Loading...
Logo TinLit
Read Story - Diary of Time
MENU
About Us  

Jakarta, Jumat 1 Januari 1965.

 

Hai. Namaku Danakitri Prameswari. Panggilannya Dana. Pada bulan Maret aku akan berulang tahun yang ke-15. Aku bangun siang hari ini. Maklum, ini tahun baru dan tadi malam rumah kami baru saja mengadakan pesta tahun baru. Banyak kerabat Papi yang datang. Malah ada beberapa Jenderal aku perhatikan. Sepertinya semalam aku juga lihat Pak Yani. Tapi beliau hanya mampir sebentar. Lalu pergi lagi. Rumahnya kan tidak jauh dari rumah kami. Jadi sebenarnya aku sudah lumayan sering melihat beliau.

Ini adalah buku harian pertamaku. Buku harian ini adalah hadiah tahun baru dari kakakku, Mbak Kayana. Aku memanggilnya Mbak Yana. Baru saja tadi pagi dia berikan. Dan sore ini langsung aku isi. Katanya biar aku bisa menuangkan semua pikiran dan keluh kesahku. Itu baik bagi jiwa. Ya... boleh juga. Kebetulan, teman-teman di sekolah juga banyak yang punya buku harian macam begini.

Aku anak bungsu pasangan Dokter Mulawi Prajitno dan Anna Rembulan Hendricks. Papiku itu dokter yang hebat. Dia seorang ahli bedah. Dokter senior yang disegani. Dan meski tidak terjun secara langsung ke politik, tapi Papi memiliki hubungan baik dengan para politikus, pejabat termasuk dari kalangan militer. Papi sih sebenarnya suka politik, tapi kata Papi saat ini ia masih belum berminat untuk politik praktis. Papiku itu walau kulitnya agak gelap tapi tampan untuk ukuran orang pribumi. Sorot matanya tajam sekali. Apalagi dengan tambahan kumis tebalnya, membuat orang jadi segan jika berlama-lama menatap beliau. Tapi mungkin karena itu juga mamiku jadi suka sama Papi. Papiku bertugas di Centraal Burgerlijke Ziekenhuis alias CBZ, yang tahun lalu tepatnya pada 17 Agustus 1964 baru saja berganti nama menjadi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Itu atas sarannya Menteri Kesehatan Dokter Satrio berdasarkan permintaan Bung Karno yang mau nama rumah sakit yang tidak kebelanda-belandaan. Sedangkan mamiku, dia adalah seorang dosen di fakultas Sastra di Universitas Indonesia. Mami juga menguasai tiga bahasa lain selain Bahasa Indonesia dan Belanda; ada Inggris, Jerman dan Prancis. Bakat mengajarnya sepertinya menurun dari nenekku, Eyang Prianti. Berkat Mami juga kami anak-anaknya bisa lumayan fasih berbahasa Inggris selain tentunya bahasa Indonesia dan Belanda. Tapi lucunya untuk bahasa Belanda sendiri kami tidak terlalu terbiasa memakainya di rumah. Sama seperti bahasa Jawa yang walau kami mengerti tapi tidak sering kami pergunakan.

Aku bersekolah di SMP Perguruan Cikini. Aku baru kelas tiga dan tahun ini akan lulus. Mamiku adalah wanita yang aku kagumi. Dia cantik sekali. Rambut Mami berwarna coklat, panjang dan bergelombang. Alisnya tebal dan kulitnya putih. Mami juga lebih tinggi dari Papi. Dari yang aku dengar dulu di Bandung banyak yang memperebutkan hati Mami. Tapi akhirnya papikulah pemenangnya. Papi berhasil menaklukkan Si Geulis Jalan Dago – demikian julukan Mami. Mami itu dulu bergaul dengan siapa saja. Berbeda dengan anak-anak 1)Indo yang lain yang tidak mau bergaul dengan pribumi, Mami sangat akrab dengan kalangan muda pribumi Bandung. Bahkan Mami itu sudah punya cita-cita sedari awal, kalau dia tidak ingin menikah dengan orang Belanda lagi. Dia pun tidak ingin tinggal di Belanda. Dan tercapailah apa yang ia impikan. Mami itu baik meski sangat disiplin. Mungkin itu pengaruh dari pendidikan Belanda yang diajarkan Opaku.

Selain Mbak Yana, aku juga punya kakak lelaki. Mas Basupati alias Mas Pati. Mereka semua sudah besar-besar. Perbedaan usia kami lumayan jauh. Aku dengan Mbak Yana berbeda sekitar 10 tahun. Lalu dengan Mas Pati itu 7 tahun. Aku lahir di Jakarta, sedangkan kedua kakakku lahir di Bandung. Setelah tugas Papi selesai di Bandung, Papi kembali dipanggil ke Jakarta. Papi memang anak Jakarta alias Batavia. Dia lahir dan besar di daerah Menteng. Orangtuanya berasal dari Solo, Jawa Tengah dan termasuk keluarga yang berada. Mereka pindah ke Batavia karena Pak Gondo Harikusumo (eyang kakungku), adalah seorang pejabat tinggi untuk urusan administrasi Pemerintah Kerajaan Belanda di Indonesia. Keahliannya dibutuhkan di Batavia. Dan mereka diberikan rumah yang lalu menjadi hak milik di Nieuw Gondangdia alias Menteng. Papiku lahir di bulan Juli tahun 1911.

Jadi di Mentenglah sekarang aku tinggal, tepatnya di Jalan Cirebon. Rumah milik Eyang Gondo ini setelah beliau meninggal empat tahun lalu, memang diwariskan ke Papi. Anak-anaknya Eyang Gondo yang lain (adik-adiknya Papi) juga dapat warisan rumah. Tapi di daerah yang berbeda. Rumah kami yang bercat putih ini lumayan luas. Ada dua lantai dan halaman depannya juga luas. Di belakang ada taman berluas sedang. Kami memiliki dua buah mobil, Pontiac Tempest warna hitam dan Ford Falcon warna merah. Serta sebuah motor, Honda CB72 warna biru. Itu motor milik Mas Pati. Kalau Pontiac itu adalah mobilnya Papi. Sudah berlaku absolut, Pontiac hanya dikendari oleh Papi. Papi sendiri selalu membawa sendiri mobilnya. Karena Pak Agus (sopir di keluarga kami) dengan Ford Falcon tugas utamanya adalah mengantarkan dan menjemput aku ke sekolah. Kadang sesekali Mami. Tapi Mami lebih sering bersama Papi. Kalau Mbak Yana kadang juga bersama Papi. Jadi aku ini sebenarnya lumayan anak istimewa. Ha ha ha.

Di rumah, karena yang paling kecil dan kakak-kakakku sudah besar-besar, aku jadi tidak punya teman. Mbak Yana yang bekerja di Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) sebentar lagi akan menikah dengan seorang perwira muda Angkatan Darat. Mas Dirto namanya. Sedangkan Mas Pati juga sudah punya pasangan. Pacarnya namanya Mbak Lola, teman kuliah Mas Pati di Fakultas Kedokteran UI. Mas Pati mengikuti jejak Papi. Ia adalah seorang calon dokter. Makanya, karena tidak punya teman itulah aku sering sekali keluar rumah. Biasanya setelah sekolah usai, aku akan selalu minta Pak Agus untuk tidak langsung ke rumah. Kadang aku main ke rumah teman. Kadang juga beramai-ramai dengan teman-teman sekolah, kami plesiran ke Pantai 2)Sampur di Cilincing, Jakarta Utara. Atau kalau pun langsung pulang ke rumah, sampai di rumah aku main dengan teman-teman dari lingkungan Jalan Cirebon. Biasanya naik sepeda mini putar-putar Menteng sampai ke bundaran Hotel Indonesia. Di dekat sana ada sebuah gedung tinggi yang sedang dibangun. Kami sering melihat-lihat kegiatan pembangunan di sana. Kalau tidak salah nama bangunan itu adalah Wisma Nusantara. Dan kalau pulang sudah terlampau sore, aku pasti dapat sabetan sapu lidi dari Mami. Kalau Papi biasanya hanya menghukum aku dengan menyuruh aku berdiri satu kaki. Tapi aku tidak kapok, aku tetap saja mengulangi perbuatanku. Oke, sepertinya catatan pertamaku ini cukup sampai di sini. Aku mau belajar dulu.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
kekasihku bukan milikku
1309      668     3     
Romance
Upnormal
8048      2025     4     
Fantasy
Selama kurang lebih lima bulan gadis delapan belas tahun ini sibuk mencari kerja untuk kelangsungan hidupnya. Sepertinya Dewi Fortuna belum memihaknya. Nyaris puluhan perusahaan yang ia lamar tak jodoh dengannya. Selalu coba lagi. Belum beruntung. Faktor penyebab atas kegagalannya ialah sang makhluk lain yang selalu menggodanya hingga membuat gadis itu naik pitam. Maklum usia segitu masih labil. ...
Dunia Tiga Musim
3473      1353     1     
Inspirational
Sebuah acara talkshow mempertemukan tiga manusia yang dulunya pernah bertetangga dan menjalin pertemanan tanpa rencana. Nda, seorang perempun seabstrak namanya, gadis ambivert yang berusaha mencari arti pencapaian hidup setelah mimpinya menjadi diplomat kandas. Bram, lelaki ekstrovert yang bersikeras bahwa pencapaian hidup bisa ia dapatkan dengan cara-cara mainstream: mengejar titel dan pre...
TRIANGLE
341      224     1     
Romance
Semua berawal dari rasa dendam yang menyebabkan cella ingin menjadi pacarnya. Rasa muak dengan semua kata-katanya. Rasa penasaran dengan seseorang yang bernama Jordan Alexandria. "Apakah sesuatu yang berawal karena paksaan akan berakhir dengan sebuah kekecewaan? Bisakah sella membuatnya menjadi sebuah kebahagiaan?" - Marcella Lintang Aureliantika T R I A N G L E a s t o r ...
LASKAR BIRU
7922      2229     6     
Science Fiction
Sebuah Action Science-Fiction bertema Filsafat tentang persepsi dan cara manusia hidup. Tentang orang-orang yang ingin membuat dunia baru, cara pandang baru, dan pulau Biru. Akan diupdate tiap hari yah, kalau bisa. Hehehe.. Jadi jangan lupa dicek tiap malamnya. Ok?
Memoria
347      290     0     
Romance
Memoria Memoria. Memori yang cepat berlalu. Memeluk dan menjadi kuat. Aku cinta kamu aku cinta padamu
Delilah
9346      2016     4     
Romance
Delilah Sharma Zabine, gadis cantik berkerudung yang begitu menyukai bermain alat musik gitar dan memiliki suara yang indah nan merdu. Delilah memiliki teman sehidup tak semati Fabian Putra Geovan, laki-laki berkulit hitam manis yang humoris dan begitu menyayangi Delilah layaknya Kakak dan Adik kecilnya. Delilah mempunyai masa lalu yang menyakitkan dan pada akhirnya membuat Ia trauma akan ses...
Pangeran Benawa
38141      6354     6     
Fan Fiction
Kisah fiksi Pangeran Benawa bermula dari usaha Raden Trenggana dalam menaklukkan bekas bawahan Majapahit ,dari Tuban hingga Blambangan, dan berhadapan dengan Pangeran Parikesit dan Raden Gagak Panji beserta keluarganya. Sementara itu, para bangsawan Demak dan Jipang saling mendahului dalam klaim sebagai ahli waris tahta yang ditinggalkan Raden Yunus. Pangeran Benawa memasuki hingar bingar d...
Dear Vienna
378      288     0     
Romance
Hidup Chris, pelajar kelas 1 SMA yang tadinya biasa-biasa saja sekarang jadi super repot karena masuk SMA Vienna dan bertemu dengan Rena, cewek aneh dari jurusan Bahasa. Ditambah, Rena punya satu permintaan aneh yang rasanya sulit untuk dikabulkan.
Amherst Fellows
6404      1722     5     
Romance
Bagaimana rasanya punya saudara kembar yang ngehits? Coba tanyakan pada Bara. Saudara kembarnya, Tirta, adalah orang yang punya segunung prestasi nasional dan internasional. Pada suatu hari, mereka berdua mengalami kecelakaan. Bara sadar sementara Tirta terluka parah hingga tak sadarkan diri. Entah apa yang dipikirkan Bara, ia mengaku sebagai Tirta dan menjalani kehidupan layaknya seorang mahasis...