Bu Mariam langsung mengajakku masuk ke dalam rumahnya yang tampak asri. Depan rumahnya banyak pepohonan yang cukup besar sehingga cahaya matahari tidak membuat gersang. Bu Mariam adalah guru matematika sekaligus fisika di sekolahku. Sudah hampir sebulan aku membantunya untuk mengajarkan les di rumahnya, untuk mendapatkan uang jajan tambahan. Lumayan sih uangnya bisa beli peralatan sekolah dan buku-buku. Juga bisa ditabung untuk mencicil bayar sekolah yang semakin membengkak saat di kelas tiga seperti sekarang.
“Santai dulu Da, anak-anak belum pada datang. Ambil minum sendiri ya di kulkas. Ibu lagi jemurin di belakang, dari pagi hujan terus jadinya belum sempat jemurin. Ini mumpung panas.”
“Oh iya ada satu tambahan yang mau les, nanti kalau datang langsung kamu ajarin dasar-dasarnya aja dulu ya seperti biasa.”
“Siap bu.” Balasku sambil meminum air yang sudah aku ambil dari kulkas Bu Maryam, aku meluruskan kakiku. Lumayan pegal juga tadi kesini aku berjalan dari rumah. Memang biasanya seperti itu sih, motor selalu dipakai bapak untuk kerja menarik ojek. Tadi bapak sudah berangkat duluan untuk mengantar tetanggaku yang ingin ke pasar, jadi dia tidak bisa mengantarku hari ini.
“Permisi...”
“Iyaa...” aku menyahut suara orang diluar. Aku menghampiri orang yang tengah di depan pintu itu celingak-celinguk seperti orang kebingungan.
“Ehh Dafa..” seruku tidak sengaja secara refleks begitu melihat dia yang datang. Aduhh kenapa bisa keceplosan gitu sih dasar.
“Iya saya. Siapa ya kok tau nama saya?” ia bertanya, sepertinya ia tambah bingung. Jelas bingung, ada orang asing yang tiba-tiba menyebut namanya.
“Ahhh Bu Mariam yang kasih tau, katanya ada anak baru namanya Dafa mau les. Iya kan? Kamu Dafa? Soalnya baru liat hari ini” sedikit berbohong. Betulkan tadi Bu Mariam bilang ada anak baru, walaupun aku tidak tahu siapa yang dimaksud Bu Mariam.
“Ayo masuk-masuk. Bu Mariam lagi jemurin dibelakang.” Aku mempersilahkan Dafa masuk, untuk menutupi malu gara-gara keceplosan tadi. Ya mana mungkin kan aku bilang, tahu nama dia karena kadang sering memperhatikannya saat ia tengah berlatih basket.
Dafa mengikutiku masuk. Aku langsung mempersilakannya duduk, dan mengambilkan minuman untuknya.
“Bu Mariam tadi juga pesan sih, katanya aku diminta untuk ajarin kamu dasar-dasarnya dulu. Gimana, mau langsung aja atau mau istirahat dulu lima menit?”
“Langsung aja deh.” Jawabnya sambil mengeluarkan buku-bukunya. Aku pun langsung duduk disampingnya.
“Eehh jangan deket-deket dong..” Dafa refleks menjauh saat aku mendekatinya tepat disampingnya.
“Lah terus gimana?”
“Ya pokoknya jangan sedekat tadi.” tangannya mengisyaratkan aku untuk menjauh seakan aku ini lalat.
Aneh banget ini anak, lagian emangnya gue mau ngapain dia? Dasar aneh. Dari kemarin aku juga kan kalau ngajarin ya begitu, biar bisa liat dengan jelas dia nulis apa atau aku bisa jelaskan rumus-rumus di buku paketnya. Seharusnya yang takut kan aku yang perempuan ini.
“Lo dari sana aja.” Ujarnya menunjuk ujung meja besar yang biasa untuk meja belajar anak-anak yang kursus. Apa? Bayangkan saja aku harus duduk di bagian ujung meja yang berjarak dua meter setengah darinya, sedangkan dia di ujung satunya. Ini mau les atau mau debat capres? Jauh-jauh amat.
Aneh, beneran aneh. Apa aku semenjijikan itu? Atau aku kelihatan kucel banget hari ini? Jadi dia nggak mau deket-deket aku? Aku membau pakaian dan seluruh tubuhku barangkali ada bau yang menyengat, tapi semuanya baik-baik saja. Jadilah hari ini aku mengajarinya dengan jarak yang di tentukannya itu, suaraku sampai serak karena harus menjelaskan dengan suara yang lantang agar bisa terdengar olehnya yang diujung sana. Nyusahin! Argghhh bisa gila aku kalau setiap les begini.
Iya juga yang lembek itu cimol. Joke mu asik.
Comment on chapter WithAku msh nunggu lnjutannya.
Tulisanmu juga udah rapi.
Kmu juga boleh kasih saran ke ceritaku