkin akan mengubah apa yang terjadi pada dimensi waktuku. Karena jika variabelnya berubah, segalanya juga akan berubah. Termasuk kemungkinan ayahku untuk selamat."

"Aku...adalah variabelnya?"

"Ku pikir begitu.."

"Tunggu, tapi bukannya ini akan berbahaya bagimu? Katakanlah aku memang variabelnya, dan kamu menggantikan posisi ayahmu menangani kasus Mira bersamaku. Jika saat itu ayahmu menjadi korban.. bukannya kali ini kemungkinan terbesarnya kau yang akan menjadi korban? Gak Hana, ini sangat berbahaya" jelas Juna yang nampak tak setuju dengan ide gila Hana yang ingin mengorbankan dirinya untuk keselamatan ayahnya.

"Apa kamu pernah menyesali sesuatu atas apa yang kamu lakukan?" Tanya Hana dengan tersenyum getir.

Juna menggeleng tidak mengerti.

"Hal yang paling mengerikan adalah saat kamu tidak memiliki kesempatan untuk memperbaiki kesalahan yang pernah kau lakukan. Saat itu terjadi, sisa waktu dalam hidupmu hanya akan habis dalam penyesalan. Saat semua orang berjalan ke depan beriringan dengan waktu, dirimu hanya terdiam meratapi waktu untuk kau putar kembali. Dan aku merasakan hidup yang seperti itu selama tujuh tahun."

"Baik, aku minta maaf jika itu membuatmu tersinggung. Tapi,.. coba kamu pikirkan. Perubahan variabelnya tidak akan sesimpel itu. Seseorang yang tidak suka kopi, belum berarti dia suka teh. Akan selalu ada pilihan lainnya. Begitu juga dengan variabelnya, pasti ada variabel-variabel tersembunyi selain diriku yang tidak kamu ketahui, dan itu bisa saja memperburuk keadaan dan mempengaruhi dimensi waktumu"

"Arjuna, kamu harus tau.... kegagalan yang terjadi setelah mengusahakan 1% kesempatan yang tersisa jauh lebih baik dari pada membiarkannya menjadi 100% kegagalan. Karena 1% yang tersisa dari kegagalan itu akan menjadi pelajaran, sementara hanya diam meratapi 99% kegagalan yang telah terjadi hanya akan menjadi penyesalan. Jadi meski nantinya semua yang kulakukan hanya memperburuk keadaan yang terjadi pada hidupku, setidaknya aku pernah mencoba memperbaikinya"

Lagi-lagi, Juna terdiam. Meskipun Juna belum pernah berada di posisi Hana, namun kali ini ia paham mengapa gadis di hadapannya begitu bersikeras untuk mengorbankan dirinya demi keselamatan ayahnya. Rasa penyesalan terlihat jelas pada tatapan sedih gadis dengan rambut sebahu itu. Juna tidak bisa mengatakan apapun selain membantunya menyelesaikan kasus ini dan mengubah takdir Hana yang terlanjur terjadi. Ia akan membantu Hana mengubah variabelnya.

***

Titik-titik embun jatuh membasahi halaman sekitar rumah Juna. Hana bisa merasakan hembusan dingin angin di pagi hari setelah hujan deras yang turun semalaman. Meski baru sehari ia berada di dimensi yang berbeda, namun tubuhnya terasa begitu lelah. Kemarin adalah hari yang panjang untuknya.

Hana beranjak dari kasur dan melakukan sedikit peregangan. Ia memandang keluar jendela meresapi tiap udara dingin yang berhembus dari celah-celah jendela. Langit pagi itu masih terlihat kelabu seolah hujan masih betah membasahi kota hari ini.

"Assalamualaikum!!!"

Suara seorang wanita terdengar kencang seiring dengan suara pintu rumah yang terbuka. Meskipun Hana belum melihatnya, tapi nampaknya ia tahu siapa yang baru saja datang.

"Gak pake teriak bisa gak sih? Pagi-pagi udah bikin gaduh aja!" Juna terlihat sudah menghampiri seorang gadis dengan rambut panjang di ruang tamu.

"Hehehe, kebiasaan" jawab gadis itu cengengesan.

"Katanya cuma nginep tiga hari, tapi malah jadi nginep setahun . Jangan gara-gara mas Juna jarang pulang kamu jadi seenaknya ya"

"Dih setahun? Enak aja"

"Iya dari 29 Desember 2008 ke 2 Januari 2009. Kan setahun"

"Yeehh apaan sih? Namanya juga malam tahun baruan, masa besoknya langsung pulang. Lanjut sampe besoknya lah! otomatis liburannya diperpanjang, hehe lagian kan aku gak nambah sehari kok, kan aku janji pulang jumat malem, sekarang kan Sabtu pagi, jadi secara teknis yaa aku cuma nambah sekitar 9 jam aja lah..."

"Ngeles aja!"

"Ngeles mah di bimbel kalee!" Gadis itu mengejek.

Hana yang sedari tadi memperhatikan percakapan kakak beradik itu hanya terkekeh kecil melihatnya. Dia yang anak tunggal memang selalu menginginkan momen-momen seperti itu hadir dalam kehidupannya. Karena menjadi anak tunggal tidak selamanya menyenangkan. Terkadang, ia pun merasakan kesepian.

"Hai, kamu pasti adiknya Arjuna ya? Kenalkan aku Hana" ujar Hana mencoba masuk diantara obrolan kakak-adik itu.

"Oh, eonni! Annyeonghaseyo!" adik Arjuna menyapa begitu semangat dengan bahasa Korea .

Hana sedikit terkejut melihat adik Arjuna menyapanya dalam bahasa Korea. Ia bahkan tidak menyebutkan negara asalnya kepada Juna. Namun gadis itu langsung bisa menebak negara asalnya. Meskipun ia tahu popularitas Hallyu dan kebudayaan Korea meningkat pesat di 2016, tetapi ia tidak menyangka adik Arjuna sudah mengenal kebudayaan Korea sejak 2008.

"Maaf ya, aku jadi pinjam kamar dan pakaianmu"

"Gak apa-apa eonni, Aku Zahra, tapi panggil Ara aja. Bangapseumnida eonni!"

"Heh, ngomong apaan sih? Jangan norak deh, mulai ngomong pake bahasa alien!" Juna mengeluh tak mengerti yang adiknya ucapkan.

"Ih, bahasa Korea tau! Emang mas gak tau Hana eonni dari Korea?"

"Loh kamu tau dari mana? Emangnya bener Han?" tanya Juna bingung.

Hana hanya mengangguk kecil sambil menahan senyumnya.

"Nih ya, kata Mas Jun di SMS kan, Hana eonni namanya itu Lee Ha Na, jelas-jelas itu nama Korea. Kalau misalnya eonni dari Cina, namanya gak mungkin Lee Ha Na, tapi kayak Li Xue, Xi Yuan, dan kalau Jepang tuh ya namanya kayak Takuya Kimura, Nagasaki, Hashimoto, Suzuk, Ki-"

"Honda, Mitsubishi, Daihatsu" Juna menyelak. "Gak usah sok ngajarin, huh!"

"Dih, dikasih tau juga! Pelajarin nih! Ga bisa kan bedain mana orang Korea, Jepang, Cina? Makanya jadi Kpopers! Pasti bisa bedain wuuuuu!" Zahra menyeru meledek kakaknya. Juna terlihat jengkel disepelekan adiknya sendiri yang masih duduk di bangku universitas semester dua itu.

"Ah udah udah! mandi sana!" Juna yang jengkel langsung menarik tangan adiknya dan mendorongnya ke arah pintu kamar mandi. Namun Ara langsung melengos ke tangga dan berlari ke kamarnya.

"Adik kamu lucu ya, Jun" Hana masih terkekeh melihat interaksi Juna dan adiknya yang terlihat sangat berbeda dengan Juna sebagai anggota polisi.

"Ah mana ada" jawabnya sambil melangkah ke sofa dan menyalakan kipas angin di sampingnya. "Duduk sini, kita bicarain hal lain" lanjutnya sambil menepuk-nepukkan tangannya di sofa lainnya yang tepat berada di sampingnya.

Hana melangkah menuju sofa itu sesuai perintah Juna.

"Kenapa?"

"Kamu udah jauh-jauh ke sini, pasti udah punya rencana kan untuk ngubah nasib ayahmu?" tanya Juna yang langsung merubah mood di ruang tengah yang secara otomatis membuat Hana mengulum senyumnya.

"Sejujurnya...... aku belum punya rencana" jawab Hana terlihat sedih. "Tapi aku punya buku jurnal milik ayah saya dan sepertinya buku itu bisa kita handalkan" lanjutnya.

"Jurnal?"

"Iya, ayahku selalu mencatat apa pun yang terjadi dalam jurnalnya. Ini seperti semacam buku diari pekerjaan ayahku. Aku belum membaca semuanya karena ayahku biasanya tidak suka jika aku menyentuh barang-barangnya, apa lagi membuka jurnalnya" jelas Hana.

Juna membuka satu per satu lembaran jurnalnya. Benar seperti kata Hana, jurnal itu berisi catatan pekerjaannya, atau lebih tepatnya hasil penyelidikkannya sebagai wartawan.

"Apa yang pernah kamu temukan di jurnal ini?"

"Di dalam jurnal itu, ada satu kasus terakhir yang belum sempat diungkap oleh ayahku sebelum dia menghilang. Meskipun aku gak tau apa kasus itu berhubungan dengan menghilangnya ayahku atau tidak, tapi aku menemukan catatan aneh dalam jurnalnya" jelas Hana. Ia langsung mengarahkan Juna pada halaman dengan catatan yang dimaksud.

Juna mengernyitkan dahinya membaca catatan tersebut.

3 Januari 2009. Beberapa orang aneh mengikuti aku setelah mencoba menemui Jihan. Aku sedang diawasi

Begitulah kalimat yang tertulis pada halaman tersebut. Juna sepakat dengan Hana, bahwa ada sesuatu yang lain yang terjadi pada ayahnya.

***

September 2009, tiga bulan sebelum Pak Dani menghilang...

Sabtu malam memang selalu menjadi malam yang ramai, terlebih di tempat-tempat nongkrong anak muda. Beberapa orang nampak serius memperhatikan berita di televisi yang melaporkan kasus korupsi. Banyak di antara mereka yang memuji wartawan yang melaporkan. Sementara beberapa orang lainnya makan, bermain games, dan terawa.

Tiga orang wanita di pojok rumah makan terlihat berkumpul dan saling bercerita. Namun berbeda dengan kelompok-kelompok anak muda lainnya, mereka terlihat serius.

"Udahlah, kirim ke wartawan lain aja. Kita gak mungkin lapor polisi, gak ada buktinya. Yang ada kita yang di penjara nanti. Kalo kita kirim ke wartawan, mereka kan bisa bantu selidikin sambil sembunyiin identitas kita. Gue gak mau terus-terusan nyimpen gituan" ujar salah seorang dari mereka. Wanita itu menggunakan jeans dan kemeja garis yang dimasukkan ke dalam celana.

"Serius? Lo yakin mau kirim ke wartawan lagi? Kalo bocor lagi gimana? Lagian toh identitas kita udah tersebar gara-gara wartawan brengsek yang kemaren itu. Gak lagi deh!" ujar wanita yang lainnya yang berambut panjang hitam menggunakan sweater coklat.

"Terus mau lo simpen? Lo simpen sendiri deh. Gue ga mau ikut-ikutan!" wanita dengan kemeja itu terlihat kesal.

"Udah-udah, bener kata Irene. Kita gak mungkin lapor polisi, yang ada kita yang ditangkep nanti. Kemarin itu kita emang sial, tapi keknya gue tau wartawan yang bisa dipercaya" satu wanita lainnya mencoba melerai. Ia terlihat paling berbeda karena rambutnya dicat coklat. Kedua temannya memperhatikan wanita itu.

"Tuh" wanita berambut coklat itu menunjuk televisi. "Gue yakin, dia bukan wartawan brengsek kayak yang kemarin" tambahnya.

Wanita menunjuk seorang pria yang muncul di televisi. Pria paruh baya yang sibuk melaporkan sebuah kasus korupsi dengan begitu ambisiusnya. Sebuah teks muncul pada layar televisi tersebut dan menunjukkan nama pria tersebut. Dani Putera.

***

Seperti biasa, sore hari itu Dani sibuk di kantor mempersiapkan beritanya. Hasil penyelidikannya secara independen, ia rangkum untuk dilaporkan esok hari. Namun tiba-tiba saja, ponselnya bergetar, memberikan satu notifikasi baru yang masuk. Sebuah SMS dari nomor yang tidak ia kenal.

Selamat sore Pak Dani, perkenalkan saya Mira. Saya ingin berbagi informasi yang mungkin bapak akan tertarik untuk mengungkapnya. Bisakah bapak bantuk saya untuk mengungkapnya secepatnya? Jika bapak berminat, boleh saya minta email bapak? Saya akan kirimkan foto saya, sebuah dokumen dan nomor identitas saya sebagai jaminan. Saya juga ingin mengajak bapak bertemu sore ini, di Olive Cafe. Terima kasih.

Begitulah bunyi SMS yang diterima Dani. Tak lama kemudian pun email baru masuk ke komputer kantornya. Sebuah foto perempuan dengan rambut berwarna coklat, nomor identitas dan sebuah dokumen terlampir pada email tersebut. Awalnya ia terlihat ragu. Tapi, meskipun ia tidak kenal siapa pengirim pesan tersebut, ia merasa instingnya sebagai wartawan ingin sekali menemui perempuan tersebut.

Segera setelah ia menyelesaikan pekerjaannya, Dani pun pergi mengendarai mobilnya ke Olive Cafe. Namun di sana ia tidak menemukan siapa-siapa. Ia mencoba menghubungi nomor tersebut namun tidak ada yang mengangkatnya. Tak ada satu orang pun di cafe yang nampak tengah menunggu kedatangan seseorang.

Setelah menunggu selama satu jam, akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke kantor. Ia merasa bodoh, karena mempercayai SMS tersebut begitu saja. Tepat saat di perjalanan balik, ia melihat keramaian yang terjadi di pinggir sungai, persisnya di bawah sebuah jembatan. Lagi-lagi instingnya sebagai wartawan pun mengatakan untuk menghampiri kerumunan tersebut. Di sana ia bertemu seorang detektif yang biasa ia temui yang selalu membantunya.

"Oi! Pak Dani!" teriak detektif tersebut menghampiri. Dani pun melangkah mendekati detektif tersebut menanyakan apa yang terjadi. Detektif tersebut bilang mereka juga belum tahu pasti, tapi mungkin kasus bunuh diri.

Tetapi, betapa kagetnya Dani saat melihat sosok mayat yang diduga bunuh diri tersebut. Dia adalah wanita yang sama dengan foto yang ia lihat pada email yang dikirimkan olehnya siang tadi. Wanita yang tewas itu adalah Mira. Dia wanita yang mengirimkan SMS kepadanya. Dia wanita yang ingin bertemu dengannya. Dani terlihat begitu kaget mendapatkan kebetulan yang aneh ini. Tidak mungkin Mira bunuh diri, pikirnya. Jelas-jelas, wanita itu ingin bertemu dengannya meminta bantuannya untuk mengekspos suatu kasus. Tapi, kini dia malah tergeletak tak bernyawa di dekat sungai dan diduga bunuh diri.

Dani tahu, ada yang tidak benar dengan kasus ini. Kematian Mira terasa janggal baginya. Ia pun cepat-cepat membuka dokumen yang dilampirkan Mira pada emailnya yang belum sempat ia buka. Betapa kagetnya ia membaca dokumen tersebut. Sebuah fakta yang mungkin dapat mengguncang satu negara. Dari email tersebut, ia yakin Mira tidak bunuh diri.

***

Juna yang terus memperhatikan Hana menjelaskan isi dari catatan ayahnya hampir tidak mengedipkan mata. Hasratnya untuk memecahkan kasus kematian Mira semakin bulat.

"Sampai saat ini, aku masih mencari tahu dokumen apa yang sebenarnya Mira kirimkan kepada ayahku" ujar Hana. "Karena sejak saat itu, ayahku terus menyelidiki informasi seputar Mira" tambahnya.

"Dan dari situ, kau tahu tentang Mbah Asih, kan?"

Hana mengangguk. "Saat ayahku mencari tahu informasi dari teman-temanya, tiba-tiba satu korban baru ditemukan. Ayahku menemukan korban bunuh diri lainnya. Dan saat itu, ayahku sadar, ia tengah diikuti seseorang"

"Apa? Korban baru?" Juna tak percaya dengan apa yang ia dengar. Ia cepat-cepat meraih buku catatan Pak Dani lagi dan mencari catatan tentang korban selanjutnya.

"Hana, ini gawat"

"Kenapa?"

"Apa kamu belum membacanya sampai habis?"

"Iya.... aku belum baca sampai habis. ke... kenapa?"

"Sepertinya kita harus pergi sekarang." ucap Juna terlihat mematung setelah membaca sebuah catatan di Jurnal ayah Hana. "Korban selanjutnya... adalah hari ini" lanjutnya.

Hana langsung merebut buku catatan itu. Ia tak percaya dengan apa yang dikatakan Juna dan ingin memastikannya secara langsung.

2 Januari 2009, Jihan (teman Mira) tewas gantung diri di kamar kostnya pukul 10.00

Hana begitu kaget melihat catatan tersebut.

"Ya Tuhan, hari ini, hari kematian korban kedua......" ucap Hana tak percaya. Ia menyesal tidak membuka catatan itu lebih awal. Jika saja ia membaca bukunya sampai habis mereka bisa mengantisipasi kasus selanjutnya.

"Kita harus cepat! Sekarang masih jam sembilan lewat. Kalau korban kedua ini bisa kita selamatkan, dia akan menjadi petunjuk terbesar kita! Dia harus hidup!" ujar Juna yang langsung bergegas ke kamarnya berganti celana dan menggunakan jaketnya. Hana pun segera berlari ke kamar Zahra untuk meminjam jaket dan mengambil ranselnya. Mereka bergegas ke garasi mobil dan berangkat ke tempat kejadian perkara kasus kedua.

 

*To Be Continued

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • AjengFani28

    Mantap thor. lanjutkan ceritanya

    Comment on chapter Chapter 1 - Timeline
  • SusanSwansh

    Wow. Mantul ceritanya. Semakin banyak saja nih penulis misteri kece di Tinlit. Hehe. Jadi tambah semangat nulisnya. Mampir di lapakku ya, Sob. Hehe.

    Comment on chapter Chapter 1 - Timeline
Similar Tags
Detective And Thief
3867      1193     5     
Mystery
Bercerita tentang seorang detektif muda yang harus menghadapi penjahat terhebat saat itu. Namun, sebuah kenyataan besar bahwa si penjahat adalah teman akrabnya sendiri harus dia hadapi. Apa yang akan dia pilih? Persahabatan atau Kebenaran?
Peri Hujan dan Sepucuk Mawar Merah
840      484     8     
Short Story
Sobara adalah anak SMA yang sangat tampan. Suatu hari dia menerima sepucuk surat dari seseorang. Surat itu mengubah hidupnya terhadap keyakinan masa kanak-kanaknya yang dianggap baginya sungguh tidak masuk akal. Ikuti cerita pendek Peri Hujan dan Sepucuk Mawar Merah yang akan membuatmu yakin bahwa masa kanak-kanak adalah hal yang terindah.
Chloe & Chelsea
7648      1675     1     
Mystery
30 cerita pendek berbentuk dribble (50 kata) atau drabble (100 kata) atau trabble (300 kata) dengan urutan acak, menceritakan kisah hidup tokoh Chloe dan tokoh Chelsea beserta orang-orang tercinta di sekitar mereka. Menjadi spin off Duo Future Detective Series karena bersinggungan dengan dwilogi Cherlones Mysteries, dan juga sekaligus sebagai prekuel cerita A Perfect Clues.
Premium
Dunia Leonor
68      59     3     
Short Story
Kisah cinta yang tragis. Dua jiwa yang saling terhubung sepanjang masa. Memori aneh kerap menghantui Leonor. Seakan ia bukan dirinya. Seakan ia memiliki kekasih bayangan. Ataukah itu semua sekedar imaji gila? Realitasnya pun ia pertanyakan. Saat kisah dari masa lalu semakin mengusiknya, Leonor hanyut dalam dunia yang penuh misteri. Genre: Gothic Misteri, Romansa Buku cetak juga tersedia ...
My Big Bos : Mr. Han Joe
604      359     2     
Romance
Siapa sih yang tidak mau memiliki seorang Bos tampan? Apalagi jika wajahnya mirip artis Korea. Itu pula yang dirasakan Fraya ketika diterima di sebuah perusahaan franchise masakan Korea. Dia begitu antusias ingin segera bekerja di perusahaan itu. Membayangkannya saja sudah membuat pipi Fraya memerah. Namun, apa yang terjadi berbeda jauh dengan bayangannya selama ini. Bekerja dengan Mr. Ha...
ALACE ; life is too bad for us
1022      617     5     
Short Story
Aku tak tahu mengapa semua ini bisa terjadi dan bagaimana bisa terjadi. Namun itu semua memang sudah terjadi
The watchers other world
1818      735     2     
Fantasy
6 orang pelajar SMA terseret sebuah lingkarang sihir pemanggil ke dunia lain, 5 dari 6 orang pelajar itu memiliki tittle Hero dalam status mereka, namun 1 orang pelajar yang tersisa mendapatkan gelar lain yaitu observer (pengamat). 1 pelajar yang tersisih itu bernama rendi orang yang suka menyendiri dan senang belajar banyak hal. dia memutuskan untuk meninggalkan 5 orang teman sekelasnya yang ber...
The Secret
371      246     1     
Short Story
Aku senang bisa masuk ke asrama bintang, menyusul Dylan, dan menghabiskan waktu bersama di taman. Kupikir semua akan indah, namun kenyataannya lain. Tragedi bunuh diri seorang siswi mencurigai Dylan terlibat di dalam kasus tersebut. Kemudian Sarah, teman sekamarku, mengungkap sebuah rahasia besar Dylan. Aku dihadapkan oleh dua pilihan, membunuh kekasihku atau mengabaikan kematian para penghuni as...
U&I - Our World
366      254     1     
Short Story
Pertama. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu indah, manis, dan memuaskan. Kedua. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu menyakitkan, penuh dengan pengorbanan, serta hampa. Ketiga. Bagi sebagian orang, kisah cinta itu adalah suatu khayalan. Lalu. Apa kegunaan sang Penyihir dalam kisah cinta?
The Wire
9174      1889     3     
Fantasy
Vampire, witch, werewolf, dan guardian, keempat kaun hidup sebagai bayangan di antara manusia. Para guardian mengisi peran sebagai penjaga keseimbangan dunia. Hingga lahir anak yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan hidup dan mati. Mereka menyebutnya-THE WIRE