Empat belas tahun yang lalu...
Aku yang tak mengerti apa-apa, hanya bisa menyaksikan orang-orang menangisi seseorang yang ku panggil ‘Ibu’ sedang terbaring di sebuah peti kayu.
Tidak hanya sampai disitu saja. Setelah itu, mereka akan mendatangiku, memelukku, dan menangis.
Di hari itu, nenekku berpesan. “Cucu nenek yang paling cantik, apakah kamu ingin ibumu bahagia?” dan tentu saja aku menjawab, “Ya, Nek. Dinda ingin ibu bahagia.”
Dan nenekku pun berkata lagi, “Kalau begitu, Dinda harus bahagia karena ibu sekarang sudah bahagia bersama Tuhan di surga. Dinda tidak boleh menangis ataupun iri bila melihat orang lain bersama ibunya. Ingat, Dinda harus bahagia. Mengerti?” dan akupun mengangguk dan tersenyum sambil berkata, “Baik, Nek. Dinda janji tidak akan menangis tetapi selalu bahagia karena ibu sekarang sudah ada di surga bersama Tuhan.”
...............................................................................................
“Dinda, bila kamu membaca surat ini berarti ibu sudah tidak bersamamu lagi. Maafkan ibu yang tidak bisa menemani hari-harimu. Namun, kamu jangan pernah bersedih. Bersyukurlah, karena Tuhan pasti akan mengirimkan orang-orang yang mengasihimu dengan tulus. Ibu menyayangimu selalu, Dinda. Putri ibu yang cantik dan pintar.”
Begitulah isi sepenggal surat yang ditinggalkan oleh ibuku pada nenekku, untuk berjaga-jaga bila ibuku harus meninggalkanku suatu hari dan boleh diberikan padaku bila sudah berusia minimal 17 tahun.
Dan tepat seminggu setelah ibuku menitipkan surat tersebut, ibuku dinyatakan meninggal dunia setelah nenek berusaha membangunkan ibuku yang belum bangun juga saat aku menangis kencang di pagi hari.
Sungguh, rasanya sungguh campur aduk. Di satu sisi, aku sangat sedih karena ibuku tidak bisa tumbuh tanpa kasih sayang seorang ibu kandung. Namun, di sisi lain aku juga sangat bahagia dan bersyukur karena nenekku berusaha semaksimal mungkin menjadi sosok ayah dan ibu yang aku butuhkan serta surat ini yang membuatku bisa kembali sedikit merasakan kasih sayang tulus ibuku yang telah tiada.
Aku tidak bisa mengingat bagaimana masa kecilku saat ibu masih bersamaku, namun hatiku masih bisa mengingat perasaan disayangi oleh seorang ibu kandungku yang berjuang seorang diri dalam 5 tahun kehidupannya, berjuang seorang diri menjadi sosok ayah sekaligus ibu bagi diriku.
Mungkin kalian bertanya-tanya, dimana sosok ayahku?
Sosok ayahku yang pasti sekarang sedang bersama ibuku.
Ya, almarhum ayahku telah terlebih dahulu wafat tepat 2 bulan sebelum aku dilahirkan karena menjadi korban tabrak lari dan tewas seketika di tempat kejadian.
Sedangkan almarhum kakekku, wafat tepat 1 minggu setelah aku dilahirkan karena komplikasi.
Beruntung, aku memiliki sosok nenek yang begitu kuat menjalani hidup ini. Darinya, aku belajar banyak dan aku berharap beliau dapat terus sehat hingga aku besar nanti.
Di hari yang spesial ini, aku telah menyiapkan kado yang spesial untuk 2 orang yang sangat berharga dalam hidupku.
Yang pertama, pastinya untuk nenekku. Aku telah membeli sebuah 1 pot mawar merah, karena beliau sangat suka berkebun, terutama bunga mawar.
Yang kedua, aku telah membeli satu keranjang bunga mawar putih, bunga kesukaan almarhumah ibuku. Ya, tepat di hari kasih sayang inilah ibuku pergi ke surga.
Tentunya kepergian almarhumah menjadi kesedihan bagi kami yang ditinggalkan, namun menjadi kado spesial bagi ayahku yang telah menantinya di surga.
Akhir kata, SELAMAT HARI KASIH SAYANG BAGI KALIAN SEMUA!!!