Loading...
Logo TinLit
Read Story - Unending Love (End)
MENU
About Us  

“Tidak!!!”

Bias cahaya matahari menggangguku. Aku mengedarkan pandanganku ke segala penjuru ruangan yang sama seperti semalam. Aku pun memeriksa pakaianku di balik selimut bulu. Aku masih berpakaian utuh.

Lalu yang semalam itu apa?

Aku segera memeriksa lenganku yang menjadi korban keganasan makhluk fantasi itu. Bercak darah yang mengering mengelilingi pangkal lenganku, dan sebuah sapu tangan yang asal diikatkan ke bekas gigitan makhluk semalam.

Aku memang tidak bermimpi. Pria penuh misteri itu memang makhluk buas penghisap darah yang muncul di kehidupan nyataku.

“Mengerikan!”

Pintu yang selalu tertutup itu ternyata terbuka separuhnya. Di atas pintu itu ada jubah hitam yang semalam dipakai makhluk buas dan secarik kertas terselip di sakunya. Aku mengambil jubah itu dan membaca catatan yang mungkin saja ditinggalkan makhluk itu untukku.

‘Pulanglah. Gunakan uang dan jubah ini untuk pulang ke rumahmu. Kau tidak pantas berada di tempat semacam itu.’

Kenapa makhluk itu tahu jika aku bukan berasal dari tempat ini? Sudah! Lupakan Elena! Yang terpenting kau harus keluar dari tempat ini sebelum orang-orang melihatmu.

Iya! Aku harus keluar secepatnya.

 

****

 

Apapun maksud makhluk itu datang ke tempat manusia, yang jelas, berkat ia aku bisa keluar dari motel dan berjalan ke arah rumahku saat petang menjelang. Hampir 24 jam lebih tubuhku benar-benar di kuras habis oleh banyak hal yang tidak masuk akal. Penculikan dan menjadi jaminan hutang ayahku, sampai bertemu makhluk buas yang membantuku kabur dari motel menyeramkan itu. Kenapa aku tidak mati saja sih?

Dengan kaki yang tidak beralaskan apapun, aku melewati trotoar jalan yang sangat dingin. Meskipun tubuhku di balut jubah hitam milik makhluk buas itu, hawa dingin mampu menembus tubuhku yang masih menggunakan pakaian minim milik Lady Mi.

Akibat dopamin dalam tubuhku saja, aku masih bisa berjalan ke arah apartemenku. Padahal, tubuh dan nyawaku seperti sedang berada di ambang batasnya. Suara ribut dari depan apartemen membuatku urung untuk menghampiri dan justru bersembunyi di balik dinding yang tak begitu jauh dari gedung apartemen. Kuintip apa yang sedang terjadi, mataku kembali terbelalak, aku menutup mulutku agar tidak bersuara.

Di sana, tepat di depan apartemen, ayahku sedang dihajar habis-habisan oleh dua orang kekar yang semalam menculikku. Mereka datang mencariku!

Aku mengatur nafasku yang tiba-tiba saja menjadi berat. Air mataku mulai mengalir setiap aku mendengar suara mengaduh dari ayahku. Tak ada yang bisa kuminta bantuan, sebab berurusan dengan Tuan Taylor maka kau tidak akan menemukan matahari pagi besoknya. Orang-orang menjuluki ayahku semacam itu. Bayangkan betapa mengerikannya berhubungan dengan ayahku tersebut.

Aku takut, tapi aku pun tidak tega melihat ayahku yang dipukul habis-habisan oleh mereka. Aku harus bagaimana?

Di tengah perasaan yang berkecamuk itu, ada suara lain di batinku yang terdengar cukup familiar.

‘Mau kubantu?’ tanya suara itu.

Aku mengedarkan pandanganku, tidak ada siapapun di dekatku kecuali Ayah dan dua orang berbadan kekar itu.

‘Aku bisa membantu ayahmu,’ katanya lagi.

“Si-siapa itu?” tanyaku entah pada siapa.

‘Kau sudah lupa padaku? Padahal semalam kita baru saja bertemu.’

DEG!!!

Makhluk buas itu? Bagaimana ia bisa menemukanku?

“Kenapa kau bisa menemukanku?”

‘Aku bisa dengan mudah membebaskanmu, tidak sulit untuk menemukannya kembali.’

Aku menelan ludah. Tubuhku kaku seolah suaranya itu bisa membekukan siapapun yang mendengarnya.

‘Jadi bagaimana dengan tawaranku? Aku bisa membantu ayahmu.’

Aku tahu jika percaya pada mahkluk buas semacam dia adalah pilihan yang salah. Bisa saja ia mencari-cari alasa agar aku masuk ke dalam perangkapnya. Atau bisa saja ia hanya berpura-pura menyelamatkan ayahku padahal yang dia inginkan adalah membunuhku secara perlahan. Tapi pilihan kedua sepertinya punya persentase yang rendah.

‘Bagaimana? Ayahmu semakin babak belur. Bisa-bisa ia mati—‘

“Tolong! Bantu aku!” pintaku tanpa sadar.

‘Tentu, tapi ada satu syarat yang harus kau penuhi.’

“Apa?”

‘Berjanjilah kau akan datang ke rumahku. Hidup bersamaku selamanya. Maka ayahmu akan baik-baik saja. Itu jaminannya.’

“Tidak masuk akal!”

Iya. Tidak masuk akal. Sepertinya ucapan makhluk buas itu supaya aku menggantikan nyawa ayahku yang diselamatkannya.

‘Tidak masalah jika kau tidak mau.’

“Aarrgghh!!!!”

Jeritan ayahku kembali menyadarkan akal sehatku. Sungguh, sebenarnya jalan yang kupilih tidak ada yang meguntungkanku sama sekali. Menyerahkan diri pada orang-orang jahat itu atau memberikan nyawaku pada makhluk buas penghisap darah?

‘Jawabanmu?’

“Tolong! Bantu ayahku, kumohon,” kataku lirih.

‘Kau janji?’

“Aku tidak akan pernah menarik kata-kataku kembali.”

‘Baiklah. Sekarang tidurlah, kau pasti kelelahan.’

“Apa—“

Lalu semua yang kurasakan hanya hitam dan rasa kantuk yang luar biasa. Aku tidak tahu apa yang terjadi setelah tubuhku, secara samar-samar membentur tepat di dada bidang seseorang. Benar, tubuhku tidak menyentuh jalan aspal. Melainkan dada bidang seseorang yang lagi-lagi sarat akan wangi bunga lavender.

 

****

 

Aku terbangun di dalam kamarku. Kepalaku terasa berat ketika aku bangkit dan mengedarkan pandanganku ke sekeliling kamar. Kini kepalaku seolah terbentur sesuatu yang asing hingga menyebabkan beberapa bagian di otakku bergeser dan aku tidak bisa membedakan kenyataan dan khayalan yang ada di kepalaku.

Ayahku, penculikkan, makhluk buas penghisap darah, dan perjanjian konyol itu tak bisa kucerna dengan benar. Apa mungkin semua hal yang terjadi kemarin hanya imajinasi liar dari seorang gadis yang terlalu banyak memiliki beban pikiran.

Kebingunganku musnah sudah ketika pintu diketuk seseorang dan seorang pria tinggi tegap menyapaku dengan sangat berkelas.

“Selamat pagi, Nona Elena,” sapanya.

Aku terkejut atas sapaannya. Dari penampilannya, sepertinya pria ini bukanlah pesuruh Lady Mi. Ia terlihat sopan, berkelas, dan elegan. Seolah-olah ia berasal dari kerajaan ternama di suatu tempat.

Tunggu!

“Tuan siapa?” tanyaku.

“Ah Nona, tidak perlu sungkan seperti itu. Panggil saja saya Grine, dan saya kemari untuk menjemput Nona.”

“Menjemputku?”

“Bukankah Nona akan tinggal bersama Tuan Axel mulai hari ini?”

“Tuan…. Axel….”

Seperti ada bohlam yang menyala di atas kepalaku. Ada sebuah kilas balik yang begitu cepat berputar di kepalaku. Jika Tuhan memang benar-benar ada, tolong hancurkan saja kepalaku ini.

 

****

 

Pria bernama Grine itu membawaku pergi sembari bercerita tentang orang bernama Axel yang ternyata adalah nama dari vampir yang melakukan perjanjian denganku kemarin malam.

“Nona pasti akan senang berada di Mansion Tuan Axel,” kata Grine.

Meskipun berulang kali Grine berbicara begitu sopan padaku, aku tetap merasa ketakutan sebab bisa saja makhluk buas itu sedang membuat sketsa tubuhku dan mengatur bagaimana caranya menyesap darahku tetes demi tetes. Dan mungkin Grine akan mendapat jatahnya. Kepalaku benar-benar mau pecah rasanya.

“Nona kenapa?” tanya Grine yang melihatku memijit-mijit pelan kepalaku.

“Tidak. Aku hanya tidak bisa memasukkan semua ceritamu tadi ke dalam otakku,” jawabku.

Grine terlihat tersenyum. “Nona akan baik-baik saja dan terbiasa dengan semua hal di mansion itu.”

Aku tak menanggapi ucapan Grine selanjutnya. Mobil yang dikendarainya melesat memasuki hutan gelap hingga dari jauh aku bisa melihat sebuah bangunan tua dan klasik berdiri di tengah-tengah hutan. Tanaman-tanaman merambat seolah menutupi bangunan tersebut hingga bisa saja bangunan itu berkamuflase dengan lingkungan sekitarnya.

“Kita sampai.” Grine membukakan pintu untukku.

Gedung besar yang seperti mansion tua itu membuatku terkagum-kagum. Persis seperti bangunan-bangunan tua khas Eropa tahun 1780an. Yang membedakan mungkin deretan mobil-mobil antik hingga keluaran terbaru berjajar di sisi gedung tersebut.

“Ini mansionnya?” tanyaku.

“Tidak Nona, ini hanya rumah saya. Mansion Tuan Axel lebih luas dari ini,” jawab Grine.

Mansion yang lebih luas lagi? Grine membicarakan sebuah hunian atau Disneyland?

Grine mengajakku berdiri di depan sebuah pohon dengan dahan yang berdiameter besar. Perlahan di tengah-tengah dahan itu muncul sebuah bulatan hitam yang bergerak seperti black hole. Angin dari dalamnya menerpa wajahku. Sungguh mengerikan.

“Tidak apa-apa Nona. Nona hanya perlu mengulurkan tangan Nona pada lubang itu.”

“Dan aku akan mati?”

“Tentu tidak Nona. Nona akan pulang.”

Dengan perasaan ragu dan cemas, kuulurkan tanganku dan menggapai lubang misterius itu. Seperti masuk ke dalam vacuum cleaner, aku tertarik ke dalam lubang itu dan sebuah jalanan gelap dengan cahaya di ujungnya menarikku mendekati cahaya yang semakin lama semakin terlihat jelas.

Kakiku menapaki sebuah hamparan luas rerumputan hijau dengan suhu udara yang lebih dingin dari biasanya. Di belakangku berdiri pohon besar yang tadi menarikku masuk. Bedanya, daun-daun pohon itu masih terlihat hijau. Seolah-olah tempat ini hanya ada musim berangin saja. Bukan hanya itu saja, di hadapanku kini berdiri sebuah mansion tua dengan cat yang memudar dan tanaman merambat yang jauh lebih besar dari gedung yang kulihat sebelumnya.

Grine lalu muncul di sampingku.

“Selamat datang di mansion Keluarga Easter,” ucap Grine.

Ini adalah tempat tinggal makhluk buas itu ya?

Grine membawaku masuk ke dalam mansion tua, besar, dan seolah menyimpan lusinan misteri di bawah tanahnya. Kami menaiki anak tangga yang melingkar, yang dilapisi karpet merah marun yang tak kalah elegannya. Grine pun berhenti tepat di depan sebuah pintu besar dengan ukiran yang terlihat unik. Setelah Grine mengetuk pintu itu, ia pun membukakan pintu itu dan mempersilahkanku masuk.

Aku masuk dengan langkah yang ragu-ragu. Di balik pintu berukiran itu aku melihat sebuah ruang istirahat milik seseorang. di tengah ruangan itu ada kasur berukuran besar, juga satu set sofa yang tak jauh dari kasur tersebut.

“Kau datang.”

Suara seseorang di belakangku membuatku secara otomatis berbalik dan menemukan makhluk buas yang sempat menghisap darahku kemarin lusa. Tiba-tiba saja aku memundurkan langkahku melihat tubuh tegap dan kulit pucat miliknya. Meskipun tempat ini seperti tidak pernah terkena sinar matahari, namun aku bisa menilai bahwa paras makhluk itu amatlah memesona. Kedua bola mata hitamnya, juga hidungnya yang mancung, dan bibir merah yang kontras dengan wajahnya yang pucat. Pastilah orang normal akan terpesona dan menganggap dia salah seorang artis Hollywood.

“Aku sudah menepati janjiku.”

“Mulai sekarang aku akan mulai percaya padamu.”

“Lalu untuk apa aku harus tinggal bersamamu?”

Makhluk buas itu melangkah mendekatiku. Setiap satu langkahnya adalah satu langkah aku memundurkan langkahku juga. Makhluk buas itu menangkap lenganku dengan mudahnya lalu menarikku hingga tubuhku menabrak tubuhnya. Kini tidak ada lagi jarak diantara kami berdua.

Jantungku berdetak hebat. Walaupun aku meminta Tuhan untuk mencabut nyawaku, aku tidak benar-benar ingin mati dengan cara mengenaskan seperti dihisap darahnya sampai habis oleh makhluk fantasi nan buas bernama vampir. Tapi setiap aku memangkas jarak dengannya, wangi lavender selalu tercium oleh hidungku. Dia memakai parfum?

“Darahmu manis,” ucap makhluk itu.

“Hah?!”

Makhluk itu kembali menggigit pangkal lenganku, tepat di atas luka yang pernah ia buat sebelumnya. Perih. Sangat perih ketika taring-taring panjangnya menembus bekas luka yang belum mengering itu.

“Argh!!!” Aku meringis menahan rasa sakit yang diakibatkan olehnya.

Seperti sengaja menulikan telinganya, makhluk itu terus saja menyesap darahku dengan mata yang terpejam seolah sedang menikmati ‘manisnya’ darahku itu. Beberapa tetes darahku sudah jatuh ke atas permadani merah marun kamar ini. Mungkinkah ini akhir hayatku? Memikirkannya membuat kepala seperti dihantam puluhan ton batu-batu imajinasi. Seluruh ruangan seperti berputar mengelilingiku dan kemudian menjadi hitam diiringi energi di kakiku yang tiba-tiba menghilang dan aku kehilangan kesadaranku selanjutnya.

Lagi. Wangi lavender itu menyelamatkanku dari hantaman lantai yang keras itu.

 

****

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (3)
  • ShiYiCha

    Whoaa ... Seruu ini. Aku suka😍. Minim typo juga. Liked

    Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan
  • cintikus

    @YantiRY Hai, makasih ya udah membaca tulisanku. Chapter-chapter selanjutnya sudah siap menanti :)

    Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan
  • YantiRY

    Like. Ditunggu chapter2 berikutnya.

    Comment on chapter #1 Hari Perjumpaan
Similar Tags
Phi
2162      872     6     
Science Fiction
Wii kabur dari rumah dengan alasan ingin melanjutkan kuliah di kota. Padahal dia memutus segala identitas dan kontak yang berhubungan dengan rumah. Wii ingin mencari panggung baru yang bisa menerima dia apa adanya. Tapi di kota, dia bertemu dengan sekumpulan orang aneh. Bergaul dengan masalah orang lain, hingga membuatnya menemukan dirinya sendiri.
Silver Dream
9255      2182     4     
Romance
Mimpi. Salah satu tujuan utama dalam hidup. Pencapaian terbesar dalam hidup. Kebahagiaan tiada tara apabila mimpi tercapai. Namun mimpi tak dapat tergapai dengan mudah. Awal dari mimpi adalah harapan. Harapan mendorong perbuatan. Dan suksesnya perbuatan membutuhkan dukungan. Tapi apa jadinya jika keluarga kita tak mendukung mimpi kita? Jooliet Maharani mengalaminya. Keluarga kecil gadis...
Like a Dandelion
3136      1099     2     
Romance
Berawal dari kotak kayu penuh kenangan. Adel yang tengah terlarut dengan kehidupannya saat ini harus kembali memutar ulang memori lamanya. Terdorong dalam imaji waktu yang berputar ke belakang. Membuatnya merasakan kembali memori indah SMA. Bertemu dengan seseorang dengan sikap yang berbanding terbalik dengannya. Dan merasakan peliknya sebuah hubungan. Tak pernah terbesit sebelumnya di piki...
ALIF
1592      753     1     
Romance
Yang paling pertama menegakkan diri diatas ketidakadilan
Secrets
4342      1385     6     
Romance
Aku sangat senang ketika naskah drama yang aku buat telah memenangkan lomba di sekolah. Dan naskah itu telah ditunjuk sebagai naskah yang akan digunakan pada acara kelulusan tahun ini, di depan wali murid dan anak-anak lainnya. Aku sering menulis diary pribadi, cerpen dan novel yang bersambung lalu memamerkannya di blog pribadiku. Anehnya, tulisan-tulisan yang aku kembangkan setelah itu justru...
Kasih dan Sebilah Pisau
376      249     0     
Short Story
Kisah ini dibuat berdasarkan keprihatinan atas krisisnya kasih dan rapuhnya suatu hubungan. *** Selama nyaris seumur hidupku, aku tidak tahu, apa itu kasih, apa itu cinta, dan bagaimana seharusnya seseorang tersenyum saat sedang jatuh cinta.
Tyaz Gamma
1669      988     1     
Fantasy
"Sekadar informasi untukmu. Kau ... tidak berada di duniamu," gadis itu berkata datar. Lelaki itu termenung sejenak, merasa kalimat itu familier di telinganya. Dia mengangkat kepala, tampak antusias setelah beberapa ide melesat di kepalanya. "Bagaimana caraku untuk kembali ke duniaku? Aku akan melakukan apa saja," ujarnya bersungguh-sungguh, tidak ada keraguan yang nampak di manik kelabunya...
Venus & Mars
6235      1605     2     
Romance
Siapa yang tidak ingin menjumpai keagunan kuil Parthenon dan meneliti satu persatu koleksi di museum arkeolog nasional, Athena? Siapa yang tidak ingin menikmati sunset indah di Little Venice atau melihat ceremony pergantian Guard Evzones di Syntagma Square? Ada banyak cerita dibalik jejak kaki di jalanan kota Athena, ada banyak kisah yang harus di temukan dari balik puing-puing reruntuhan ...
RANIA
2499      895     1     
Romance
"Aku hanya membiarkan hati ini jatuh, tapi kenapa semua terasa salah?" Rania Laila jatuh cinta kepada William Herodes. Sebanarnya hal yang lumrah seorang wanita menjatuhkan hati kepada seorang pria. Namun perihal perasaan itu menjadi rumit karena kenyataan Liam adalah kekasih kakaknya, Kana. Saat Rania mati-matian membunuh perasaan cinta telarangnya, tiba-tiba Liam seakan membukak...
HADIAH PALING BERHARGA
594      401     4     
Short Story
Seorang wanita yang tidak bisa menerima kenyataan, keharmonisannya berubah menjadi kebencian, sebuah hadiah yang mengubah semua hal tentangnya .