Read More >>"> Annyeong Jimin (Satu Harapan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Annyeong Jimin
MENU 0
About Us  

Butuh masukan nips..Komen ya guysss...
Vote nya juga ☺

Keadaan Jimin tak ubahnya seperti mayat hidup. Kini dia hanya bisa bertopang pada kursi roda. Tubuhnya terasa kaku dan mati rasa. Ayah Jimin menuntun anaknya berkeliling taman rumah sakit.

Jimin mengerjapkan mata saat melihat seorang perempuan tak jauh dari pandangannya. Perempuan itu senantiasa terlihat cantik. Dengan gaun putihnya yang terang dan menyala. Seolah-olah ada cahaya yang memancar.

Jimin tersenyum pada perempuan itu. Dia juga bergumam tidak jelas membuat Ayahnya berjongkok didepan Jimin.

"Jimin ada apa, nak?"

"Eomma--"

Sontak Ayah Jimin mengikuti arah pandangan anaknya. Namun, tidak ada sosok Yuri disana. Jimin benar-benar melantur.

"Jimin lapar kan? Ayo kita kembali ke kamar dan makan lalu minum obat. Kajja..."

"Ada Eomma disini Appa. Kita tidak boleh pergi. Dia datang menjemputku"

Tuan Park menyibakkan rambutnya. Apa maksud dijemput? Yuri sudah tidak ada dan Jimin berhayal Ibunya datang menjemput? Apa Jimin berniat meninggalkan Ayahnya juga. Tuan Park sangat tertegun.

"Jimin, ibumu sudah meninggal. Yuri sudah meninggal. Kau hanya berhalusinasi"

"Tidak! Appa lihat kedepan. Jelas-jelas eomma sedang melambai kearah kita."

Ayah Jimin berdecak. Tangannya sudah memegang gagang kursi roda dan memutar balikan badan Jimin.

"Appa jangan bawa aku. Kasihan eomma" racau Jimin dengan badan kakunya.

"Kau tidak kasihan pada Appa?" lirih Tuan Park dengan salah satu pipinya yang telah basah. Meski anaknya terus berteriak melihat Yuri. Tuan Park terus berjalan membawa anaknya kembali ke ruang rawat.

...

Jungkook menerjang keras siapa saja yang ada didepannya dan ingin merebut bola. Baik itu dari tim lawan maupun tim nya sendiri. Yang ingin dilakukan Jungkook adalah memasukkan bolanya kedalam ring.

Teman-teman se-tim nya sendiri heran. Meski Jungkook berhasil mencetak banyak poin tapi permainan itu bukan hanya untuk individu. Jungkook seharusnya melakukan passing pada yang lain. Kendati demikian kekerasan juga terjadi.

Bermain basket dalam pelajaran olahraga dengan pikiran kalut juga bukan ide yang bagus.

Priit...

Bunyi peluit yang ditiup sang guru olahraga menandakan berakhirnya permainan, sekaligus mata pelajaran penjaskes.

Jungkook limbung dan merebahkan diri ditengah lapangan. Untungnya mereka bermain dilapangan indoor. Karena diluar cuaca sering berubah-ubah. Siapa yang sangka meski kemarin turun salju, hari ini matahari kembali menyapa.

Rapmon menghampiri Jungkook lalu duduk disebelahnya. Kini Jungkook memejamkan mata sedangkan Rapmon bergeming.

"Kook..." panggil Rapmon.

Merasa tidak dihiraukan, Rapmon ikut membaringkan diri disamping temannya itu. Hanya ada mereka berdua saja sekarang, semua sudah kembali ke kelas untuk berganti dan istirahat.

"Aku takut melihat Jimin" Rapmon kembali buka suara. Diantara keenam temannya Rapmon adalah satu-satunya yang belum pernah menengok Jimin dirumah sakit. Sesuai yang dikatakan, Rapmon sangat takut melihat orang yang sakit. Apalagi sakitnya parah. Apalagi itu Jimin. Sahabat karibnya.

Terdengar deru nafas Jungkook yang cepat karena kelelahan. Bayangkan saja selama bertanding tadi. Tidak hanya mengamankan bola tapi Jungkook juga melawan tim lain.

"Aku tidak pernah membayangkan.... Jimin. Bocah itu dan penyakitnya..." Rapmon mengulum bibirnya. Tenggorokannya kering lama-lama membicarakan Jimin.

"Bagaimana jika Jimin pergi sebelum kau melihatnya?" pertanyaan menohok tersebut datang dari seseorang yang tiba-tiba saja datang. Namja itu mengenakan seragam formal. Bukan baju olahraga seperti yang Jungkook dan Rapmon pakai.

"Minumlah" pintanya mengulurkan dua tangan masing-masing memegang minuman kepada Rapmon dan Jungkook. Tentu saja Jungkook mengambilnya. Keduanya kemudian merubah posisi menjadi duduk.

Dalam satu kali tegukan Jungkook berhasil menghabiskan minumannya.
"Kalian berhak menyalahkan aku" ujar Jungkook berdiri dan menjauhi mereka. Jungkook pergi keluar dari lapangan.

"Jin-ah....jangan terus-terusan menyalahkan Jungkook. Dia tidak mungkin memukul Jimin kalau tau semuanya dari awal"

Jin mengangguk mengerti. Sebenarnya, siapa yang menyangka kalau Jimin langsung drop setelah dipukul Jungkook. Bukankah kanker memang mematikan.

"Aku sudah meyakinkan Suga. Kuharap ia menerima ini semua"

...

"Jadi, sebelum menyelesaikan yang ini. Kita mesti cari dulu berapa suhu air yang ditambahkan. Baru setelah itu ketemu deh. Nah, jawabannya seribu depan ratus joule"
Minhyun melirik gadis disebelahnya. Masih sibuk menatap buku yang di tunjuk nya namun, pandangannya terlampau tajam. Bahkan bola matanya tidak bergerak seolah sedang memperhatikan satu titik.

"Ra In"

Tidak ada jawaban dari gadis itu. Meskipun Minhyun mengibaskan tangannya didepan wajah Ra In.

"Nam Ra In"

"Eoh...Ne" kaget gadis itu.

Minhyun terkekeh dan menggaruki hidungnya. Melihat wajah gelagapan Ra In membuat bibirnya melengkung.

Tapi, disayangkan gadis itu sudah ada yang punya. Tolong ingatkan Minhyun.

"Melamun terus. Wae?"

"Eopseo. Ah...Mian Sunbae mungkin aku sedang tidak fokus. Aku--"

"Lapar? ayo kita ke kantin dulu"

"Eh?" Ra In melihat Minhyun membenahi bukunya dan bangkit dari duduk. Lalu, gadis itu mengelilingi pandangan. Perpustakaan sudah sepi. Kemana semua orang yang sedang ada kumpulan tim belajar.

"Heran ya. Mereka sudah pergi ke kantin. Kau melamun saja, bagaimana tau waktunya istirahat"

Ra In menyusul Minhyun dan keluar beriringan. Tadi, Ra In saja tidak tahu apa yang ia pikirkan. Seolah baru terbangun dari tidur. Satu jamnya hanya digunakan melamun.

"Kalau kita ke kantin bersama tidak akan ada yang marah?" tanya Minhyun.

"Nugu...seo?" sepertinya Ra In ragu meskipun tahu siapa yang dimaksud seniornya itu. Minhyun menolehkan wajahnya dan tersenyum.

"Your boyfriend, Jungkook. Tapi, marah juga tidak apa-apa. Aku kan hanya mengajak ke kantin belum ke pelaminan. Iya kan?" Minhyun mencoba mengeluarkan leluconnya. Sekaligus memberi kode pada Ra In.

"Kalo dia marah akan aku pukul kepalanya" kekeh Ra In.

"Syukurlah kamu tersenyum. Sejak tadi, aku mengoceh saja sendirian"

Minhyun dan Ra In mengambil nampan yang disodorkan petugas kantin kemudian memilih duduk di kursi paling belakang dari pintu kantin.

"Sunbae boleh aku bertanya?"

Minhyun masih mengunyah tapi kepalanya mengangguk.

"Bagaimana jika aku mundur saja dari kompetesi ini?"

"Mwo? Kau tidak boleh begitu. Itu namanya kau tidak adil pada dirimu sendiri. Ini kesempatan mu, Ra In. Pikirkan apa yang bisa kamu Raih"

Ra In mendengar Minhyun sembari mengoyak nasinya dengan sumpit.
"Aku...hanya bercanda" sanggahnya.

"Meskipun bercanda itu tidak boleh. Aku tidak tau apa masalah mu. Tapi, kumohon Ra In. Tolong majulah.Demi aku--" Ra In mendongak.
"Maksudku demi masa depanmu"

Sebenarnya kenapa Minhyun bersikap demikian. Ra In bukan hanya sekali menangkap kode dari Minhyun. Tapi, sudahlah lupakan.

"Makan saja Ra In. Tidak baik sambil berbicara"

Gadis itu mengangguk namun tetap memakan dengan suapan sedikit. Rasa laparnya seolah terampas oleh pikiran tentang Jimin. Lantas Ra In menoleh dan melihat Jungkook sedang makan di meja sampingnya. Disana, Jungkook hanya sendirian. Dia fokus makan.Hati Ra In mencelos, sejak kapan Jungkook berada disana. Apa dia juga mendengar percakapan Ra In dengan Minhyun.

Jungkook tiba-tiba berdiri sembari membawa nampannya. Rupanya namja itu berpindah duduk tepat disamping Ra In. Pandangannya menusuk tajam pada Minhyun.

"Kook--" suara Ra In terendam. Jungkook memakan sosis dari nampan gadis itu. Karena ia tahu Ra In tidak sedang berselera makan.

Minhyun yang hendak minum terkejut melihat Jungkook.

"Pintu keluar kantin disebelah sana"tunjuk Jungkook pada seniornya.
"Tidak perlu diantar kan?"

Minhyun sadar Jungkook tengah mengusirnya.Seharusnya Minhyun tidak perlu bersikap sejauh ini.Ia hanya akan sakit hati sendiri.Beruntung makanannya juga sudah habis.Minhyun berdiri dan mengangkat nampannya.

"Ra In, aku pergi dulu. Kalau kau mencari hubungi saja aku"

Minhyun pergi diiringi tatapan horor Jungkook. Menyebalkan, didepan pacarnya bahkan Minhyun masih memberi kode pada Ra In.

"Dimakan, Ra In. Jimin juga tidak suka kalau kau tidak makan"

...

Sia-sia sudah perlakuan yang pria paruh baya itu lakukan. Membujuk dengan cara apapun Jimin tetap bersikukuh tidak ingin sedikit saja menjama makanannya.

Bayangan wajah Yuri masih menggerayangi pikiran Jimin. Bagaimana Ibunya saat itu tersenyum seraya melambaikan tangan. Tidak banyak yang bisa Tuan Park lakukan. Hanya memandangi Jimin disampingnya.

Drrt...drrt...
Tuan Park menggeser tombol hijau setelah menerima panggilan dari sekretarisnya.

"Ada apa?"

"Pak, manager utama yang akan rapat hari ini sudah datang. Dia ingin memajukan rapatnya"

Diliriknya Jimin yang masih meringkuk diranjang. Melihat betapa pucatnya wajah Jimin membuat perasaan sedih kembali melanda Tuan Park.

"Batalkan saja. Saya harus menemani anak saya"

"Tapi Pak ini--"

"Saya bilang batalkan"

Tut.

Sebuah tepukan halus mendarat dibahu Jimin. Ternyata Dokter Niel berada disana dengan membawa sebuah kotak. Dokter Niel menaikkan ranjang Jimin.

Tuan Park kemudian memilih keluar kamar Jimin. Mungkin Dokter Niel bisa membuat Jimin melupakan Yuri.

"Kau pasti bertanya kenapa aku malah membawa kotak ini"

Jimin hanya memandangi tanpa berniat berkomentar sedikitpun.

"Ini adalah kotak harapan. Semua pasien di rumah sakit ini menulis harapannya disini"

Dokter tampan itu selalu tersenyum ke arah Jimin. Meskipun respon Jimin hanya itu-itu saja.

"Aku akan menuliskan harapanmu"

"Jimin...katakan"

Harapan apa yang akan Jimin tulis? Sepertinya dia tidak membutuhkan itu.

"Ha-harapan apa yang bisa aku katakan, Dokter"

Dokter Niel sedikit berpura-pura tengah berfikir.
"Misalnya, semoga Dokter Niel yang tampan bisa bertemu bidadari"

"Atau...Semoga besok akan ada red velvet konser di rumah sakit. Wow..."

"Hmm...Jimin punya kucing juga. Biar peter dan Rooney ku punya teman"

Semua kalimat Dokter Niel memang membuat Jimin melengkungkan bibirnya.
"Itu harapan untukmu. Baik, tulis saja, Dokter. Aku akan membuat permohonan untukmu"

"Tidak boleh. Ayo pikirkan sesuatu dan aku akan menuliskan untukmu"

Jimin menghela napas kemudian menatap langit-langit kamarnya. Bayangan wajah sahabat-sahabatnya muncul seketika. Bayangan saat mereka berlarian dikejar Joong saem. Saat mereka tertawa karena lelucon Rapmon. Mendengar Taehyung bercerita.

"Tuhan...tolong jaga sahabatku. Setelah kau nanti menjaga ayahku. Aku titip sahabatku"

Mata Dokter Niel sudah berkaca-kaca. Demi Tuhan, Kalimat Jimin begitu indah terdengar. Untuk Jimin, untuk para penderita kanker diseluruh dunia. Apa mereka tidak mau berharap untuk diri sendiri.

Dengan berat hati Dokter Niel menulis kalimat Jimin. Dilipatnya kertas tersebut kemudian dimasukkan kedalam kotak.

"Sudah minum obat?" tanya Dokter Niel mengalihkan topik pembicaraan. Jimin menggeleng, dan Dokter Niel meraih gelas serta obat untuk Jimin.

...

Jungkook menepis tangan Ra In yang mencegahnya pergi. Gadis itu ingin mengatakan sesuatu, entahlah mungkin sebuah kalimat motivasi, permintaan maaf, atau apapun itu. Ra In tidak suka Jungkook diam saja. Ia merindukan Jungkook yang usil.

"Bukankah aku masih pacarmu?" tuding Ra In karena Jungkook terus menghindar.

"Yakh! Kookki-yah...jangan begini. Kumohon...lupakan soal ancaman Suga atau perkataanku waktu itu. Aku minta maaf"

Jungkook melepas tangan Ra In. Ia tersenyum dan mengusap rambut gadisnya. Jungkook mendengar bahwa Ra In mencoba mencintainya. Tapi, ia juga tidak mau lagi egois. Bagaimanapun cinta berhak memilih.

"Kau tidak mau mengantarku pulang?"

"Kau mau kemana?"

Jungkook menghela napas dan tubuhnya. Ia kemudian menyeret Ra In menuju mobilnya. Ra In berhasil membuat Jungkook tidak lagi mengabaikannya. Tapi, sampai kapan namja itu tidak mau bicara.

Didalam mobil selama perjalanan keduanya tidak saling bicara. Jungkook sibuk menyetir dan Ra In lelah mengoceh sendirian.

Mobil Jungkook berhenti didepan rumah sakit. Jungkook membukakan pintu untuk Ra In dan gadis itu berjalan beriringan dengannya memasuki lift menuju kamar rawat Jimin.

"Aku ingin kau bicara"

"Katakan apapun"

Jungkook berhenti tepat di pintu kamar rawat Jimin. Ia melihat dari balik kacanya Jimin tengah berbaring saja di ranjang. Kondisinya begitu lemah.

Ra In dibelakang Jungkook memperhatikan punggungnya. Setelah, beberapa menit terburu-buru sekarang Jungkook hanya mematung. Apa maksud Jungkook sebenarnya.

"Ra In-ah..." lirih Jungkook membalik tubuhnya dan untuk pertama kalinya sejak keluar sekolah Jungkook membuka suaranya.

"Masuklah kedalam. Aku hanya ingin melihatnya dari sini"
Jungkook kembali berjalan menjauhi kamar rawat Jimin. Kini kening Ra In sudah berkerut. Jungkook sedang bermain kucing-kucingan dengannya atau bagaimana.

"Kookki--"

"Yakh! Jungkook"

Jungkook memasuki mobilnya dan melaju pergi. Ra In masih terus mengejar meski sudah tertinggal jauh. Jungkook tega melakukan itu padanya. Pada Jimin dan dirinya.

"Ra In" gadis itu melihat Rapmon dan Jin datang kearahnya sambil berlari kecil.

"Kenapa diluar sendiri?" tanya Jin.

"Jungkook...dia pergi tadi. Aku khawatir padanya. Entahlah, perasaanku tidak enak"

"Sudah biarkan Jungkook sendiri dulu. Ayo masuk kedalam" ajak Rapmon.

Mereka berdiri beriringan dengan posisi Ra In ditengah mereka.

...

Seorang gadis cantik dengan balutan dress bunga-bunga selututnya dan ditambah sweater pink menutupi lengan panjangnya gadis itu duduk dengan memperhatikan tiketnya. Masa liburan nya telah usai. Ia harus segera pulang.

"Amel" teriakan seseorang yang sangat dikenalnya membuat senyum mengembang dibibir mungil gadis itu.

"Suga...finally" ujar gadis itu.

Mereka berdua duduk seraya menggait jari-jari tangan satu sama lain. Suga memandangi wajah gadisnya yang selalu terlihat cantik.

"Sorry...selama kau liburan aku jarang bersamamu. Aku terlalu sering mengurus Jimin"

Amel mengangguk sangat mengerti.
"Aku bahkan bersyukur, Suga. Bisa disini disaat kau sedang rapuh"

"But, we can stay together?"

Suga tertegun mendengar penuturan kekasihnya. Menjalani hubungan jarak jauh memang sulit.

"Why did you say that?"

"I'm afraid of separation" parau Amel. Hari ini karena akan berpisah lagi gadis itu merasa mellow. Membayangkan sulitnya hari-hari tanpa Suga di Indonesia.

"Like Jimin and Ra In?" entah kenapa Suga malah mengatakan kalimat itu. Pikirnya, Jimin dan Ra In adalah bukti perjuangan cinta yang tragis.

"Separation will always be there. But, please dont think about the pain. Just think about our togetherness"

Cup!
Tanpa malu karena masih mengenakan seragam sekolah, Suga mencium sekilas bibir Amel. Membuat semburat merah dari pipinya yang sedikit chubby. Gadis itu menyenderkan kepalanya di dada bidang Suga.

"Thanks my Sugar"

...

Ra In, Jin dan Rapmon tengah berbincang bersama dengan Ayah Jimin disofa yang tidak jauh dari ranjang Jimin. Namja itu tengah terlelap dalam tidurnya.

"Iyaa? Jadi karena itu Ra In tidak suka anjing" tutur Tuan Park.

"Ra In sukanya Jimin, ahjussi" celetuk Rapmon.

Ra In sontak melotot kearah Rapmon. Meskipun tidak apa-apa sih. Hanya saja Ra In malu dicenging didepan Ayah Jimin.

"Ih...Rapmon"

Tuan Park dan Jin hanya terkekeh.
"Dimakan pizza nya ayo" titah Tuan Park menunjuk pizza yang sudah ia pesan.

"Tenang ahjussi. kalau ada Rapmon semua bakal habis" sahut Jin.

"Oke. Awas kalau ambil ya Jin" timpal Rapmon.

"Ya jangan dong" elak Jin plin plan.

Ra In memandangi wajah Jimin yang sedang lelap. Meskipun perbicaraan mereka lumayan keras kenapa Jimin tidak terusik sedikitpun. Pun ditambah pikiran tentang Jungkook. Entah kenapa perasaannya sedang tidak enak hari ini.

Drrt...drrt...
Ponsel Ra In bergetar dan gadis itu meraih ponselnya. Ternyata Ibunya yang menelfon. Ia segera menggeser tombol hijau dan menempelkan ke telinga kanan nya.

"Ne Eomma?"

"Ra In dimana, nak?"

"Rumah sakit menengok Jimin. Ada apa Eomma?"

Jin dan Rapmon yang tengah makan pizza sambil berbincang dengan Tuan Park tidak menyadari percakapan Ra In.

"Jungkook kecelakaan dan sedang menuju rumah sakit"

"Mwo? Dimana? Di rumah sakit mana?" suara teriak Ra In membuat dia jadi pusat perhatian.

"Di rumah sakit sama seperti tempatmu dulu dirawat"

"Iya Eomma aku sudah ada disini"

"Eomma juga akan kesana"

Tut.
Ra In memutus sambungan telfon nya sepihak.

Jin melempar pizza nya kembali kemeja begitupun dengan Rapmon. Melihat Ra In berdiri Tuan Park pun ikut menghadang gadis itu.
"Kenapa, nak?" tanyanya.

"Jungkook kecelakaan"
Tiba-tiba air mata Ra In lirih. Jadi, perasaannya yang tidak enak sejak tadi ada hubungannya dengan Jungkook.

"Mworago?!" seru Jin dan Rapmon bersamaan.

Baru langkah pertama hendak keluar ruang rawat Jimin dan menunggu Jungkook datang. Suara teriakan Jimin menghentikan langkah mereka.

"Aarrghh....."

Tuan Park melompat menuju kesamping putranya. Jin segera menekan alarm sementara Rapmon ikut menenangkan tubuh Jimin yang meraung-raung.

Selang beberapa menit datanglah Dokter Indri, Dokter Niel serta para perawat dan suster. Terpaksa Tuan Park, Jin, Rapmon dan Ra In keluar.

Jimin....Jungkook... kumohon bertahanlah...----Batin Ra In.

 

TBC.

Nam Ra In ❤

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (6)
  • indriyani

    @yurriansan Iyaa ya, haha😁. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. 😊

    Comment on chapter Dia-ku
  • yurriansan

    aku ada masukan nih, untuk istilah asing baiknya dikasih footnote. untuk orang yang udah lama gk ke korea (drama, maksudnya) gk tau artinya. so far bagus. kental korea,

    Comment on chapter Dia-ku
  • indriyani

    @aisalsa09 Okee oke.. Makasih ya sarannya 😘

    Comment on chapter Lukisan Dia
  • indriyani

    @ShiYiCha makasih yaw hehe

    Comment on chapter Lukisan Dia
  • aisalsa09

    Aku sukanya Jung Soek dong, wkwk
    Btw untuk bagian deskripsi, yang cerita tentang, C nya kapital aja gimana? Hwaiting eonni :))

    Comment on chapter Dia-ku
  • ShiYiCha

    Korea-nya kental sekaleh. Good FF

    Comment on chapter Lukisan Dia
Similar Tags
Abay Dirgantara
6082      1394     1     
Romance
Sebenarnya ini sama sekali bukan kehidupan yang Abay inginkan. Tapi, sepertinya memang semesta sudah menggariskan seperti ini. Mau bagaimana lagi? Bukankah laki-laki sejati harus mau menjalani kehidupan yang sudah ditentukan? Bukannya malah lari kan? Kalau Abay benar, berarti Abay laki-laki sejati.
Yang ( Tak ) Di Impikan
519      389     4     
Short Story
Bagaimana rasanya jika hal yang kita tidak suka harus dijalani dengan terpaksa ? Apalagi itu adalah permintaan orangtua, sama seperti yang dilakukan oleh Allysia. Aku melihat Mama dengan maksud “ Ini apa ma, pa ?” tapi papa langsung berkata “ Cepat naik, namamu dipanggil, nanti papa akan jelaskan.” ...
Cerita Cinta Di Sekolah
502      335     0     
Short Story
Sebuah cerita anak SMP yang sedang jatuh cinta dan berakhir menjadi sepasang kekasih. Namun, ada seseorang yang mencoba menerornya. Dan secara tidak langsung, orang tersebut bermaksud untuk mengganggu hubungan kisah asmaranya.
Hey, I Love You!
1120      474     7     
Romance
Daru kalau ketemu Sunny itu amit-amit. Tapi Sunny kalau ketemu Daru itu senang banget. Sunny menyukai Daru. Sedangkan Daru ogah banget dekat-dekat sama Sunny. Masalahnya Sunny itu cewek yang nggak tahu malu. Hobinya bilang 'I Love You' tanpa tahu tempat. Belum lagi gayanya nyentrik banget dengan aksesoris berwarna kuning. Terus Sunny juga nggak ada kapok-kapoknya dekatin Daru walaupun sudah d...
One-room Couples
1059      518     1     
Romance
"Aku tidak suka dengan kehadiranmu disini. Enyahlah!" Kata cowok itu dalam tatapan dingin ke arah Eri. Eri mengerjap sebentar. Pasalnya asrama kuliahnya tinggal dekat sama universitas favorit Eri. Pak satpam tadi memberikan kuncinya dan berakhir disini. "Cih, aku biarkan kamu dengan syaratku" Eri membalikkan badan lalu mematung di tempat. Tangan besar menggapai tubuh Eri lay...
Seperti Cinta Zulaikha
1795      1166     3     
Short Story
Mencintaimu adalah seperti takdir yang terpisahkan. Tetapi tuhan kali ini membiarkan takdir itu mengalir membasah.
between us
295      202     1     
Romance
gimana rasanya kalau di antara kita ada beribu masalah... apakah aku sanggup
The War Galaxy
12046      2461     4     
Fan Fiction
Kisah sebuah Planet yang dikuasai oleh kerajaan Mozarky dengan penguasa yang bernama Czar Hedeon Karoleky. Penguasa kerajaan ini sungguh kejam, bahkan ia akan merencanakan untuk menguasai seluruh Galaxy tak terkecuali Bumi. Hanya para keturunan raja Lev dan klan Ksatrialah yang mampu menghentikannya, dari 12 Ksatria 3 diantaranya berkhianat dan 9 Ksatria telah mati bersama raja Lev. Siapakah y...
LUCID DREAM
497      341     0     
Short Story
aku bertemu dengan orang yang misterius selalu hadir di mimpi walapun aku tidak kenal dengannya. aku berharap aku bisa kenal dia dan dia akan menjadi prioritas utama bagi hidupku.
THROUGH YOU
1304      825     14     
Short Story
Sometimes beautiful things are not seen; but felt.