Read More >>"> Annyeong Jimin (Bonus Part (9)) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Annyeong Jimin
MENU 0
About Us  

Happy Reading ๐Ÿ˜˜
 

"Eomma...kenapa Jimin bisa ada disini?"

"Tadikan Jimin tidul dilumah Halmeoni"

Ra In menurunkan anaknya dan didudukkan di kursi dekat ranjang Jungkook. Ia tidak ingin bayi diperutnya bermasalah kalau berlama-lama menggendong Jimin.

"Oh...jadi dia Jimin junior? Apa tidak ada nama lain?" sahut Jungkook memandang sinis kearah anaknya sendiri.

Ra In mendengus sebal. Sudah cukup semua perlakuan Jungkook yang aneh dan menganggap semua yang tidak-tidak.

"Cukup Jungkook. Aku tau kau marah padaku karena aku kabur begitu saja. Tapi, tolong jangan limpahkan pada putramu"

Jimin memandangi Ibunya yang bersuara tinggi. Bocah kecil itu hanya berkedip bergantian. Baru saja bangun tidur dan harus menghadapi hal-hal aneh.

"Putraku? Apa maksudmu?"

Jin yang merasa usaha Ra In akan sia-sia bangkit dan menghampiri Jimin.
"Jimin ikut sama Paman Jin yuk"

Tanpa menunggu jawaban anak kecil itu, Jin menggendong Jimin dan mengajak yang lainnya keluar, membiarkan Ra In dan Jungkook berbicara.

Begitu keadaan sepi, barulah Ra In mengeluarkan foto-foto yang ia bawa dari rumah dan melempar begitu saja kearah Jungkook.

Pria itu awalnya diam saja karena merasa heran dengan perlakuan Ra In yang begitu terlihat marah padanya. Jungkook memunguti beberapa lembar foto dan melihatnya dengan seksama. Matanya melebar begitu mendapatkan wajahnya didalam foto tersebut.

Jungkook mencoba mengingat sesuatu, karena ia merasa tidak pernah mengalami hal persis difoto itu. Tapi, kenapa ada dirinya yang tengah memasangkan cincin dijari Ra In...

"Apa maksud semua ini?"

"Menurutmu apa, Kookki" kini suara Ra In kembali lembut. Bagaimanapun juga Jungkook harus dihormati karena dia adalah seorang suami sekaligus karena masih dalam keadaan yang belum begitu pulih.

"Apakah aku yang berada difoto ini?"

Apa cara itu juga belum bisa membuat Jungkook sadar? Harus dengan apalagi Ra In meyakinkan suaminya. Demi Tuhan, mendadak kepalanya pusing.

Jungkook benar-benar hanya menerawang foto-foto itu tanpa minat mengingatnya. Ra In tahu semua itu dari raut wajah Jungkook. Sama sekali tidak ada ekspresi apapun.

"Sendok itali...editan fotonya bagus. Oh...atau jangan-jangan aku melamarmu lalu kau menolak ku. eh? Tapi kenapa aku melamarmu. Kapan?God! Aku koma lama sekali hei...ayolah, kita kan masih SMA. Kau ini ada-ada saja"

...

"Eomma...eomma kemalin Jimin liat badut sama Paman Jin. Badutnya gendut loh. Idungnya melah. Lucuu...Eomma. Jimin jadi mau liat lagi"

Mendadak mendengar celotehan anaknya, Ra In jadi mengingat kalimat panjang Jungkook beberapa hari yang lalu. Kini ia mengerti dari mana Jimin mewarisi gaya bicara itu.

Buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

"Iya nanti ya sama Appa. Kalo Appa udah sembuh. Okee"

Lalu Jimin menjawab dengan mengacungkan ibu jarinya. Ra In jadi sedikit terkejut mendapati jawaban putranya itu. Jimin pasti belajar dari teman-teman Ayahnya yang sedikit...hmm. Iya pokoknya begitulah.

"Eomma Ra In yang cantik Jimin mau lagi susunya"

"Heih? Jimin nakal godain Eomma ya. Kata siapa?"

"Kata Paman Jin"

Mulai sekarang sepertinya Ra In harus lebih menjaga jarak Jimin dengan teman-teman Jungkook.

"Sini gelasnya"

Setelah kembali dari dapur untuk mengisi kembali gelas Jimin dan sampai diruang tengah, Ra In tidak menemukan putranya. Ia pun beranjak keluar rumah dan mencari Jimin. Begitu sampai diambang pintu ia terdiam sejenak saat menemukan Jimin dan Tuan Park.

"Appa.." sapanya kemudian.

"Boleh aku masuk Ra In?"

Ruang tengah. Disinilah Ra In dan Tuan Park memutuskan untuk membicarakan sesuatu. Sepertinya ada hal penting yang ingin disampaikan Tuan Park hingga mendatanginya.

Sebelum mengatakan apapun, Tuan Park menyesap kopi buatan Ra In. Rasa hangat langsung menyelimuti kulitnya begitu ia meneguk isi gelas tersebut.

"Bagaimana keadaan Jungkook? Dia masih mengira kau istri Jimin?"

Ra In mengangguk saja,
"Dia bahkan mengira masih SMA"

...

"Suga. Apa kau membuat Amel hamil? Yakh! Kita masih sekolah, Suga"

"Taeh..apa maksudmu wanita ini istrimu. Huh?"

"Rapmon jelaskan sesuatu"

Jungkook mengguncang satu persatu sahabatnya yang tidak memperdulikan dirinya sama sekali. Pikirannya seakan terjebak oleh sesuatu. Ia terus saja mengguncang bahu Rapmon. Karena diantara teman-temannya yang lain. Wajah Rapmon terlihat sangat ingin mengatakan sesuatu.

"Bodo amat, Kook!" sahut Rapmon tiba-tiba dan detik itu juga Jungkook menghempas tangannya.

"Haii semua" Ra In datang bersama Tuan Park. Ia sudah menitipkan Jimin ke orang tua Jungkook.

Begitu melihat Tuan Park sontak saja semuanya memberi hormat tak terkecuali Jungkook sendiri. Namun, ada perasaan sesak dihati lelaki itu melihat Ra In dengan Tuan Park.

"Kook, bagaimana keadaanmu?" tanya Tuan Park.

"Baik" irit Jungkook.

Ra In perlahan-lahan mendekati Jungkook dan meraih telapak tangannya. Ia ikut duduk disamping ranjang suaminya. Tatapan Jungkook yang sangat berbeda membuat Ra In merasa sedih. Jujur saja ia begitu takut Jungkook tidak akan bisa mengingat semuanya lagi.

"Dengar Kookki. Appa akan menjelaskannya"

Appa? bahkan Ra In memanggil Ayah Jimin dengan Appa. Sekarang semua pertanyaan Jungkook terjawab sudah. Ra In memang telah menikah dengan Jimin. Tapi, bukankah mereka masih SMA. Kenapa semuanya sudah mulai menikah satu persatu?

"Sendok itali"

"Ne? " mata Ra In berbinar,mungkin saja Jungkook mengingat sesuatu.

"Apa kau hamil diluar nikah?" tuduh Jungkook.

Bruk!

"Ra In"

...

Ra In memegangi kepalanya yang masih sakit sejak bangun dari pingsan. Bayangan kalimat Jungkook yang tengah menuduhnya hamil diluar nikah benar-benar membuat perasaannya begitu hancur. Ra In tidak berbohong, ia benar-benar sangat sensitif. Ia mengeluarkan ponsel dari tas kemudian menempelkannya ke telinga kanannya. Pertama-tama ia mendengar deru nafas lelah diseberang sana.

"Mian Eomma..."

"Ra In-ah...sudah pulang saja, nak. Kasihan Jimin. Dia mencarimu dari tadi"

"Jimin pulang dengan siapa?"
Benar-benar kelupaan yang sudah akut. Ra In memandangi ruang rawat suaminya dan perlahan membuka pintu. Jungkook masih tertidur disana.

"Kau ini. Pulang cepat. Biar bergantian dengan Eomma dan Appa nanti"

"Baiklah" pasrah Ra In. Setelah panggilannya berakhir, Ra In memasukkannya kembali ke dalam tasnya. Kemudian ia menutup pintu ruang rawat Jungkook. Baiklah, sepertinya Ra In memang harus segera pulang.

Ia membuka pintu mobil kemudian masuk kedalam nya. Begitu tangannya hampir menyentuh setir, ia tertegun sesaat. Tiba-tiba dari arah depan Jungkook sudah berdiri disana. Jungkook bukannya tadi ada didalam kamar?

"Aish...apa dia mau menuduhku hamil diluar nikah lagi?"

Ra In enggan keluar dari dalam mobil sekarang. Lagian dia sudah kehilangan kesabaran karena perkataan Jungkook. Untung saja tidak terjadi apapun pada bayinya.

Saat Ra In menatap Jungkook, ia melihat suaminya itu tengah mengatakan sesuatu. Tapi tidak bisa Ra In dengar dengan jelas. Awalnya Ra In tidak memperdulikannya, sampai tiba-tiba Jungkook mengeluarkan air mata. Dan Ra In sangat jelas bahwa suaminya tengah menangis.

"Kookki kenapa kau---"

"Jangan tinggalkan aku" Jungkook langsung menarik Ra In kedalam dekapannya. Dengan menenggelamkan wajahnya di bahu Ra In, ia melepaskan semua rasa sesak yang membelenggu.

"Jangan tinggalkan aku lagi. Aku mohon...Ra In"

Ra In diam sepenuhnya bahkan meskipun tubuhnya ikut bergetar karena isakan Jungkook sekalipun. Ia tidak menyangka suaminya telah kembali.
"Kau...ingat semuanya?"

Jungkook melepaskan pelukannya dan menangkup wajah Ra In. Kemudian samar-samar Jungkook mulai tersenyum dan mengangguk.

"Ra In dengarkan. Aku dan Myeon Ji, kami tidak ada hubungan apapun. Percayalah Ra In. Aku tidak mung--"

"Iya aku percaya. Aku yang salah. Nah...sekarang ayo marahi aku. Kau harus marahi aku yang sudah durhaka padamu Kookki. Aku yang seharusnya dihukum bukan kau"

"Ra In berjanjilah jangan pernah meninggalkan aku lagi. Aku sangat takut Ra In"

Ra In merasakan telapak tangannya digenggam erat oleh Jungkook. Perempuan itu merasa sangat merindukan suaminya. Ia pun kembali memeluk Jungkook dengan menaruh kepalanya didada Jungkook.

"Aku tidak akan mengulanginya"

"Oh, Iya Kookki. Besok ganti warna rambutmu ya"

...

Begitu menggeliat dan tangannya meraba sisi tempat tidur dirasakan Jungkook tidak menemukan keberadaan istrinya. Ia pun membuka mata dan kembali menggeliat. Hingga semua nyawa kembali terkumpul ia pun bangkit dari tempat tidur dan masuk kedalam kamar mandi.

"Dia sudah bangun?" gumam Ra In begitu masuk kedalam kamar hendak membangunkan suaminya. Ra In berjalan mendekati lemarinya dan mengambil beberapa pakaian.

"Untuk apa baju-baju itu?"

"Aduh! Kau mengagetkanku saja"

Jungkook terkekeh. Ia mendekati Ra In dan mengambil alih pakaian yang dibawanya. Dengan senang hati Ra In menyerahkannya pada Jungkook.

"Baju-baju ini sudah tidak muat di badan ku. Lagipula aku sudah menjadi ibu rumah tangga sekarang. Aku akan memiliki dua anak. Dan baju ini mau aku kirim saja ke panti asuhan"

Cup!
Jungkook mendaratkan bibirnya di pipi sebelah kanan Ra In. Dan tiba-tiba wajah Ra In begitu merah. Padahal mereka sudah sering melakukannya tapi tetap saja Ra In masih terlihat malu.

"Yakh! Pipimu kenapa merah?"

"Anni. Palli bawa bajunya kebawah. Aku mau melihat Jimin di kamarnya" Kata Ra In sambil mendorong Jungkook yang masih diam ditempat. Jungkook menggoyang-goyangkan badannya tidak ingin menuruti keinginan istrinya. Persis anak kecil yang tengah merajuk.

"Ra In...aku mau..."

"Mau apa? Jangan macam-macam Kookki ini sudah pagi"

"Memang kenapa kalau pagi? Lagi pula sudah lama kita tidak melakukannya. Terhitung sejak kau meninggalkan ku"

Jantung Ra In berdegup kencang. Apa ini yang dinamakan canggung setelah menikah? Ia tidak bisa menolak keinginan Jungkook kalau suaminya itu sudah membahas soal kejadian ia kabur waktu itu.

Pasrah, Ra In pun menganggukkan kepalanya.

"Yeay..." teriak Jungkook mendalami peran anak kecilnya supaya Ra In luluh.

Ra In mulai merapal doa dalam hati semoga Jimin tidak bangun mendadak.

"Kunci pintunya" pinta Ra In.

"Tidak mau. Aku mau makannya di ruang TV"

"Makan?"

Jungkook mengangguk. Sial, Ra In baru saja salah paham dengan maksud Jungkook. Karena itulah pipinya kembali merah. Padahal masih pagi dan Jungkook membuatnya salah paham.

"Iya makan masakanmu. Aku sudah lama tidak merasakannya. Kita juga terakhir kali makan bersama sebelum kau pergi Ra In"

"Iya" sahut Ra In cepat kemudian membuang muka. Demi Tuhan! Hampir saja ia mempermalukan dirinya sendiri. Syukurlah Jungkook tidak membahas lagi dan berbalik badan hendak keluar kamar. Namun tanpa Ra In duga, Jungkook baru saja mengerti kalimatnya dan kembali mendekati istrinya.

"Ra In-ah...maksudmu apa dengan mengunci pintu?"

"Hah? Eopso!" pekik Ra In. Ia juga bingung akan menjelaskan apa.

...

Ra In memotong buah semangka dan menatanya diatas piring kemudian meletakkannya didepan meja. Begitu melirik semangka segar sontak Minsu, Nayeon, dan Min Rae segera mencicipinya.

"Nayeon-ah...jadi kapan tanggal pernikahanmu?" tanya Minsu.

"Dua bulan lagi" jawab Nayeon dengan pipi merahnya.

Ra In mengambil satu potong semangka dan memasukkannya kedalam mulutnya.

"Ra In-ah...Jimin mana?" tanya Min Rae yang sejak tadi sudah celingukan mencari Jimin.

"Oh...di rumah Dokter Niel"

Untungnya keempat perempuan itu sedang tidak ada kesibukan. Jadi disinilah mereka mengadakan semacam reuni, di rumah Ra In.

"Haii...apa aku terlambat?" tiba-tiba Amel datang dan langsung meringsek duduk disamping Minsu.

"Eoh. Kau sangat terlambat" sahut Nayeon.

Dirumah Ra In sedang sepi. Mereka bebas membicarakan para pasangan tanpa takut terdengar oleh orang lain. Jungkook masih dikantor dan Jimin sedang dirumah Dokter Niel.

Minsu, Min Rae, Nayeon dan Amel tertawa keras saat mendengar cerita Ra In pagi tadi. Mereka bahkan mengira bahwa Ra In sangat agresif.

"Tapi memang benar, kalian belum melakukannya selama dua bulan?"

"Yakh! Min Rae. Kau kan belum menikah jadi jangan tanya hal seperti itu. Lagipula aku sedang hamil tau" jelas Ra In dan tangannya meraba perutnya. Amel yang melihat Ra In melakukannya pun ikut merasakan bayinya.

"Aku sering sekali merasa lelah meskipun tidak melakukan pekerjaan apapun. Apa seperti ini rasanya mengandung, Ra In?" tanya Amel.

Ra In menganggukkan kepalanya. Ia juga pernah merasakan hal itu saat mengandung Jimin. Mungkin itu bawaan bayi.

Minsu juga mengelus perutnya. Tidak disadari ketiga wanita itu sama-sama hamil dengan umur kandungan yang terpaut dekat. Tiba-tiba sebuah sahutan keluar dari pemikiran Nayeon.

"Hei...para ibu hamil. Ayo kita berfoto. Aku ingin segera mengandung setelah menikah nanti. Foto ini nanti aku pajang dan aku berdoa supaya cepat hamil"

"Kajja..."

...

7 Bulan kemudian...

Tubuh ketiga pria yang tengah duduk di kursi tunggu rumah sakit tidak bisa diam sejak satu jam yang lalu. Bagaimana bisa tenang jika istri mereka didalam ruangan tengah berjuang antara hidup dan mati.

Jungkook langsung berdiri saat seorang dokter keluar.
"Tuan Suga, mari masuk. Istri anda akan segera melahirkan"

Suga langsung berdiri dan menepuk bahu Jungkook lalu menghilang dibalik pintu. Kini tersisa dua manusia yang masih melanjutkan kecemasannya. Bukannya tenang,kursi tunggu malah semakin menimbulkan suara akibat gerakan kaki dari kedua pria itu.

Beberapa lama kemudian pintu ruangan persalinan kembali terbuka, sontak Jungkook segera berdiri. Ia berharap kali ini keputusannya datang dari istrinya, Ra In.

"Suami Nyonya Minsu---"

"Saya dokter" Taehyung segera berdiri dan meninggalkan Jungkook.

Jungkook kembali meluruhkan tubuhnya. Ia menunduk dengan mulut yang terus merapalkan doa. Sudah dua jam menunggu belum juga ada kepastian. Padahal kalau dihitung, Ra In lah yang terlebih dahulu mengeluh bahwa perutnya sakit.

Netranya menatap nanar pintu ruang persalinan. Jungkook juga melihat nama ketiga wanita yang salah satunya ada nama Ra In.

"Ku mohon Tuhan...lindungi istriku"

Tiba-tiba Jungkook merasakan pahanya disentuh seseorang. Ia menoleh dan melihat seorang sahabat lama yang tengah tersenyum menenangkan dengan wajah pucatnya.

"Ra In akan baik-baik saja" kata nya.

Jungkook tersenyum tapi air mata menetes dari pipinya.
"Aku sangat takut, Jimin..."

"Sekarang pegang bunga ini---" Jimin meletakkan sebuah bunga kecil berwarna putih dengan perpaduan warna merah muda. Bunga itu mirip bunga sakura, tapi bukan. Jungkook tidak tau namanya.

"---Lalu tutup matamu. Dan katakan Ra In akan baik-baik saja"

Jungkook mengangguk dan segera menggenggam telapak tangannya.Pun matanya kini sudah terpejam Ia merasakan telapak tangan Jimin menyentuh kepalan tangannya, meskipun ia tidak melihatnya tapi tangannya dapat merasakan hawa dingin tersebut.

Jungkook terus mengucapkan kalimat yang dikatakan Jimin. Tanpa membuka mata dan melerai kepalannya. Jungkook merasa seperti berada diujung tebing yang dibawahnya deburan ombak menghantam bebatuan. Jungkook sedang berada diantara hidup dan mati.

"Jungkook. Ra In bagaimana?"
Jungkook membuka mata begitu mendapati bahunya ditepuk oleh seseorang.

"Dokter belum memberi kabar, Jin"

Jin menepuk kembali bahu sahabatnya dan menyalurkan energi positif. Nada bicara Jungkook begitu sarat akan kekhawatiran.

Tiba-tiba kedua orang tua Ra In dan kedua orang tua Jungkook datang. Mereka juga membawa Jimin.
"Kookki bagaimana Ra In?"

"Appa..." Jimin langsung menghambur kepelukan Jungkook.

"Ra In masih didalam. Dokter belum memastikan apapun. Kapan dia---"

Jungkook berhenti bicara saat pintu ruang persalinan kembali dibuka.
"Tuan Jungkook, anda harus segera masuk"

 

TBC

Annyeong....para readers tercintah...
Author baru nongol nie setelah beberapa abad ๐Ÿ˜‚

Untuk bonus chapter tinggal satu lagi yaw. Ditunggu ๐Ÿค—

Bagaimana part ini??

๏ฟผ

 

๏ฟผ


Momen Appa Jungkook rambut pink ๐Ÿ˜

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (6)
  • indriyani

    @yurriansan Iyaa ya, haha๐Ÿ˜. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. ๐Ÿ˜Š

    Comment on chapter Dia-ku
  • yurriansan

    aku ada masukan nih, untuk istilah asing baiknya dikasih footnote. untuk orang yang udah lama gk ke korea (drama, maksudnya) gk tau artinya. so far bagus. kental korea,

    Comment on chapter Dia-ku
  • indriyani

    @aisalsa09 Okee oke.. Makasih ya sarannya ๐Ÿ˜˜

    Comment on chapter Lukisan Dia
  • indriyani

    @ShiYiCha makasih yaw hehe

    Comment on chapter Lukisan Dia
  • aisalsa09

    Aku sukanya Jung Soek dong, wkwk
    Btw untuk bagian deskripsi, yang cerita tentang, C nya kapital aja gimana? Hwaiting eonni :))

    Comment on chapter Dia-ku
  • ShiYiCha

    Korea-nya kental sekaleh. Good FF

    Comment on chapter Lukisan Dia
Similar Tags
Pisah Temu
960      521     1     
Romance
Jangan biarkan masalah membawa mu pergi.. Pulanglah.. Temu
Once Upon A Time: Peach
975      584     0     
Romance
Deskripsi tidak memiliki hubungan apapun dengan isi cerita. Bila penasaran langsung saja cek ke bagian abstraksi dan prologue... :)) ------------ Seorang pembaca sedang berjalan di sepanjang trotoar yang dipenuhi dengan banyak toko buku di samping kanannya yang memasang cerita-cerita mereka di rak depan dengan rapi. Seorang pembaca itu tertarik untuk memasuki sebuah toko buku yang menarik p...
Segaris Cerita
498      265     3     
Short Story
Setiap Raga melihat seorang perempuan menangis dan menatap atau mengajaknya berbicara secara bersamaan, saat itu ia akan tau kehidupannya. Seorang gadis kecil yang dahulu sempat koma bertahun-tahun hidup kembali atas mukjizat yang luar biasa, namun ada yang beda dari dirinya bahwa pembunuhan yang terjadi dengannya meninggalkan bekas luka pada pergelangan tangan kiri yang baginya ajaib. Saat s...
Violetta
587      346     2     
Fan Fiction
Sendiri mungkin lebih menyenangkan bagi seorang gadis yang bernama Violetta Harasya tetapi bagi seorang Gredo Damara sendiri itu membosankan. ketika Gredo pindah ke SMA Prima, ia tidak sengaja bertemu dengan Violetta--gadis aneh yang tidak ingin mempunyai teman-- rasa penasaran Gredo seketika muncul. mengapa gadis itu tidak mau memiliki teman ? apa ia juga tidak merasa bosan berada dikesendiri...
Mendadak Halal
6649      1942     1     
Romance
Gue sebenarnya tahu. kalau menaruh perasaan pada orang yang bukan makhramnya itu sangat menyakitkan. tapi nasi sudah menjadi bubur. Gue anggap hal ini sebagai pelajaran hidup. agar gue tidak dengan mudahnya menaruh perasaan pada laki-laki kecuali suami gue nanti. --- killa. "Ini salah!,. Kenapa aku selalu memandangi perempuan itu. Yang jelas-jelas bukan makhrom ku. Astagfirullah... A...
SECRET IN KYOTO
520      376     6     
Short Story
Musim semi adalah musim yang berbeda dari empat musim lainnya karena selalu ada kesempatan baru bagiku. Kesempatan untuk tumbuh dan mekar kembali bersama dengan kenangan di masa lalu yang kuharap akan diulang kembali.
Persapa : Antara Cinta dan Janji
7381      1807     5     
Fantasy
Janji adalah hal yang harus ditepati, lebih baik hidup penuh hinaan daripada tidak menepati janji. Itu adalah sumpah seorang persapa. "Aku akan membalaskan dendam keluargaku". Adalah janji yang Aris ucapkan saat mengetahui seluruh keluarganya dibantai oleh keluarga Bangsawan. Tiga tahun berlalu semenjak Aris mengetaui keluarganya dibantai dan saat ini dia berada di akademi persa...
IZIN
2890      1082     1     
Romance
Takdir, adalah sesuatu yang tidak dapat ditentukan atau disalahkan oleh manusia. Saat semua telah saling menemukan dan mencoba bertahan justru runtuh oleh kenyataan. Apakah sebuah perizinan dapat menguatkan mereka? atau justru hanya sebagai alasan untuk dapat saling merelakan?
Lovesick
400      292     3     
Short Story
By Khancerous Why would you love someone else when you canโ€™t even love yourself?
Puisi yang Dititipkan
495      322     2     
Romance
Puisi salah satu sarana menyampaikan perasaan seseorang. Puisi itu indah. Meski perasaan seseorang tersebut terluka, puisi masih saja tetap indah.