Read More >>"> Koma (Move On) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Koma
MENU
About Us  

Idan mengatup mulutnya, berusaha menahan tawa. Jujun yang mendengar separoh cerita tidak menunjukkan reaksi apa-apa, bengong tepatnya.

"Beneran. Gue nggak bohong!" Sello meyakinkan teman kurusnya itu.

Idan pun mengakak keras.

"Shut up!" Sello menghardik sambil melirik ke sekeliling lapangan basket. Anak-anak yang lain berkosentrasi memperebutkan bola yang mereka mainkan.

"Sorry, sorry." Idan menarik nafas meredakan tawanya. "Gue nggak bilang lo bohong, tapi gue geli dengar cerita mimpi lo."

"Oo... cerita mimpi," sambut Jujun, baru ngeh. "Gue kira apa tadi. Nggak ada yang lucu kok."

"Eh, kribo! Coba lo dengar dari awal, gue jaminn rambut lo bakalan lurus."

"Preettt!"

Sello merengut. "Nyesal gue cerita sama lo!"

"Sorry, bro," sahut Idan. "Gue heran saja. Kok bisa sih lo percaya sama yang gituan. Apapun mimpi lo tentang Vanda, itu cuma bunga tidur. Lo terlalu mikirin dia sampai kebawa mimpi. Memangnya lo ngarepin mimpi lo beneran terjadi?"

"Kalau bisa, sih. Lo tahu sendirilah sikap Vanda ke gue kayak apa. Dingin. Pacaran sama dia kayak nggak pacaran." Sello membayangi sewaktu dirinya telat dan kena setrap di depan kelas. Bukannya memberikan simpati, Vanda malah cekikikan. Dan ketika dia mentraktir Lara, Idan dan Jujun, Vanda sedikit pun tidak menyinggung apapun soal keterlambatannya. Lebih menyebalkan lagi, alih-alih membicarakan tentang Derawan, Vanda tidak menanggapinya. It's so suck!

"Terus?"

"Gue pengin dia membalas perhatian gue ke dia." Sello menghela nafas. "Seumur gue pacaran, baru kali ini gue dianggurin cewek."

"Mungkin dia belum bisa melupakan mantan pacarnya di Australia kali. Jadi, dia butuh waktu buat mencintai cowok lain. Yang penting dia bukan lesbi toh."

"Gue ini lagi dilanda krisis pesona. Bantuin dong!" rengek Sello.

Jujun dan Idan saling pandang, bingung.

"Bro, soal ini lo lebih expert dibanding kami," kata Idan. "Casanovanya itu elo, bukan kami."

"Tak bisakah kalian cari tahu kenapa Vanda bersikap dingin gitu ke gue?" Sello terdengar putus asa. "Jun, sewaktu pulang dari tempat karaoke, bukannya Vanda boncengan sama lo? Dia ngomong apa saja?"

"Boncengan sih, boncengan. Rambut gue abis diacak-acakin dia. Gemes katanya."

Idan mengekeh. "Mesti kriboin dulu rambut lo, Sel. Barangkali saja Vanda makin sayang sama elo."

"Ogah!"

"Terus rencana lo apa?" tanya Idan. "Mau putus?"

"Sekali melangkah, pantang buat gue mundur. Akan gue bikin Vanda jatuh cinta sama gue."

"Sedaaap," puji Idan.

"Hei, hei. Urusan band kita gimana?" tanya Jujun.

"Eh, benar juga," timpal Idan. "Apa ada berita dari sepupunya Vanda?"

Terakhir sekali mereka mengunjungi kafe sepupu Vanda seminggu yang lalu, mereka mendengar Andre akan menyelenggarakan konser Top 5 Band Indonesia di lapangan monas.

"Entahlah."

"Hubungi dong, Sel," desak Idan. "Tanyain apa kita bisa tampil di konser tersebut? Dia kan promotornya."

"Kapan sih konsernya berlangsung?" tanya Sello.

"Sekitar enam minggu lagi, mungkin."

"Masih lama."

"Iya, tapi kita harus konfirmasi dari sekarang. Siapa tahu setelah tampil di konser tersebut kita bisa tampil di beberapa ajang serupa."

"Atau bilangi lewat Vanda," saran Jujun. "Dia pasti mau membantu. Dengan status kalian sekarang, pasti dia tidak keberatan."

Sello mendecak.

"Ayo, dong, Sel," rengek Idan. "Mumpung kita punya link."

Sello menatap wajah berharap kedua sahabatnya bergantian. "Kalau kalian bisa memasuki bola ini dalam satu kali lemparan, gue bersedia menghubunginya."

"Oke." Idan dan Jujun menjawab kompak.

Sello bersuit memanggil anak-anak yang sedang bermain, lalu mengambil bola dari tangan mereka dan menyerahkannya pada Idan. "Satu kali tembakan," ulangnya.

Idan mengangkat bola, membidiknya ke ring basket. Sekali lemparan, bola melayang menuju ring dan masuk. "Yes!" jerit Idan.

Setengah berlari Jujun mengambil bola yang masih terpelanting.

"Gue gak yakin lo bakalan bisa," goda Sello ketika Jujun mulai membidik ring basket.

"Kita lihat saja," sahut Jujun, lalu melempar bola dengan sangat tenang dan meyakinkan. Bola menyentuh ring, terpelanting ke papan pembatas, lalu berputar mengelilingi ring. "Masuk, masuk, masuk," gumam Jujun terdengar seperti orang sedang berdoa dalam keadaan tertekan.

Sello dan Idan sama-sama tegang melihat bola melingkari ring.

"Yes!" pekik Jujun ketika bola masuk ke ring.

***

 Musik aliran barok mengalun lembut di kamar Lara yang sedang berjuang menulis ending naskah. Vanda yang sejak pulang sekolah menawarkan diri untuk membantu lebih banyak diam, membaca novel teenlit dengan posisi tengkurap sambil memeluk bantal. Vanda membalikkan halaman novel sambil melirik Lara yang duduk memunggungi.

"Sudah selesai, Ra?" tanyanya.

"Nyaris."

"Mau kubantu?"

Lara berhenti mengetik, lalu putar badan menghadap Vanda. "Bu Konde minta besok kita harus casting pemain. Kamu ikutan, ya?"

"Aku tidak suka teatrikal."

"Cuma kamu yang pantas memerani tokoh utamanya."

"Masih ada Sesil."

"Kupastikan dia juga ikut tapi untuk peran antagonis."

Vanda tersenyum simpul. "Dendam, ya?"

"Sebenarnya bukan hakku juga untuk memutuskan siapa-siapa saja yang akan memerani tokoh-tokoh dalam cerita, tapi kupikir Bu Konde pasti akan mem-pertimbangkan nama-nama yang kuajukan."

"Siapa saja?"

"Kamu, Sesil, Idan, Jujun dan Sello."

"Kamu sendiri?"

Lara menggeleng.

"Eh, mana bisa begitu. Kamu harus ikut main dong."

"Yang menulis'kan aku. So, aku lebih tahu karakteristik tokoh di dalamnya. Wekk!" Lara menjulurkan lidahnya.

"Curang!"

Lara mengekeh.

"Terserah, deh. Asal kamu senang." Vanda menarik bantal dari bawah dadanya agak ke atas, lalu merebahkan kepalanya.

"Kenapa tidak semangat gitu?"

"Sello."

"Ada apa lagi?"

"Kurasa hubungan kami tidak akan berhasil."

"Baru sehari toh?"

"Iya, tapi sangat menyiksaku."

"Menyiksa bagaimana?"

Vanda mengubah posisi, duduk memeluk bantal. "Em, dia... aku tidak tahu harus melakukan apa saat bersamanya."

"Ya, seperti kamu berhubungan dengan pacar kamu sebelumnya."

"Rasanya beda."

"Beda gimana?"

Vanda terdiam, lalu berkata, "Selama ini aku hanya mencintai dua orang. Papaku dan mantanku."

"Oke," ucap Lara. "Boleh aku mendengar cerita tentang mantanmu? Seperti apa dia? Bulekah?"

"She's simple person and..."

"And?"

Vanda menatap Lara lama-lama. "Kamu mengingatkanku padanya."

"Oh." Lara terdiam.

"Maaf," ucap Vanda. "Aku tidak bermaksud..."

Lara tersenyum hambar. "Lalu apa yang terjadi?"

"Dia mengkhianatiku. Dia menikah dengan laki-laki pilihan orangtuanya."

"Bukankah itu bagus?"

"Tidak bagiku."

Lara beranjak dari tempatnya dan berpindah ke ranjang, duduk di sisi Vanda, menggenggam tangannya. "Aku mengerti bagaimana perasaan kamu. Dia sudah menentukan pilihan dengan menikahi laki-laki yang mungkin tidak dicintainya, tapi lambat-laun cinta itu akan tumbuh seiring perjalanan waktu. Cinta itu memang buta, tapi tidak sebuta ketika kita berpikir rasional dalam menghadapinya."

"Kamu terlalu naif menilainya."

"Aku tahu yang dibutuhkan cinta cuma perasaan. Asal kamu tahu, perasaan selalu penuh jebakan-jebakan indah yang dapat menjatuhkan kita suatu saat. Tidak ada salahnya cinta dibarengi logika. Itu akan lebih baik dan lebih objektif."

Vanda menegakkan kepalanya. "Bisa saja kamu."

"Kamu harus move on. Lupakan dia dan datanglah pada Sello."

"Kenapa sih kamu ngotot menyatukan aku sama Sello?"

"Karena Sello mencintaimu. Aku belum pernah melihat cinta yang begitu besar dan mendalam yang ditunjukkan orang lain seperti yang ditunjukkan Sello kepadamu."

"Lebay, deh."

"Aku serius."

"Aku pusing jika dia bicara soal mimpi bodohnya itu."

"Mimpi?"

"Mm-hm."

"Sepertinya seru, nih?" Lara menyimak.

"Masa kamu tidak mendengarkannya sewaktu dia mentraktir kita di kantin tadi?"

"Aku lagi menikmati traktiran kalian. Lagipula siapa peduli apa yang kalian bicarakan?" Lara mencibir.

"Ih...!" Vanda menimpuki Lara pakai bantal. Lara berusaha menghindar, menarik kepalanya, namun tetap kena sasaran.

"Eh, benar'kan?" Lara mengekeh. "Idan dan Jujun saja tidak peduli pada kalian. Konon lagi aku?"

"Iya, iya...!" Vanda cemberut. "Serius kalian tidak menguping pembicaraan kami?"

"Ih, ge-er."

"Dia menginterogasiku."

"Ah, lebay."

"Serius."

"Dia bertanya apa aku pernah pergi ke Derawan. Derawan apa coba?"

"Oh. Itu pulau yang ada di Kalimantan Timur."

"Kamu pernah ke sana?"

"Kenapa?"

"Dia mendesakku terus dan memastikan aku pasti lupa karena kejadiannya sudah lama berlangsung. Lah, siapa dia? Dia ngomong begitu seolah-olah dia selalu ada dalam kehidupanku. Dan dia turut berduka atas apa yang menimpa Papaku. Aku semakin tidak mengerti dia. Padahal Papaku baik-baik saja di sana, Australia. Aneh kan?"

Lara tersenyum simpul. "Dia mungkin sedang menarik perhatianmu, cuma caranya tidak mengena di hatimu."

Vanda menghela nafas, menggeleng lirih. "Sulit bagiku menjalaninya."

"Eh, jangan ngomong begitu. Nanti aku jelasin ke dia apa yang tidak kamu suka. Oke?"

"Syaratnya?"

"Tidak pakai syarat."

"Serius?"

"Serius."

"Ah, kupikir kamu akan memakai pementasan untuk menekanku."

"Oh, kalau yang itu aku tidak memaksa. Tapi kalau Sello dengar kamu ikut ambil bagian dalam pertunjukkan, aku jamin dia pasti ikutan juga. Bukankah itu bagus? Selama latihan kalian akan terus bersama. Kalian memerankan sepasang kekasih yang kasmaran. Siapa tahu di luar itu kalian dapat membangun chemistry yang sesungguhnya. Sambil menyelam minum air."

"Up to you."

"Eits, ini bukan untuk kepentingan pribadi tapi sekolah."

"Iya, Bu Guruuu..."

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (2)
  • dede_pratiwi

    nice story, kusuka bahasa yg dipakai ringan. keep writing...udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu

    Comment on chapter Casanova
  • yurriansan

    Mainstream si, tp jokes nya bikin ngakak...????

    Comment on chapter Casanova
Similar Tags
Secangkir Kopi dan Seteguk Kepahitan
522      286     4     
Romance
Tugas, satu kata yang membuatku dekat dengan kopi. Mau tak mau aku harus bergadang semalaman demi menyelesaikan tugas yang bejibun itu. Demi hasil yang maksimal tak tanggung-tanggung Pak Suharjo memberikan ratusan soal dengan puluhan point yang membuatku keriting. Tapi tugas ini tak selamanya buatku bosan, karenanya aku bisa bertemu si dia di perpustakaan. Namanya Raihan, yang membuatku selalu...
Dua Puluh Dua
403      214     2     
Short Story
Kehidupan Rion berubah total di umurnya yang ke dua puluh dua. Dia mulai bisa melihat hal-hal yang mengerikan. Kehadiran Krea di hidupnya membuat Rion jauh lebih baik. Tapi Rion harus menyelesaikan misi agar dirinya selamat.
Pangeran Benawa
36203      6003     5     
Fan Fiction
Kisah fiksi Pangeran Benawa bermula dari usaha Raden Trenggana dalam menaklukkan bekas bawahan Majapahit ,dari Tuban hingga Blambangan, dan berhadapan dengan Pangeran Parikesit dan Raden Gagak Panji beserta keluarganya. Sementara itu, para bangsawan Demak dan Jipang saling mendahului dalam klaim sebagai ahli waris tahta yang ditinggalkan Raden Yunus. Pangeran Benawa memasuki hingar bingar d...
When You're Here
2023      931     3     
Romance
Mose cinta Allona. Allona cinta Gamaliel yang kini menjadi kekasih Vanya. Ini kisah tentang Allona yang hanya bisa mengagumi dan berharap Gamaliel menyadari kehadirannya. Hingga suatu saat, Allona diberi kesempatan untuk kenal Gamaliel lebih lama dan saat itu juga Gamaliel memintanya untuk menjadi kekasihnya, walau statusnya baru saja putus dari Vanya. Apa yang membuat Gamaliel tiba-tiba mengin...
Today, After Sunshine
1506      630     2     
Romance
Perjalanan ini terlalu sakit untuk dibagi Tidak aku, tidak kamu, tidak siapa pun, tidak akan bisa memahami Baiknya kusimpan saja sendiri Kamu cukup tahu, bahwa aku adalah sosok yang tangguh!
Melihat Mimpi Awan Biru
3432      1159     3     
Romance
Saisa, akan selalu berusaha menggapai semua impiannya. Tuhan pasti akan membantu setiap perjalanan hidup Saisa. Itulah keyakinan yang selalu Saisa tanamkan dalam dirinya. Dengan usaha yang Saisa lakukan dan dengan doa dari orang yang dicintainya. Saisa akan tumbuh menjadi gadis cantik yang penuh semangat.
Soulless...
5284      1191     7     
Romance
Apa cintamu datang di saat yang tepat? Pada orang yang tepat? Aku masih sangat, sangat muda waktu aku mengenal yang namanya cinta. Aku masih lembaran kertas putih, Seragamku masih putih abu-abu, dan perlahan, hatiku yang mulanya berwarna putih itu kini juga berubah menjadi abu-abu. Penuh ketidakpastian, penuh pertanyaan tanpa jawaban, keraguan, membuatku berundi pada permainan jetcoaster, ...
Kemana Perginya Ilalang
670      426     0     
Short Story
bukan hanya sekedar hamparan ilalang. ada sejuta mimpi dan harapan disana.
Kekasih Sima
303      194     1     
Short Story
Sebenarnya siapa kekasih Sima? Mengapa bisa selama lima tahun dicampakkan membuat Sima tetap kasmaran, sementara orang-orang lain memilih menggila?
Sherwin
345      227     2     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya