XII
Suatu pagi,
Saat istirahat jam pelajaran.
Beberapa siswa tampak berkerumun di sebuah kantin.
Mereka terlihat sedang membicarakan suatu hal yang penting.
Sambil memegang hp pada tangan masing – masing mereka berbincang.
“Hoohh,, emang Novi hot banget,” Melihat foto – foto seseorang saat pensi kemarin.
Ikut melihat foto – foto itu. “Iya, aku sampe nggak kuat nahan, kelepasan malemnya.”
“Haha,, kamu aja sampe nggak kuat nahan gitu, gimana suaminya Novi besok?”
“Mereka pasti bakal sumuk – sumukan setiap malem,” Sambil menenggak es teh.
Memakan makaroni goreng. “Tapi to, Novi masih virgin nggak ya? Secara dia kan pacaran sama anak kuliahan,”
“Paling udah enggak, Orang Novi tampilannya menggoda iman gitu, mana mungkin pacarnya itu bisa nahan diri,”
“Iya, aku juga sangsi kalo Novi masih perawan, Orang aku yang lihat fotonya aja sampe kelepasan, apalagi pacarnya yang tiap ketemu real body gitu, bisa kelepasan berkali – kali malahan,”
Bergumam, “Aku jadi pingin nyicipi Novi tu kayak gimana,” Sambil menenggak minumnya.
XIII
Sore harinya,
“Udah lama aku nggak buka FB, Ada kabar apa ya?”, gumam Reno, sambil mengetik email dan password nya.
Mengklik “log in” lalu tampaklah isi beranda FB.
Sambil menggulir turun tampilan beranda, Reno melihat – lihat sekilas fenomena – fenomena yang terjadi di dunia maya.
Kuliner, isu – isu agama, masalah – masalah politik menjelang pemilu, juga foto – foto teman – teman FB nya yang disebarkan dengan sengaja.
Merasa tidak ada yang penting, laki – laki itu mengklik nama kekasihnya.
Dalam sekejap tampak isi lini masa Novi.
Tampak agak penasaran, Reno melihatnya dengan saksama.
Kelihatannya tidak ada yang penting.
Kebanyakan iklan – iklan penawaran Or***ame dan online shop nya.
Laki – laki itu mengklik tulisan foto – foto.
“Astaghfirullah,, Novii,, Foto – foto kayak gini kok kamu upload di FB sih?”
Menggulir turun halaman foto.
“Astaghfirullah,, Aku baiknya kasih tahu Novi,”
Meraih hp nya. “Nov, baiknya kamu hapus deh foto – foto vulgar kamu yang di FB,”
Lalu mengirimkan pesan itu.
Sambil menunggu balasan, Reno kembali melihat – lihat foto – foto kekasihnya.
Laki – laki itu hendak mencari foto – foto Novi yang terbilang hot.
“Kenapa to, mas? Orang foto – foto aku,”, balas Novi.
“Tapi nggak pantas kalo kamu upload di FB, kan bisa kamu simpen sendiri,”
“Aku males ngapusinnya,” Sambil Novi menyisipkan emot kesal.
“Ya sudah sini kasih password nya aku yang hapusin aja,”
“Mas kok gitu sih? Terserah Novi dong mau Novi apain foto – foto itu,”
“Novi, foto – foto kamu itu mengundang nafsu yang ngelihatnya, Baiknya kamu hapus saja,”
“Ya itu kan urusan mereka mau nafsu atau enggak ngelihatin foto – foto gitu,”, balas cewek itu.
“Novi, kamu tahu nggak akhlak dan tingkah laku istri bisa menjadi dosa ataupun pahala untuk suaminya?”
“Iya, iya,, Sebel deh kalo udah ngomong soal agama,”
“Ntar Novi hapusin semua foto – foto itu,”
“Makasih ya, Nov,, Gitu lebih baik,”, balas Reno.
Novi tidak membalas kiriman pesan itu.
XIV
Mendung yang menggantung di langit sejak sore, akhirnya menjadi hujan.
Begitu lebat, disertai petir – petir nan menggelegar dahsyat.
Suasana menjadi mencekam.
Apalagi ditambah hembusan angin yang marah.
Seolah – olah hendak menerbangkan atap – atap rumah, juga kesadaran manusia.
Rista berselimut hingga menutupi kepala.
Dirinya tampak takut dengan suara gelegar itu.
Kesadaran cewek itu terlihat gemetaran di dalam selimut.
Komat – kamit, Rista berdoa kepada Yang Kuasa.
Cewek itu berharap hujan nan lebat itu cepat berhenti.
“DUARR!!!” Tiba – tiba petir menggelegar tepat di atas kesadarannya.
“AAA,!!”, jerit Rista sambil menutupi kedua telinga. Dirinya semakin takut.
Tiba – tiba, “Pet,” Listrik padam.
Cahaya lampu pun hilang dari pandangan.
“AA,!, Ya allah,, Ya allah,,”
Cewek itu semakin sangat ketakutan.
Phobia ruang gelap Rista kambuh.
Jantungnya berdegup kencang.
Keringat dingin bermunculan dari pori – pori kulit.
Cewek itu tampak hopeless di dalam selimut.
Seolah – olah hari kiamat telah tiba.
Dan hidupnya akan berakhir saat itu juga.
Saking ketakutannya, kesadaran cewek itu seolah – olah ada di dua dunia.
Suara – suara yang memanggil namanya terdengar samar – samar, walaupun sangat dekat.
Pandangan Rista membayang.
Akhirnya cewek periang itu pingsan dalam dekapan ibunya.
XV
Esok harinya,
Rista bangun dengan perasaan remuk redam.
Kesadaran cewek itu masih sedikit trauma dengan mati lampu semalam.
Dengan gontai dirinya berjalan menuju kamar mandi.
Sambil membawa handuk dan perlengkapan mandi cewek itu berniat untuk sekolah.
Melihat anaknya lewat di dapur. “Kamu yakin masuk sekolah, Ris?”
“Iya, ma,, Rista udah nggak pa – pa kok,”
“Oh ya sudah,, Jangan lupa kamu minum obatnya ya,”
“Iya, mas,”, jawab cewek itu.
“Kamu jangan capek – capek dulu, tubuh kamu itu masih lemes,”
Beliau tampak kasihan melihat anaknya sedikit pucat.
“Iya, ma,, Kebetulan nggak ada latihan nari kok hari ini,”
“Ya sudah,”, sahut beliau, kembali memasak.
Dengan dikuat – kuatkan Rista melanjutkan langkahnya menuju kamar mandi.
Sungguh cewek itu membutuhkan kekuatan fisik yang luar biasa.
Setelah selesai mandi dan mengenakan seragam,
Jantung Rista kembali berdebar – debar.
Dirinya takut jika nanti waktu sekolah tiba – tiba listrik padam.
“Aku harus berani, Aku harus berani,, Ini kan ada matahari nggak bakalan gelap kayak semalam,”
Kesadarannya berucap, “Iya, Ris,, Ini pagi hari, seharian matahari akan bersinar dan nggak bakal ada kegelapan,”
Di tepi ranjang itu Rista terus menerus menguatkan keyakinan untuk berani menghadapi ketakutan yang selalu mendera kesadaran dirinya.
XVI
SMA xx,
Sungguh menyenangkan, udara tidak terlalu panas.
Mendung sedang meraja.
Siswa – siswanya tampak duduk santai di kantin tanpa ada keluh kesah.
Terlihat beberapa gelas ada di atas meja kantin.
Juga beberapa jajan pasar yang menggoda hasrat.
Novi meraih salah satu jajan pasar itu.
Lalu memakannya dengan lahap.
Tidak lama Rista ikut meraih makanan itu.
Dan dengan perlahan memakannya.
Siska bergumam, “Kenapa mesti kalo istirahat kok di kantin sih?”
Dirinya tampak tidak suka dengan apa yang dilihatnya.
“Kamu nggak ngambil, Sis? Enak lo,”
“Kamu kok nawari Siska jelas nggak mau lah,”
“Oh iya, Hehe,,”
“Tadi pagi kelihatan lemes gitu, sekarang mulai ngejekin,”
“Lha gimana, Sis? Enak og,”
“Justru Rista tu harus banyak makan, Sis,, Supaya energinya tetap ada,”
Sambil Novi menggigit kue lapis.
“Itu kan kalo makan nasi atau gimana, bukan ngemil gini,”, sahut Siska, kesal.
“Lha kamu coba makan aja to, Sis,, Enak kok,”
“Enggak, Ntar berat badanku naik lagi,”
“Halahh, makan satu aja apa pengaruhnya?”
“Ada kali, Itu yang kalian makan karbohidrat semua,”
“Lha sana kamu beli pecel, Itu kan ada sayurnya,”
“Enggak ah, Pecelnya di sekolah nggak enak,”
“Huh, ngeles aja kamunya,”
“Eh, emang bener kok, Aku ada langganan pecel sendiri kali,”
“Ohh, Iya deh, Anggep aja aku percaya, Sis,”
“Ah, kamu,, Udah yuk kita kemana gitu, Cari tempat yang lain aja buat ngobrol.”
Saat hendak beranjak,
Tiba – tiba, “Tringing, Tringing,”
“Eh, hp ku bunyi,” Novi meraih hp android nya.
Menerima panggilan itu. “Ya, mas Reno,”
“Eh, Nov,, Kamu lowong nggak sore ini?,”
“Ada apa, mas?”
“Aku mau ngajak kamu makan,”
“Tapi nggak lama – lama kan?”
“Enggakk, sebentar aja kok,”, sahut Reno.
“Ya udah, nggak pa, nanti kalo dicariin mama aja,”
Menyahut, “Oh, enggak,, paling setelah makan pulang gitu,”
“Iya, mas,, Nggak pa,”
“Ok, ntar aku kabari lagi ya,”
“Ya,”
“Makasih, Nov,”
“Iya, mas,”
Novi mengakhiri panggilan itu.
“Ada apa, Nov?”
“Biasaa, Mas Reno ngajak makan,”
“Enak ya jadi kamu, makan ada yang nraktir,”, ucap Rista, sedikit iri.
“Haha,, makanya cari pacar,”
“Halah, nggak usah deng, Ris,, Punya pacar tu bikin nggak bebas,”
“Yaa,, emang sih, Tapi enakan punya pacar tuh,”
“Enakan jomblo kali bisa bebas mau ngapain aja, Nggak ada yang ngatur – ngatur,”
XVII
Sore hari,
Ketika Rista sudah tiba di rumah.
Melihat anaknya melintas di ruang tengah. “Kamu gimana, Ris? Masih ngerasa takut?,”
Menghentikan langkahnya sejenak. “Enggak kok, ma,, Rista udah tenang kok,”
“Syukurlah,”, sahut bu Rudi. “Apa besok kamu periksa di dokter Slamet lagi?”
Rista duduk di sofa. “Nggak usah, ma,, Ntar malah dikasih obat lagi,”
“Tapi kan itu obat buat kamu tenang juga, Ris,”
“Rista nggak pingin ketergantungan sama obat, ma,”
“Iya sihh, Tapi kan kamu masih dalam masa perawatan, Ris,”
“Iya, Rista ngerti,, Tenang aja, ma,”
Rista beranjak dari duduknya.
Cewek itu hendak mengganti seragam sekolahnya dengan pakaian rumah.
“Jangan lupa kamu charge hp kamu itu,”
“Iya, ma,, Ini masih banyak kok baterainya,”
Ibu Rista tampak sangat khawatir dengan kondisi putrinya.
Beliau berharap anaknya bisa segera terbebas dari gangguan itu.
XVIII
Aku, dan cintaku,
Akankah terus menyatu?,
Kami seperti ada di dua dunia yang berbeda,
Baik dan buruk,
Benar dan salah,
Aku adalah gelap, Dan dirinya adalah cahaya.
Sungguh aku mulai bosan dianggap sebagai dosa yang lain,
Kenyataanku dianggap beban untuk eksistensinya,
Sungguh aku meminta keutuhan rasa atas perasaan ini,
Aku meminta keberadaan diri ini sebagai rasa gembiranya.
Bukan sebagai wadah yang rusak,
Ataupun benda yang bisa diperalat saja,
Sungguh aku ingin mendengar cintanya merasuk pada kesadaran ini,
Aku ingin merasakan jika cinta kami bisa bergolak bersama,
Sungguh diri ini menginginkan sentuhan cintanya,
XIX
Esok harinya,
Sang surya tampak cerah di angkasa.
Angin juga berhembus lembut, menerjang kesadaran anak manusia.
Novi mencoba untuk bersemangat.
Dirinya coba berjalan dengan gembira.
Namun kesadaran Novi sedang tidak bagus.
Kejadian kemarin sore benar – benar melukai harga dirinya.
“Sungguh, Nov,, Aku nggak ingin dianggap sedang jalan dengan cewek murahan,”
Sontak ucapan itu membuat Novi sakit hati.
Membatin, “Segitu rendahnya aku di mata pacarku sendiri,”
“Hanya demi sebuah kerudung, mas Reno tega berkata seperti itu pada diriku,”
Novi mendudukkan dirinya pada gazebo.
Coba meredakan kecewanya yang meraja.
Hendak minta putus, “Tapi masak gara – gara itu aja aku putus dari mas Reno?”
“Aku hanya pingin mas Reno menyadari keberadaan diriku saja, Nggak lebih,”
Seseorang berjalan mendekati Novi yang tengah kesal di gazebo.
Duduk di hadapan temannya. “Kenapa, Nov? Kusut gitu wajahnya,”
“Enggak, Nggak pa – pa,”
“Nggak usah bohong deh, Aku tau kamu lagi bt,”
“Enggak, Siapa yang lagi bt?”
“Nha kan, ngaku sendiri, Katakan temanku ada apakah?”
“Aku lagi kesel sama mas Reno,”
“Kesel kenapa, temanku?”, tanya Rista, dengan penuh simpati.
“Enggak, Nggak pa – pa,”
“Ya udah, ntar jangan meledak ya,”
“Ya habis aku dikatain kayak gitu, Siapa yang nggak meledak?”
“Emang kamu dikatain apa sama mas Reno?”
“Aku dikatain cewek murahan gitu,”, sahut Novi.
“What?!, Kok bisa sih?, Ceritanya gimana?” Rista menjadi sedikit kesal.
Dengan dicampur bumbu – bumbu cewek semok itu bercerita.
“Ya ampunn,, pacar kamu itu kok pedes banget ngomongnya,”
“Iya, aku juga nggak nyangka sama pacar sendiri ngomongnya gitu,”
Menghela nafas. “Lha kamu udah bilang kalo kamu nggak terima dikatain seperti itu?”
“Yaa, belum sih, Tapi aku nggak mau bilang, biar mas Reno peka sedikit,”
“Lha kalo nggak peka – peka gimana?”
“Ya udah, paling kita bubaran,”
“Masak gitu aja bubar, Nov?”
“Lha gimana lagi? Aku sakit hati banget.”
“Ya kamu bilang to, supaya pacar kamu itu bisa menerima kamu apa adanya,”
“Biarin aja, Mungkin dia aslinya pingin cewek yang berkerudung bukan cewek macam aku,”
Rista menghela nafas.
“Jangan gitulah, Nov,, Ntar masalah kalian malah nggak selesai – selesai,”
“Biar aja, Kalo memang harus bubar, ya bubar aja,”
XX
Saat Rista dan Novi sedang membagi rasa,
Tiba – tiba, “Girls, Girls,, Kita dapet job nih,”
“Job apa, Sis?”
“Ya job manggung lah,”
“Kapan?”
“Tiga minggu lagi,”
“?? Itu kan kita mau deket – deket Ujian Akhir, Sis,”
“Halahh,, masih dua minggu setelah acara ini kok,”
“Tapi kan kita bakal sibuk sama ulangan – ulangan, Sis,”
“Lha gimana? Kita dapet job nya pas tanggal segituan,”
“Aku boleh latihan sama mama ku nggak ya?”
Siska mendudukkan raga di hadapan temannya.
“Apa aku bantu buat ngomong ke mama kamu?”
“Ya ntar, kalo emang aku butuh bantuan kamu tak hubungi,”
Mencoba untuk bersemangat. “Lha kapan kita mulai latihan?”
“Gimana kalo hari ini kita mulai pilih – pilih lagu?”
“Aku nggak ikut dulu ya, Mau bilang mama ku dulu,”
“Yaahh, padahal kamu kan biasanya yang milihin lagu,”
“Ya nanti kamu ngobrol sama Novi to,”
“?? Yakin?, Selera musik aku sama Siska beda lo, ntar kalo berantem gimana?”
“Halah, kayak anak kecil aja berantem,”
“Ya kalo gitu berarti ntar kamu ngalah aja sama aku, Nov,, Hehe,,”, sahut Siska.
“Ya udah, terserah kamu aja, Aku ngikut,”
XXI
Malam hari tiba,
Rista tampak gemetaran.
Cewek itu hendak minta izin ke ibunya tapi takut.
Alhasil dirinya mengunci diri di kamar.
Dengan nafas yang terlihat tersengal – sengal layaknya orang berlari.
“Ris, Rista,, makan dulu, nak,”
“Iya, ma,, Ntar,”
Rista duduk meringkuk di atas ranjang empuk.
Sambil komat – kamit mulutnya, coba membangun keberanian.
“Ayo, udah ditunggu di meja makan itu lo,”, panggil ibunya.
“Rista makannya ntar ntar aja lah, ma,”
“Kok gitu? Ayo, makan sama – sama,, Adikmu udah pada kelaparan itu lo,”
“Tinggal dulu aja, ma,, Ini nanggung lagi nyelesaiin tugas,”
“Oh, Ya udah, mama makan dulu ya,”
“Iya,”, sahut Rista, masih tampak tersengal – sengal.
Sambil terus komat – kamit di atas ranjang.
Setelah orang tua dan adik – adik Rista selesai makan malam,
Pak Rudi tampak duduk santai di ruang tamu sambil membaca koran hari ini.
Sedangkan bu Rudi terlihat asyik bermain media sosial.
“Ma,”, panggil pak Rudi. “Rista sudah makan malam apa belum ya,?”
“Oh iya, Kayaknya belum, pa,”
“Suruh makan dulu sana nanti kalo kena maag,”
Hendak beranjak. “Iya, pa,”
Meletakkan hp di atas meja. Lalu bu Rudi menuju kamar Rista.
Mengetuk pintu kamar.
“Ris, Rista,, makan dulu sana, Udah malam ini,”
“Iya, ma,, Ntar,, Tugasnya belum selesai,”
“Itu kan dilanjutkan nanti kan bisa, Ris,, Ayo, sana,, Makan dulu,”
“Ntar lagi, ma,, Ntar lagi selesai kok,”
“Kamu itu ntar – ntar terus, udah hampir jam 8 ini,”
“Iya, maa,, Nanti Rista makan kok,, Ini lagi mikir tugas sejarah,”
“Rista, buka pintunya,”, perintah beliau.
“Mama mau ngomong sama kamu bentar,”
“Ngomong apa sih, maa,?, Rista lagi ngerjain tugas,”
“Rista, Buka pintunya sekarang,”
Tidak lama, “Ceklek, ceklek,”
“Mama ada apa sih? Rista lagi ngerjain tugas,”
Tanpa basa – basi bu Rudi masuk ke dalam kamar.
Beliau melihat obat penenang anaknya terbuka tutupnya.
“Kamu belum makan kok udah minum obat?”
“Enggakk,, Enggak kok, ma,, Rista nggak minum obat kok,”
Bu Rudi segera menyadari jika nafas anaknya tampak tersengal – sengal.
“Rista,, Mama nggak marah kok, Mama cuma tanya aja, Kamu belum makan kok minum obat?”
Cewek itu tampak semakin tersengal – sengal.
Bu Rudi melihat anaknya semakin tertekan. “Ya sudah,, Sana makan dulu, Mama sudah masakkan lauk kesukaan kamu,”
“Rista, Rista,, lagi nggak selera makan, ma,”
“Kok gitu? Kenapa Rista nggak selera makan? Ada apa?”
Sambil beliau duduk pada sebuah kursi kayu.
“Nggak pa – pa, ma,, Rista cuma lagi nggak pingin aja,”
“Lhoo,, kok gitu,? Ntar kalo tubuh kamu lemes lo kalo nggak makan,”
“Enggak kok, ma,, Rista makannya besok pagi aja,”
Cewek itu tetap meghindar untuk menatap wajah ibunya.
“Apa kamu mau menyampaikan sesuatu?”
“?? Enggakk,, Enggak kok, ma,,”
“Katakan saja, Mama akan mendengarkannya,”
“Mm,, Mm,, Enggak kok, Rista mau lanjut belajar aja,”
“Rista, duduk,”, perintah ibunya. “Katakan saja, Kamu mau apa?”
“Mm,, Mm,, Rista, Rista ,, ”
“Katakan aja, Ris,, Mama akan dengarkan,”
Dengan terbata – bata, “Rista, Rista,, Ada, ada, jo, job, nari, ma,”
“Ohh, itu,, Kapan itu?”
“Tiga minggu lagi, ma,”
Melihat kalender di dinding. “Bukannya itu deket – deket kamu ujian?”
“Iya, ma,, Kemungkinan 2 minggu setelah job itu ada Ujian Akhir,”
“Lha teman – teman kamu gimana?”
“Novi sama Siska kayaknya nggak masalah, ma,”
Bu Rudi tampak lega sudah mengetahui apa yang mengganggu anaknya.
“Baiklah, Mama mau ngomong sama papa dulu,”
“Sekarang kamu makan dulu saja,”
“Iya, ma,” Dengan lega Rista beranjak dari tepian ranjangnya.
XXII
Esok harinya,
Saat mereka bertiga istirahat pelajaran di kantin sekolah.
“Gimana, Ris? Kamu bisa ikut kan?”, tanya Siska.
“Bisa, Tapi ini yang terakhir kayaknya,, Semester depan aku disuruh stop dulu,”
“Iya, aku juga, Sis,, Kayaknya ini show terakhir kita deh,”
“Kayaknya enggak deh, Nov,, Awal tahun nanti kita bakal dapet job juga kayak dulu itu,, Mungkin itu show terakhir kita,”
“Aku nggak nyangka hampir setahun kita ngejob kayak gini,”
“Haha,, Aku malah sadarnya kita masih newbies waktu itu, dilatih sama kakak – kakak kelas,”, sahut Siska.
“Nggak nyangka ya kita sekarang udah jadi yang tertua di sekolah ini,” Sambil Rista menggigit tepi kue lapisnya.
Siska tampak sangat bersemangat. “Baiklah, karena ini show kita sebelum semester depan,, Ayo, kita tunjukkan yang terbaik,”