Read More >>"> Annyeong Jimin (Lukisan Dia) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Annyeong Jimin
MENU 0
About Us  

Ra In melihat Jungkook dan teman-temannya berlari dikejar-kejar Joong Saem. Ada Jimin juga, Ra In jadi penasaran apa sebenarnya yang terjadi pada mereka. Namun baru saja ia akan mendekat tangannya dicegal oleh Min Rae.

"Wae?" tanya Ra In.

"Kau tidak ingin ikut berlari dengan mereka kan?" alis Min Rae terangkat. Gadis itu yakin Ra In pasti penasaran dengan apa yang terjadi pada Jungkook. Namun lebih tepat mengarah pada rasa khawatir.

Ra In tahu apa yang terjadi. Jungkook memang seperti itu. Suka bikin masalah di sekolah. Jika tidak mengganggu murid lain pasti mencoba bolos. Dan itu selalu Jungkook lakukan bersama teman-temannya.

"Jungkook..." Ra In berteriak mencoba memanggil Jungkook. Meskipun dirinya sendiri yakin namja itu tidak akan mendengarnya. Sudah berulang kali Ra In pernah menasihatinya, namun itu semua hanya Jungkook anggap seperti angin lalu.

"Dia tidak akan mendengarmu. Sudah ayo kita ke kelas" Min Rae menarik lengan Ra In dan merekapun berjalan menuju kelas.

***

Joong Saem kehilangan jejak ketujuh muridnya. Ia mengitari halaman belakang sekolah, namun tidak menemukannya.

"Hahaha....Biarpun ketahuan, tapi kita tetap tidak bisa tertangkap" ujar Rapmon dengan nafas tersengal-sengal akibat berlari.

"Kemana kita sekarang?" tanya Suga yang sedang mengikat tali sepatunya.

Taehyung berdiri dan menghampiri pintu. Ia mencoba melihat keadaan diluar sana.

"Aman Coy" sahut Taehyung.

Mereka saling lirik hingga akhirnya berdiri bersamaan dan keluar dari gudang sekolah.

Mereka berjalan dipimpin oleh Rapmon didepan dan Jimin dibelakang. Langkah mereka dibuat sepelan mungkin, mengendap-endap seperti pencuri.

"Kena Kalian" suara Joong Saem membuat ketujuh namja itu terlonjak. Dengan cekatan guru BK korean High School menggamit tangan salah satu muridnya agar yang lain tidak bisa pergi.

"Ah..Saem.." rengek Jin yang ditarik paksa oleh Joong Saem.

Sementara Jin dibawa, yang lain masih diam ditempat. Rapmon menepuk punggung Suga disebelahnya. Mereka tertawa bersama-sama.

"Kajja kita jemput Jin" ujar Rapmon sembari melangkah pergi dan diikuti kelima temannya.

Saat Jimin sedang menyusul teman-temannya tiba-tiba saja dadanya sakit. Jantungnya bermasalah lagi. Bukankah penyakit itu ada dihati kenapa Jantungnya ikut merasakan sakit. Jimin berhenti dan menekan-nekan dadanya. Ia tidak bisa lanjut berjalan bersama yang lain. Ia juga tidak ingin ketahuan oleh mereka.

Jimin berbalik arah bersembunyi dibalik pohon. Pandangannya masih tertuju pada teman-temannya. Syukurlah mereka tidak menyadari Jimin tertinggal.

Setetes darah tiba-tiba keluar dari hidung Jimin. Buru-buru Jimin mengambil sapu tangan dari saku celananya. Ia mengelapnya dan melihat darahnya begitu merah.

Seketika perasaan bersalah terhadap teman-temannya muncul dalam pikiran Jimin. Seharusnya ia dihukum dersama yang lain. Bukannya malah bernegosiasi dengan penyakitnya.

...

Di toilet sekolah ramai oleh keenam murid yang sedang menjalani hukuman mereka. Karena mencoba bolos mereka disuruh membersihkan toilet sekolah. Para guru mulai bosan memberikan hukuman pada mereka. Karena bukannya jera mereka malah makin melunjak.

Terlihat masing-masing dari mereka memegang alat kebersihan.Jungkook melihat pantulan dirinya dicermin sebelum mengepel lantai. Entah kenapa namja itu tersenyum-senyum sendiri melihat pantulannya dicermin.

Baru saja Jungkook akan kembali mengepel. Ada sebuah tangan yang juga meraih benda itu. Ia mendongakkan kepalanya melihat siapa yang berada didepannya.

"Biar aku saja"

"Jimin. Dari mana saja kau?" Jungkook bertanya sambil memberikan alat pel nya pada Jimin. Ia dengan senang hati membiarkan Jimin saja yang melakukannya.

"Aku habis beli minum bentar" jawab Jimin beralasan.

"Gila kau ya" Jungkook menyunggingkan senyum sinisnya. Masalahnya, dirinya juga haus, kalau mau dijabarkan.

Jungkook melihat Jimin sedikit berbeda saat ini. Bukankah Jimin baru saja berkata dirinya habis membeli minuman. Tetapi kenapa wajahnya terlihat lesuh. Ah, mungkin memang seperti itu wajah-wajah anak nakal, pikir Jungkook.

...

Saat pembelajaran berakhir dan mendengar bel sudah berbunyi, Ra In langsung keluar dari kelas. Saat sampai didepan pintu kelas ia melihat Jungkook disana, tengah berdiri sambil menyenderkan punggungnya didinding.

Penampilan Jungkook sungguh mencerminkan pribadinya. Ra In hanya berdecak saja percuma mau dinasihatin kaya gimana juga, Jungkook tidak akan mendengarnya.

"Sudah? syo pulang" Jungkook menoleh mendapati ada yang memperhatikannya. Ternyata benar itu Ra In.

Tanpa menunggu jawaban dari Ra In, Jungkook langsung menarik pergelangan tangan gadis itu dan berjalan bersamanya.

Selama menuju parkiran Ra In membiarkan saja tangannya dijaga oleh Jungkook. Sedangkan dirinya hanya melihat-lihat sekitar.

Saat sudah sampai diparkiran dan menghampiri mobil Jungkook, gadis itu melihat seseorang yang sangat ia kenali sedang berbincang dengan seorang lelaki paruh baya didepan sebuah mobil mewah berwarna hitam.

Entah apa yang sedang kedua lelaki itu bicarakan hingga membuat Jimin menyunggingkan senyumnya. Ra In tidak mengerti kenapa senyum Jimin selalu membuatnya berbeda.

Jungkook yang menyadari Ra In sedari tadi hanya diam ditempat akhirnya menghampiri gadis itu dan melihat apa yang sedang dilihatnya.

"Kau melihat Jimin?" tanya Jungkook.

Hampir saja Ra In terlonjak. Ia menoleh menghadap Jungkook.
"Hanya melihatnya. Aku ingat dia teman bolosmu kan?" gadis itu sedikit membubuhi cibiran pada kata-katanya. Membuat Jungkook tidak curiga Ra In memperhatikan Jimin.

Seulas senyum terbit diwajah Jungkook.

"Siapa yang bersamanya?" tanya Ra In penasaran. Ini saat yang pas untuk menanyakan perihal orang-orang terdekat Jimin.

"Itu ayahnya. Aku sedikit heran pada Jimin---" Jungkook menghentikan perkataannya untuk mengambil nafas.
"Sering dijemput sama ayahnya, udah kaya bocah"

Jungkook berbicara sedikit mencibir Jimin, tapi entah kenapa Ra In malah tidak terima. Gadis itu malah berpendapat lain. Seolah ayah Jimin tak ingin melepas anaknya, itu yang dibaca Ra In dari tatapan ayahnya Jimin.

"Ayo masuk. Kita Pulang" pekik Jungkook beranjak masuk ke mobilnya.

Ra In tidak ingin melepas pandangannya dari Jimin. Betapa lelaki itu terlihat begitu indah meski dipandang dari jauh sekalipun. Tuhan...Ra In tidak ingin membohongi perasaan dan hatinya. Berulang kali gadis itu mencoba melupakan Jimin. Tapi, Rasa itu malah tambah besar.

Perasaan itu muncul pertama kali satu tahun yang lalu. Pada saat kejadian 'itu'. Ra In bahkan rela mengenang kejadian yang bagi kebanyakan orang memalukan.

Dari kejauhan Ayah Jimin masuk kedalam mobil sembari masih terus mengumbar senyum mengiring anaknya untuk segera menyusulnya. Ra In mengepalkan tangannya kuat-kuat. Ia memejamkan mata sesaat lalu kembali menatap Jimin.

Kumohon lihatlah aku Jimin...aku dibelakangmu...lihat aku. Satu, dua, tiga...

Seperti ada angin besar membelai rambut Ra In, gadis itu tersenyum mendapati Jimin memandangnya. Aneh memang, Jimin merasa Ra In pasti sudah dari tadi memperhatikannya. Dan, aneh juga kenapa gadis itu tersipu melihat Jimin. Alih-alih ikut tersenyum, Jimin malah berbalik arah dan masuk kedalam mobil.

Hingga mobil Jimin menghilang dari pandangan, gadis itu memutuskan memasuki mobil Jungkook. Ia membuka pintu mobil lalu menjatuhkan diri disamping Jungkook yang sedang memutar lagu di MP3 mobilnya.

Sebuah lagu dari BTS-Dope mengalun manja mengisi ruang diantara mereka. Biasanya Ra In akan marah dan langsung menggantinya dengan lagu-lagu dari girlband favoritnya, seperti Twice, red velvet atau Snsd. Biasanya Ra In akan merecoki Jungkook bila mendengar Jungkook ikut bernyanyi dengan keras. Kali ini gadis itu tidak bereaksi seperti itu. Ia hanya diam dan melihat keluar jendela. Pikirannya masih terpaut oleh Jimin. Entah mengapa pandangan yang hanya sebentar tadi membuat gadis itu bahagia.

...

Tangan kanan Jimin menyentuh letak jantungnya. Dentumannya aneh, jadi makin cepat. Padahal sebelumnya baik-baik saja. Tapi, yang ini tidak membuatnya kesakitan.

Jimin jadi teringat kejadian sebelum ia meninggalkan parkiran sekolah. Ia melihat jelas bahwa Ra In sedang tersenyum kearahnya.

Terbitlah senyuman diwajah Jimin. Dengan masih mengelus-elus dadanya, Jimin tersipu sendiri.

"Jimin wae? dadamu sakit lagi?" tanya seseorang disamping Jimin dengan raut wajah khawatir.

"Anni Appa. Ini tidak sakit"

"Kau belum merasakan sakitnya hari ini?" ayah Jimin benar-benar mengkhawatirkan anak tunggalnya itu. Ia sungguh tak sanggup jika harus segera terpisah dengannya.

Jimin tahu bohong itu tidak baik. Tapi Jimin bahkan lebih tahu bahwa hidupnya hanya akan merepotkan ayahnya. Meskipun jujur saat ini, hari itu pasti akan tiba. Hari dimana jantungnya akan berhenti.

Jimin tidak sanggup berkata untuk berbohong. Ia memilih menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

"Semoga apa yang kau katakan benar adanya nak" ujar Appa .

Jimin tergelak. Ia memandangi wajah ayahnya yang sama sekali tidak menoleh kearahnya. Apakah ayahnya tahu ia berbohong?

"Kau mendapat penyakit itu dari ibumu. Sebelumnya ia juga seperti itu" Appa meraih sebuah kotak persegi panjang berukuran 10×5 cm berwarna biru gelap dan memberikannya kepada Jimin.

"Ibumu tahu benar cara agar Appa tidak khawatir. Tapi, itu hanya kesenangan sesaat. Selanjutnya Appa memang harus berusaha tegar"
Kata-kata lelaki paruh baya itu benar-benar mengiris hati Jimin.

Kotak persegi panjang berwarna biru itu dibuka Jimin. Ia tersenyum melihat sebuah dasi hitam terdapat didalamnya.

"Hari ini ulang tahun ibumu. Kau ingat?" dengan cepat Appa mengalihkan pembicaraannya. Hari ini hari baik bagi keluarga kecilnya. Setidaknya sematkan yang baik-baik saja.

"Ah, aku hampir lupa" Jimin menutup kotak itu dan menaruhnya di dasbor mobil.

"Kau ini, apa kau pikun?" kekeh Appa .

"Sepertinya begitu" Jimin membalas candaan ayahnya untuk melupakan sedikit kekhawatiran yang mengganggu.

...

Nam Ra In sangat suka melukis. Ia rela menghabiskan waktunya untuk berlama-lama berhadapan dengan kanvas dan cat air. Jika suasana hatinya sedang baik maka ia akan melukis. Ayah dan ibunya bukan seorang seniman, tapi gadis itu dapat darah seni dari neneknya dulu.

Saat ini Ra In sedang menorehkan warna hitam pada kain kanvas dihadapannya dengan kuas. Memberikan sentuhan yang luar biasa hingga membuat lukisan itu terlihat nyata.

Entah kenapa hanya dengan melihat mata dilukisan buatannya saja membuat hati Ra In berbeda. Bagaimana ia bisa tenang jika melihat secara langsung.

Tinggal sentuhan terakhir pada rambut. Ra In ingin lukisannya tampak sempurna. Ia akan memberikan lukisan itu pada Jimin, suatu hari nanti.

 

Sudah selesai---gumam gadis itu. Baru saja ia akan memindahkan lukisannya ditempat yang tepat, tiba-tiba saja suara seorang namja yang begitu familiar terdengar akan memasuki kamarnya.

Ra In tidak akan punya waktu cukup menyembunyikan lukisannya. Ia hanya bisa menahan orang itu untuk tidak melihatnya.

"Annyeong Ra In-ah " Jungkook masih berdiri diambang pintu memperhatikan wajah Ra In yang begitu memelototi dirinya.
"Apa yang sedang kau lakukan? coba ku lihat"

"Andwae! " pekik Ra In sekuat tenaga. "Jangan lihat sekarang masih berantakan. Jika sudah selesai akan kuperlihatkan"

"Kau sedang menggambar seseorang?" Jungkook membuat lelucon namun mirip sebuah kejujuran. Ini salah satu kesempatan bagi Jungkook untuk bisa menggali informasi lebih dalam tentang perasaan Ra In padanya.

Ra In berfikir menemukan jawaban yang tidak akan dicurigai Jungkook. Jika Jungkook tahu Ra In menyukai Jimin, apa yang akan dikatakan Jungkook pada Jimin nanti. Ra In tidak bisa membayangkannya. Sungguh!

"Aku sedang menggambar seseorang yang selalu membuatku bahagia hanya dengan menyebut namanya" Jawab Ra In agak puitis. Didepannya, Jungkook mencoba mengontrol degup jantungnya. Apakah orang itu benar Jungkook?
"Dia seseorang yang dekat namun seperti jauh bagiku"

Jungkook menelan salivanya susah payah. Sedari tadi perasaannya seolah dimainkan oleh Ra In. Jika saja kepercayaan diri Jungkook sampai diubun-ubun. Mungkin saat ini juga lelaki itu akan meledakkan emosinya dan berteriak 'aku menyukaimu Ra In'.

"Kau lebih mengenal orang itu dari pada aku, Kookki-yah" Lagi, Jungkook tersenyum mendengar kata-kata Ra In yang kemudian melihat gadis itu tersenyum amat manis dihadapan Jungkook.

Senyum itu untukku? kau bilang aku lebih mengenal orang itu dari pada dirimu? tentu saja, karena itu lukisanku. Gomawo Ra In-ah, aku akan secepatnya menyatakan perasaanku padamu.

"Kenapa kau datang ke rumahku? aku sedang tidak ingin menemanimu nonton film" akhirnya, Ra In ingat apa yang ingin dilakukan Jungkook.

"Aku hanya ingin melihat wajah jelekmu itu sendok itali" ujar Jungkook. Mendengar jungkook memanggilnya dengan nama 'sendok itali', Ra In berdecak lalu berdiri. Ia menghampiri Jungkook dan meraih tangan namja itu. Sekuat tenaga Ra In menarik lengan Jungkook agar lelaki itu mau pergi dari kamarnya.

"Pergi sana!"

"Tidak mau, kau harus mau menemaniku nonton film, ayo.."

"Tidak mau! Lain kali saja. Sudah sana pergi"

Brakk
Ra In berhasil membanting pintu dan mengamankan lukisannya dari Jungkook.

"Aku akan beritahu bibi kalo kau baru saja menyiksaku Ra In-ah" omelan Jungkook masih terdengar oleh Ra In.

Seolah tidak perduli Ra In hanya bersenandung dan membawa lukisannya ke lemari.

Disini aman, tidak akan ada yang tahu--- pikir Ra In.

...

Karena mendapat tolakan mentah-mentah dari Ra In, Jungkook memutuskan untuk kembali kerumahnya. Pun Ia berhasil menormalkan kembali detak jantungnya.

"Kau lebih mengenalnya dari pada aku"

Kata-kata Ra In masih terngiang dikepalanya. Otaknya sedang mencoba menerjemahkan dan mencari jawaban. Mungkinkah benar dirinya atau ada orang lain dihati Ra In? mungkin lebih baik jika Jungkook mendengar saran dari teman-temannya itu.

Hanya butuh beberapa langkah bagi Jungkook untuk sampai di rumahnya. Karena dia dan Ra In memang tetanggaan. Jungkook membuka pintu utama dan dikejutkan oleh teriakan dari kelima temannya.

"Woohooo....." Rapmon beringsut dari cekalan Taehyung dan langsung memberikan pelukan erat pada Jungkook.

"Darimana?" Suga melempar sembarangan cemilan yang ada dimeja. Selagi menunggu Jungkook datang, Suga lah yang paling banyak menghabiskan cemilan, kalau harus dijabarkan.

Jungkook menyentak lengan Rapmon dan ikut mengambil tempat didepan Suga.
"Habis ke rumah Ra In" mata Jungkook menangkap wajah kelima temannya.
"Jimin mana?"

Yang lain kompak menggelengkan kepala.

"Ada urusan bareng ayahnya" timpal J-Hope.

"Tumben kau ikut kumpul Jin?kemana si Hani?" Jungkook bahkan sudah menebak Jin akan segera memutuskan Hani.

"Besok akanku putuskan dia. Janjinya kan satu minggu" Jawab jin seakan merasa benar. Sontak ia mendapat tatapan-tatapan aneh dari teman-temannya.

"Wah..." koor yang lain.

"Gimana sih caranya nembak cewek?" setelah Jungkook menutup mulutnya semua teman-temannya diam. Malah kini menatap Jungkook seolah dirinya penuh lemak.

"Siapa yang akan kau tembak?" tanya Taehyung atau V.

Jungkook mengulum bibirnya karena gugup. Yakinkah ia pasti bisa mengungkapkan isi hatinya? selama ini ia sudah lelah terus menyembunyikan kebenaran itu.

Sendok itali harus benar-benar menjadi miliknya.

"Nam Ra In" raut wajah Jungkook berubah sangat bahagia begitu mengucapkan nama gadis itu. Ternyara Ra In benar, beginilah cinta. Meski hanya menyebut namanya saja sudah membuat kita bahagia, dan Jungkook sudah membuktikan itu sendiri.

"Kita akan membantumu mendapatkannya" Rapmon menepuk-nepuk bahu Jungkook sebagai penyemangat.

...

Jimin dan Ayahnya sudah berada didepan makam seorang wanita spesial bagi mereka. Sudah lama Jimin dan ayahnya merindukan wajah perempuan itu. Jimin yang waktu itu masih sangat kecil harus menerima takdirnya yang begitu pahit dengan lapang dada.

"Saengil Cukkae eomma..." Jimin sedikit membungkuk pada makam ibunya.

"Yuri-ah, Jimin sudah tumbuh dewasa" ayah Jimin membuka suaranya.
"Lihatlah, dia tampan sepertiku dan sedikit bandel" lanjutnya.

Jimin terkekeh melihat kelakuan ayahnya. Sungguh lucu apa yang baru saja didengarnya. Jimin hanya melihat makam ibunya dengan tatapan haru.

"Yuri-ah" ayah Jungkook kembali memanggil nama istrinya.
"Biarkan Jimin bersamaku"

Jimin tertegun mendengar kalimat ayahnya. Jika beberapa menit yang lalu Jimin terkekeh lain hal dengan saat ini. Sekarang seolah mendapat terpaan debu, mata Jimin terasa panas dan air mulai menggenang disana.

Eomma aku kasihan pada Appa.

"Ah..." Jimin memegangi dadanya lagi. Hatinya sakit sekali ditambah Jantungnya berpacu sangat cepat. Ia menekan dadanya sekuat tenaga menghalau rasa sakit. Namun nihil, sakitnya seakan terus menjalar keseluruh tubuh.
"Agrh...." Jimin berteriak dan tersungkur dibawah pemakaman.

Ayah Jimin kaget luar biasa melihat anaknya mengerang kesakitan bak orang gila.

"Jimin-ah kumohon tahan. Appa akan membawamu ke rumah sakit"

"Sakit Appa" Jimin masih terus menekan dadanya dan kali ini begitu keras hingga beberapa kancing dikemejanya terlepas begitu saja.
"Agrh...sakit...!"

Tbc

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (6)
  • indriyani

    @yurriansan Iyaa ya, haha😁. Soalnya aku mikirnya kata-kata yg itu kayanya sering deh didenger, wkwkw. But, thanks masukannya. 😊

    Comment on chapter Dia-ku
  • yurriansan

    aku ada masukan nih, untuk istilah asing baiknya dikasih footnote. untuk orang yang udah lama gk ke korea (drama, maksudnya) gk tau artinya. so far bagus. kental korea,

    Comment on chapter Dia-ku
  • indriyani

    @aisalsa09 Okee oke.. Makasih ya sarannya 😘

    Comment on chapter Lukisan Dia
  • indriyani

    @ShiYiCha makasih yaw hehe

    Comment on chapter Lukisan Dia
  • aisalsa09

    Aku sukanya Jung Soek dong, wkwk
    Btw untuk bagian deskripsi, yang cerita tentang, C nya kapital aja gimana? Hwaiting eonni :))

    Comment on chapter Dia-ku
  • ShiYiCha

    Korea-nya kental sekaleh. Good FF

    Comment on chapter Lukisan Dia
Similar Tags
Backstreet
1209      484     1     
Fan Fiction
A fanfiction story © All chara belongs their parents, management, and fans. Blurb: "Aku ingin kita seperti yang lain. Ke bioskop, jalan bebas di mal, atau mancing di pinggiran sungai Han." "Maaf. But, i really can't." Sepenggal kisah singkat tentang bagaimana keduanya menyembunyikan hubungan mereka. "Because my boyfie is an idol." ©October, 2020
JUST A DREAM
937      447     3     
Fantasy
Luna hanyalah seorang gadis periang biasa, ia sangat menyukai berbagai kisah romantis yang seringkali tersaji dalam berbagai dongeng seperti Cinderella, Putri Salju, Mermaid, Putri Tidur, Beauty and the Beast, dan berbagai cerita romantis lainnya. Namun alur dongeng tentunya tidaklah sama kenyataan, hal itu ia sadari tatkala mendapat kesempatan untuk berkunjung ke dunia dongeng seperti impiannya....
Frekuensi Cinta
255      214     0     
Romance
Sejak awal mengenalnya, cinta adalah perjuangan yang pelik untuk mencapai keselarasan. Bukan hanya satu hati, tapi dua hati. Yang harus memiliki frekuensi getaran sama besar dan tentu membutuhkan waktu yang lama. Frekuensi cinta itu hadir, bergelombang naik-turun begitu lama, se-lama kisahku yang tak pernah ku andai-andai sebelumnya, sejak pertama jumpa dengannya.
TAK SELALU SESUAI INGINKU
12033      2606     21     
Romance
TAK SELALU SESUAI INGINKU
HER
562      324     2     
Short Story
Temanku yang bernama Kirane sering memintaku untuk menemaninya tidur di apartemennya. Trish juga sudah biasa membuka bajunya sampai telanjang ketika dihadapanku, dan Nel tak jarang memelukku karena hal-hal kecil. Itu semua terjadi karena mereka sudah melabeliku dengan julukan 'lelaki gay'. Sungguh, itu tidak masalah. Karena pekerjaanku memang menjadi banci. Dan peran itu sudah mendarah da...
pendiam dan periang
216      179     0     
Romance
Dimana hari penyendiriku menghilang, saat dia ingin sekali mengajakku menjadi sahabatnya
Premium
Cheossarang (Complete)
10326      1796     3     
Romance
Cinta pertama... Saat kau merasakannya kau tak kan mampu mempercayai degupan jantungmu yang berdegup keras di atas suara peluit kereta api yang memekikkan telinga Kau tak akan mempercayai desiran aliran darahmu yang tiba-tiba berpacu melebihi kecepatan cahaya Kau tak akan mempercayai duniamu yang penuh dengan sesak orang, karena yang terlihat dalam pandanganmu di sana hanyalah dirinya ...
I'm Growing With Pain
12775      1903     5     
Romance
Tidak semua remaja memiliki kehidupan yang indah. Beberapa dari mereka lahir dari kehancuran rumah tangga orang tuanya dan tumbuh dengan luka. Beberapa yang lainnya harus menjadi dewasa sebelum waktunya dan beberapa lagi harus memendam kenyataan yang ia ketahui.
If...Someone
1650      693     4     
Romance
Cinta selalu benar, Tempatnya saja yang salah.
A Day With Sergio
1358      657     2     
Romance