LXV
Suatu hari,
Di gazebo sekolah.
Siska tampak kesal.
Sambil berkaca dirinya mencemol – cemol pipi.
“Ris, kaca kamu ini bener nggak sih?”
Melihat ke arah temannya. “? Ya bener lah, Emang kenapa sih?”
“Kayaknya kok aneh gini kacamu,”
Mengalihkan perhatian kepada Siska. “Aneh gimana?”
“Aku kok kelihatan gendut di kaca kamu ini,”
Mengamati tampilan temannya. “Enggak kok, Sis,, Kamu kelihatan normal aja, Masih kayak yang dulu,”
Mengembalikan kaca rias itu ke Rista. “Aku minjem kaca nya Novi aja ah,”
“Nov, pinjem kacamu dong,”
Menghela nafas. Novi mengambil kaca riasnya dari dalam tas. “Sama aja kali, Sis,, Sama kayak kacanya Rista,”
“Siapa tahu aja kacanya Rista error,”
“Kayak hp aja, bisa error,”
Sekali lagi Siska melihat wajahnya di cermin.
“Kok aneh sih,?”
“Kenapa lagi to, Sis?”
Tampak kesal. “Aku kelihatan gendut nggak sih?”
“Enggak, Siss,, Kamu itu udah super kuruss,,”
“Ah, bercanda aja kamu, Nov,” Siska menjadi semakin kesal.
Mengembalikan kaca itu ke Novi. “Sama aja kayak kaca nya Rista, Rusak,”
“??,, Rusak apaan,? Kamu aja itu yang rusak, Orang kaca nggak kenapa – kenapa gini kok,” Cewek semok itu memasukkan kacanya ke dalam tas.
LXVI
Setelah Novi dan Rista pulang dari rumah Siska,
Anak pemilik rumah segera berkaca di depan meja rias.
Tampaknya Siska masih penasaran dengan perubahan tubuhnya.
Sambil mengamati lekuk – lekuk tubuhnya, Siska bergumam,
“Kok kayaknya aku jadi tambah gendut ya,”
Cewek itu memperhatikan lebih serius lagi permukaan perutnya.
“Bener nggak sih,? Kalo aku tambah gendut,”
Siska mencemol pipinya. “Iya dehh,, Kayaknya aku tambah gendut,”
“Astagaa,, Ini pasti gara – gara habis minum soda kemarin ituu,,”
“Ya tuhan,, Seandainya aja aku kemarin nggak serakah gitu minum sodanya,”
Tidak puas dengan hanya memandangi cermin, Siska melangkah ke dekat jendela kamarnya.
Meraih alat penimbang badan. Lalu dirinya berdiri di atas alat itu.
Siska menjadi histeris.
“Ya ampunn,, Bener kan,!! Aku naik dua kilo,,”, seru cewek itu, tidak berkenan.
LXVII
Menjelang siang,
Saat Reno hendak menuju masjid kampus, dirinya berpapasan dengan Mamat.
Berhenti sejenak untuk saling menyapa. “Assalamualaikum,”
“Waalaikum salam,, Apa kabar, Re?” Sambil Mamat menyalami temannya.
“Alhamdulillah,, baik,”, jawab Reno, tampak tersenyum.
“Gimana masalah kamu? Udah teratasi?”
“Alhamdulillah,, dalam proses membaik, Mat,”
“Alhamdulillah,, seneng aku dengernya, Moga bisa teratasi dengan baik ya,”
“Amin, Amin,, Makasih, Mat,”
“Aku tak langsungan ya, Mau ke kantin,”
“Oh ya, Haha,, Iya,, Aku juga mau sholat dzuhur dulu,”
“Siap,, Titip absen ya,”
“?? Haha,, Iya, Iya,, Nanti aku absenkan,”
“Haha,,” Mamat pun berlalu.
Sambil lalu, “Masalah apa sih, Re?”, tanya Solikin.
“Oo,, Itu lo, masalahku dengan Novi,”
“Astaghfirullah,, kamu curhat masalah kamu itu ke Mamat?”
“Iya, Emang kenapa?”
“Astaghfirullah,, Mamat itu sesat, Re,, Pasti kamu dikasih nasehat yang enggak – enggak,”
“Kamu kok belum – belum udah su’udzon gitu sih? Itu yang namanya akhlak islam sejati?”
“Astaghfirullah, Astaghfirullah, Astaghfirullah,”
“Tapi bener kali, Re,, Mamat itu sesat,, Kamu jangan minta nasehat ke dia, Cukup minta saran ke aku saja,”
“Sol, Jujur ya,, Nasehat dia soal masalahku dengan Novi tu lebih masuk akal dia kalo ngasih saran daripada kamu,”
“Astaghfirullah,, Aku kurang ngasih nasehat apa sih, Re? Apa nasehatnya Mamat itu lebih islami daripada nasehat aku?”
“Ya enggak juga sih, Tapi nasehatnya bagi otak ku ini lebih bisa mencernanya, Kalo sama kamu sih,, Jangan tersinggung ya,, Aku malah merasa kayak kamu gurui gitu,”
“Astaghfirullah,, Aku nggak bermaksud menggurui kamu lo, Re,”
Dengan lugas Reno mengomentari sanggahan temannya itu.
“Iya, memang kamu nggak bermaksud menggurui aku, Tapi kesan yang aku dapet kayak gitu,”
“Astaghfirullah,,”
Membatin, “Ya allah,, semoga Reno selalu dalam penjagaan Mu, ya allah,, Jangan sesatkan Reno bersama si Mamat itu,”
LXVIII
Sore hari tiba,
Saatnya kembali berlatih demi meraih mimpi – mimpi.
Sambil menyiapkan home theaternya. “Girls, ntar latihannya dipotong 15 menit ya,”
“Kenapa dipotong, Sis?”, sahut Rista sambil meregangkan otot – otot.
“Aku persiapan buat ngegym juga,”
“?? Ngegym? Habis latihan kamu mau ngegym?”
“Iya, Kenapa?” Siska menyingkirkan benda – benda yang tergeletak di stage.
“Kamu yakin? Apa kamu nggak capek?”
“Aku ngegym nya yang ringan – ringan kok,”
“Baiknya janganlah, Sis,, Ngegym itu butuh tenaga besar meskipun yang ringan – ringan, apalagi kamu habis latihan dance,”
“Iya, Sis,, Ntar kamu pas ngegym malah pingsan gimana?”
“Tenang aja, Nov,, Aku ini super kuat lo,”
“Yee,, Super kuat kok lari lapangan aja ngos – ngosan,”, ejek Novi.
“Itu soalnya pas aku lagi halangan keles,”
“Oh, iya,, Bukannya sebelumnya kamu chatingan sampe malem sama Tino?”
“Eh, apaan sih? Asal deh,”
“Haha,, Tino, Tino,”
“Udah,, udah,, Ayo, kita mulai latihan aja,”
“Huh,, Awas ya ntar aku bales kamu,”
Saat Rista hendak bersiap bergerak, “Eh, Sis,, Ntar kamu beneran mau ngegym?”
“Iya, temanku Rista,, Ntar habis latihan aku mau langsung ngegym,”
“Iya deh,, Tapi ntar kamu ngegym nya jangan yang berat – berat ya, Sis,”
“Iya, temanku Rista,, Tenang aja deh, Aku ini kan kuat,”
LXIX
Esok hari,
Saat jam istirahat pagi.
Sontak ratusan pelajar tumpah ruah, keluar dari ruang kelas.
Mereka tampak senang aktifitas yang membosankan itu berakhir sejenak.
Akal sehat para pelajar itu tampaknya membutuhkan asuhan kebebasan.
Kelihatannya otak mereka sudah terlalu matang digodok dengan pelajaran sejak pagi.
Novi ikut merasa senang.
Angan – angannya tak sabar ingin ke kantin.
Tapi cewek itu harus menunggu seseorang tiba di depan kelasnya.
Beberapa saat kemudian,
Melihat seseorang yang ditunggu sudah tiba. “Hoohhh,, Cepet, cepet,, Udah laper nih aku,” Novi berdiri, menyambut temannya.
Rista tidak merespon, Tampaknya ada yang sedang dipikirkannya.
“Kenapa, Ris?”, tanya Novi.
“Aku sejak pagi kok nggak lihat Siska ya,”
“??,, Oh iya,, Aku kok baru nyadar ya,” Tampak bertanya – tanya.
“Ayo, kita samperin ke kelasnya aja,, Aku kok nggak tenang nih,”, ajak Rista, agak memaksa.
“??, Tapi,, Iya dehh,”
Dengan diniat – niatkan Novi mengikuti langkah temannya.
Ruang kelas 3 IPA,
Rista dan Novi menghampiri seseorang yang tengah duduk di bangku panjang.
“Eh, Rin,, Siska nya mana ya?”
“Oh, Siska nya nggak masuk hari ini,”, jawab Rindah.
“?? Nggak masuk?, Kenapa?”
“Katanya sih sakit,”
“?? Sakit apaan ya?”, tanya Rista.
“Aku juga nggak tau, Katanya bu Emi tadi Siska nya harus istirahat di rumah,”
Rista membatin, “Ini pasti Siska kecapekan gara – gara ngegym,”
“Oh, ya udah,, Makasih ya, Rin,”
“Iya, sama – sama,”, ucap cewek itu.
Sambil berlalu, “Kayaknya Siska nggak masuk gara – gara kecapekan deh,”
“?? Kok kamu mikirnya sama kayak aku,?”
“Lha gimana? Udah jelas gitu, Pasti gara – gara kecapekan ngegym,”
“Iya, Aku mikirnya juga itu,”
Tapi perasaan Rista tampaknya belum bisa tenang.
“Aku telpon aja lah,”
Cewek itu meraih hp nya di saku rok.
“Eh, nggak usah,, Jangann,, Ntar kamu malah ngganggu Siska, Kalo ini Siskanya masih tidur gimana?”
“Oh iya, ya,, Kalo ini Siska nya lagi istirahat ya,”
“He e,”
“Ya udah deh, Ntar sore aja kita ke rumahnya Siska,”, ucap Rista.
LXX
Kamar tidur Siska,
Tampak di dalam ruangan itu mbok Jare sedang membaluri tubuh anak majikannya dengan minyak tawon.
Penuh kasih sayang beliau memijit – mijit ringan otot – otot Siska yang kelelahan dan terasa tegang.
Sesekali mbok Jare memukul – mukul titik – titik energi cewek itu supaya pemulihannya berjalan optimal.
“Oogg,,” Siska bersendawa.
Terlihat aura wajahnya sedikit redup.
“Nanti air gulanya diminum ya, non,”, perintah mbok Jare.
Dengan suara yang terdengar serak. “Iya, mbok,, Nanti Siska minum,”
“Bener ya, non,, Jangan nggak diminum,”
“Iya, mbok,, Nanti Siska minum air gulanya,”
“Ya sudah,, Mbok mau ke dapur dulu,”
“Ya, Makasih ya, mbok,”, ucap cewek itu.
Sambil Siska merapikan pakaiannya.
Mbok Jare tampak terburu – buru keluar dari kamar anak majikannya.
LXXI
Saat istirahat siang,
Rista tampak termenung.
Cewek itu mendiamkan nasi soto favoritnya.
“Itu dimakan dulu, Ris,”, ucap Novi, memecah lamunan temannya.
Terkejut. “Oh ya,”
Rista melanjutkan makannya.
“Kamu kenapa?”
“Aku tadi mikirin nasib latihan kita, Apa kita jadi ikut show itu nggak ya?”
“Ya jadilah, Kenapa nggak jadi?”
“Lha Siska sakit gini,”
“Tenang aja, Siska itu kuat kok, Pasti besok sudah bisa pecicilan lagi,”
“Tapii,, ini udah seminggu lagi,”
“Sembilan hari kali,”
“Ya kan sama saja, Kalo kita latihannya putus gini kita nggak bakalan maksimal,”
“Tenang aja, Ris,, Kita harus tetep optimis kalo Siska cuma kecapekan aja, Dua hari lagi mungkin bisa latihan full lagi,”
“Ya allah,, kok jadi gini sihh,? Padahal kan ini hampir puncak – puncaknya, Gimana mau maksimal kalo kondisinya kayak gini?”
“Eh, Ris,, kamu tahu nggak kenapa matahari selalu terbit terus meskipun tahu besoknya itu hujan atau ada badai besar?”
“? Kenapa coba?”
“Karena matahari itu sudah ditakdirkan untuk selalu terbit, Coba kalo matahari itu terbit trus ada awan trus nggak mau bersinar lagi, Kan jadi gelap,, Iya kan?”
Rista tampak tidak mengerti apa yang hendak disampaikan temannya itu.
“Trus hubungannya sama kita, Ya udah kita terbit aja seperti biasanya, entah itu optimal atau enggak, kayak ada awan itu kadang sinarnya matahari nggak seterang waktu nggak ada awan,”
“Kalo gitu percuma dong kita latihan capek – capek gitu, kalo kita tampil cuma asal – asalan aja,”
“Ya nggak gitu lahh,, Maksud aku, kita lakukan yang kita bisa, trus sisanya serahkan ke allah swt, Gituu,,”
“Ah, Siska ndadak ngegym segala kok, Coba kalo kemarin dia itu nggak ngegym, pasti kita kan nggak bingung gini,”
“Tenang aja, Ris,, Nggak usah sampe terlalu khawatir gitu, Kita bisa kok, lagipula kita kan sering tampil, Manggung itu ya yang penting greget, Toh kita udah tahu kan semua gerakan kita nantinya,”
“Ya nggak bisa gitu juga lah, Nov,, Gerakan kita kan juga harus sinkron satu sama lain,”
“Hahaha,, Kalo cuma itu masalahnya H-3 aja kita bisa nyinkronin gerakan,”
“Kamu kepedean banget deh,”
“Ini bukan kepedean, ini kenyataan kita sendiri,, Kamu nggak sadar atau gimana, Untuk nyinkronin gerakan kita sebenarnya cuma butuh waktu sebanyak – banyaknya itu 5 hari aja, Selebihnya waktu kita latihan kan cuma santai – santai sambil ndengerin musik, lihat – lihat koreografi aja,”
“Iya juga sih,” Rista menghela nafas. “Tapi aku masih khawatir aja kalo Siska nggak segera pulih dari sakitnya itu,”
“Nha kalo itu udah urusannya Yang Di Atas, kita harus memasrahkan juga, Ris,”, ucap Novi, membangun kesadaran temannya.
LXXII
Sore hari tiba,
Novi dan Rista bertamu ke rumah Siska.
Mereka ingin tahu kondisi teman baiknya itu.
Sekalian menghibur Siska yang sedang butuh teman.
Meraih buah tangan yang diberikan Novi. “Terima kasih ya, non Novi, non Rista,”
“Siska gimama mbok keadaannya?”
“Alhamdulillah,, udah agak baikan, non,”
“Siska kenapa sih mbok sebenarnya?”
“Kayaknya non Siska kecapekan, Kemarin malem habis pulang dari pergi kelihatan lemes gitu,”
“Mm, Ya, ya,” Seolah – olah sudah tahu kondisi Siska.
“Oh ya,, Masuk, non,,”
“Oh ya,, Makasih ya, mbok,” Rista melangkah ke ruang tamu.
Novi ikut masuk bersama temannya.
“Nov, aku tunggu di sini aja ya,” Duduk di sofa kain.
“? Lha kenapa?”
“Aku takut aja mau lihat Siska,”
“Halah, kamu itu,, Ikut masuk aja,”, desak cewek itu.
“Nggak, nggak,, Aku di sini aja,”
“Iya dehh, Terserah kamu aja,”
Ruang tidur Siska,
Melongok ke dalam kamar. “Hai, sis,”, panggil Novi.
“Oh, Hai, Nov,” Meletakkan hp nya. “Masuk, masuk,” Sambil Siska merapikan dirinya.
Mendekati ranjang besar temannya. “Gimana, Sis? Kamu sakit apa?”
“Kayaknya aku kecapekan, Nov,”, sahut Siska.
“Kamu sendirian?”
“Enggakk,, Aku sama Rista,”
“Lha mana Ristanya?”
“Tuh, di ruang tamu,, Katanya takut lihat kamu,”
“Astagaa,, Aku kayaknya bikin Rista khawatir ya,”
“Yaa,, gitu deh,, Di sekolah aja dia udah nggak fokus gitu,”
“Astagaa,, Aku jadi nggak enak hati sama Rista,”
“Lha kamu udah ke dokter?” Duduk di tepian ranjang.
“Belum, Tapi nggak ke dokter juga kayaknya nggak pa, Aku udah agak mendingan kok,”
“Oh ya, Tadi Rista tanya nasib latihan kita gimana?”
Menghela nafas dalam – dalam. “Yaa,, kayaknya dua hari ini aku mesti istirahat dulu,”
“Oh gitu,, Iya deh, Nggak pa,”, sahut cewek itu, tersenyum kecil.
“Nov, mbok Rista disuruh masuk aja dong,, Aku belum kuat keluar kamar soalnya,”
“??,, Trus kamu eek sama pipisnya gimana?”
“Eek, Pub kali,, Ya kalo itu aku ke kamar mandi dong,”
“Ohh,, Kirain di atas kasur kayak di rumah sakit – rumah sakit gitu,”
“Aku masih bisa jalan kali,”
“Hahaha,,” Beranjak dari tepian ranjang. “Aku tak nyuruh Rista masuk dulu ya,”
“Ya,” Mengatur penampakan ranjangnya.