Read More >>"> Annyeong Jimin (Bonus Part (END)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Annyeong Jimin
MENU 0
About Us  

Happy Reading 😘😘

 

...

 

"Ra In...dasi hitam aku dimana?"

"Aku tidak tau, Kookki. Kau cari saja di lemari"

Jungkook mendengus sebal. Sejak bangun tidur yang celakanya ia kesiangan, Ra In tidak menyiapkan apapun. Ia malah harus menyiapkan semua keperluan sendiri. Ra In sibuk menenangkan bayi mereka. Tanpa melakukan tugasnya menyiapkan pakaian Jungkook.

Selama mempersiapkan dirinya, Jungkook terus-terusan menggerutu tidak jelas. Ia memindai beberapa dokumen dari dalam lemari ke tasnya.

"Kookki, kau sudah selesai?" tanya Ra In.

"Belum..." jawab Jungkook malas berharap Ra In akan menghampirinya lalu membantunya merapikan pakaian seperti biasa.

"Yakh! Cepat selesaikan. Temani Ra On, aku harus melihat Jimin. Palli"

Jungkook harus memendam semua rencananya yang gagal begitu saja. Ia kemudian menduduki ranjang dan tangannya sibuk membelai pipi putri kecil mereka. Anak itu begitu lucu, seolah mengerti bahwa Ayahnya yang sedang dilihat ia pun tersenyum menampilkan gigi-gigi susunya yang bahkan belum begitu banyak.

"Ra On-ah...kau cepat sekali tumbuh. Hmm..."

Jeon Ra On. Putri kecil dari keluarga kecil Jungkook dan Ra In. Kini bayi itu sudah berumur enam bulan.

"Kau cantik sekali seperti ibumu. Ra On-ah...anak Appa yang pintar..."

...

Baru saja Ra In akan membaringkan tubuhnya disamping Jungkook, tapi ia sudah lebih dulu ditarik olehnya dan jadilah mereka saling berhadapan dengan posisi Ra In diatas Jungkook.

"Ra On sudah tidur kan?"

"Heih?"

"Jimin juga sudah tidur kan?"

Tiba-tiba Ra In menarik hidung Jungkook sangat kuat hingga Jungkook memekik kesakitan. Melihat suaminya tengah kesakitan, Ra In malah tertawa saja.

"Yakh! Kau yang memulai duluan. Jangan harap malam ini kau--"

"Apa?" tantang Ra In.

Sedetik kemudian Jungkook memutar tubuhnya hingga ia yang berada diatas Ra In. Ia melihat wajah istrinya sudah memerah seperti kepiting rebus. Sudah memiliki dua anak, Ra In tetap saja masih malu-malu.

Cup!
Ra In tersenyum saat merasakan Jungkook menempelkan bibirnya ke bibir Ra In. Hanya sekilas dan Jungkook kembali mengangkat kepalanya.

"Boleh aku melakukannya?" tanya Jungkook meminta izin. Sontak Ra In kembali tertawa. Namun, tawanya reda saat Jungkook kembali mencium bibirnya. Mereka berpagutan lebih lama dari sebelumnya. Awalnya ciuman itu didominasi oleh Jungkook, tapi lama-kelamaan Ra In juga mulai bisa mengikuti pergerakan lidah suaminya. Jungkook menyentuh tengkuk istrinya dan memperdalam ciuman mereka. Saat ia mulai kehabisan nafas, ia pun melepas pagutannya.

Ia melihat Ra In masih tersenyum. Dengan begitu Jungkook mulai berani mengangkat tangannya dan membuka beberapa kancing kemeja Ra In.

"Eomma...Appa..."

Ra In segera mendorong Jungkook lalu kembali membenahi kancing bajunya. Ia mencoba bersikap biasa saja saat Jimin langsung menaiki ranjang dan meringsek duduk diantara Ra In dan Jungkook yang merapalkan sumpah serapah.

"Appa...ini foto siapa?"

οΏΌ


Jungkook segera merebut foto itu dari tangan putranya dan memandanginya agak lama.
"Tanya sama Eomma" kata Jungkook sembari menuruni ranjang.

"Kau mau kemana?" Ra In sepertinya melihat wajah kecewa Jungkook. Apa suaminya sedang marah karena Ra In masih menyimpan foto itu?

"Membuat kopi" jawab Jungkook tanpa membalikkan badan.

"Eomma foto ini siapa?" tanya Jimin kembali.

"Foto itu...dia sahabat Appa, namanya Park Jimin"

Park Jimin. Orang yang masih sangat spesial dihati Ra In. Bohong kalau dia sudah melupakan pria itu. Karena bagaimanapun, Ra In dan Jimin berpisah tanpa kemauan mereka atau tanpa masalah yang serius. Mereka berpisah atas kemauan Tuhan.

Tapi, Ra In sudah merelakan itu. Dia sudah sepenuhnya memberikan jiwa raga kepada Jungkook. Hanya saja ia pasti lupa menaruh foto Jimin dari rumah Tuan Park ke dalam kopernya.

"Namanya sama kaya Jimin, Eomma" kata Jimin menunjuk dirinya sendiri. Anak kecil itu menyibakkan rambutnya mencoba agar terlihat mirip dengan orang yang ada difoto yang ia bawa itu.
"Tapi...kenapa Jimin tidak pernah beltemu dengannya Eomma. Apa Paman Jimin juga ada dilual negli sepelti paman Hope?"

Dan Ra In bingung harus menjawab apa. Ia hanya bisa mengangguk untuk saat ini. Lagipula, Jimin juga pasti akan melupakan nya nanti.
"Sudah malam Jimin. Ayo kembali ke kamar"

Jimin menepis tangan Ibunya dan berposisi terbaring.
"Jimin mau tidul disini ya Eomma"

Ra In menyibakkan selimut dan tersenyum sambil mengacak puncak kepala anaknya. Beberapa lama setelah Jimin terlelap, Ra In beranjak mencari suaminya.

Dan disinilah pencariannya berakhir, ruang TV. Ia melihat Jungkook tengah duduk sambil menyesap kopi. Ra In langsung duduk disamping Jungkook yang bahkan tidak meliriknya sama sekali.

Apa Jungkook beneran marah?

"Mianhe...aku tidak bermaksud mengenang semua masa lalu. Foto itu pasti tidak sengaja terbawa dikoper saat aku pergi"

"Mian, Kookki"

Ra In menautkan kedua telapak tangannya dan berharap Jungkook mau memaafkannya. Tapi, sudah beberapa detik berlalu Jungkook masih belum juga menanggapi kalimatnya.

"Apa kau sangat marah padaku?"

Sepertinya Jungkook sangat marah dan kecewa. Itulah yang ditangkap oleh Ra In. Karena saat ia mencoba menatap kedua mata Jungkook, suaminya itu malah memilih memandang sisi lain.

"Setiap kali aku melihat kau mencoba untuk menghadirkan Jimin kembali, rasa bersalah menyelimuti diriku" ujar Jungkook dengan pelan.

"Aku selalu merasa bahwa tidak seharusnya aku---"

Ra In menarik tengkuk Jungkook dan membungkam mulutnya dengan ciuman.

"Kau...Adalah yang terakhir dalam hidupku" ucap Ra In setelah melepas pagutannya. Kemudian tangannya bergerak meraih kedua tangan Jungkook dan menggenggamnya.

"Tolong jangan marah padaku, Kookki. Aku sama sekali tidak bermaksud untuk terus-terusan terjebak masa lalu"

Tiba-tiba Jungkook tersenyum ke arah istrinya. Mungkin dia sudah tidak lagi kecewa dan marah. Terbukti saat tangannya membawa Ra In berjalan hendak menaiki tangga.

"Kita mau kemana?" tanya Ra In.

"Lanjutkan yang tadi"

"Ada Jimin di kamar"

"Kalau begitu pakai kamar Jimin"

...

"Suga...gendong dulu Gabriel nya. Aku mau kesana sebentar ya"

"Yakh! Amel..kau--"

Gabriel hampir saja jatuh kalau Suga memilih memperhatikan Amel. Ia pun menenangkan putranya sembari membawanya ke kanan dan ke kiri.

"Biar aku gendong, Suga. Siapa tau nanti bayiku juga laki-laki" kata Nayeon yang tiba-tiba sudah datang menghampirinya sendirian. Dengan senang hati Suga menyerahkan Gabriel kepada Nayeon.

"Jin mana?"

"Dia sedang duduk bersama Jungkook"

Suga lantas mengangguk mengerti. Kemudian Minsu datang dari arah belakang dengan berlarian kecil sehingga menabrak bahu Suga. Untung saja si Minsu yang melakukannya, kalau dia laki-laki, sudah pasti Suga murka.

"Minsu-yah...kenapa kau terburu-buru begitu?" sabar Suga. Ingat, dia seorang yeoja.

"Ikon sudah datang. Aku harus berdiri didepan. Bye..." Minsu pun melanjutkan langkahnya meninggalkan Suga dan Nayeon. Tapi, begitu telinga Nayeon peka mendengar sesuatu, ia mengambil ancang-ancang akan pergi. Nayeon dengan segera memberikan Gabriel kembali kepada Suga.

"Hei..Kau---"

"Mian, Suga. Aku ingin melihat Chanwoo. Bye..."

Suga mendesis menyadari bahwa mungkin Amel juga berlarian karena ingin melihat bintang tamu itu. Harusnya Rapmon menikah ya menikah saja. Kenapa mengubah seperti konser.

Dengan pasrah Suga pun berjalan menghampiri teman-temannya yang sudah berkumpul melingkari meja. Terlihat juga Taehyung tengah menggendong putra kecilnya, Jungkook dengan putri kecilnya ditambah Jimin yang asik memakan cake. Tapi, kenapa ada si Rapmon juga.

"Yakh! Pengantin perempuanmu dimana? kabur?"

Kesal dengan kalimat Suga yang baru saja datang, sontak Rapmon melempar beberapa cup bekas cake yang dimakan Jimin kearah lelaki itu. Praktis Suga menghindar takut mengenai putranya.

"Awas kau kalau mengenai putraku" pekik Suga.

"Lihat! J-Hope melakukan video call" ujar Jin menginterupsi perdebatan Rapmon dan Suga. Kemudian mengangkat ponselnya agar J-Hope dapat melihat semua teman-temannya.

"Rapmon-ah...Happy Wedding yo~~~"

Alih-alih berterima kasih karena mendapat ucapan tersebut, Rapmon malah menunjukkan wajah kesalnya.
"Pulang kau. Akan ku bunuh nanti"

"Wah...J-Hope, ku rasa kau tidak perlu pulang karena Rapmon sedang tidak main-main saat ini" timpal Jungkook.

"Ngomong-ngomong. Dimana Min Rae?"

Jin mengarahkan ponselnya menghadap panggung yang memang sedang dipadati kaum yeoja. Terdengar decak kagum dari J-Hope.

"Sedang ada konser. Kau lihat, disini aku malah harus ditemani para Appa-Appa kesepian---Aww" Jin meringis saat Suga memukul lengannya. Pukulan Suga tetap terasa menyakitkan meski tangannya sibuk menyanggah Gabriel.

"Taeh...nama anakmu siapa?"

Taehyung membawa wajah putrinya mendekati ponsel Jin.
"Kim Miyeon. Paman Hope jangan Lupa bawa oleh-oleh buat Miyeon yah..." kata Taehyung menggerak-gerakkan tangan putrinya.

J-Hope terkekeh melihat kelakuan Taehyung. Sahabatnya yang satu itu terlihat begitu bahagia setelah mendapat seorang anak.

"Gabriel mau apa?" tanya J-Hope dan meminta Jin mengarahkan kamera ke Suga.

"Dollar satu koper ya paman Hope" kekeh Suga menirukan suara anak kecil.

"Itu kau yang mau kampret"

Keempat kawan itu akhirnya tertawa bersamaan. Melupakan telinga Jimin yang sedang menyimak pembicaraan teman-teman Appa nya karena cake dimeja sudah habis tak tersisa. Dengan mulutnya yang belepotan, Jimin menarik-narik dasi Ayahnya.

"Kamplet...Appa. Cake Jimin habis"

Tut.
Tidak mau disalahkan oleh Jungkook, J-Hope lebih dulu memutuskan sambungan ponselnya.

"Ku bunuh Kau J-Hope"

...

"Bobby....." teriak Amel begitu memekik.Ia malah makin berteriak begitu Bobby--salah satu member grup Ikon itu---mengedipkan mata kearahnya.

Nayeon yang tengah mengandung pun tidak ingin kalah dari Amel, ia melambaikan tangan dan mencoba menarik perhatian mereka.
"Donghyuk....Hanbin..."

"Chanwoo saranghae~~~"

"Bureora baram baram baram. Bureo hwiparam param param. No sarang sarang sarang. All we need is---Aaa..."
Ra In memekik saat tiba-tiba ia merasakan rambutnya terasa akan terlepas dari kepalanya. Tangannya meraih telapak tangan yang menjambak rambutnya tersebut. Diliriknya Minsu, Amel dan Nayeon yang masih asik menari disebelahnya. Lalu siapa yang menjambak nya?Jungkook?

"Yakh! Jeon Jungkook lepaskan!!"

Bukannya melepaskan jambakannya, Kepala Ra In malah terasa makin sakit. Awas saja Jungkook setelah ini dipastikan Ra In akan menyuruhnya tidur diluar.

Setelah ditarik menjauhi kerumunan, Ra In terperangah begitu melihat Jungkook tengah duduk manis menggendong Ra On bersama Jimin dan teman-temannya. Sontak Ra In membalikkan badan dan melebarkan matanya begitu mendapati Ibunya berkacak pinggang dengan muka merah.

Mati kau---batin Ra In.

"Jadi begitu caramu memanggil suamimu?" bentak Ibu Ra In.

"Bukan begitu, eom---"

"Awas kalau masih berteriak-teriak didepan sana" ancam Ibu Ra In sebelum berlalu meninggalkan tempat.

Jungkook berdiri dan menghampiri Ra In saat melihatnya tengah mengelus kepalanya yang masih sakit.
Dengan sigap menggunakan salah satu tangannya yang bebas Jungkook membantu membenahi rambut istrinya.
"Sakit banget ya?" Ra In mengangguk dengan manja mengeluh pada Jungkook.

"Sini biar aku yang menggendong Ra On" Ra In meraih bayinya kedalam gendongan. Dan Jungkook membawa istrinya menempati tempat duduknya semula.

"Nayeon masih disana Ra In?" tanya Jin mengambil ancang-ancang menyusul istrinya begitu Ra In mengangguk.

Jungkook sibuk memisahkan sampah yang dibuat oleh putranya itu. Sesekali membujuk agar Jimin mau berhenti makan.

"Paman Taeh..Miyeon cantik sekali. Nanti kalo Jimin sudah gede. Miyeon halus jadi pacal Jimin ya"

Semua yang mendengar langsung tersenyum dan sesekali mencolek lengan Jimin.

"Asal Jimin berhenti makan cake. Nanti Miyeon gak suka kalo Jimin belepotan gitu" bujuk Taehyung. Sontak Jimin menghempaskan cake dari tangannya begitu saja.

Saat Jungkook sedang membersihkan mulut dan tangan Jimin, suasana kembali tenang dan tidak seriuh beberapa menit yang lalu. Rupanya Ikon sedang menghentikan penampilan mereka. Kemudian terlihat Rapmon berjalan menaiki panggung bersama Min Rae.

"Kami dari Ikon mengucapkan selamat kepada pasangan Kim Namjoon dan Go Min Rae" ucap salah satu member.

"Ne.Chukkae..." disusul keenam member lainnya. Rapmon dan Min Rae saling tatap dengan tangan yang saling bertautan.

"Sekarang waktunya melempar bunga..." teriak member yang memiliki tinggi badan lebih rendah dari yang lainnya.

"Hana...Dul..." hitung semua yang sudah berharap mendapat bunga tersebut. "Set..."

Semua mata ikut memandang buket bunga tersebut yang tengah melambung jauh bahkan melewati kerumunan.Jungkook pikir buket tersebut akan mengenai meja mereka, tapi perkiraan itu salah. Mungkin Rapmon dan Min Rae melempar begitu kuat. Buketnya sekarang melambung makin jauh dari para tamu.

Keadaan semakin mendramatisir saat buket tersebut sudah berada ditangan seorang pria yang baru saja datang.

"Dokter Niel..." kaget Jungkook dan Ra In serta semua yang mengenal Dokter Niel.

Dengan pesonanya Dokter tampan yang sudah berumur tersebut malah tersenyum dan membuat matanya tidak terlihat.

...

"Kau sedang hamil? Mwo? Kembar? Uwah...aku sudah tidak sabar mereka lahir. Aku akan segera memberitahu Jungkook dan meminta liburan ke Jepang. Myeon Ji-yah...jaga kesehatan ya?"

Ra In meletakkan kembali ponsel keatas meja dan kembali merapikan make up nya sebelum keluar dari kamar. Ia juga menyempatkan diri membereskan sprai kemudian mengunci kamarnya.

Yeoja dua anak itu tersenyum saat melihat Jungkook tengah menyuapi bayi mereka dan makanan itu berakhir disekitar pakaian Ra On.

"Kau menyuapi putrimu atau mengotori pakaiannya?" kekeh Ra In. Dan Jungkook menyerah, ia pun menyerahkan mangkuknya pada Ra In.

"Eomma...Jimin mau nyuapin Ra On"

"Eomma...eomma, Bial Jimin aja"

"Eomma..."

Jungkook merengkuh Jimin dan mengangkat tubuhnya seolah menerbangkan Jimin. Dengan begitu Jimin lupa niatnya menyuapi adik kecilnya itu.

"Yey...Jimin telbang"

Ra In menggeleng-gelengkan kepala saja. Ia meraih tisu diatas meja dan mulai membersihkan mulut bayinya. Kemudian beralih melepas baju Ra On karena kotor.

"Anak eomma harus bersih" gumam Ra In dan menggendong Ra On menuju kamarnya.

Setelah diturunkan dari gendongan Ayahnya, Jimin berlarian ke kamar mencari sesuatu. Entahlah apapun yang dilakukan bocah itu, semoga tidak membuat kekacauan. Beberapa menit kemudian Jimin berlarian kembali menghampiri Ayahnya.

"Appa...ini foto Appa kan?" Jimin menyerahkan foto tersebut ke tangan Jungkook. Sontak Jungkook berjongkok menciumi pipi Jimin.

"Benar. Appa sangat tampan kan?"

"Jimin nanti kalo sudah besal akan jadi sepelti Appa atau Paman Jimin?"

Alis Jungkook bertautan mendengar pertanyaan Jimin. Bocah ini ada-ada saja. "Ya mirip Appa dong. Memang siapa ayah Jimin?"

"Appa" jawab Jimin antusias sembari menunjuk Jungkook. Kini nafas lega terdengar dari Jungkook. Kenapa juga anaknya harus mirip orang lain, ada-ada saja.

Saat meletakkan foto diatas sofa, mata Jungkook terpaku sesaat didepan televisi. Ia melihat seseorang berpakaian putih dengan senyum di wajah pucatnya.

Seorang sahabat lama yang terlihat mengawasi nya.

Park Jimin.

Sementara itu, Jimin terus meminta Ayahnya agar bermain diluar. Anak itu sudah membawa bola dan menarik tangan Jungkook memaksa agar bermain diluar rumah.

"Appa...tendang" seru Jimin begitu bolanya menggelinding kearah Jungkook. Lalu segera Jungkook arahkan kembali pada putranya. Jimin selalu memekik girang saat kakinya yang kecil berhasil menghantarkan bola sampai kepada Ayahnya. Ia rela berlarian hingga terjatuh beberapa kali hanya untuk mengejar bola yang ia tendang tidak sampai pada kaki ayahnya. Untungnya anak itu tidak sering menangis.

"La On-ah...Lihat Oppa sudah jago main bola. Appa aja kalah" celoteh Jimin begitu melihat Ibunya datang menggendong adik kecilnya. Ra In berjongkok berusaha menyamakan tingginya dengan Jimin agar putranya itu dapat melihat Ra On dengan jelas.

"Enak saja. Sudah pasti Appa yang lebih jago. Jimin kan belajar dari Appa" bangga Jungkook seolah tidak mau dikalahkan putranya sendiri. Sontak Ra In mencubit perut Jungkook.

"Kenapa kau mencubitku?" protes Jungkook.

"Mengalah saja pada putramu, dasar!"
lantas Jungkook terkekeh sembari menggaruki tengkuknya merasa konyol. Maklum saja dia belum bisa menghilangkan sikap kekanakannya.

"Jimin kotor banget sih bajunya" Ra In mengibas ujung baju Jimin yang penuh noda.
"Sana mandi sama Appa, nanti setelah itu makan"

"Kajja Jimin...Appa juga belum mandi" Jungkook dengan segera mengangkat tubuh Jimin dan menggendongnya.

Sementara itu Ra In yang baru menyadari bahwa suaminya ternyata belum mandi membuka suara agak keras karena Jungkook sudah memasuki rumah.
"Pantas saja kau bau"

Jungkook rupanya masih bisa mendengar kalimat Ra In. Ia membalikkan badan dan membalasnya.

"Bau juga kalau malam kau suka peluk"

...

Ra In telah berkacak pinggang begitu membukakan pintu dan melihat Jimin sedang memakan ice cream. Lagi.

Terhitung yang ketiga kalinya Jimin keluar masuk rumah sambil membawa makanan dingin itu. Berulang kali Ra In melarang Jungkook membelikan Jimin ice cream nyatanya tidak pernah ditanggapi oleh Jungkook.

"Eomma...mau?" tawar Jimin mengacungkan ice cream ditangannya. Ra In masih diam saja,ia sedang menunggu pelakunya menampakkan diri.

"Hai...istriku sayang" sapa Jungkook yang datang dengan memainkan kunci mobilnya.

"Kenapa kau membelikan Jimin ice cream lagi?"

"Kalau aku tidak menurutinya dia akan menangis. Lagipula itu pemberian Suga. Kau ini jangan marah-marah terus nanti cepat tua"

"Bodo" baru saja Ra In akan memasuki rumah, Jungkook menarik tangannya membuat Ra In diam ditempat. Tiba-tiba Jungkook sudah memegang sebuah kotak berbentuk hati dan menunjukkannya didepan sang istri.

"Tara...Ini hadiah untuk istriku yang manis"

Cokelat. OMG! Kenapa Jungkook selalu bersikap semanis ini? Dan itu selalu membuat pipi Ra In merona. Haruskah mulai sekarang Ra In tidak usah menggunakan blush on.

Ra In langsung merebut kotaknya dari tangan Jungkook dengan kasar. Sementara itu tangan Jungkook menutup kedua mata putranya yang masih asik menjilati ice cream.

Cup!
Begitu selesai mencium pipi istrinya sesingkat itu, Jungkook melepaskan tangannya dari mata Jimin.

"Appa kenapa mata Jimin ditutup?" tanya Jimin polos.

Ra In melayangkan tatapan horor pada suaminya dan menggendong Jimin.
"Kajja...kita makan"

Untung saja Ra On masih tertidur pulas di ranjang bayi. Jadilah Ra In,Jungkook serta Jimin dapat makan bersama dengan tenang. Biasanya salah satu dari Ra In atau Jungkook mengalah makan bergantian. Ra In menyiapkan japchae ke mangkuk dan meletakkannya didepan jimin.

"Gomawo Eomma"

"Sama-sama sayang"

Jungkook melipat tangannya diatas meja kemudian menarik lengan istrinya yang terlihat sudah berdiri.

"Wae?"

"Wah...kau tidak menyiapkan makanan untukku?"

"Kau ini selalu saja berprasangka buruk. Aku baru saja ingin mengambil mangkuk. Ish...kau ini, ingat usia Tuan Jeon"

"Oh...Mian" sahut Jungkook polos. Ra In lantas segera melanjutkan niatnya mengambil mangkuk di dapur.

"Pelan-pelan makan nya Jimin"

Jimin bahkan tidak memperdulikan nasihat Ayahnya. Rupanya ia sudah sangat lapar. Aneh, apa Jungkook juga waktu kecil sangat suka makan? Jimin hari ini sudah menghabiskan tiga ice cream. Ia juga makan banyak cemilan dirumah Suga. Benar-benar punya perut karet. Apa itu keturunan dari Ra In.

"Ra In-ah.." panggil Jungkook begitu istrinya kembali dan memindahkan japchae ke mangkuk Jungkook.

"Ne"

"Apa waktu kecil kau sangat suka makan?"

"Hmm..." Ra In mencoba mengingat-ingat seperti apa saat ia kecil dulu.
"Mungkin. Tapi, kenapa kau bertanya begitu?"

Jungkook menunjuk Jimin yang sedang asik makan. Sekarang saja anak itu sedang mengunyah dengan mulut penuh. Bibir Ra In melengkung menyaksikan wajah lucu Jimin. Ia pun tidak bisa menahan tangannya untuk tidak mengacak puncak kepala Jimin.

"Sudah makan saja Kookki"

Jungkook mengangguk dan menjepit sumpit disela jari tangannya. Sesekali Ra In mengulurkan nasi dan menyuapi suaminya. Jungkook akan langsung menerima dan membalas perlakuan Ra In.

"Andai setiap hari adalah hari libur" gumam Jungkook.

...

15 Tahun Kemudian.....

Seorang remaja delapan belas tahun tergesa-gesa menuruni tangga setelah keluar dari kamar yang di pintunya bertuliskan kalimat 'Jimin Oppa dilarang masuk', tangannya sengaja pria itu sembunyikan dibalik mantelnya kemudian berpura-pura duduk dengan tenang didepan Ibunya.

"Eomma. Aku akan pulang malam--" ia menghentikan kalimatnya karena mendapat pelototan tajam dari perempuan yang baru saja ia panggil eomma.
"Heih...Eomma. Aku tidak pergi ke club atau tempat terlarang apapun. Aku hanya ingin menonton bersama Miyeon"

"Kookki lihat anakmu, dia baru saja berusia delapan belas tahun dan sibuk memikirkan cinta" adu Ra In. Sedangkan Jungkook hanya membalas dengan cengiran tipis.

"Biarkan saja, aku juga seperti itu dulu" kata Jungkook.

"Benarkah? Uh...dengan Eomma?"
Tebak Jimin to the point. Jungkook langsung mengangguk sementara Ra In memilih menatap kearah lain untuk menghalau pandangan suaminya. Jangan sampai pipi merahnya terekspos.

"Oppa...kembalikan bandana Ra On..."

Mendengar teriakan melengking milik adiknya, Jimin segera meraih roti yang disiapkan ibunya dan berlarian meninggalkan tempat sebelum terkena amukan macan betina.

"Yakh! Jimin Oppa...Jangan kabur!"

Ra On sengaja menuruni anak tangga dua kali sekaligus untuk mencegat kakaknya. Tapi, sepertinya percuma saja. Saat ia sudah sampai dimeja makan, Jimin sudah melajukan motornya.

"Ra On sayang sudah ayo sarapan"

"Eomma. Jangan biarkan Jimin Oppa masuk ke kamarku. Kemarin dia mengambil sweater kesayanganku dan saat aku sampai di sekolah, sweater itu dipakai Miyeon. Hari ini aku yakin dia mencuri bandana untuk Miyeon lagi. Aku kesal Eomma..."

Ra In mengusap-usap punggung putrinya agar bisa lebih tenang. Tidak ada yang bisa membuat gadis itu marah besar kecuali kakaknya sendiri. Ra In dan Jungkook sungguh merindukan masa kecil mereka yang begitu damai.

"Eomma, Ra On berangkat. Dadah...Eomma" pamit Ra On pada Ra In dan mendahului ayahnya yang sedang memperhatikan istrinya membenahi dasi. Bagian paling Jungkook syukuri setiap hari adalah melihat Ra In tersenyum saat merapikan dasinya.

"Aku berangkat ya" Jungkook sudah akan memajukan bibirnya tidak tahan mengecup bibir ranum istrinya tapi tergagalkan karena putrinya menarik paksa Jungkook begitu saja.

"Appa palli..."

Ra In terkekeh sekilas hingga kemudian bibirnya berhenti melengkung. Saat netranya tanpa sengaja menangkap sosok pria berbaju putih bersender pada tiang ayunan didepan rumah Ra In. Pria itu memperhatikan Ra In tanpa berhenti tersenyum.

"Jimin..."

...

Jimin menjitak kepala Ra On yang tidak kunjung menerima buku dari tangan nya. Jimin heran kenapa adik perempuannya ini sangat bodoh. Iya, sekarang Jimin harus selalu meluangkan waktunya untuk mengajari Ra On. Adik perempuan nya yang tidak bisa berhitung sama sekali. Menurut Jimin permintaan Appa nya untuk menjadi tutor adiknya sangatlah salah. Bukannya menghormati Jimin, Ra On malah jadi bertindak seenaknya saja. Kalau Jimin tidak diancam mana mungkin ia mau melakukan nya.

"Sudah aku peringatkan Oppa harus pelan-pelan mengajari ku"

"Itu kau saja yang bodoh. Kau memang anak Appa"

Wajah Ra On terlipat seketika. Hatinya panas bahkan telah mendidih, meluap-luap bagai bara api.

"Oppa. Ulangi sekali lagi. Hanya sekali lagi dan aku pasti berhasil"

"Ada syarat" ketus Jimin.

"Apa?"

Tiba-tiba senyum penuh arti muncul di wajah Jimin. Demi Tuhan, ini saatnya Jimin berjuang.
"Jauhkan Miyeon dari Gabriel"

"Deal" sahut Ra On cepat.

"Adikku sayang" ujar Jimin mengusap rambut Ra On dan mulai membuat contoh soal untuknya. Ra On bersyukur syarat dari Oppa nya itu mudah.

Iya lah mudah. Bagaimana tidak? Menjauhkan Gabriel dari Miyeon adalah misinya.

Alih-alih memperhatikan Jimin, Ra On malah jadi teringat Gabriel. Cowok cool yang sangat dingin kepadanya. Padahal kedua orangtua mereka bersahabat. Ingatkan Ra On untuk bertanya pada Paman Suga.

Tanpa mereka sadari Ra In memperhatikan dari balik pintu kamar. Dengan senyum hangat yang menandakan bahwa perempuan itu sangat bahagia.

Kemudian tanpa Ra In duga, suaminya datang dan memeluknya dari belakang. Jungkook menenggelamkan kepalanya dibahu Ra In. Satu lagi yang merasa sedang bahagia adalah Jungkook.

Saat Ra In berbalik Jungkook tengah memajukan bibirnya. Otomatis ciuman tidak sengaja terjadi. Ra In terbelalak kaget begitu Jungkook kembali mendaratkan bibirnya.

"Kookki.." lirih Ra In dengan sibuk mengaitkan jari-jari tangannya dengan jari tangan milik Jungkook.
"Jika nanti aku meninggalkan mu lebih dulu. Tolong jaga Jimin dan Ra On. Boleh saja kau menikah lagi, tapi jangan sampai melupakan aku" Ra In berkata dengan pandangan masih terfokus pada kedua anaknya.

"Aku juga ingin meminta sesuatu"

Ra In menoleh,"Apa?".

"Jika kau atau aku meninggal lebih dulu. Lalu terlahir kembali dan bertemu dengan Jimin. Aku minta kita tidak usah bertemu"

Mata Ra In melebar memperhatikan manik mata Jungkook. Tadinya ia pikir Jungkook sedang membual saja. Tapi, sungguh Ra In tidak menemukan satu pun kebohongan dari mata suaminya itu.

"Di kehidupan selanjutnya kau harus bahagia dengan Jimin"

Ra In mengangguk lalu menempatkan kepalanya di bahu Jungkook. Hingga tanpa Ra Ini sadari setetes air mata luruh dari mata Jungkook. Ini lah yang selalu ia rasakan jika mengingat Jimin. Jungkook selalu merasa bahwa kebahagian nya sampai sekarang adalah karena Jimin. Meskipun lelaki itu sudah tidak hidup nyatanya dia ada disekitar untuk melindunginya.

"Gomawo" Jungkook tersenyum kearah Jimin dengan tangan yang sibuk mengusap rambut istrinya.

Karena meskipun aku sudah tidak bisa kalian lihat, nyatanya aku ada ditengah-tengah kalian.

Kau mungkin mengucapkan keinginan agar di kehidupan selanjutnya tidak perlu menjadi orang ketiga diantara aku dan Ra In. Tapi, Kookki kau lupa siapa yang menulis takdir. Jika saja Park Jimin berjodoh dengan Ra In penyakit atau bahkan kematian tidak akan menghalangi kami. Kau salah Kookki, Tuhan menulis takdir dengan kepastian.

Tidak ada takdir yang salah.

Aku, Park Jimin.

---END---

Mungkin sampai disini saja perjumpaan kita chingu. Kalau ada yang masih suka sama cerita abal-abal aku kunjungi work aku  yang lain.

Mian kalo end nya gak sesuai ekspektasi.

Oh, iya author mau ucapin....

Saengil Chukka Hamnida πŸŽ‰πŸŽ‰πŸŽŠπŸŽˆOm Jin. Uwah...nambah umur...Happy Birthday πŸŽ‚πŸŽ‚πŸŽ‚πŸŽ‚ semoga selalu jadi pribadi yang mencintai dirinya sendiri. Jin Oppa πŸŽπŸŽ€ Saranghaeyo~~~😘😘😍😍

οΏΌ

 

 

οΏΌ

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (6)
  • indriyani

    @yurriansan Iyaa ya, haha😁. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. 😊

    Comment on chapter Dia-ku
  • yurriansan

    aku ada masukan nih, untuk istilah asing baiknya dikasih footnote. untuk orang yang udah lama gk ke korea (drama, maksudnya) gk tau artinya. so far bagus. kental korea,

    Comment on chapter Dia-ku
  • indriyani

    @aisalsa09 Okee oke.. Makasih ya sarannya 😘

    Comment on chapter Lukisan Dia
  • indriyani

    @ShiYiCha makasih yaw hehe

    Comment on chapter Lukisan Dia
  • aisalsa09

    Aku sukanya Jung Soek dong, wkwk
    Btw untuk bagian deskripsi, yang cerita tentang, C nya kapital aja gimana? Hwaiting eonni :))

    Comment on chapter Dia-ku
  • ShiYiCha

    Korea-nya kental sekaleh. Good FF

    Comment on chapter Lukisan Dia
Similar Tags
Snazzy Girl O Mine
516      323     1     
Romance
Seorang gadis tampak berseri-seri tetapi seperti siput, merangkak perlahan, bertemu dengan seorang pria yang cekatan, seperti singa. Di dunia ini, ada cinta yang indah dimana dua orang saling memahami, ketika dipertemukan kembali setelah beberapa tahun. Hari itu, mereka berdiam diri di alun-alun kota. Vino berkata, Aku mempunyai harapan saat kita melihat pesta kembang api bersama di kota. ...
Babak-Babak Drama
446      307     0     
Inspirational
Diana Kuswantari nggak suka drama, karena seumur hidupnya cuma diisi itu. Ibu, Ayah, orang-orang yang cuma singgah sebentar di hidupnya, lantas pergi tanpa menoleh ke belakang. Sampai menginjak kelas 3 SMP, nggak ada satu pun orang yang mau repot-repot peduli padanya. Dian jadi belajar, kepedulian itu non-sense... Tidak penting! Kehidupan Dian jungkir balik saat Harumi Anggita, cewek sempurna...
Sweeter Than Sweet Seventeen
688      493     5     
Short Story
Menunggu papa peka akan suatu hal yang aku impi - impikan. Namun semua berubah ketika ia mengajakku ke tempat, yang tak asing bagiku.
Marry Me
438      306     1     
Short Story
Sembilan tahun Cecil mencintai Prasta dalam diam. Bagaikan mimpi, hari ini Prasta berlutut di hadapannya untuk melamar ….
Catatan 19 September
24348      2906     6     
Romance
Apa kamu tahu bagaimana definisi siapa mencintai siapa yang sebenarnya? Aku mencintai kamu dan kamu mencintai dia. Kira-kira seperti itulah singkatnya. Aku ingin bercerita sedikit kepadamu tentang bagaimana kita dulu, baiklah, ku harap kamu tetap mau mendengarkan cerita ini sampai akhir tanpa ada bagian yang tertinggal sedikit pun. Teruntuk kamu sosok 19 September ketahuilah bahwa dir...
Our Different Way
4143      1678     0     
Romance
Novel ini mengisahkan tokoh utama bernama Haira, seorang siswa SMA berusia tujuh belas tahun yang baru saja rujuk kembali dengan pacarnya, Gian. Mereka berdua tentu senang karena bisa kembali merajut kasih setelah tidak pernah bertemu lebih dari setahun akibat putus. Namun, di tengah hubungan yang sedang hangat-hangatnya, mereka diterpa oleh permasalahan pelik yang tidak pernah mereka bayangk...
Kamu
251      202     0     
Short Story
Untuk kalian semua yang mempunyai seorang kamu.
dr. romance
917      532     3     
Short Story
melihat dan merasakan ucapan terimakasih yang tulus dari keluarga pasien karena berhasil menyelamatkan pasien.membuatnya bangga akan profesinya menjadi seorang dokter.
Dear Diary
613      406     1     
Short Story
Barangkali jika siang itu aku tidak membongkar isi lemariku yang penuh buku dan tumpukan berkas berdebu, aku tidak akan pernah menemukan buku itu. Dan perjalanan kembali ke masa lalu ini tidak akan pernah terjadi. Dear diary, Aku, Tara Aulia Maharani umur 25 tahun, bersedia melakukan perjalanan lintas waktu ini.
Gunay and His Broken Life
6403      2176     0     
Romance
Hidup Gunay adalah kakaknya. Kakaknya adalah hidup Gunay. Pemuda malang ini telah ditinggal ibunya sejak kecil yang membuatnya secara naluri menganggap kakaknya adalah pengganti sosok ibu baginya. Hidupnya begitu bergantung pada gadis itu. Mulai dari ia bangun tidur, hingga kembali lagi ke tempat tidur yang keluar dari mulutnya hanyalah "kakak, kakak, dan kakak" Sampai memberi makan ikan...