Senja kemarin menyeret mentari, pupus di balik kaki langit bagian barat, kemudian hari berikutnya melahirkan mentari lain pada titik awal sebelah timur. Semua orang yang terjaga mulai menggores halaman kosong dalam catatan hidupnya dengan nafas baru. Juna baru saja mengubah sudut yang terbentuk antara tubuhnya dengan garis permukaan dari nol menjadi sembilan puluh derajat. Cukup lama dalam posisi itu, ia memutuskan bangun untuk mengulang kembali rutinitas yang ia lakukan. Dia mendudukan tubuhnya dan menatap lurus ke arah cermin.
Juna ingin tersenyum pada sosok bayangan dalam cermin, namun tak ada senyum tergores pada belahan bibir itu. Kehampaan yang menyelinap lebih berat melampaui kesenyapan ruang yang ia tinggali. Juna ingin memutus kesenyapan itu, namun tak bisa, sebab ternyata bibirnya sendiri tidak mampu bergerak. Lalu ia melirik sebuah kertas putih berhiaskan ukiran manis yang terletak pada sudut nakas.
‘Kau bisa datang jika ada waktu luang.’
Pria bersurai perak itu membeku, mengingat bagaimana suara lembut yang menyapa telinganya beberapa tahun terakhir ini mengucapkan kalimat tersebut. Ia melangkahkan kaki, menjauhkan diri dari cermin yang memberi kenangan pada memorinya, melangkah menuju balkon apartemen yang ia tempati. Waktu menunjukkan pukul 7.00 pagi. Udara masih terasa begitu dingin, nafas yang keluar dari hidungnya pun menguap seperti asap di udara, suhu saat ini memaksa orang-orang menggenakan pakaian lebih tebal dari biasanya. Salju pertama di kota Stockholm turun tadi malam. Jalanan menjadi putih karena penuh oleh butiran-butiran salju, bau roti panggang dari arah toko kue sebelah barat menyapa hidung, orang-orang dengan mantel bulu berjalan dengan langkah hati-hati agar tidak tergelincir.
Semua menjalankan rutinitasnya. Hanya Juna yang stagnan di tempat. Ketika semua tetap berputar sebagaimana biasanya, ia stagnan pada titik yang enggan dia relakan hilang begitu saja. Puzzle ingatan tercerai berai namun masih dapat ia ingat dengan jelas. Puzzle kecil yang membuatnya stagnan dan menolak realita.
‘Pernah, tidak, kau memikirkan bagaimana Pluto bergerak lesu setiap hari mengelilingi matahari?’
‘Juna dari dulu ak-‘
‘Ia dengan sedih bertanya-tanya mengapa dia didepak dari Galaksi Bimasakti, berkeliaran di sekeliling sistem solar bertanya-tanya apa yang membuatnya tidak cukup baik sampai dia dihapuskan, dilupakan. Ia bahkan masih tetap bergerak walau tahu telah terhapuskan.’
‘Juna aku minta maaf…’
‘It’s okay, jelas kini hanya tahu satu hal yang kutahu. Pada suatu waktu, di masa lampau, Pluto pernah menjadi bagian dari sistem solar itu.’
Juna kembali termenung memikirkan kejadian menyedihkan satu minggu yang lalu. Ketika dia juga bernasib sama dengan Pluto, terdepak dari sistem solar yang dikitari selama ini. Menjadi bagian yang tidak memiliki nama yang khusus, hanya angka sebagai petunjuk. Jika Pluto mampu bersuara, apakah yang akan dia katakan? Sedih, kecewa, marah? Juna terus saja terjatuh dalam lamunan peristiwa lalu, namun ponsel yang berbunyi mengurungkannya berlama-lama dalam dunia sunyi. Ia kembali masuk ke dalam dan mengambil ponselnya. Melihat nama penelpon yang ada pada layar sejenak sebelum mengangkatnya.
“Halo?” Ucap datar Juna setelah menggeser tombol jawab pada layar ponsel.
“Apa kau datang hari ini?” Suara seseorang yang di sana membalas setelah cukup lama hening yang menyapa.
“Ya. Aku akan datang, setidaknya aku harus melihatmu untuk terakhir kali.”
Juna kembali melirik kertas putih yang merupakan undangan pernikahan Clara –cinta pertamannya serta mentarinya dulu- dengan Steve, Juna mengumul senyum pahit dan berusaha keras mempertahankan suaranya tetap tenang, “Clara aku tahu tak ada nama untukku lagi dalam hidupmu, walau aku pun pernah menjadi bintang. Aku masih akan berkeliaran di sekitarmu tanpa ada yang berubah kecuali perasaan yang dulu kusebut cinta sama seperti Pluto yang dibuang dari solar sistem dan akan selalu berputar mengelilingi matahari. Clara, bahagialah untukku juga ya?”
Realita akan selalu merobek ekspektasi yang Juna berusaha bangun, Juna harus menerima itu bukan? Ya, dia harus. Demi Clara juga. Juna memang sejak seminggu yang lalu telah berstatus sama dengan Pluto. Ia dan Pluto sama-sama dihapuskan dari bagian orbit masing-masing.
Pluto dari orbit sistem solar. Juna dari orbit kehidupan Clara.
Namun itu bukan berarti Pluto dan dirinya harus berhenti mengorbit bukan?
-THE END-
@springjeon Makasih sudah suka ceritanya