Awassss Typoo ya 😀✌
Sekumpulan laki-laki tampan tengah berkerumun memandangi wajah tertidur dengan warna rambut pink di sebuah sofa. Mereka sedang menebak artis siapa yang tertidur didalam ruang khusus mereka.
"Jisung Hyung...dia bukan saudaramu?"
"Hei...kalau ku perhatikan sepertinya dia member BTS"
"Bukan. Kurasa dia seorang aktor"
"Guanli, kurasa kau tidak pernah menonton drama"
Saat telinganya merasa terganggu, Jungkook memutar tubuhnya kesamping kanan. Namun, tidak sengaja menjatuhkan sebuah vas disampingnya. Untungnya vas tersebut terbuat dari plastik. Sehingga tidak menimbulkan suara. Jungkook menggeliat dan membuka mata. Ia terhenyak melihat dirinya sedang dikerumuni begitu.
"Ka-kalian sedang apa?"
Jungkook memijat pelipisnya.Sudah dua jam ia menunggu mereka selesai bernyanyi kini ia bisa berhadapan langsung. Syukurnya ia mendapat izin masuk karena dibantu oleh Baekhyun. Kebetulan Baekhyun adalah seorang pengusaha sukses yang dekat dengan beberapa agensi.
"Oh...aku ingat! Kau pasti Jungkook hyung ya? Baekhyun hyung bilang istrimu ingin bertemu kami?" celetuk seseorang yang Jungkook tidak ketahui namanya.
"Mian.Saya Jinyoung. Bae Jinyoung" lanjut nya. Kemudian mengulurkan tangan disusul member lainnya. Jungkook bernafas lega. Maksud nya sudah disampaikan Baekhyun. Ia bersyukur menunggu lama untuk hasil yang baik.
"Istri saya ngidam ingin bertemu Jinyoung" ujar Jungkook.
"Aku ingin ikut"
"Aku juga"
Jungkook terkekeh sekilas. Ia juga pernah mendengar orang hamil kalau ngidam suka mengubah seenaknya. Lebih baik bawa saja semua.
"Ikut saja yang ingin ikut"
...
Diperhatikannya empat orang yang ikut dengan mobilnya tengah melepas masker dan topi. Jungkook melirik mereka sesekali lewat kaca spion. Merapal doa agar istrinya tidak mengidam yang macam-macam lagi.
"Hyung...rumahmu masih jauh?" tanya Jinyoung.
"Sebentar lagi sampai" Jungkook masih mengantuk karena tidurnya hanya sebentar. Ia juga memaksakan kelopak matanya agar tetap terjaga.
"Hyung...awas!"
Jungkook sontak menghentikan mobilnya dan mengusap wajahnya dengan satu tangan. Hampir saja ia akan menabrak pembatas jalan. Sebelum membuat kemacetan atau membangunkan polisi, Jungkook segera melajukan kembali mobilnya dan menepi sebentar.
Disampingnya,salah satu member Wanna One yang menawarkan diri ikut menyentuh bahu Jungkook.
"Hyung, biar aku yang nyetir"
"Kau kan tidak tahu rumahku"
Tiba-tiba dari jok belakang, Jinyoung menyembul diantara mereka.
"Iya, Hyung. Sengwoo Hyung pandai menyetir. Biar dia saja. Kau ketik disini alamatnya. Ponselku akan menunjuk jalan"
Jungkook mengangguk setuju. Ia pun meraih ponsel Jinyoung dan mengetik alamat rumahnya. Sebenarnya jaraknya tidak jauh lagi. Tapi, demi keamanan juga, Jungkook harus mengikuti ide mereka. Dia turun dan bertukar tempat dengan Ong Sengwoo. Kepala Jungkook menyender ke kanan dan memejamkan matanya yang sudah sangat berat.
...
Park Myeonji sampai harus melongo lebar menyaksikan siapa-siapa yang datang bersama Jungkook. Ternyata, selain tampan, Jungkook benar-benar berteman dengan pria tampan lainnya. Gadis itu sudah akan menyirami tanaman didepan rumah, sebelum melihat Jungkook turun dari mobil bersama member Wanna One. Gadis itu segera memutar badan dan berlari menaiki tangga.
"Kenapa dia?" heran Minhyun yang tengah membersihkan guci-gucinya. Ia mendengar langkah kaki tergesa dari atas tangga. Ternyata Myeon Ji turun secepat kilat dengan penampilan berbeda. Dia bahkan menebalkan lipstik dan blush on.
"Kau akan pulang ke Jepang? Kau akan pergi?"
Myeon Ji mendekati Minhyun lalu meraih gucinya dari tangan lelaki itu. Dan diayunkan ke udara.
"Kau mau apa? Jangan pernah berfikir menghancurkan barang-barang ku"
Tuk!
Myeon Ji juga hanya menggertak Minhyun. Entah kapan pria itu akan menganggap dirinya. Padahal sudah beberapa kali Minhyun melempar kode agar Myeon Ji tidak betah, tapi gadis itu tetap kekeuh akan menciptakan cinta.
Gadis itu mengerucutkan bibirnya, ditatap intens oleh namja didepannya-yang beberapa kali ia yakini dalam hati bisa merebut Cinta nya-sedikit merasa gusar.
"Aku pasti bisa mengubah hatimu"
"Tidak mungkin! Aku masih mencintai gadis lain"
"Nam Ra In?"
Minhyun tergelak dan tanpa sadar hatinya mencelos. Tidak menyangka bahwa gadis didepannya saat ini mengetahui rahasia paling penting dalam hidupnya.
"Aku sudah tau itu, Oppa. Dari tatapan yang kau pancarkan pada perempuan itu" dengan kepercayaan dirinya yang tidak pernah luntur. Myeon Ji mendekat pada Minhyun dan tersenyum manis.
"Kalau kau tidak mau menikah denganku. Bagaimana kalau kita bekerja sama untuk memisahkan Ra In dan Jungkook. Silahkan kau dekati Ra In. Dan aku dekati Jungkook. Jimin bisa ikut denganku nanti"
Minhyun berdecih mendengar kalimat itu. Kalaupun ia mau sudah dari dulu ia memisahkan mereka. Tapi, cinta bukan soal mendapatkan raga. Ada hati, yang jauh lebih hebat.
"Kau sudah gila. Jangan pernah macam-macam pada hubungan mereka"
Gadis itu mundur beberapa langkah. Lalu, Ia menyibakkan rambutnya kebelakang.
"Baiklah. Lagipula masih banyak pria tampan saat ini. Bye Oppa"
Setelah kepergian Myeon Ji, Minhyun jadi kepikiran kalimat gadis iitu. Memang tidak mudah untuk melupakan Ra In. Bahkan, namja itu masih berharap pada hal yang mustahil.
Minhyun sangat percaya Tuhan belum mempertemukan nya dengan seseorang yang dapat menggantikan Ra In. Dia sama sekali tidak berniat mengkhianati Jungkook.
Tidak sama sekali.
...
"Woojin Hyung hebat. Bisa melangkai pesawat Jimin"
"Iya dong. Jimin sini kita nyalakan dulu pesawatnya. Penumpangnya sudah akan berangkat"
"Ayee Kapten"
Jungkook bisa bernafas lega melihat putranya senang sekali bermain dengan Woojin. Tidak sia-sia pengorbanannya. Tapi, dilain sisi terlihat istrinya tengah asik memasak kue bersama Ong Sengwoo dan Jinyoung di dapur sembari asik mengobrol. Ra In benar-benar melupakannya hari ini.
"Hyung...Dimana kamar mandinya?" tepukan di bahu nya menyadarkan Jungkook dari tatapan sendunya menatap kegiatan Ra In.
"Jalan saja kesana" tunjuk Jungkook pada Guanli.
Jungkook mendudukkan diri disofa. Tangannya bergerak menyalakan televisi. Kemudian beberapa saat kemudian pintu rumahnya diketuk. Jungkook beranjak membukanya.
"Annyeong. Aku datang ingin memasak dengan Ra In. Kita sudah sepakat. Boleh masuk?"
Jungkook memberi ruang agar Myeon Ji memasuki rumahnya. Gadis itu sudah tidak sabar melihat pria tampan.
"Ra In-ah...Kau bilang kita akan memasak?"
Ra In menoleh dan mendapati tetangganya tengah berdiri anggun didepannya.
"Iya. Ayo kemari. Oh, iya kau pasti sudah tidak asing bersama mereka kan?" Ra In menggantungkan kalimatnya kala Myeon Ji hanya diam dan tidak merespon. Gadis itu hanya terpana menatap ke arah Jinyoung dan Sengwoo yang sangat tampan dimatanya dengan tambahan celemek berwarna pink.
"Apa aku masih hidup?" gumam Myeon Ji.
"Ayo Noona kita lanjutkan saja" sahut Jinyoung memutar badan Ra In agar tidak usah meladeni Myeon Ji. Tidak mau tertinggal dengan cekatan Myeon Ji menaruh asal tas nya dan berlari mengambil tempat disamping sengwoo.
"Omo...tangan kalian sangat cantik. Tidak perlu memasak. Biar aku saja" Myeon Ji merebut sayur dari tangan Sengwoo dan tangan kanannya meraih pisau. Ia mengiris asal karena matanya sibuk menatap Seongwoo saja.
"Noona, kenapa motongnya besar-besar?"
"Biar enak. Hehe...."
"Oh...Ne"
Sementara itu Jungkook masih asik menonton acara TV. Kini ditemani Guanli juga yang asik berbagi cemilan dengan Jungkook.
"Kalian memang tidak ada jadwal?"
"Ada Hyung, nanti malam. Aku, Seongwoo hyung, Jinyoung hyung, dan Woojin hyung kebetulan memang senggang siang ini"
Jungkook kembali memasukkan beberapa kacang kedalam mulutnya. Demi Ra In ia sampai tidak pergi kekantor.
"Appa...mainan jimin lusak. Woojin hyung sudah mempelbaikinya. Hebat kan Appa?"
Jimin meringsek masuk ditengah Guanli dan Ayahnya.
"Appa...Jimin mau sekolah"
"Iyaa. Nanti Appa daftarkan ya"
"Tapi di sekolahnya Woojin hyung"
"Iyaa" Jungkook melirik Woojin yang tengah terkekeh karena berhasil mempengaruhi pikiran putranya.
"Holeee..." Jimin melompat-lompat kegirangan. Jimin memang anak yang ekspresif. Anak itu sampai jatuh dan kakinya membentur lantai. Sontak Woojin yang ada didekat Jimin segera membantu anak itu berdiri.
"Anak Appa hebat. Jangan nangis. Oke!" pinta Jungkook. Tapi, percuma saja. Jimin sudah mengucek-ngucek matanya.
"Jimin ayo main lagi. Kita belum main apa ya? hmm...kereta.Ayo Jimin" ajak Woojin. Jimin mengangguk dan kemudian meminta agar Woojin menggendongnya. Jungkook merasa senang Woojin bisa sangat baik pada putranya.
"Aku ikut..." Guanli mengangkat tangan dan menyusul Woojin.
Tinggal Jungkook sendirian tengah menonton drama. Dengan sesekali melirik istrinya yang sibuk dengan Jinyoung.
Hari ini benar-benar hari yang melelahkan.
"Ra In-ah...buatkan aku minuman" teriak Jungkook. Namun tidak mendapat balasan. Ia melirik istrinya masih saja bergurau dengan Jinyoung. Terpaksa Jungkook mengambil sendiri didalam kulkas.
"Jinyoung ada noda diwajahmu. Sini aku elap"
Belum sempat Ra In menyentuhkan tangannya ke pipi Jinyoung, Jungkook sudah lebih dulu melakukannya. Ia menggunakan tissue dan mengelap asal wajah Jinyoung.
"Yakh! Pelan-pelan" bentak Ra In.
"Jangan pegang-pegang dia. Tidak baik"
Ra In memalingkan wajahnya. Terlihat jelas tidak suka dengan perkataan suaminya. Memilih kembali sibuk dengan masakannya, membantu Myeon Ji menyiapkan makanan.
Jinyoung mengerlingkan mata kearah Jungkook. Remaja itu, senang melihat wajah cemburu Jungkook.
"Hyung, Jimin tertidur. Aku takut menggendongnya. Nanti dia bangun" lapor Guanli yang tiba-tiba berlarian mendatanginya.
"Dimana?"
"Ditaman depan bersama Woojin hyung"
...
"Kenapa tidak bilang kalau ada Wanna One dirumah kalian. Aku juga mau lihat. Ra In-ah...wae?"
Min Rae beralih meraih ponsel dari tasnya dan memberikannya pada Rapmon.
"Foto kan"
"Eh?" Rapmon terpaksa meraih ponsel kekasihnya dan mengambil beberapa gambar Min Rae dengan keempat member Wanna One.
"Sudah-sudah. Mereka harus pergi. Karena ada jadwal lain. Sibuk" pekik Jungkook.
Min Rae mendengus dengan tidak relanya. Ia bahkan baru beberapa detik melihat keindahan Tuhan.
"Aku ikut mengantar mereka ya, Jungkook" sahut Min Rae. Disebelahnya, Rapmon sudah menggenggam tangan Min Rae.
"Aku juga. Aku ingin mengantar mereka" kata Myeon Ji mengikuti.
"Tidak ada yang boleh ikut. Semuanya disini saja, temani Ra In. Dan awasi Jimin"
Myeon Ji dan Min Rae kompak memasang wajah masam. Sementara Ra In hanya tersenyum saja. Ia sibuk merapal doa agar anaknya kelak bisa sesukses mereka. Mengidamnya saja minta bertemu Wanna One. Bagaimana nanti kalau sudah lahir.
Guanli, Seongwoo, Jinyoung dan Woojin sama-sama membungkukkan badan sebelum keluar rumah.
"Terima kasih semuanya. Kami harus pergi sekarang. Mian" kata Sengwoo mewakili teman-temannya.
"Hati-hati dijalan. Jungkook bawa mobil yang benar. Jangan ngebut, jangan meleng, jangan ngantuk, jangan---"
"Udah-udah. Ayo masuk" Rapmon menarik lengan Min Rae dan memposisikan diri disofa.
"Myeon Ji-ah...Minhyun Oppa dan kau sudah sampai mana menyiapkan pernikahan?" tanya Ra In masih diambang pintu bersama Myeon Ji. Gadis itu bahkan tertawa sinis dalam hati. Pernikahan? Menatap lama-lama saja Minhyun susah. Apalagi harus berbagi ranjang.
"Belum semua. Entahlah"
"Eh?"
"Ra In-ah...kau harus banyak istirahat. Ayo aku antar ke kamarmu" Myeon Ji menuntun Ra In menaiki tangga.
...
Jungkook memperhatikan lamat-lamat wajah istrinya yang tengah terlelap. Tangannya tergerak membelai rambut Ra In. Jungkook telah berjanji pada dirinya sendiri bahwa Ra In adalah prioritasnya.
Didalam kehidupan kecil mereka ini. Jungkook sungguh bahagia. Ia merasa amat diberkahi oleh Tuhan.
"Ra In-ah...Jeongmal Saranghae"
Cup!
Jungkook menempelkan bibirnya dengan bibir Ra In. Karena begitu pulasnya, Ra In tidak terusik sama sekali. Jungkook beranjak darisana hendak menemui Rapmon dan Min Rae yang masih ada diruang tengah bersama Myeon Ji.
Ketiga tamunya itu sedang asik mengobrol. Jungkook segera menghampiri mereka dan ikut duduk disamping Myeon Ji. Gadis itu terlihat menyunggingkan senyum kala Jungkook disampingnya. Sebenarnya memang yang kosong hanya disebelah Myeon Ji.
Sesekali Myeon Ji melempar pandangan ke arah Jungkook. Entah apa maksudnya, hanya dia yang tahu.
"Eomma ingin aku pulang. Ayo Rapmon antar aku pulang" Min Rae berdiri dan menarik lengan kekasihnya.
"Duluan ya, Kook" kata Rapmon menjabat tangan sahabatnya. Jungkook menyunggingkan senyum mengiringi kepergian kedua sahabatnya.
Myeon Ji menyibakkan rambut kebelakang mencoba menyita perhatian Jungkook yang sibuk dengan ponselnya.
"Tidak apa-apa kan kalau aku sering main kerumahmu?"
Jungkook meletakkan asal ponselnya dan tersenyum ke arah Myeon Ji.
"Ra In pasti senang bisa ada teman dirumah"
"Kalau kamu senang tidak?"
"Eh?"
Terlihat Myeon Ji tengah mengerlingkan matanya. Gadis itu sedari pertama mengajak Jungkook mengobrol tidak pernah berhenti tersenyum. Bahkan sesekali ia menggeser tubuh agar lebih dekat dengan Jungkook. Mau tidak mau Jungkook harus berhati-hati menjaga jaraknya.
"N...ne" jawab Jungkook terbata.
Suasana tiba-tiba menjadi canggung. Hanya diisi dari suara TV. Jungkook melirik ponselnya diatas meja, ia kesusahan ingin merihnya karena Myeon Ji semakin memepetkan dirinya.
"Ekhem" Jungkook berdeham mengusir kecanggungan sekaligus memberi kode agar Myeon Ji mau menggeser tubuhnya.
"Kau haus ya. Biar aku buatkan minum. Sebentar ya"
"Tidak usah repot. Aku bisa ambil sendiri"
"Udah nggak papa"
Myeon Ji berlalu menuju dapur. Jungkook menghela napas lega saat sudah sendirian. Ia meraih ponselnya dari atas meja dan mulai bermain games.
Beberapa lama kemudian Myeon Ji datang kembali sembari membawa dua gelas berisi jus. Ia meletakkannya diatas meja. Saat akan memutar tubuh kembali duduk disamping Jungkook. Tanpa sengaja kakinya membentur kaki meja. Myeon Ji merasa kehilangan keseimbangan. Ia merasakan tubuhnya hampir oleng hingga tiba-tiba Jungkook menarik tangannya. Mereka sama-sama terjatuh ke sofa dengan Myeon Ji menindih diatasnya. Tangan mereka masih berpegangan dan menatap satu sama lain.
"Kookki--"
Mendengar suara seseorang Jungkook dan Myeon Ji segera berdiri berjauhan. Terlihat Ra In sudah menegang ditempatnya.
"Ra In ini tidak seperti---" belum sempat kalimatnya usai. Ra In menyela Myeon Ji.
"Lanjutkan saja" ujar Ra In kemudian berlalu kembali menaiki tangga. Jungkook kalap dan segera mengejar langkah istrinya. Sampai dikamar Jungkook memperhatikan Ra In yang tengah membuka koper dan memasukkan beberapa pakaian kedalamnya. Jungkook juga mendengar isakan keluar dari mulut Ra In. Istrinya sedang menangis. Jungkook yakin Ra In pasti merasa kecewa padanya.
"Ra In aku mohon dengarkan aku. Kau mau kemana? Dengarkan aku dulu"
"Apa? Sudah cukup! Aku sudah melihat semuanya. Kau memanfaatkan waktu saat aku tidak ada. Iya kan?"
Jungkook mencoba meraih pipi Ra In, ia ingin mengusap air mata istrinya. Tapi, tangannya malah ditepis begitu saja.
"Aku benar-benar tidak melakukan apapun. Tadi itu Myeon Ji hampir jatuh dan aku menolongnya. Kami tidak sengaja terjatuh dan---"
"Apa lagi? Kau pikir aku percaya? Kenapa kalian berposisi seperti itu? Cukup Jeon Jungkook. Kau---"
"AKU TIDAK MELAKUKAN APAPUN"
Ra In merasakan bibirnya bergetar menahan tangisnya. Mendengar Jungkook baru saja membentaknya, membuat hati Ra In makin kecewa.
"Kau lebih memilihnya? Baiklah" Ra In menarik kopernya melangkah membuka pintu kamar. Jungkook segera menahan lengan istrinya.
"Aku minta maaf sudah membentakmu. Bukan begitu maksudku. Aku hanya ingin kau mendengarkan aku. Percaya ya Ra In.." suara Jungkook mulai melembut. Tapi, Ra In malah menghempas tangannya dan melanjutkan langkah.
"Ra In-ah..."
Jungkook menempelkan keningnya kedinding. Tiba-tiba ia teringat Jimin, jangan sampai putranya melihat hal itu. Jungkook segera berlari memasuki kamar Jimin.
Sementara itu, diambang pintu Myeon Ji tengah menghadang Ra In. Disana, ia menunjukkan betapa menyesalnya mencoba merayu Jungkook. Sama sekali Myeon Ji tidak pernah ingin membuat Jungkook dan Ra In bertengkar seperti ini.
"Kau salah paham, Ra In...Jungkook hanya menolongku dan tidak sengaja terjatuh dengan posisi aneh itu. Kalau kau tidak mau percaya padaku tidak apa-apa. Setidaknya percayalah pada suamimu. Jebal..."
Ra In menoleh sesaat berharap Jungkook mengejarnya. Tapi, ia tidak melihat suaminya menuruni tangga. Apa salah kalau Ra In tidak percaya pada Jungkook.
Ra In menggeser bahu Myeon Ji agar memberi jalan. Sepertinya Ra In sedang butuh ketenangan. Dengan berat hati, Ra In menarik koper dan pergi keluar rumah.
Jimin...andai kau masih hidup
TBC
Aduh...sedih Author nih nulisnya. Semoga dapat ya feel nya.
Sampai ketemu di bonus part selanjutnya.....
Jangan lupa Vote dan komentar nya ya....
See you next chapter okayyy😀
@yurriansan Iyaa ya, haha😁. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. 😊
Comment on chapter Dia-ku