Loading...
Logo TinLit
Read Story - I Can't Fall In Love Vol.1
MENU
About Us  

“Perkenalkan namaku Tania Safitri, kalian bisa panggil aku dengan Tania. Aku tinggal sekitar beberapa kilometer dari sini. Aku hanya bersama dengan ibuku, karena ayahku saat ini kerja di luar kota. Mungkin...,hanya itu untuk perkenalan diriku.” Ujar siswi baru tersebut dengan sikap dan sebuah kesan pertama yang sangat baik.

 Tania, nama siswi baru tersebut. Wajahnya yang lumayan cantik sampai-sampai membuat beberapa siswa di kelas langsung tertarik kepada dirinya. Rambut panjangnya yang salah satu menarik perhatian dari Ian, dan bisa dibilang sebagai salah satu poin penting mengenai kesan pertama Tania yang sangat baik.

  Setelah sesi perkenalan Tania telah selesai dan berganti ke waktu pelajaran, Ian pun masih menatap Tania dengan penuh penasaran dan tanya. Mengenai hal apa yang menyebabkan dirinya bisa merasakan perasaan suka kepada Tania, padahal dibandingkan dengan perempuan yang lain, Tania terlihat masih bukan apa-apa kalau dilihat dari luar.

 “Ian...!Ian...! IAN..!!!”

  Ian pun langsung tersadar dan terhentak sesaat setelah guru yang mengajarnya memanggil dirinya berkali-kali.

 “A-Ah.....! i-iya..a-ada apa bu...?”

  “Kamu ini...! Ibu minta kamu untuk ngerjain soal yang ada di papan tulis ini!”

  Mendengar perintah dari guru yang mengajarnya, Ian pun kemudian maju ke depan dan mencoba untuk ngerjain soal di papan tulis.

  “Mmmmhhh....!”  

   Saat telah sampai di depan papan tulis dan membaca soal yang ada, dirinya pun terlihat tidak bergerak ataupun berusaha mengerjakan soal tersebut.

  “Ian..! ada apa? Kenapa kamu belum ngerjain soalnya?”

  “Bu.., memangnya pelajaran ini, ibu sudah ajarkan...?”

  “Tentu saja Ian! Malahan, pelajaran ini baru ibu ajarkan tadi! Memangnya kamu tidak memerhatikannya? Dan juga, bukannya biasa kamu pasti sudah pelajari mengenai pelajaran hari ini?”

  “Heheh...,sebenarnya semalam itu aku lagi ngerjain hal lain. Jadinya, saat kerjaanku semalam selesai, aku langsung tidur bu.”

  “Ahhh...kamu Ian. Padahal kamu itu selalu menjawab setiap soal yang ada...”

  “Maaf Bu..” ujar Ian dengan mukanya yang memelas ke gurunya tersebut.

  “Duduklah kalau begitu Ian...”

  Meski adanya perasaan menyesal yang dirasakan Ian akibat dirinya yang membuat gurunya sedikit kecewa, namun perasaan itupun sekejap hilang saat Ian mulai memikirkan kembali tentang Tania yang membuat dirinya tadi bisa merasa suka kepada dia.

   “Karena Ian tidak bisa mengerjakan soal di atas, apakah ada yang bisa mengerjakan soal di atas?”

  Sontak seluruh siswa di kelas pun seperti saat kedatangan Ian pertama kali, mereka pun lalu berusaha menunduk,mengangkat buku mereka agar muka mereka tidak terlihat dan ada yang memalingkan pandangannya dari papan tulis agar dirinya tidak naik kedepan.

  “Haaahh...”

  Sang guru pun hanya bisa menghela napasnya saat sontak keadaan kelasnya seperti itu. Dan seperti saat Ian pertama kali masuk, si guru pun secara tidak sengaja mendapati Tania yang terlihat biasa-biasa saja, dan malahan memperhatikan si guru dengan serius.

  “Baiklah, bagaimana kalau kamu Tania! Coba kamu kerjakan soal yang di papan.”

  Tania pun lalu menuju ke depan, mengambil spidol yang ada, lalu mengerjakan soal yang ada di papan tulis. Sementara itu, si Guru pun menampakkan keyakinan kepada si Tania kalau dirinya bisa mengerjakan soal tersebut.

  Belum semenit setelah itu, si Tania pun telah menyelesaikan soal di papan tulis, memberikan spidol yang ada kepada guru yang mengajarnya, lalu duduk dengan rasa kagum dan takjub dari si guru dan siswa-siswa yang ada.

  “BagusTania!”

  Setelah itu pembelajaran pun kembali berlanjut, dan Ian yang juga merasa agak takjub akan kepintaran Tania, lalu mengeluarkan sebuah dugaan pertama mengenai si Tania. Ian pun saat itu menduga alasan dirinya tertarik pada si Tania karena si Tania kemungkinan sangatlah pintar. Namun, hal itu pada akhirnya ditepis karena Ian pernah ditembak oleh seseorang yang pintar juga.

  Lalu saat waktu istirahat pun datang, siswi-siswi pun dengan cepatnya menghampiri Tania, berkenalan dengannya dan melakukan berbagai pendekatan yang ada. Dan hampir sama seperti saat pertama kali Ian masuk ke sekolah ini.

  Sedangkan Ian yang tidak ikut seperti teman-temannya hanya bisa memandangi Ian dari jauh sambil tetap memikirkan tentang apa yang menyebabkan dirinya ada perasaan suka dengan Tania sebelumnya.

  “Apa mungkin karena...,dia persis dengan diriku!? Tidak-tidak! Karena pasti apabila siswa memiliki sikap dan kepintaran seperti Tania, sudah pasti banyak orang yang ingin dekat!”

    “Hei Ian! Melihat Tania dikerumuni seperti itu, keingat dengan kamu saat pertama kali masuk!” sapa Sahar bersama dengan Calip dan Dirga yang menghampiri Ian yang sedang memikirkan suatu hal.

   Saat itu Ian pun tidak menggubris perkataan Sahar tadi, karena saking fokusnya Ian dalam memikirkan berbagai dugaan tentang alasan dirinya bisa tertarik dan ada perasaan suka tadi terhadap Tania.

  “Ian...,Ian...,IAN..!!”

 Ian pun keluar dari pikirannya, dan merasa terhentak saat dirinya telah diteriaki oleh Sahar yang jaraknya lumayan dekat dengan dirinya.

 “A-Ada apa Sahar..?”

 “Kamu dari saat pembalajaran tadi hingga saat ini, diam, bengong, kalau dipanggil mesti banyak kali.”

  Ian pun hanya tersenyum kecil saat mendengar perkataan Sahar yang terdengar menyindir dirinya.

  “Pasti..., ada yang kamu pikirkan saat ini kan,Ian!?” ujar Sahar sambil menatap tajam ke arah Ian, seolah-olah ingin melihat reaksi selanjutnya dari Ian.

  Kemudian senyum Ian pun makin lebar, ditambah dengan helaan napasnya sembari berkata kepada Sahar.

  “Sepertinya mustahil untuk menyembunyikan apapun darimu Sahar.”

 “Tentu saja kan,Ian.” Ujar Sahar yang tersenyum ke arah Ian.

 Setelah itu, Sahar pun yang saat itu bersama dengan Calip dan Dirga kemudian duduk di sekitar Ian, seolah-olah mereka melakukan aktivitas keseharian mereka yakni berdiskusi satu sama lain, tapi di sekitar bangku Ian.

  “Jadi Ian, apa hal yang mengganjalmu daritadi?” tanya Sahar.

  “Sepertinya...., aku ada...., perasaan tertarik dengan si Tania.” Jawab Ian dengan singkat.

  Saat itu teman-teman Ian pun seolah-olah tertegun. Dan meski hal tu membuat mereka cukup kaget. Tapi, perkataan Ian itupula seolah memberi sebuah kabar yang melegakan dan menghangatkan hati mereka. Terlebih Calip dan Dirga, meski mereka baru berteman dengan Ian.

   “Baguslah kalau begitu Ian.” Ujar Dirga.

  “Benar! Jadi..., ternyata teori Sahar yang dulu ternyata benar yah.” Ujar Calip

  Ian yang saat itu masih terlihat memikirkan suatu hal, membuat Sahar dan yang lainnya masih bertanya-tanya.

  “Jadi Ian, apa saking anehnya perasaan yang kamu rasakan saat ini, sampai-sampai membuat kepikiran seperti itu!?”

  “Bu-Bukan begitu!” jawab Ian dengan ringkas.

  “Masalahnya adalah...,saat aku merasa tertarik kepada Tania, bukan seperti benar-benar menyukainya. Tapi lebih sebuah perasaan yang berupa hentakan.”

 “Ma-maksudnya...?” tanya Calip yang mewakili perasaan tidak mengerti dari yang lainnya.

 “Singkatnya itu, meski aku memang ada rasa suka kepada Tania. Tapi...perasaan yang aku rasa itu ternyata tidak bertahan lama.”

  “Haaahh....!!!” teriak Calip dan Dirga. Sedangkan Sahar yang terlihat dari wajahnya kalau dirinya pun juga terlihat kaget

  “Yah...,aku merasakannya sekitar 5 detik saja.” Ujar Ian dengan polosnya.

  Mendengar  perkataan Ian, mereka pun seolah-olah pusing,bingung dan merasakan hal aneh terhadap kata-kata Ian tadi.

  “Tidak kusangka, kalau orang sepertimu benar-benar ada Ian.” Ujar Dirga yang menggelengkan kepalanya.

  “Memangnya ada apa denganku...?” tanya Ian yang bertanya-tanya.

  “Ian...,saat dulu aku mendengar kalau kamu tidak ada perasaan tertarik, aku saat itu hampir menganggapmu aneh. Tapi...,karena kata-kata Sahar dulu, aku pun berpikir kalau kamu hanya terlalu berfantasi Ian.

 “Namun sekarang, mendengar kalau kamu menyukai seorang perempuan selama 5 detik. Itu malahan membuatku yakin kalau ada yang salah denganmu Ian!” ujar Calip yang terlihat bingung pada waktu itu.

 “Benarkan!?” balas Ian dengan sigap.

  “Tapi Ian, apakah kamu yakin kalau perasaan suka yang kamu rasa ke Tania tidak kamu rasakan lagi...? Siapa tahu kalau kamu itu daritadi sebenarnya saking terpakunya dengan si Tania, kamu jatuh cinta padanya kan?! Jadi...,tinggal kamu coba lagi Ian!” ujar Calip.

“Kalau seperti itu Calip, akupun sudah melakukannya tadi. Bahkan, saking akunya mencoba terpaku terhadap si Tania, aku sampai-sampai menggunakan semua kefokusanku!”

 “Terus bagaimana...?” ujar Dirga.

Saat itu Ian pun dengan kepasrahannya  hanya bisa menghela napasnya, sambil tetap memikirkan tentang apa yang menyebabkan dirinya ada perasaan tertarik kepada Tania tadinya. Sedangkan Calip dan Dirga yang sudah mengeluarkan semua pendapat yang ada, hanya bisa ikut memikirkan sebuah ide untuk Ian.

 “Ian...! Aku akan memberikanmu suatu saran mengenai hal ini! Jadi...,dengarkan baik-baik!” Ujar Sahar dengan wajah serius.

 Dengan segala kefokusan yang ada, mereka pun khususnya Ian, langsung berusaha untuk fokus mendengarkan saran yang disampaikan Sahar. Dan malahan, dibanding mendengar pendapat yang lain tadi, Ian pun terlihat sangat fokus,serius dan seolah meyakini kalau saran dari Sahar ini adalah sebuah solusi untuk dirinya.

 “Begini Ian, daripada kamu mencoba memikirkan sendiri alasannya, atau dengan melihat si Tania sekilas. Bagaimana kalau kamu dekat dengannya, karena lambat laun pasti kamu bisa tahu beberapa hal tentangnya kan.”

  Mendengar saran Sahar tersebut, Ian pun awalnya masih tidak mengerti, atau kurang paham akan perkataan Sahar tadi tentang “dekat” dengan Tania. Namun, beberapa detik kemudian, seolah dirinya terkena sebuah hentakan, Ian pun langsung mengambil kesimpulan mengenai maksud Sahar tadi.

  “Sa-Sahar! A-apa jangan-jangan maksudmu dekat itu—.”

  “Membuat Ian dan Tania berpacarankan Sahar!?” ujar Dirga yang seolah langsung mengeluarkan kesimpulannya akan maksud perkataan Sahar tadi.

  Ian pun langsung terlihat kaget, karena ternyata maksud Sahar tadi beda dengan pendapat yang ia pikirkan.

 “Mana mungkin begitu Dirga! Kalau malah membuat Ian berpacaran dengan Tania, bukannya memberi hal baik, malah memberi dampak buruk. Ditambah, aku yakin kalau Ian tidak akan menyetujui hal tersebut.”

 Ian pun lalu menjadi lega kembali mendengar perkataan Sahar tadi. Padahal sebelumnya dirinya pun kepikiran menolak saran Sahar karena seperti perkataan Sahar tadi, dirinya tidak mau berpacaran kalau bukan karena dirinya memang mencintai orang tersebut.

 “Terus..,maksudmu menyuruh Ian ‘dekat’ dengan Tania itu apa Sahar?” tanya Calip.

 Mendengar pertanyaan Calip, Sahar pun lalu menatap Ian selama sepersekian detik. Saat itu, tatapan Sahar kepada Ian, seperti hendak membaca pikiran Ian atau kesimpulan Ian mengenai perkataannya tadi. Setelah itu, Sahar pun lalu tersenyum kecil yang seolah dirinya telah mendapatkan kesimpulan dari Ian.

“Maksudku tadi mengatakan membuat Ian dan Tania dekat adalah..., bukan dengan membuat mereka berpacaran! Cukup jadi teman baik saja! Bukankah menjadi teman dekat sudah cukup untuk mengetahui seseorang tentang dirinya bagaimana.” Ujar Sahar sambil menatap Ian.

  “Selain itu, hal bagus dari ini Ian, misalnya Tania nanti berusaha menyatakan cintanya padamu, kamu bisa menolaknya dengan mengatakan kalau kamu ingin berteman saja. Dan bukan malah mengatakan kalau kamu tidak ada perasaan suka kepadanya. Bagaimana...Ian?!”

  “Baiklah akan kucoba untuk meminta ke Tania untuk menjadi teman baiknya pada saat pulang sekolah nanti!” ujar Ian dengan sigap dan tanpa pikir panjang.

  Setelah Ian mengeluarkan jawabannya, mereka pun akhirnya mulai membincangkan hal yang lain. Kemudian merekapun melakukan aktivitas keseharian mereka di sekolah, seperti makan siang, memasuki pelajaran selanjutnya, dan selanjutnya, dan selanjutnya, hingga akhirnya waktu pulang pun akhirnya tiba.   

 Pada saat itu, entah karena dirinya lupa, atau karena sudah keseringan langsung menuju ke taman sekolah, Ian pun tidak seperti dikatakannya tadi, yang dimana dirinya tidak mencoba mendekati si Tania, namun malah menuju ke langsung taman sekolah seperti biasanya untuk menolak dan meminta maaf kepada perempuan yang menyatakan cinta kepada dirinya.

“Maaf karena telah menolakmu! Dan juga...,terima kasih kamu telah menyampaikan perasaannmu!” ujar Ian kepada perempuan yang menembaknya pada waktu itu.

 Setelah kegiatannya di taman sekolah selesai, Ian pun dengan santainya berjalan menuju ke gerbang sekolah dan bersiap untuk pulang kerumahnya.

  “Jadi Tania yah...., aku masih memikirkan kenapa aku bisa merasa suka padanya tadi. Tunggu...! ngomong-ngomong soal Tania..., tadikan niatku ingin......,”

 “Oh Iya! Aku seharusnya bicara ke Tania untuk menjadi teman dekatnya!! Kenapa aku bisa lupa!!!! Aku harap Tania masih ada di kelas dan lagi berbicara dengan yang lain!” gumam Ian dalam hatinya

  Dan seperti kata dari hati kecil Ian pada saat itu, kelasnya pun pada saat itu terlihat sudah sepi dan hanya beberapa siswa saja yang ada disana. Itupun, mereka ada disana karena kegiatan ekskul yang dilaksanakan di kelas Ian.

 “Haaahh....., padahal aku sudah bilang ke Sahar dan yang lainnya kalau aku akan minta ke Tania untuk menjadikanku teman dekatnya. Tapi sekarang, aku malahan lupa untuk melakukan hal itu. Mungkin...besok aku akan memintanya pada saat masuk sekolah sajalah!”

 Ian pun pada akhirnya langsung saja berjalan dan melewati jalan yang dimana seperti biasanya dia lewati. Dan sekitar 20 meter dari sekolahnya, dan searah dengan jalan yang dilalui Ian, dirinya pun saat itu mendapati Tania di sebuah lorong bersama seorang laki-laki. Yang dimana ternyata laki-laki itu tidak lain adalah salah satu teman kelas Ian.

  Kapten tim futsal sekolah, atletis,gagah, dan salah seorang siswa populer di sekolah, yang berada di kelas itu selain Ian. Dan pada saat dirinya pertama kali melihat, dirinya pun jatuh cinta dan menyukai Tania.

  “Tania! Begini...,saat aku pertama kali melihatmu memasuki kelas, aku langsung terpanah melihatmu Tania. Hatiku kecilku seolah memberitahuku kalau kamulah pasanganku. Selain itu Tania..., mulai dari awal melihatmu sampai saat ini, yang aku pikirkan, yang aku ingat hanyalah kamu Tania—”

 Laki-laki itupun mulai mengeluarkan kata-kata manis, gombal dan kata-kata yang menurut dirinya telah membuat perempuan mendengarnya akan jatuh hati pada dirinya. Namun, tidak seperti ekspektasi dari laki-lakki tersebut, Tania pun saat mendengar kata-kata manisnya hanya terlihat cuek, tidak peduli dan bahkan merasa tidak betah di sana bersama dengan laki-laki tersebut.     
  Sementara itu, Ian yang melihat kejadian antara Tania dan teman kelasnya itu, hanya bisa terdiam, fokus namun tetap juga merasa senang dan agak deg-degan karena bisa melihat sebagai pihak ketiga sebuah kejadian yang biasa ia lakukan.

  “Tak kusangka kalau Tania ditembak oleh dia. Beruntung sekali Tania.! Tapi tetap saja...—

 Ian pun lalu mencoba ekspresi Tania pada waktu itu. Dan sontak Ian pun langsung terlihat agak kesal dan agak marah akan balasan Tania kepada teman kelasnya tersebut.

  “Apa-apaan ekspresi Tania itu..!! Padahal sudah dipuji-puji seperti itu, tapi malah keliatan cuek saja. Apa dia benar-benar yang membuatku merasa suka kepada perempuan..!?”

  “—Singkatnya seperti itu Tania. Jadi yang aku mau katakan adalah....”

   Saat si laki-laki itu menyelesaikan kata-kata gombalnya,  Tania pun saat itu langsung menatap ke arah laki-laki tersebut seolah mencoba mendengarkan dengan baik apa yang akan dikatakan laki-laki itu. Sedangkan Ian yang ada di sana, langsung mencoba memfokuskan mata dan telinganya untuk melihat kejadian tersebut dan mendengar saat-saat Tania ditembak oleh laki-laki yang menurut Ian sendiri hebat.

  “Aku suka padamu Tania! Maukah kamu menjadi pacarku?!” ujar laki-laki itu dengan matanya yang tertutup.

   Suasana pun langsung menjadi tidak bersuara, hening dan seolah waktu berhenti selama beberapa detik pada waktu itu. Bahkan Ian yang sebagai penonton atau orang luar pada waktu itu, hanya bisa terdiam, fokus sambil tetap dalam hatinya deg-degan mengenai kejadian yang diliatnya saat ini.

 “Haaahh....,ternyata memang itu yah..., Padahal akunya sempat duga kalau kamu ingin jahil atau sepertinya. Tapi ternyata kamu benar-benar ingin menembakku yah...?” ujar Tania yang terlihat cuek terhadap laki-laki tersebut.

 Saat itu, si laki-laki yang mendengar perkataan Tania secara perlahan membuka matanya untuk melihat reaksi Tania. Dan, alangkah terkejut dirinya saat melihat ekspresi Tania yakni ekspresi jijik,benci,kesal dan seolah memandang rendah dirinya.

“Kamu...,sudah membuang-buang waktuku disini! Lalu tidak minta maaf! Ditambah, kamu mengatakan basa-basi tadi yang makin buang-buang waktu! Dan terakhir, Kamu malahan mncoba menembakku! Padahal, kamu itu adalah orang yang kriterianya paling aku benci!” ujar Tania yang terlihat merendahkan laki-laki itu.

 Si laki-laki saat mendengarnya tentu saja sudah merasa kesal, atas hal yang dikatakan Tania tersebut. Namun, karena rasa suka yang ia rasakan lebih besar dibanding penghinaan tersebut membuat si laki-laki pun tetap saja berusaha untuk menembak Tania dan menjadi pacarnya.

 “Ma-maafkan aku kalau begitu Tania....! Dan juga Tania..., bisa kamu beritahu, memangnya hal apa yang membuatmu sangat benci?”

 Tania pun saat mendengar permintaan maaf dari laki-laki itu, langsung mengubah cara pandang dirinya yang tadinya terlihat merendahkan laki-laki itu, sekarang lebih terlihat cuek dan agak benci saja.

 “Karena setidaknya kamu telah meminta maaf, aku akan menjawab pertanyaanmu tadi.”

 Tania pun lalu berbalik ke arah laki-laki tersebut. Kemudian dengan ekspresi kesal, dan seperti mengingat sebuah kilasan masa lalu, Tania pun lalu menjawab.

  “Aku...Membenci laki-laki tampan sepertimu.”

   Si laki-laki pun saat mendengar jawaban dari pertanyaannya tadi tidak bisa bergeming, tidak bisa berbicara, tidak bisa mengeluarkan pendapat. Dan tidak bisa mengeluarkan hal-hal yang ada dipikirkan dan lain sebagainya.

 “Bukan hanya tampan saja. Tinggi, atletik dan keren sepertimu, adalah kriteria laki-laki yang paling aku benci.”

 Dan saat Tania mengatakan hal itu, si laki-laki itu pun langsung menundukkan kepalanya. Selain itu, dilihat dari ekspresi wajahnya saat ini, kalau rasa suka yang ia rasakan terhadap Tania tadi menghilang. Dan telah menjadi ekspresi menyesal,kecewa dan pasrah.

 “Jadi kamu paham kan sekarang!? Terima kasih karena kamu telah menyatakan perasaanmu padaku. Tapi sekali lagi, aku benci laki-laki seperti kamu. Seorang laki-laki...,yang tampan,tinggi, atletik dan keren kayak kamu.”

  Si laki-laki itu pun pada waktu itu kemudian mengangkat lagi kepalanya, menghilangkan ekspresinya sebelumnya, lalu tersenyum ke arah Tania.

  “Tidak apa-apa kok Tania! Lagipula aku sebenarnya yang salah karena sudah membuang-buang waktumu. Sekali lagi, aku minta maaf Tania!”

 “Iya..., tidak apa-apa kok! Kalau begitu..., karena sekarang sudah tidak ada lagi, izinkan aku permisi dulu. Salam!” ujar Tania yang meninggalkan laki-laki tersebut.

 “Salam!” Balas si laki-laki itu.

   Setelah beberapa saat setelah Tania meninggalkan tempat itu, si laki-laki pun yang entah kenapa terlihat dari wajahnya sebuah perasaan lega, namun juga seperti dirinya yang terlihat pasrah akan keadaannya saat ini.

 “Ternyata...,ada juga perempuan kayak dia yah...”  

 Dirinya pun dengan arah yang berbeda dengan dilalui Tania, kemudian meninggalkan tempat itu sambil menampakkan sebuah senyum kelegaan sepanjang perjalannya. Menderita rasa patah hati namun merasa lega juga, si laki-laki itu pun semenjak hari itu entah kenapa bersifat lebih dewasa daripada sebelumnya.

  Sementara itu, Ian yang melihat sebuah kejadian tersebut, mulai dari saat Tania menatap laki-laki itu yang membuat Ian yang melihatnya langsung merasa naik darah dan kesal kepada Tania.

 Dan saat Tania mengatakan kalau dirinya benci sama laki-laki tampan yang tidak lain ada dalam diri Ian, membuat perasaan yang dirasakan Ian pada waktu itu pun berubah 180 derajat. Pada waktu itu, muka Ian lebih terlihat laki-laki itu, tidak bisa bergeming,terdiam dan juga, entah kenapa Ian merasa kalau dirinya akan menjadi teman baik Tania pun hanya tinggal pemikiran dari teman-temannya saja.

  Kemudian saat Tania meninggalkan gang tersebut, Ian yang tempat melihat kejadian itu berada di arah yang dilalui Tania, secara refleks lan yang saat itu masih merasa pesimis langsung berusaha meninggalkan tempatnya, lalu bersembunyi dari Tania.

  Dan saat Tania mulai berjalan menuju ke arah rumahnya, rasa pesimis Ian entah kenapa secara perlahan-lahan mulai membuat harapan Ian hilang.

  “Ternyata seperti itu yah...,Sepertinya sudah tidak mungkin bagiku sekarang untuk menjadi teman dekatnya Tania.”

  “Tentu saja kan! Bukankah dia benci orang sepertiku. Orang Tampan. Tentu saja kan, dia pasti tidak akan mau, pasti menolaknya. Dan malahan akan makin benci dianya kalau aku keras kepala. Tentu saja kan!”

 Dengan pemikiran seperti itu, Ian pun  dengan rasa pesimis,takut akan ditolak, dan hilang harapan sudah cukup untuk membuat Ian mengurungkan niatnya untuk menjadi teman baik Tania, dan mulai meninggalkan tempat itu dan berjalan di arah yang berlawanan dengan jalan pulang Tania.

 Dan saat rasa pesimis Ian benar-benar merasuki dirinya, sebuah pemikiran akan ingatan Ian pun dengan hebat membuat Ian merasa terhentak dipikirannya dengan sangat keras. Entah apa pikiran yang membuat Ian terhentak tersebut. Tapi setelah memikirannya, Ian pun saat itu lalu berhenti berjalan, dan berdiam diri di sana sekitar 1 menit.

  Sambil senyum-senyum, Ian pun berbalik dari arah jalan pulangnya dan lebih ke arah mengejar Tania yang berjalan santai menuju ke rumahnya.

  “Tentu saja kan! Tentu dirinya pasti menolakku! Ganteng...,keren...,tinggi...,atletik...,populer....,hal yang ada didiriku tersebut dia benci kan! Jadi pastinya dia pasti menolakku! Pastinya dia akan menolakku!”

 “Tapi...,Kenapa.....,tidak aku coba dulu! Mencoba berteman dengan Tania. Dan meski kepastiannya akan ditolak. Setidaknya...,kenapa tidak di coba dulu!”

  Ian pun terus mengatakan hal tersebut dalam hatinya. Membuat hatinya merasa terbakar oleh semangat untuk mencobanya dulu. Mencoba mengatakan maksudnya mendatangi Tania. Bukan untuk menjadi pacar, bukan menjadi pendamping atau orang yang membuat hati Tania akan jatuh cinta dan sebagainya. Tapi ingin menjadi teman dekat oleh Tania.

 Setiap kata-kata yang memotivasi dirinya pun membuat Ian berangsur-angsur membuat dirinya lama-kelamaan menjadi lebih cepat. Dirinya yang awalnya hanya berjalan biasa, lalu jalan cepat. Hingga akhirnya, dirinya pun berlari sekencang mungkin berusaha untuk mendatangi Tania.

 Hingga akhirnya, sekitar 2 menit Ian berlari mencoba mengejar Tania, akhirnya pun tampak dari kejauhan pandangannya, Ian pun mendapati Tania yang masih berjalan menuju ke rumahnya.

 Dan sekitar beberapa meter jarak Ian dengan Tania, sontak rasa optimis Ian pun secara drastis langsung berubah kembali menjadi perasaan pesimis dan agak takut. Namun karena tekad dirinya masih membara-bara dalam dirinya, membuat Ian pun kepikiran untuk tetap mengikuti Tania dari belakang dan mencoba mencari kesempatan untuk mendatanginya.

 Mengendap-endap, berusaha sebaik mungkin tidak terlalu dilihat oleh Tania, dan berusaha agar jarak dirinya dan Tania bisa dibilang aman, Ian pun terus mengikuti Tania dari belakang yang membuat orang-orang yang melihat tingkah Ian tersebut merasa aneh, risih dan bahkan menganggap kalau Ian itu sebenarnya seorang penguntit.

 Sementara itu, Tania yang secara tidak sengaja berbalik ke kiri dan ke kanan untuk melihat sekitar, pada saat itu menyadari kalau orang-orang saat itu terlihat sedang menatap aneh ke belakangnya.

  Tania pun saat itu berkesimpulan kalau mungkin ada sebuah kejadian yang terjadi di belakangnya, yang membuat Tania pun tetap melanjutkan perjalanannya ke rumah. Namun, meski dirinya sudah cukup jauh dengan tempat ia simpulkan tadi. Tapi entah kenapa orang-orangpun masih menatap ke belakangnya dengan tatapan aneh dan risih.

 Saat itu, entah karena alasan apa, atau hal lain tersebut, membuat dirinya pun langung bisa menyimpulkan kalau saat ini ada yang mengikutinya dari belakang, dan lagak-lagaknya seperti seorang penguntit.

  Tania pun berlari dengan cepat menuju ke rumahnya, dan juga agar dirinya tidak terus diikuti oleh yang menguntitnya tersebut. Sedangkan Ian yang melihat Tania berlari dengan cepat. membuat Ian pun sambil tetap mengendap-endap dan menjaga jarak, dirinya  tetap mengikuti dan tetap menunggu waktu yang tepat untuk mendekati Tania.

  Menyadari kalau penguntitnya juga ikut berlari seperti dirinya, Tania pun berusaha lebih cepat lagi. Yang mengikutinya mulai mempercepat ritme larinya seperti dia, Tania pun berusah semaksimal mungkin untuk berlari meninggalkan orang yang mengikutinya. Dan tentu saja orang yang mengikutinya pun menambah kecepatan berlarinya.

  Dan saat Tania sudah sangat risih, kesal, sebal dan sebal terhadap orang yang mengikutinya,  dirnya pun lalu menghentikan langkahnya, yang tentu saja Ian pun dengan refleksnya lalu memberhentikan juga langkahnya, kemudian mencoba menyembunyikan dirinya agak tak terlihat dari Tania.

  Sambil berbalik ke belakang dengan cepatnya, Tania pun dengan lantangnya berkata.

  “Hei Kamu yang disana! Aku tahu kalau kamu sudah ngikutin daritadi! Jadi...,berhenti sembunyi atau setidaknya tinggalkan aku! Kalau tidak kamu lakukan, aku akan panggil polisi!”

  Mendengar kata-kata Tania tersebut, meski Ian langsung agak takut dan pesimis untuk meminta Tania menjadi teman dekatnya. Tapi, dengan semua keberanian yang tersisa dalam dirinya, membuat Ian entah karena alasan nekat, atau sudah tidak bisa memikirkan hal lain, dirinya pun keluar dari tempat dirinya sembunyi lalu  menunjukkan dirinya di hadapan Tania.

 “Ternyata laki-laki tampan yang mengikutiku...” Ungkap Tania yang sedikit kaget saat melihat Ian.

 Tania pun saat dengan menatap laki-laki di depannya, dirinya pun menyadari kalau selain tampan, terlihat atletik,tingginya ideal dan bagaikan penampilan seorang laki-laki sempurna. Selain itu, dirinya pun juga menyadari kalau laki-laki yang mengikutinya tersebut merupakan salah satu siswa di sekolahnya saat ini.

  “Sepetinya kamu sudah mengikutiku mulai dari sekolah yah..?!” ujar Tania sambil menduga tindakan laki-laki yang dihadapannya itu.

   Ian pun mencoba menghilangkan semua ketakutan, kegugupan dan rasa pesimisnya dengan menghela napasnya semaksimal mungkin, lalu menelan ludahnya sebanyak mungkin. Kemudian terakhir, Ian pun mulai bersikap seperti biasanya kepada Tania.

  “Sebenarnya lebih tepat Tania, aku sudah mengikutimu itu sejak kejadian kamu ditembak di gang tadi.”

  Saat mendengar perkataan laki-laki yang dihadapannya tersebut, Tania pun langsung memikirkan sebuah kesimpulan sederhana mengenai alasan laki-laki yang dihadapannya itu mengikuti dirinya daritadi.

  “Jadi langsung ke initnya saja. Apa alasanmu daritadi mengikutiku layaknya seorang penguntit tadi...?” ujar Tania sambil menatap orang dihadapannya dengan penuh rasa curiga dan kesal.

  “Kalau itu..., Pertama, maafkan aku karena mengikutimu tadi! yang ternyata membuatmu berkipikir aku adalah seorang penguntit! Dan juga..., alasanku mengikutimu tadi karena....”

 Ian pun saat itu dengan wajah yang penuh kesiapan, dan keberanian mencoba untuk menyampaikan alasannya dirinya menemu Tania, meski dirinya tahu bahwa Tania saat ini membenci dirinya.

 “Tania...! Sebenarnya aku—”

 “Tidak!” jawab Tania dengan singkat dan tegas.

 Ian pun seolah terhentak, kaget dan meski dirinya tahu bahwa akan ditolak oleh Tania. Tapi tidak disangka, bahkan sebelum dirinya mengatakan maksudnya, Tania pun memberikan jawabannya tersebut.

 “Kamu...! Padahal kamu sudah melihat aku menolak laki-laki itu dan mendengar alasanku menolaknya. Tapi kamu masih saja keras kepala untuk mencobanya.

“Dengarkan baik-baik! Aku benci laki-laki tampan sepertimu! Meski, kamu itu orangnya baik,ramah, mudah bergaul dan sebagainya. Jadi..,sia-sia saja kamu berusaha untuk menembakku!” ujar Tania sambil memandang rendah laki-laki dihadapannya.

 Saat itu Tania pun menduga kalau ekspresi yang akan dikeluarkan oleh laki-laki dihadapannya tersebut akan sama dengan sebelumnya. Pasrah,kesal dan kecewa ekspresi itulah yang akan diduga oleh Tania saat itu.

 “Haaah....,ternyata kamu mengatakan tidak karena kamu mengira menembakmu yah...!” ujar Ian yang terlihat bersyukur mendengar kata-kata dari Tania tadi.

 

 

 Tania pun  merasa aneh dan agak kaget saat mendengar jawaban dan ekspresi laki-laki tersebut. Padahal sudah sangat jelas kalau dirinya menolak laki-laki yang ada dihadapannya tersebut.

  “Ke-kenapa sikapmu begitu?! Padahal jelas-jelas aku menolakmu! Tapi, kamu malahan bersyukur?! Atau jangan-jangan, kamu—”

 “Tania tenang dulu! Aku kesini bukan untuk ngerjain kamu dan sebagainya.” Ujar Ian sambil mencoba menenangkan Tania.

 Tania pun tentu saja seolah menunjukkan sikap dewasanya lalu mencoba menenangkan dirinya, kemudian mencoba mendengarkan kata-kata dari laki-laki didepannya tersebut.

 “Jadi....,jelaskan kenapa sikapmu tadi seperti itu? Padahalkan kamu dari dengar saja langsung tahu bahwa aku menolakmu karena kamu itu laki-laki tampan yang paling aku benci.”

 Ian pun mencoba memikirkan kata-kata yang menurut dirinya tidak akan menyakiti perasaan Tania nantinya. Dan setelah beberapa detik, Ian pun dengan wajah percaya diri lalu berkata.

 “Sebenarnya...,alasanku mengikuti dan saat ini datang menemuimu bukan karena aku ingin mencoba menembakmu atau berusaha untuk menjadi pacarmu Tania...!”

“A-Apa maksudmu...?” ujar Tania yang terlihat mengurangi pandangan curiganya pada laki-laki di depannya tersebut.

 “Aku...hanya ingin meminta suatu hal darimu. Yakni...,boleh tidak aku menjadi teman dekatmu Tania?” tanya Ian.

  Tania pun saat itu tidak langsung memercayai perkataan laki-laki dihadapannya tersebut. Malahan pikirannya dipenuhi prasangka dan dugaan kalau perkataan laki-laki dihadapannya hanya untuk mengkelabui dirinya saja.

 “Ka-kamu sedang bercandakan! Pasti dibalik semua ini ada—”

  “Aku Serius Tania!” singkat Ian yang terdengar mencoba meyakinkan Tania.

 “Ka-kalau begitu...kenapa? Kenapa sebelumnya kamu hanya mengikutiku saja, dan bukannya langsung saja menghampiriku? Kenapa kamu malah mengendap-endap seperti seorang penguntit? Bukannya itu berarti kamu sebenarnya memang ada macam-macam kan denganku!” ujar Tania yang terlihat masih tidak percaya.

 Ian pun dengan wajahnya yang masih tegak,serius dan terlihat tidak ada kebohongan dari wajahnya kemudian menjawab.

  “Yah...,jawabannya Tania, karena aku takut! Aku takut kepadamu Tania...!Mungkin lebih tepatnya, aku takut kalau kamu akan menolakku nantinya Tania! Karena kelebihan yang ada dalam diriku saat ini.

  “Aku sudah beritahukan padamu kan, kalau aku sudah mengikutimu sejak kamu ditembak digang tadi, benarkan?”

  Tania pun tentu saja menjawabnya dengan sebuah anggukan.

  “Saat aku mendengar kalau kamu itu benci dengan seorang laki-laki tampan. Aku pun secara otomatis hampir merasakan apa yang dirasakan oleh laki-laki yang dihadapanmu itu. Pasrah,tidak bisa berkata apa-apa, dan sebagainya, bahkan akupun langsung putus asa untuk memintamu menjadikanku teman dekatmu Tania.

 “Aku pun saat itu berkesimpulan kalau kamu ujung-ujungnya akan menolak permintaanku tersebut, karena ketampananku yang kamu benci itu. Yang tentu saja membuatku tidak bisa bicara langsung kepadamu Tania.”

  Tania pun setelah mendengar penjelasan Ian, lalu mengubah ekspresinya menjadi tenang dan terlihat seperti dirinya yang tidak ada rasa benci dan risih.

 “Jadi....,kamu mengertikan Tania!?”

  “Iya sepertinya aku sudah paham sekarang. Maaf! Karena telah mengiramu seorang penguntit.” Ujar Tania dengan wajah yang menyesal.

 “Tidak apa Tania..! Lagipula aku juga yang salah karena sudah mengikutimu seperti itu. Jadinya kamu merasa risih akan hal itu. Aku minta maaf sebesar-besarnya..!”

“Tidak apa-apa..!”

  Saat itu pun situasi yang terjadi diantara berduapun lebih baik, dan lebih nyaman daripada sebelumnya. Dan setelah beberapa detik setelah itu, Ian pun kemudian menanyakan ulang pertanyaan yang ia ajukan sebelumnya tadi ke Tania dengan wajahnya yang serius, ditambah dengan mental dirinya yang siap untuk menerima berbagai jawaban dari Tania nantinya.

 “Jadi Tania, aku tanya sekali lagi! Boleh tidak aku menjadi teman dekatmu...?!”

 Merasa dihentak oleh pertanyaan tersebut, Tania pun saat itu langsung seperti memikirkan suatu hal, yang membuat Ian langsung mengambil kesimpulan sederhana akan tingkah Tania itu.

 “Tania...! Kamu boleh kok memberi jawaban nanti saja. Lagipula kan, aku ini ada kriteria orang yang kamu benci. Jadi..., menurutku wajar saja kalau kamu menolaknya.”

 Tania pun saat itu tersenyum kecil ke arah Ian sembari berkata.

 “Untuk apa aku memberikan jawaban nanti, Padahal hari ini pun aku bisa menjawabnya. “

 Mendengar apa yang dikatkan Tania tersebut, membuat Ian pun berusaha sefokus mungkin untuk menerima jawaban dari Tania. Sedangkan Tania, dengan wajahnya yang masih tersenyum dan pandangan tertuju langsung ke laki-laki hadapannya, dirinya pun lalu menjawab.

 “Baiklah. Aku mau kok! Menjadi teman dekatmu!”

  Ian pun saat mendengar jawaban Tania saat dirinya sangat fokus, membuat ekspresi wajahnya pun dipenuhi dengan rasa senang,lega yang membuat dirinya pun gemetaran dan hampir jatuh.

 “Benarkah....! Syukurlah kalau begitu! Padahal, aku sudah sangat yakin kalau kamu akan menolakku karena ketampanan dan kelebihanku ini.”

 Kemudian karena kedekatan yang terjadi diantara mereka, membuat mereka secara refleks langsung berjalan pulang meninggalkan tempat mereka sebelumnya. Meski arah jalan mereka lebih ke arah jalan menuju rumah Tania, dan rumah Ian berlawanan dengan jalan ini.

 “Begini...,meski kamu itu adalah laki-laki tampan yang dimana aku sangat benci. Tapi selama menurutku hanya sebatas teman saja, aku masih bisa menerimanya.” Ujar Tania.

  “Begitu kah..! syukurlah kalau beg—”

  “Meski begitu..., aku saat ini masih tidak percaya padamu! Jadi kalau misalnya ngelakuin suatu hal yang membuatku membencimu. Meski itu satu kali, aku akan memutuskan hubungan pertemenan kita ini!” ujar Tania yang terdengar mengancam laki-laki yang bersamanya itu.

  “Ba-baik Tania.!”  Jawab Ian yang terlihat langsung agak ketakutan.

  Setelah itu, perjalanan pulang mereka pun dilanjutkan dengan Tania yang masih bertanya-tanya akan suatu hal mengenai laki-laki yang disampingnya saat ini. Siapa dia?  Dari kelas mana dia? Atau yang paling mendasar siapa nama laki-laki tampan yang disampingnya? Itulah pertanyaan-pertanyaan yang ada dalam pikiran Tania pada waktu itu.

  Tania pun yang selama perjalanan pulang menatap Ian terus, membuat si Ian bertanya-tanya akan tingkah Tania itu.

 “Tania...! Memangnya ada yang salah denganku yah...?”

 “Ahh...tidak hanya saja, ada hal yang membuatku bertanya-tanya... Memangnya siapa kamu? Selain itu...,bagaimana caramu mengenalku? Dan kamu dari kelas mana?”

 “O-Oh be-begitu yah..Maaf kalau begitu Tania!” jawab Ian.

 “Namaku adalah Adrian. Kamu bisa memanggilku Tania dengan Ian! Dan alasan aku bisa tahu kamu karena, kita satu kelas. Mungkin hanya itu saja Tania.”

  Setelah Ian memperkenalkan dirinya, Tania pun saat itu langsung seperti mengingatkan suatu hal mengenai nama Ian itu.

 “Ohh....! Jadi kamu Ian yang dibicarakan oleh siswi kelas kita!”

 “Memangnya apa yang kamu dengar tentangku...?” tanya Ian yang agak bertanya-tanya.

  “Katanya kamu itu adalah laki-laki yang menolak semua pertanyaan cinta perempuan-perempuan yang menyatakan cinta padamu.”

  “Yah..., hal itu memang benar Tania.” Balas Ian.

  “Terus, mengenai alasanmu menolaknya. Kabarnya Ian, kamu menolaknya itu karena kamu tidak ada rasa tertarik pada perempuan-perempuan itu. Memangnya alasanmu itu benar adanya? Atau, sebenarnya alasanmu itu hanyalah alibimu untuk tidak pacaran? Lalu terakhir, aku dengar kamu setelah menolak mereka, kamu malah meminta maaf Ian. Kenapa?”

  Ian pun saat itu sontak terlihat agak murung, karena mendengar kata-kata Tania tadi membuat dirinya pun mengingat kembali perasaan bersalah karena menolak perempuan-perempuan yang menyatakan cinta kepada dirinya selama ini.

 

 “Yah...,Hal itu memang kenyataannya Tania! Aku tidak bisa sedikitpun merasa tertarik pada perempuan-perempuan yang menyatakan perasaannya. Namun bukan hanya mereka saja aku tidak ada rasa tertarik. Semua perempuan yang kulihat termasuk dirimu Tania, aku entah kenapa tidak ada perasaan tertarik atau suka.”

“Tapi Ian, kalau begitu kenapa kamu meminta maaf? Padahalkan waktumu terbuang-buang kalau kamu dinyatakan cinta!” tanya Tania balik.

 “Tentu saja kan! Setelah aku menolak mereka, pastinya mereka akan merasa sakit hati dan sebagainya.Pastinya aku akan minta maaf kalau membuat perempuan seperti itu. Dan juga, tidak sedikit dari perempuan-perempuan itu, orang yang dekat denganku, dan pasti akan canggung jadinya kalau aku tidak meminta maaf kepada mereka.”

 Tania pun saat Ian mengakhiri jawabannya lalu tersenyum dan bahkan terlihat lebih tenang lagi daripada sebelumnya. Sedangkan Ian yang secara tidak sengaja melihat ekspresi Tania itu, membuat dirinya pun langsung agak bertanya akan ekspresi senyum Tania itu.

 “Tania...! Kenapa kamu malahan senyum-senyum begitu setelah mendengarkan jawabanku tadi?”

 “Yah..., itu karena sekarang aku yakin kalau menyetujui menjadi teman dekatmu Ian, adalah hal yang bagus.”

  Tentu saja Ian yang mendengarnya langsung merasa tersipuh,bangga dan senang karena dirinya dipuji seperti itu.

 “Terima kasih kalau begitu! Tapi Tania, memangnya alasanmu berpendapat begitu secara tiba-tiba karena apa?” tanya Ian.

 “Mungkin karena 2 hal yang aku sadari Ian, dari jawabanmu tadi itu. Pertama, karena aku tahu kalau kamu orangnya yang akan minta maaf saat membuat seseorang sakit hati. Aku yakin kalau kamu adalah orang yang baik Ian. Orang yang bertanggung jawab, dan sangat menghargai perasaan orang lain.”

 “Oh begitu yah!” balas Ian yang mulai paham akan alasan Tania berkata seperti tadi.

 “Dan kedua Ian, alasannya karena, mengetahui kalau kamu tidak ada rasa tertarik dengan perempuan. Aku bisa menjadi agak lega untuk dekat-dekat denganmu.”

  “Syukurlah kalau begitu Tania.” balas Ian yang terdengar senang.

 “Bukan berarti Ian, kalau perkataanku itu bertanda bahwa aku percaya padamu! Itu sebenarnya hanya bukti kalau aku sedikit percaya padamu Ian! Hanya sedikit!”

  Ian pun hanya bisa meresponnya dengan anggukan saja. Kemudian selama beberapa saat, percakapan mereka pun lalu berlanjut saat Ian memikirkan suatu hal mengenai Tania yang membuat dirinya agak bertanya-tanya waktu itu.

  “Tania...! Boleh tidak aku menanyakanmu suatu hal...?”

  Tania pun yang saat itu berjalan santai lalu berbalik ke arah Ian sebagai respon dirinya akan pertanyaan Ian tadi.

  “Memangnya apa yang ingin kamu tanyakan Ian..?”

  “Begini Tania, pada saat kamu ditembak oleh siswa itu, kamu mengatakan kalau kamu benci laki-laki tampan. Begitupun kamu mengatakannya padaku! Kamu memandang rendah, terlihat membenci dan terlihat risih sama siswa itu dan aku. Memangnya Tania, kenapa kamu sangat membenci laki-laki tampan? Apakah kamu memiliki masa lalu yang tidak baik dengan laki-laki tampan?”

   “Iya Ian! Aku sebenarnya memiliki masa lalu yang tidak baik dan itu berhubungan dengan laki-laki tampan.” Ujar Tania yang terlihat murung semenjak Ian menanyakan hal ini.

  “Kalau begitu Tania bisa—”

  “Tapi , maaf Ian! Aku tidak bisa memberitahukanmu bagaimana itu! Karena hal itu adalah privasiku. Dan aku, tidak ingin mengingat kembali masa lalu yang paling aku benci tersebut!” Ujar Tania dengan agak mempertegas.

  Ian pun saat mendengar itu tidak bisa berbuat apa-apa, dan terus saja berjalan bersama dengan Tania. Lalu, Ian yang mulai merasa kalau keadaan mereka saat ini mulai dirasa dirinya agak canggung karena pertanyaannya tadi, dirinya pun mulai mencari cara atau hal yang dapat menghilangkan keadaan canggungnya saat itu.

 “Tania! Apakah mulai hari ini kita menjadi teman dekat sekarang?!” ujar Ian yang memanggil Tania yang sedang murung.

  Tania pun yang sedang murung, saat mendengar perkataan Ian tadi, langsung menghilangkan perasaan murungnya sembari berkata.

  “Iya kan Ian! Memangnya, kenapa kamu menanyakan hal itu?”

 “Tidak kok! Hanya saja Tania..., itu berarti..., mulai dari sekarang..., akan banyak cerita yang akan terjadi di antara kita Tania. Suka maupun duka, dan hal-hal terjadi yang pasti akan dialami oleh 2 orang teman. Benarkan Tania?”

  Ekspresi Tania yang sebelumnya sedang murung, akhirnya kembali menjadi seperti biasanya, setelah Ian berkata seperti itu kepada dirinya.

  “Memang benar Ian!” jawab Tania.

  Ian pun membalas pernyataan Tania tersebut dengan sebuah senyuman hangat. Lalu setelah beberapa menit setelah itu, jarak antara lokasi mereka dan rumah Tania pun bisa dibilang lumayan dekat, yang membuat Tania pun hendak mengundurkan diri ke Ian.

  “Ian.., mulai dari sini rumahku sudah dekat.”

  “Ohh...,begitu yah...!”

  Kemudian Ian pun lalu memberhentikan jalannya. Lalu dirinya pun mengucapkan salam perpisahan kepada Tania.

 “Jadi Tania, aku harap pertemanan kita ini akan menjadi lebih baik kedepannya.”

“Iya Ian! Kalau begitu aku pergi dulu! Sampai jumpa Ian!”  salam Tania.

 “Sampai jumpa!” balas Ian.

  Tania pun lalu berlari meninggalkan Ian yang saat itu hanya menatap dirinya. Dan setelah Tania sudah tidak terlihat oleh Ian, Ian pun lalu menuju halte bis dekat sana, yang arah jalur busnya ke arah rumahnya yang dimana berlawanan dngan arah rumah Tania apabila dilihat dari sekolah mereka.

 Dan setelah beberapa lama menunggu, Ian pun mulai menaiki bus ke arah rumahnya. Dan selama menaiki bus, Ian pun tetap saja memikirkan suatu hal. Yakni mengenai apakah dirinya suatu saat harus memberitahukan alasan sebenarnya dirinya menjadi teman dekat Tania atau tidak.

 Karena menurut Ian sendiri, apabila misalnya Ian tidak memberitahukannya maka apabila suatu saat Tania tidak sengaja mengetahuinya akan terjadi hal yang paling tidak diinginkan oleh Ian.

 Namun, kalau misalnya dirinya memberitahukannya, Ian pun menduga kalau Tania akan langsung menolak, lalu menjauhi dirinya. Dan terakhir, kesempatan Ian untuk mengetahui alasan dirinya bisa ada perasaan suka kepada Tania sebelumnya menjadi hilang.

 Dan akhirnya, selama beberapa lama memikirkannya di dalam bus, Ian pun langsung mengambil pilihan yang dimana dirinya akan tetap merahasiakan ini dari Tania, dan berusaha sebaik mungkin untuk merahasiakan alasannya itu dari Tania.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
When Heartbreak
2561      958     0     
Romance
Sebuah rasa dariku. Yang tak pernah hilang untukmu. Menyatu dengan jiwa dan imajinasiku. Ah, imajinasi. Aku menyukainya. Karenanya aku akan selalu bisa bersamamu kapanpun aku mau. Teruntukmu sahabat kecilku. Yang aku harap menjadi sahabat hidupku.
Nobody is perfect
13987      2537     7     
Romance
Pada suatu hari Seekor kelinci berlari pergi ingin mencari Pangerannya. Ia tersesat, sampai akhirnya ditolong Si Rubah. Si Rubah menerima si kelinci tinggal di rumahnya dan penghuni lainnya. Si Monyet yang begitu ramah dan perhatiaan dengan si Kelinci. Lalu Si Singa yang perfeksionis, mengatur semua penghuni rumah termasuk penghuni baru, Si Kelinci. Si Rubah yang tidak bisa di tebak jalan pikira...
When You Reach Me
7720      2020     3     
Romance
"is it possible to be in love with someone you've never met?" alternatively; in which a boy and a girl connect through a series of letters. [] Dengan sifatnya yang kelewat pemarah dan emosional, Giana tidak pernah memiliki banyak teman seumur hidupnya--dengan segelintir anak laki-laki di sekolahnya sebagai pengecualian, Giana selalu dikucilkan dan ditakuti oleh teman-teman seba...
My X Idol
15963      2525     5     
Romance
Bagaimana ya rasanya punya mantan yang ternyata seorang artis terkenal? Merasa bangga, atau harus menutupi masa lalu itu mati-matian. Seterkenal apapun Rangga, di mata Nila ia hanya mantan yang menghilang ketika lagi sayang-sayangnya. Meski bagi Rangga, Nila membuat hidupnya berwarna. Namun bagi Nila, Rangga hanya menghitam putihkan hatinya. Lalu, apa yang akan mereka ceritakan di kemudian hari d...
Taarufku Berujung sakinah
7456      1859     1     
Romance
keikhlasan Aida untuk menerima perjodohan dengan laki-laki pilihan kedua orang tuanya membuat hidupnya berubah, kebahagiaan yang ia rasakan terus dan terus bertambah. hingga semua berubah ketika ia kembai dipertemukan dengan sahabat lamanya. bagaimanakah kisah perjuangan cinta Aida menuju sakinah dimata Allah, akankah ia kembali dengan sahabatnya atau bertahan degan laki-laki yang kini menjadi im...
Melawan Tuhan
2904      1101     2     
Inspirational
Tenang tidak senang Senang tidak tenang Tenang senang Jadi tegang Tegang, jadi perang Namaku Raja, tapi nasibku tak seperti Raja dalam nyata. Hanya bisa bermimpi dalam keramaian kota. Hingga diriku mengerti arti cinta. Cinta yang mengajarkanku untuk tetap bisa bertahan dalam kerasnya hidup. Tanpa sedikit pun menolak cahaya yang mulai redup. Cinta datang tanpa apa apa Bukan datang...
Kumpulan Quotes Random Ruth
2140      1127     0     
Romance
Hanya kumpulan quotes random yang terlintas begitu saja di pikiran Ruth dan kuputuskan untuk menulisnya... Happy Reading...
Sepasang Dandelion
7011      1395     10     
Romance
Sepasang Dandelion yang sangat rapuh,sangat kuat dan indah. Begitulah aku dan dia. Banyak yang mengatakan aku dan dia memiliki cinta yang sederhana dan kuat tetapi rapuh. Rapuh karena harus merelakan orang yang terkasihi harus pergi. Pergi dibawa oleh angin. Aku takkan pernah membenci angin . Angin yang selalu membuat ku terbang dan harus mengalah akan keegoisannya. Keindahan dandelion tak akan ...
Princess Harzel
17229      2543     12     
Romance
Revandira Papinka, lelaki sarkastis campuran Indonesia-Inggris memutuskan untuk pergi dari rumah karena terlampau membenci Ibunya, yang baginya adalah biang masalah. Di kehidupan barunya, ia menemukan Princess Harzel, gadis manis dan periang, yang telah membuat hatinya berdebar untuk pertama kali. Teror demi teror murahan yang menimpa gadis itu membuat intensitas kedekatan mereka semakin bertamba...
She Is Falling in Love
550      346     1     
Romance
Irene membenci lelaki yang mengelus kepalanya, memanggil nama depannya, ataupun menatapnya tapat di mata. Namun Irene lebih membenci lelaki yang mencium kelopak matanya ketika ia menangis. Namun, ketika Senan yang melakukannya, Irene tak tahu harus melarang Senan atau menyuruhnya melakukan hal itu lagi. Karena sialnya, Irene justru senang Senan melakukan hal itu padanya.