I
Novi, Rista dan Siska.
Tiga cewek penari modern dance.
Mereka begitu terkenal dan dipuja – puja di SMA xx.
Novi, Rista dan Siska layaknya bidadari – bidadari seksi sekolah.
Namun kehidupan pribadi ketiga cewek itu tidak seterang nama besar mereka.
Ketiga cewek seksi itu masing – masing dihinggapi penyakit psikologi.
Novi layaknya kisah percintaan Romeo And Juliet.
Rista kecanduan obat – obatan penenang.
Siska menderita anoreksia ringan.
Keseharian mereka diselingi penyakit – penyakit psikologi itu.
Datang silih berganti, di antara kehidupan pribadi dan profesional mereka.
Perasaan ketiga cewek itu menjadi campur aduk.
Konsentrasi tidak bisa optimal, Juga sering acak – acakan.
Namun studi mereka bertiga harus tetap berlanjut.
Begitu pula dengan kontrak menari mereka, harus tetap berjalan.
Sungguh kehidupan ketiga cewek itu seperti sedang mengulum permen nano – nano.
II
Suara musik disko terdengar rancak.
Membangunkan kesadaran yang bosan.
Sekaligus menghidupkan gairah yang mati.
Para penonton ikut menari dengan bersemangat. Seolah – olah mereka terhipnotis gerak tubuh tiga bidadari yang nakal.
Berputar, Bergeser ke kiri dan ke kanan. Meloncat – loncat di tempat.
Juga menggoyang – goyangkan tubuh dengan erotis.
Sungguh kesadaran ribuan penonton digiring dengan penuh kerelaan oleh payudara Novi yang terguncang – guncang.
Cahaya lampu sorot yang berganti – ganti warna, juga pancaran lampu disko di tengah – tengah panggung ikut merangsang imajinasi para penonton.
Kerlap – kerlipnya merasuk jauh pada kesadaran normal mereka.
Ribuan penonton pensi itu menjadi hilang akal, juga hilang rasa malu.
Sungguh mereka dipandu dengan total oleh bidadari – bidadari itu.
Panggul, pinggang, pantat.
Payudara, ketiak tanpa bulu.
Juga raut wajah mereka nan menggoda. Serta tingkah yang jinak – jinak merpati.
Dedikasi mereka untuk membuncahkan berahi sungguh luar biasa.
Greget para penari itu patut diacungi ribuan jempol.
Suara musik nan rancak itu akhirnya berhenti setelah 8 menit meraja.
III
Setelah pertunjukan ketiga cewek itu usai,
Sambil Novi melangkah menuju ruang ganti. “Wohh,, capek banget rasanya,,”
“Iya, rasanya tubuhku remuk redam,”, sahut Siska.
“Tapi kamu tapi greget banget Nov narinya,”
“Iya, kamu atraktif banget tadi,” Kesadaran Siska mencari kursi kosong.
“?? Masak sih?, Hahaha,,”
“Iya, kamu hot banget tadi pokoknya,”
Sambil Rista duduk menyandar di hadapan kursi Siska.
“Hahaha,, berarti tadi pada nyoraki aku ya,”
“Haha,, Iya lah, Siapa lagi? Yang bodinya paling semok kan kamu,”, sahut Rista.
Sambil berkaca. “Iya, memang aku semok,”
Memperhatikan pantat temannya. “Kamu nggak risih to Nov punya bodi semok gitu?”
“Haha,, Buat apa risih? Aku justru bangga punya bodi bohay gini,”
“Ihh,, Kalo aku enggaklah, ntar jadinya gendut gitu,”
“Eh, tapi ya,, Cowok – cowok tu suka bodi yang kayak aku gini lo, Padat berisi,”
Sambil cewek semok itu tetap melihat lekuk – lekuk tubuhnya pada cermin.
“Iya, Aku jadi pingin punya bodi kayak kamu, Nov,”
“Eh, eh,, Nggak usah, Ris,, Kamu itu udah ideal,”
“Ideal apaan? Aku ngerasa kurus gini,”, sahut Rista, melihat dadanya.
“Ntar kalo kamu lebih dari itu malah nggak sedap dipandang,”
“Mosok sih?, Anton aja bilang kalo aku mendingan waktu kelas satu dulu,”
“Ya ampun, Ris,, Kamu waktu kelas satu itu cubby banget, Aneh,”
Melihat tampilan wajahnya. “Ya ampunn,, make up nya udah luntur aja,”
“Ya dibersihin sekalian lah, Nov,”, sahut Siska, meraih tasnya.
“Ntar ah, mas Reno mau kesini soalnya,”
“Ya ampunn,, Pacar kamu itu perhatian banget ya sama kamu,”
“Iya lah, mas Reno itu the best boyfriend ku,”
“Halah, dulu waktu kamu jalan sama Wawan juga bilang kayak gitu,”
“Oo, Beda, Sis,, Kalo ini the best beneran,”
“Oh, Ati – ati ntar kamu cuma jadi mainan cowok lagi,”, sahut Siska, agak iri.
Dirinya menenggak air putih dari wadah minum.
“Aku minta, Sis,”, ucap Rista, mengeluarkan botol plastik kecil dari dalam tas.
“Ya ampun, Ris,, Kamu tadi kan udah minum itu sebelum tampil,”
“Aku tadi cuma minum sebutir aja, harusnya dua butir,”
“Ris, mbok kamu jangan ketergantungan sama obat kamu itu,”
Dengan santai Rista meminum satu butir obat penenang dari dokter sarapnya.
“Nggak bisa, Nov,, Aku pernah coba nggak minum seharian, malah sakaw akunya,”
“Iya, Ris,, mbok kamu minum sekali sebutir aja, Ntar dosisnya malah tambah banyak lo kalo kamu keseringan minum itu,”
“Iya, Sis,, Ini udah aku tahan – tahan dua butir aja,”
“Tringing, Tringing,” Bunyi panggilan masuk pada hp seseorang.
Bergumam, “Eh, itu pasti dari Reno,” Segera Novi meraih tasnya, lalu mengambil hp.
Sontak, “Nov, itu celananya dipake dulu,”, ucap Rista.
“Iya, itu bibirnya yang basah dilap dulu, Habis nyium Wawan kan kamu,”
“Eh, eh, gesrek,, Ini cowok aku cemburuan banget tau,”
Novi beranjak dari ruang ganti itu, menghindari teror teman – temannya.
IV
Melangkah keluar ruangan. “Kita ngobrol di dekat kantin aja ya, mas,”
“Ok, deh,, Ini aku baru parkir mobil,, Susah banget parkirnya,”
“Ya,” Novi menyudahi panggilan itu.
Dirinya segera menuju ke arah barat sekolah.
Beberapa menit kemudian,
Saat Novi menyedot minuman dingin rasa coklat. “Mas,, Mas Reno,,” Dirinya melambai – lambaikan tangan.
Segera seseorang berjalan cepat menuju arah Novi.
Setelah laki – laki itu duduk di depannya. “Gimana mas parkirnya? Dapet?” Novi mencium tangan kekasihnya.
“Huft,, Udah, Tapi jauh banget, sampe di deket halte sana,”
Reno melepas jaket kainnya.
“Ini jaketnya dipake, Auratmu kelihatan semua gitu,”
Novi menerima jaket itu.
“Ya namanya saja seksi dancer, mas,”, sahut dirinya.
“Mbok kamu nggak usah ikut nari lagi,”
“Ya ndak bisa to, mas,, Orang Novi sama temen – temen udah dikontrak sampai tahun depan,”
“Aku kok risih lihat kamu pake pakaian ketat gitu,”
“Ya gimana lagi? Emang pakaiannya kayak gini semua, Nggak ada yang kayak gamis gitu,”
“Tapi bener lo ya, Kamu setelah kontrak ini selesai, harus nggak nari – nari lagi,”
“Iya, mas,, Insya allah,, Moga aku dapet hidayah,”
“Amin,”, sahut Reno. “Lha tadi gimana show kamu? Sukses?”
“Ya gitu,”, sahut cewek bohay itu sambil menyedot minuman dingin rasa coklat.
V
Bosan, di ruang ganti.
Rista dan Siska menghabiskan waktu dengan foto – foto.
Dengan menampilkan bermacam – macam gaya aneh mereka berfoto ria.
Dari ujung kanan hingga kiri ruangan yang penuh dengan aneka bentuk kostum pengisi acara sebagai latar mereka berpose.
Sesekali Rista dan Siska menempelkan kostum – kostum itu pada tubuh mereka untuk sekadar pelengkap berpose.
“Lihat?, Lihat?”, pinta Rista.
“Hahaha,,” Mereka tertawa lepas melihat pose konyol itu.
“Yang ini aku kelihatan culun banget ya,”
“Ini, ini,, Gimana? Aku pantes kan pake kostumnya ibu Meriska,”
“Haha,, Anak – anak, kalian harus rajin belajar ya, Kalian itu adalah tunas – tunas harapan bangsa,”
“Hahaha,,” Siska tertawa terbahak – bahak mendengar ucapan Rista menirukan suara ibu kepala sekolah mereka.
“Udah, udah,, Aku udah nggak kuat lagi,”, ucap Siska, tampak meringis – ringis.
“Hufft,,” Mereka berdua melanjutkan melihat – lihat hasil jepretan itu.
Setelah momen – momen yang menggelikan itu lewat,
“Aku kok laper banget ya, Sis,, Cari makan yoh,”
“Ayo, aku juga bosen di sini aja,”
Sambil Siska meraih dompet di tas.
“Stan nya jual apa aja ya?”
“Aku tadi lihat ada takoyaki,”
“Asyikk,, Ayo, Sis,, Aku tambah laper aja,”
“Hemm,, Ati – ati, ntar kamu over makan kayak Novi lo,”, ucap Siska.
“Gak pa, Aku justru pingin agak gemukan dikit,”
“Hemm,, bagusan gini kali, Ris,”
“Iya, iya,, Ayo, buruan,” Rista segera beranjak dari tempat itu.
Lapangan basket,
Tempat seluas 28,5 m x 15 m berubah fungsi.
Malam itu di sekeliling lapangan basket berjajar stan – stan makanan dan minuman.
Empek – empek, Cireng, Takoyaki, Juga batagor.
Sedangkan minumannya, P*p Ice, M*lo dan stan Fr**t Tea.
Tampak para penjual menawarkan makanan dan minuman itu dengan penuh keramahan.
Mereka merayu calon pembeli dengan aneka bentuk makanan yang menggiurkan.
Menjadi kebingungan. “Aduhh, Aku harus beli apa dulu nih?”
Menghela nafas. “Ya kamu katanya tadi mau beli takoyaki,”
“Iya sihh,, Tapi kok enak – enak semua gitu ya makanannya.” Hidung Rista membau aroma empek – empek yang sangat khas.
“Ya ampunn, ternyata ada sosis kelinci juga,”
“Astaga, aku bingung banget nih mesti beli apa dulu,”
“Aduh, Riss,, Kamu kok jadi kayak Novi gitu kalo lihat makanan.”
Dengan mantap Rista melangkah ke stan takoyaki.
Tapi, aroma empek – empek kembali menggoda inginnya.
Rista berbelok arah ke kiri stan takoyaki itu.
Lalu berhenti, dan cewek itu memesan empek – empek satu porsi.
Bergumam, “Aduh, kalap ni anak kayaknya,, Tadi katanya mau beli takoyaki, sekarang malah belinya empek – empek,”
Siska sangat yakin temannya itu masih akan membeli takoyaki meskipun sudah memakan empek – empek.
“Enak, Ris?”, tanya Siska, hanya bengong.
“Enak, Sis,, Enak,, Kamu nggak beli?”
“Enggak, aku lagi diet ketat makan yang berminyak gitu,”
“Tapi ini enak lo, Sis,, Cobain deh,” Hendak menyuapi Siska.
“Enggak, enggak,, Makan sendiri aja,”
“Hm, Ya udah,”, sahut cewek itu, menikmati makannya.
Sungguh Rista menyantap empek – empek itu layaknya orang tiga hari tidak makan.
Begitu lahap, dan tanpa menyisakan kuah.
Setelah selesai makan Rista membayar empek – empek itu.
“Nyoba takoyakinya ah,”
“Nha kan,”, gumam Siska, ikut melangkah.
Cewek langsing itu terlihat sangat antusias dengan acara kuliner dadakannya.
Setelah Rista memakan habis 3 takoyaki itu,
“Udah, habis ini kamu harus stop makan,”, ucap Siska.
Tampak greget. “Ntar, Sis,, Kayaknya sosis kelincinya perlu dicoba juga,”
“Ya ampun, Riss,, Kamu udah makan takoyaki 3, sama empek – empek satu mangkok,”
“Mumpung ada, Sis,, Mumpung ada yang jual sosis kelinci,, Aku mau coba,”
Dengan lepas Rista melangkah agak jauh menuju sisi barat lapangan.
VI
Pukul 23.30,
Siska tiba di rumah.
Dirinya sangat lelah, juga lapar.
Dengan gontai Siska melangkah ke kamar.
Tubuhnya terasa remuk redam.
Otot – otot cewek itu pegal – pegal.
Dan matanya tampak sangat mengantuk.
Membuka pintu kamar, Siska melangkah ke dalam ruang tidurnya.
Meletakkan tas jinjingnya di dekat meja belajar. Lalu cewek itu langsung membaringkan tubuh di atas ranjang empuk.
Perasaannya terasa lega bisa berbaring.
Siska menarik dan menghembuskan nafas, berkali – kali.
Sungguh kesadarannya semakin rileks.
Otot – otot cewek itu perlahan – lahan mulai meregang.
Dan pandangannya semakin kabur, sulit untuk terus membuka sepasang mata.
“Cuci tangan dan kaki dulu lah, setelah itu makan trus tidur,”
Siska beranjak dari ranjangnya, mendekati meja rias.
Duduk di hadapan cermin, lalu cewek itu mulai membersihkan riasannya.
VII
Esok harinya,
Tampak di atas ranjang itu Siska masih terlelap.
Terlihat begitu dalam rasa lelah yang mendera cewek itu.
Bunyi panggilan telepon yang sejak tadi bertalu – talu tidak bisa menyentuh kesadaran Siska.
Perlahan – lahan cewek itu tersadar.
Panggilan telepon itu mulai mengganggunya.
Masih tampak kantuk. “Ya ampunn,, siapa sih pagi – pagi gini telpon?”
Cewek manis itu mencoba bangkit dari mimpi indahnya.
Menyibak selimut. Lalu sambil dimelek – melekkan Siska beranjak dari ranjang.
Berjalan gontai menuju meja belajar.
Pandangan mata yang masih kantuk dipaksakan untuk melihat layar hp.
“Mama?,, Ya ampunn,, Kirain siapa,”
Siska mengetuk tombol hijau pada layar hp.
Seketika wajah seseorang nan riang muncul dari layar gadget mahal itu.
“Halo, Siska,, baru bangun ya,”
“Iya, ma,, Siska baru bangun,”
“Aduh, kasihan,, Sana ndang cuci muka biar nggak kelihatan jelek gitu,”
Cewek itu mendudukkan diri di tepi ranjang empuknya.
“Lagian mama pagi – pagi udah telpon,”
“Iya, sayang,, Maaf ya,,”
Dengan terkantuk – kantuk Siska melihat layar hp.
“Gimana pensinya semalem?”
“Puji tuhan,, Sukses, maa,”
“Puji tuhan,, Anak mama satu ini memang hebat,”
“Tapi Siska laper banget nih ma sekarang,”
“Ya makan dong, sayang,”
“Biasanya mama kan yang nyiapin makan,”
Menghela nafas. “Maaf ya, sayang,, Kalo mama nanti pulang mama pasti selalu nyiapin kamu makan,”
“Siska kangen sama mama, Mama kapan pulangnya?”
“Maaf, sayang,, Mama nggak tau,, Mama masih banyak urusan di sini,”
“Mungkin kalo papa masih hidup, mama nggak sibuk kayak gitu,”
“Sabar ya, sayang,, Papa kamu pasti bangga lihat anaknya bisa tegar menjalani hidup,”
“Iya,, Makasih ya, ma,”
Menguap, sambil Siska garuk – garuk kepala.
“Ya sudah, Sana cuci muka atau mandi trus minta si mbok nyiapin makan, Mau dimasakin apa kamu hari ini? Biar mama bilang ke si mbok,”
“Siska aja ma yang ngasih tahu si mbok mau makan apa,”
“Ya udah,, Jaga kesehatan lo ya, Jangan banyak keluyuran dan jangan bergadang ya,”
“Iya, ma,, Mama juga jaga kesehatan ya di sana,”
“Iya, makasih ya, sayang,, Bye,”
“Bye, mama,”
Terlanjur bangun, Kesadarannya tidak ingin kembali diajak tidur.
Terpaksa, Siska memulai lagi harinya yang membosankan.
VIII
Setelah Siska selesai mandi,
Mengenakan kaos peach tanpa lengan dan celana boxer.
Tanpa riasan.
Wajah manisnya tampil apa adanya.
Menghampiri seseorang di dapur.
“Mbok, tolong gorengkan telur dong,”
Menoleh. “Berapa, non?”
“Satu saja, mbok,”, sahut Siska.
Cewek itu duduk di kursi makan, meraih bungkus roti tawar.
Dengan asal – asalan mengoleskan mentega pada permukaan roti.
Beranjak dari kursi, Siska hendak mengambil susu kaleng.
“Mbok, ada air panas?”, tanya dirinya, menyendok bubuk susu.
Lalu menuangkan satu sendok bubuk susu itu ke dalam gelas minuman.
“Ada, non,, Ada,”
Mbok Jare mengambil termos.
“Seberapa ini, non?”
“Udah, mbok,, Udah,, Segitu aja,”
Lalu Siska mengaduk – aduk bubuk susu dan seperempat sendok gula tadi.
Cewek itu kembali ke kursinya.
Dan mulai meminum susu hangat itu, sedikit – sedikit.
Memberikan sesuatu kepada Siska. “Ini non telur gorengnya,”
“Makasih ya, mbok,”, sahut cewek manis itu sambil meraih roti tawarnya tadi.
Siska meletakkan telur goreng pada permukaan roti.
Lalu menuangkan saus sambal, memenuhi seluruh bagian telur goreng.
Dengan lahap Siska memakan sandwich buatannya.
IX
Siska mulai bosan beraktifitas sendiri di rumah.
Foto – foto semalam yang membuatnya tertawa terbahak – bahak tidak bisa menghiburnya lagi.
Cewek itu hanya memandanginya dengan perasaan sepi. Seolah – olah kurang seru jika foto – foto nan konyol itu hanya ditertawai seorang diri.
Siska menutup instagramnya.
Melemparkan hp itu ke kanannya. Siska beranjak dari ranjang.
Dengan rasa bingung dirinya mendekati meja belajar.
Melihat tumpukan buku – buku di hadapannya.
Siska menjadi semakin bosan, tidak ingin menyentuh buku – buku pengetahuan itu.
Duduk menyandar pada kursi. “Ngapain ini enaknya?”
Melihat laptop tergeletak di dekat tangan kirinya. Tapi Siska juga tidak ingin menyentuhnya.
“Oh iya, ngubungi Novi aja, suruh main ke rumahku,”
Beranjak dari meja belajar. Cewek manis itu meraih hp nya.
“Nov,”
“Hem, Apa, Sis?”
“Main ke rumahku sekarang ya,”
“Ada makanan nggak di rumah mu?”, tanya cewek itu.
“Ada, ada,”
“Beneran lo ya?”
“Iya, beneran,, Ada,”
“Ok, Aku tak mandi dulu,”
X
Malam menjelang,
Hanya rasa lelah yang tersisa.
Setelah seharian kedua temannya menemani Siska di rumah.
Juga tersisa bungkus – bungkus makanan ringan di pojokan ruang tengah.
Melihat anak majikannya memunguti sampah. “Udah, non,, nanti si mbok aja yang mbersihin,”, ucap mbok Jare.
Beliau tampak sibuk mencuci piring – piring kotor.
“Halah, ini cuma bungkus – bungkus saja kok, mbok,” Siska meraih sapu lidi di dekat rak alas kaki.
“Nggak pa – pa, non,, Mbok belum capek kok,”
“Udahh,, mbok cuci piring aja, biar Siska yang mbersihin ini,”, sahut Siska. “Apalagi mbok udah masak seharian ini,”
Sambil mbok Jare menempatkan piring yang sudah dicuci di rak,
“Ini masih ringan kok, non,, Nggak seberat waktu non Siska baru lahir dulu,”
“Hahaha,, Maaf ya mbok kalo waktu kecil Siska suka ngerepotin mbok,”, sahut cewek itu sambil menyapu karpet empuk.
“Enggak kok, non.. Mbok justru seneng bisa merawat non Siska waktu kecil dulu,” Menempatkan gelas – gelas kaca di sisi kiri rak piring.
“Hahaha,, Iya,, Makasih ya, mbok,”
Siska kembali meletakkan sapu lidi di sebelah rak alas kaki.
Beberapa menit kemudian,
Acara bersih – bersih ruangan selesai.
Mbok Jare juga sudah istirahat di kamar tidur beliau.
“Aku kok tiba – tiba ngerasa laper banget gini ya,”
Angan – angan cewek itu ingin menikmati empek – empek, batagor, nasi goreng, bakmi godok dan sebagainya.
“Tapi mbok Jare kok udah tidur ya, Kasihan kalo aku bangunin,”
“Oh iya, Aku pesen lewat G* Food aja,”
“Moga – moga aja ada yang mau nerima orderan aku segitu banyaknya,”, gumam Siska.
Beberapa saat kemudian,
“Yes,! Ternyata ada,” Dirinya mengetik sesuatu pada aplikasi itu.
Sambil menunggu semua pesanannya tiba, Siska mulai menata buku – buku pelajaran untuk esok hari.
Tampak greget eksistensinya.
Mata cewek itu berbinar – binar dan gerakannya terlihat lincah.
Meraih buku – buku pelajaran satu demi satu, dan mengecek buku – buku itu.
“Kayaknya nggak ada pr,”
Mengecek buku – buku terbitan.
“Puji tuhan,, Ternyata nggak ada pr juga,”
Siska bisa sedikit santai menikmati heningnya malam.
XI
Setelah pesanan makanan itu tiba,
Siska segera memindahkan isi bungkusan ke dalam mangkok.
Terhitung ada lima mangkok berukuran sedang digunakan cewek itu untuk menampung semua pesanan makanannya.
Hasrat Siska membuncah melihat aneka makanan itu.
Ingin rasanya segera mencicipi kelezatan makanan itu, mengulumnya dengan penuh kenikmatan, mengecap sari – sarinya hingga tersisa gumpalan – gumpalan untuk selanjutnya ditelan dengan sangat rakus.
Siska mulai menyantap makanan – makanan itu.
Tampak lahap cewek itu menyantapnya.
Seolah – olah dirinya baru pertama kali memakan batagor.
Dalam sekejap isi mangkok itu berpindah tempat.
Lima belas menit kemudian, Siska mulai memakan bakmi godok.
Kuahnya nan gurih kembali membuncahkan gairah.
Rasa pedas bercampur asin mewarnai perjalanan Siska menyantap bakmi godok itu.
Sungguh makanan itu tak terbantahkan campuran bumbu – bumbunya.
Seolah – olah Siska nyata menikmatinya.
Angan – angan cewek manis itu menggelepar – gelepar.
Selanjutnya, empek – empek.
Rasa manis gurih kuahnya terasa sangat khas.
Membuat kesadaran Siska bergoyang – goyang mengulum rasa pedasnya.
Dengan diselingi rasa asli ikan tenggiri, makanan itu menjadi primadona wisata kulinernya.
Sungguh seperti acara makan di tv – tv, mak nyuss,,
Siska tampak menikmatinya.
Dua mangkok lagi,
Dan kekalapan itu akan selesai.
Sebenarnya Siska mulai merasakan kenyang.
Tapi, dirinya masih ingin memakan sajian berikutnya, nasi goreng.
Membayangkan nasi, sudah terasa jika itu makanan dengan tingkat rasa kenyang maksimal.
Apapun makanan yang masuk dan setelahnya ada santapan bergenre nasi akan sulit dinikmati lagi.
Bahkan terkadang menghirup aroma nasi saja sudah terasa begitu enek.
Tapi semua kenyataan itu tidak berlaku untuk Siska.
Dengan santai cewek itu memakannya.
Memakan nasi goreng itu.
Selanjutnya, sajian terakhir,
Tahu gimbal,
Ada telur ayam yang digoreng bersama potongan – potongan tahu.
Dan irisan – irisan besar lontong ukuran sedang.
Sebenarnya rasanya lezat.
Tapi jika lezat + lezat + lezat maka sama dengan enek.
Siska tampak menyantap sebisanya.
Perut cewek itu sudah terlampau penuh menampung makanan itu.
Segera setelah tahu gimbal itu selesai disantap,
Siska bergegas menuju kamar mandi.
Dan layaknya orang yang menderita gangguan anoreksia.
Cewek itu bisa melakukannya dengan mudah karena kondisi lambung yang penuh.