XCI
Saatnya geladi bersama,
Sungguh luar biasa panggung yang hendak dijadikan tempat pertunjukan itu.
Begitu besar, dan luas.
Desainnya juga sangat spektakuler.
Penuh dengan lampu – lampu sorot berukuran kecil yang bergelantungan di atas panggung.
Terlihat juga kerangka – kerangka besi yang menyangga kemegahan panggung raksasa itu.
Sungguh tidak bisa terbayangkan jika tempat pertunjukan itu sudah jadi sepenuhnya. Pasti akan mencengangkan mereka yang melihatnya.
“Woww,,”, ucap Novi, kagum.
Seolah – olah dirinya baru melihat kemegahan bangunan pertama kali.
“Kita mau show di tempat kayak gini, Sis?”
Sepasang mata cewek semok itu tak henti – hentinya mengamati ukuran panggung itu.
“Kenapa?”
“Aku kayak mimpi, Sis,”
“Halah, kayak kamu baru lihat panggung pertunjukan aja,”
“Tapi ini amazing banget, Sis,”
“Iya, sama tempat kita latihan mungkin 5 kalinya,”
“Hahaha,, Ya iyalah,, Yang kalian pake latihan selama ini kan rumah bukan panggung pertunjukan,”
Siska masih mencari – cari seseorang.
“Lha mas Nanang nya mana, Sis?”
“Nggak tau nih, Katanya udah sampe di lokasi,”, jawab Siska.
Bergumam, “Aku masih nggak bisa mbayangkan gimana kita narinya di tempat seluas ini?” Sambil Novi memperhatikan kokohnya rangka – rangka besi.
“Yaa,, nanti kita sesuaikan aja lebar jaraknya,”
Setelah beberapa menit terjebak dalam kebosanan,
Seseorang berjalan mendekati mereka bertiga.
Tampilan seseorang itu tampak elegan dengan gaya nan casual.
Laki – laki itu terlihat penuh keramahan pada tampilannya.
“Sorry ya, Udah lama,?” Laki – laki itu menghaturkan jabat tangan.
Mereka bertiga menyambut jabat tangan orang itu.
“Barusan saja kok, mas,”, sahut Siska.
“Tadi pak bos udah lihat video nari kalian, Katanya pas,, Ntar tinggal dikolaborasikan saja,” Tersenyum ramah.
“Puji tuhan,, Makasih ya, mas,” Siska merasa senang. “Lha kapan kita mulai geladi nya?”
“Ini nanti malam jam 8 nan, Gimana?,”
“Kalo setengah 7 gimana, mas? Kemaleman kalo jam 8,”
“Iya deh, Ntar aku kontak lagi penari yang lainnya,”, sahut Nanang, kalem.
XCII
Malam harinya,
Menoleh – noleh ke sekeliling. Siska tampak bingung.
“Novi mana sih?, Mesti ilang gini deh,”
“Tadi kayaknya aku lihat di kantin sama pacarnya,”, jawab Rista.
“Astagaa,, Novii,,”, seru Siska, menjadi kesal.
“Ris, tolong WA in Novi dong, Suruh ke aula sekarang,”
Tampak malas gerak. Konsentrasi Rista sedang digunakan untuk bermain game.
“Emang ada apa sih, Sis?”
“Lha kan kita mau tampil bentar lagi,”
“Masih lama aja kok, Sis,” Tampak sangat santai.
“Udahh,, WA in sekarang, Ntar Novi nya malah lupa waktu,”
“Iya, Iya,,”, sahut Rista.
Cewek itu menghentikan sejenak game nya.
Beberapa saat setelah pesan WA itu berbalas,
Dengan wajah kusut Novi menghampiri kedua temannya.
“Ada apa sih?”
“Kamu kemana aja?”
“Aku dari kantin, Siss,, Nunggu giliran kita,”
“Ngapain nunggu di kantin segala?, Tunggu sini kan bisa,”
“Ya allah,, Aku nggak ngapa – ngapain, cuma nunggu giliran aja,”, sahut Novi.
“Udah, Novv,, Tunggu sini aja ya,”, bujuk Rista.
Dengan terpaksa cewek itu menuruti perintah temannya.
“Apaan sih? Bikin bt aja, Kayak aku bikin masalah aja,”, gumamnya.
“Udah, Novv,, Shh,,”
Novi masih menggerutu, di dalam batin.
XCIII
Giliran Siska dan teman – temannya tiba,
Mereka beranjak dari tempat tunggu.
“Ok, mbak Siska,, nanti tolong dipandu ya teman – temannya, Ini saya udah atur timernya nanti tinggal menyesuaikan saja,”
“Iya, mas,, Terima kasih,”
“Ok,, Siap ya, mbak,” Sambil Nanang mulai menghitung waktu.
Dirinya melihat ke arah pengatur musik. “Ok, stand by,, Tiga, dua, satu,, Musik,!”
Sontak irama lagu menghentak,
Siska dan teman – temannya pun beraksi.
“Astaghfir,, gimana nih?
Rista mengalami disorientasi.
Dirinya menjadi bingung dengan tempat latihan yang berbeda.
Melirik ke arah temannya. “Ris,, Fokus dong, Ris,”
Tidak menyahut. Cewek itu tengah sibuk mengatur ritmenya.
“Ris, Rista,,”, panggil Siska, ikut buyar fokusnya.
“Cut,! Cut,!” Suara Nanang menghentikan aksi Siska dan kedua temannya.
Selekas – lekasnya laki – laki itu menghampiri mereka.
“Kenapa, mbak – mbak nya?”
“Maaf,, Tadi saya bingung,”
“Aduh, Riss,, Nyantai aja, Kita kan udah latihan kemarin,”
“Iya, maaf,,”, sahut Rista, tampak berkaca – kaca.
“Udah, Udah,, Kita ulangi aja ya,”
Nanang dan ketiga penari itu kembali ke balik panggung.
Tampak kesal raut wajah Siska karena kesehatan mental temannya yang tidak stabil itu.
“Ok, Siap ya,, Atur nafas dulu,, Santai aja, Rileks,”
Sambil Nanang memberi kode ke para pengatur musik.
Rista tampak menata kesadaran.
Menarik dan menghembuskan nafas berulang – ulang dengan teratur.
“Gimana, Ris? Udah siap?”
Dengan mengangguk – angguk cewek itu merespon temannya.
“Ok,, Siap ya, mbak,”, pinta Nanang.
Menampakkan jari jemarinya ke atas. “Ok, stand by,, Tiga, dua, satu,, Musik,!”
Meskipun belum tenang benar, tapi Rista tidak bingung lagi.
Dirinya bisa menganalisa kepindahan dan rotasi dengan tepat. Sekaligus mengganti gerakan dengan cepat pula.
Perlahan – lahan Rista mendapatkan ritmenya lagi.
Syukurlah, take yang kedua itu mereka bertiga bisa menampilkan tarian hingga usai.
XCIV
Saat sang waktu mempersempit lapangnya keadaan,
Novi menghampiri temannya yang tengah sibuk.
“Kamu ngerjakan apa, Ris?” Berdiri di hadapan seseorang.
Sambil menghitung rumus. “Ini, tugas untuk besok,”
“Kok kamu kerjakan di sekolah, Ris? Nggak di rumah saja?”
“Ntar malem paling pulang sampe malem lagi,”
Novi merasa aneh dengan ketidaklaziman yang dilihatnya.
“Aku tadi habis dari kelasnya Siska juga, Siska nya lagi ngerjakan tugas gitu,”
“Ya kan buat nyicil tugas, Nov,, Tugasnya IPA banyak banget tau,”
“Tugasnya IPS juga banyak,”
“Tapi kan nggak perlu mikir buat itung – itungan,”
“Eh, ada kali akuntansi,”
Lelah berdiri. Novi duduk di seberang meja Rista.
“Kan satu pelajaran aja,, Lha di IPA, matematika, fisika, kimia, Itung – itungan semua,”
“Ya nasib kamu, Ris,”
“Nikmati aja,”
“Hahaha,,” Kedua teman baik itu tampak tertawa bersama.
XCV
Malam hari,
Setelah Novi pulang dari geladi acara.
Membanting tubuhnya ke atas ranjang.
Cewek itu merasa raganya lemah lunglai.
Benar – benar kelelahan dengan latihan tadi.
Teringat ada tugas sekolah yang belum dikerjakan.
Tapi tampaknya Novi enggan menyentuh tugas pentingnya itu.
“Besok ajalah, aku bangun subuh – subuh,”
Novi bangkit dari ranjangnya, hendak bersih – bersih diri.
Setelah semua kaki, tangan dan muka dibasuh oleh air,
Novi tampak sedang mempersiapkan buku – buku untuk esok hari.
Meskipun malas mengerjakan tugas,
Tapi cewek itu rajin bersiap – siap untuk esok.
Satu demi satu buku – buku dikumpulkan pada sisi kiri meja.
Lalu Novi melihat halaman buku – buku itu, mencari adakah tugas yang terselip dan harus dikerjakan.
“Astaghfirullah,, tugas sejarahku belum aku kerjakan,”
Tingkat kemalasannya makin membuncah.
“Males bangett liatnya kalo gini,” Merasa tidak nyaman dengan urusan sekolahnya.
XCVI
Pukul 05.25 WIB,
Sang surya tampak sedang mengintip di ufuk timur.
Bulatan terang itu siap mencurahkan sinarnya bagi segenap makhluk hidup di dunia ini.
“Tok, tok, tok,”
“Nov,, Bangun, Nov,”
“Tok, tok, tok,”
“Nov, bangun,, Mandi, Sholat,”
Cewek itu terkesiap. “Ya allah,, udah pagi,”
“Nov,”
“Ya, ma,, Ntar,”
Beranjak dari ranjang tidurnya.
“Ya allah,, Aku belum ngerjain sejarah,”
Melihat jam pada hp. “Ya allah,, udah jam segini,”
“Mandi dulu aja lah,”, ucap cewek semok itu meraih handuk.
Setelah selesai mandi, lalu mengenakan seragam,
Novi duduk sejenak di kursi belajar.
Dirinya hendak mengerjakan sedikit tugas sekolah itu.
Dengan terburu – buru Novi menulisnya.
Sambil sesekali melihat jam, cewek itu menjawab soal – soal.
“Ya allah,, kayaknya nggak keburu nih,”
Sekali lagi Novi melihat jam.
Tiba – tiba, “Nov,, makan dulu,, Sudah siap tu sarapannya,”
“Astaghfirullah,,”, keluh cewek itu.
“Ya, ma,, Ntar Novi makannya,” Sambil terus mengerjakan tugas sejarah.
XCVII
Ketika deadline tinggal sebentar lagi,
Novi tampak berlari cepat menuju kelasnya.
Raut wajahnya terlihat tegang.
Juga acak – acakan tampilan cewek semok itu.
Tampak tidak sedap dipandang mata.
Kelas 3 IPS,
Novi masuk ke dalam kelas.
Meletakkan tas pada bangkunya.
Lalu mengambil LKS sejarah dari dalam tas itu.
Menghampiri meja temannya, Novi ikut serta mencontek tugas sejarah.
Dengan sangat cepat dirinya menulis jawaban yang tersurat pada LKS temannya.
Menyalin semua yang bisa dilihat mata.
“Awas, pala nya,, Awas,”
Karena bukan hanya Novi saja yang menyalin jawaban LKS itu.
Ada lima orang yang menggerombol pada sebuah meja di tepi tembok.
“Awas to pala nyaa,”
“Iya nih, tinggal nyalin aja banyak gaya,”
“Iya, iya,,”, keluh seseorang yang kepalanya menjadi korban jitakan.
Beberapa saat kemudian,
Atas usaha yang luar biasa itu tugas Novi bisa selesai.
Cewek itu tampak lega.
Mendudukkan diri lagi pada kursi kelas. Novi meraih bedak.
Tanpa rasa malu cewek itu berbedak di kelas.
Setelah itu merapikan rambutnya yang mengembang layaknya rambut singa.
XCVIII
Sore hari,
Saatnya belajar bersama.
Membaringkan tubuh di karpet empuk. “Haduuhh,, capek banget,, Tugas kok kayaknya nggak habis – habis,”, keluh Rista.
“Ya nikmatin aja, Ris,, Udah tanggung jawab kita kok sebagai pelajar,”
“Iya, Tapi ini banyak banget,, Sumpah,”
“Ya mau gimana lagi? Kerjaan anak kelas 3 ya kayak gini ini, ngerjain tugas terus,”
“Iya, Kenapa aku yang jadi males gini ya?”, ucap Rista.
Cewek itu bangkit dari berbaringnya.
“Gitu kamu sadar,” Sambil Siska mengerjakan ulang soal – soal ulangan.
Melihat jam dinding. “Novi kok belum balik ke sini lagi ya?”
“Halah, paling dia lagi pacaran sama mas Reno,”
“Apa enaknya sih pacaran? Kok kayaknya Novi rajin gitu kalo pacaran,”, tanya Rista, sambil menulis hasil jawaban.
“Pacaran itu nggak ada enaknya, cuma bikin pusing aja,, Cintanya aja masih cinta monyet, nggak bener – bener tulus gitu,”
“Kayaknya kamu tahu banyak, Sis,”
“Ya aku baca di buku aja sih,”, sahut Siska, merendah. Sambil dirinya tampak menghitung rumus.
“Tapi kok Novi kayaknya serius gitu ya sama pacarnya?”
“Yaa,, mungkin Novi udah bener – bener suka,”
“Oh gitu,”
“Tapi tetep aja pacaran pas sma itu bisa bikin males belajar,”
“Haha,, kamu lagi nyindir orang ya,”
“Lha kenyataannya emang gitu,, Iya kan,?”
“Iya juga sih,, Ya sudahlah, biarkan Novi dengan kisah cintanya itu,”
Rista kembali mengerjakan tugas kimia yang hari ini baru diberikan gurunya.
XCIX
Geladi acara,
Saatnya mereka bertiga kembali berlatih.
Rista tampak sedang mengatur kesadarannya.
Memfokuskan pikiran supaya tidak disorientasi lagi.
Sungguh area panggung yang luas membuat cewek imut itu agak bingung.
Apalagi panitia meminta mereka mengoptimalkan gerakan dengan area yang ada.
“Ayo, Ris,, Semangat ya,, Fokus,”
“Iya,”, sahut cewek itu sambil mengatur nafas.
Beraksi,
Rista tampak coba fokus.
Memusatkan perhatian secara ekstra.
Sambil bergerak, meliuk – liukkan gemulai tubuh.
Sepasang matanya melirik ke kanan, juga ke kiri. Mengepaskan area.
Alhasil, konsentrasi agak lepas.
Dirinya menjadi gugup.
Gerakan cewek itu terlihat kontras.
“Aduhh,, gimana sih inii,?”
“Fokus, Riss,, Fokus,,”, ucap Siska, lirih.
Rista mengangguk – angguk.
Saat Novi sedang melakukan break dance,
Rista memanfaatkan kesempatan itu untuk mengatur laku.
Mengamati luasnya area sambil menari – nari bebas.
“Ok,, Aku harus bisa,, Aku udah ngerti sedikit harus gimana,”, gumamnya.