Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Friends of Romeo and Juliet
MENU
About Us  

Aku masih dalam keadaan kacau. Setengah sadar dan setengah tidak sadar. ‘Yuki….’ Masih terbayang refleksku waktu aku menepis Rey. Tawanya yang putus asa, seakan tesadar dari mimpi, dan sikap tubuhnya. Dia memang begitu. Tanpa tedeng aling-aling kalau menyangkut hal yang benar. Dan dia benar. Rasa bersalah melandaku. Hal yang paling kubenci adalah merasa salah.

Memangnya kenapa kalau dia pacaran sama Dilar?

Terus kenapa dia sembunyiin? Itu pertanyaan logis untuk membela dirinya sendiri. Fakta bahwa ada kesalahan dari pihak Rey yang menyembunyikan fakta itu.

Tapi apa itu memang kesalahan? Kenapa dia menyembunyikannya….

Sudah jelas. Dia dan Hamka penyebabnya. Karena mereka selalu, selalu, bertengkar bahkan ketika hanya bertemu pandang sepuluh meter jauhnya. Mereka tidak berani, bukan, bukan tidak berani, mereka tidak mau menyakiti perasaan siapa-siapa. Dia terduduk di kamarnya. Memeluk lutut. Diamnya Rey berarti murka.

Dan pastinya, itu yang akan terjadi besok di sekolah.

Benar saja. Paginya, Rey tidak tersenyum padanya, tidak melihatnya, tidak berbicara padanya. Friska mendatangi Rey dengan khawatir. Lalu sepertinya menanyainya ragu-ragu. Meski terlihat tidak peduli, keliahatan kalau satu kelas mendengarkan. Dan satu dua orang bermain smartphone sambil mencuri pandang. Seakan sudah siap mem-broadcast kebenaran rumor itu. Cewek nggak dikenal kelas sepuluh dan si balok es Dilar. Apalagi mereka sahabatku dan Hamka, yang jelas musuh bebuyutan. Mungkin mereka bakal dijuluki Romeo & Juliet.

Aku meneguk ludah. Itu berarti kami keluarga jahat yang memisahkan keduanya.

Sejenak Friska menatapku. Rey refleks mengikuti, tapi seakan sadar, lalu tidak jadi. Bahuku langsung turun. Friska menatapku seakan….dia lalu menurunkan pandangannya dengan ekspresi tidak enak. Sepanjang hari itu dia lebih memilih menemani Rey. Sudah jelas dia memihak siapa.

Dan sudah jelas aku tahu siapa diantara kami sahabat yang jahat.

Karena tidak tahan dengan suasan kelas yang terasa mencekam karena Rey yang dikenal bersahaja diam seribu bahasa karena murka, aku pun memilih kabur ke tugasku sebagai Bendahara II OSIS. Aku ingat ada beberapa bagian yang diminta Kepala Sekolah untuk direvisi. Sesampainya di sana, aku terkejut setengah mati. Ketua, si Hamka, di mejanya sedang sibuk dengan berbagai dokumen. Tapi…wajahnya. Babak belur mungkin terlalu dramatis. Tapi ototmatis aku langsung tahu apa yang terjadi. Dia mendongak. Terkejut melihatku.

“Apa?”

Aku terlalu sedih, sampai tidak ada kekesalan tersisa untuknya.

Kubilang, dengan lesu, aku hanya mau mengambil file.

“….” Dia diam. Mungkin tidak menyangka reaksiku akan lempeng saja.

Fuck!

Aku terlonjak, file yang kupegang jatuh ke lantai. Dan sebagai tambahan, kupikir mustahil tadi itu Hamka. The ever proper and top-notch student, cursing? Yeah, hell must be frozen now.

“Kamu udah denger rumornya kan??” dia bertanya. Agak membentak, tapi aku mengiyakan.

“Gimana reaksi temenmu itu?”

Baru ini aku marah, “Namanya REY.” Aku menunduk, “dan….dia murka.”

“Kenapa malah dia yang murka?? Kan dia sama Dilar yang sembunyi-sembunyi kan??!”

Astaga.

Si kepala batu plus muka badak ini! Kalau punya cukup kekuatan, aku bakal pukul bagian bonyok mukanya di pipi kiri itu. Aku jadi sedikit menyukai Dilar, kalau dia berani memukul wajah sahabatnya sendiri sampai bonyok demi Rey….

I’ve been a bitch to her. To both of them. I admit it now. Dan sekarang, si muka badak ini juga harus tahu. Know that HE IS THE JERK HERE!

“Kamu tuh bajingan nggak cuman sama aku ternyata ya?” dengan suara bergetar aku memulai. Dia menatapku. Sepertinya tadi dia pikir aku bisa ‘memahami’ pengkhianatan sahabat-sahabat kami. Sayangnya iya, dan syukurlah, aku memahaminya dengan cara yang berbeda dan sadar lebih cepat.

“Apa??” dia menantang.

“Dia sahabatmu kan??”

“Terus? Dia sembunyi-sembunyi, di belakangku. Temenmu itu juga kan? Kenapa malah marah ke aku?”

“Karena…..aaargh!!!! Kepalamu itu bisa lebih keras nggak sih?” aku mendekatinya lalu mencengkeram kerahnya.

“MEREKA SEMBUNYI-SEMBUNYI…KARENA KITA BEGO!” aku berteriak di depan wajahnya.

Hamka terdiam. Aku melanjutkan dengan decibel lebih tinggi, “HARUSNYA KAMU JUGA SADAR!! KAMU YANG PERTAMA KALI NYAKITIN DIA! DIA, TEMANMU ITU NGGAK PUNYA PILIHAN TAHU!”

Masih diam. Aku melepas cengkeramanku. Belum puas, tapi aku menambahkan dengan lebih pelan.

“Mereka satu SMP…kamu tahu? Berarti mereka lebih dulu saling suka ketimbang waktu kita saling benci. Dan…” aku menghela napas, “kita yang menghalangi mereka buat bahagia. Kenapa kamu nggak sadar?! Kenapa aku… ah, udahlah. Aku juga bego. Sekarang Rey nggak bakal ngomong sama aku lagi.” Aku menambahkan dengan lesu. Air mataku serasa mau tumpah lagi, tapi gengsiku di depannya lebih tinggi ketimbang Monas. Aku nggak amu nangis di depan si jerk ini!

Hamka masih terdiam. Aku yang bingung menghadapi pandangan kosong dan tidak terima Hamka memilih untuk permisi.

“Aku masih banyak kerjaan, permisi KAK.” Aku menekankan kata kak. Aku butuh seseorang untuk disalahkan. Tidak peduli dia ketua OSIS. Dia lebih tua. Harusnya dia lebih dewasa dalam menghadapi masalah begini. Masalah kami kan sama?

 Aku menghela napas.

“Hoi.”

Sebelum aku melangkah keluar, dia memanggil. Aku menoleh dengan heran.

“Mau….ke rumah Dilar, hari ini?”

Hah?

“Maksudnya?”

“Aku….mau dengerin cerita dia. Harusnya dari kemarin kudengar, tapi….” dia menunjuk memar dan bonyoknya, “dia benar-benar ngamuk, mungkin…memang…dia nggak sepenuhnya salah.”

“Udah bagus banget kalau kamu nyadar di situ,” aku dengan capek membalas, “terus kenapa tiba-tiba ngajak ke sana?”

Dia mengangkat bahu, “kamu juga sebenernya belum bisa terima kenyataan kan?”

Aku ganti diam. Tertohok.

“Kalo gitu, biar kita sama-sama liat ‘Dilar yang sebenarnya’ dulu, abis itu….mungkin temanmu udah mau ngomong ke kamu lagi.”

Aku menelan ganjalan di tenggorokanku. Sungguh, kalau ini memang bakal membuat Rey mau ngomong ke aku lagi, maka aku tinggal melakukan satu hal.

Aku mengangguk.

“Abis pulang sekolah? Di sini?”

“Ya.”

Aku mengangguk sekali lagi, lalu pergi.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
What a Great Seducer Fist Series : Mengenalmu
17053      3059     6     
Romance
Bella, seorang wanita yang sangat menyukai kegiatan yang menantang adrenalin terjebak di dalam sebuah sekolahan yang bernama Rainwood University dengan profesinya sebagai Guru BK. Bukan pekerjaan yang diharapkan Bella. Namun, berkat pekerjaan itu takdir dapat mempertemukannya dengan Rion. Salah seorang muridnya yang keras kepala dan misterius. Memiliki nama samaran RK, Rion awalnya bekerja sebag...
Novel Andre Jatmiko
9842      2149     3     
Romance
Nita Anggraini seorang siswi XII ingin menjadi seorang penulis terkenal. Suatu hari dia menulis novel tentang masa lalu yang menceritakan kisahnya dengan Andre Jatmiko. Saat dia sedang asik menulis, seorang pembaca online bernama Miko1998, mereka berbalas pesan yang berakhir dengan sebuah tantangan ala Loro Jonggrang dari Nita untuk Miko, tantangan yang berakhir dengan kekalahan Nita. Sesudah ...
Dear You
15848      2725     14     
Romance
Ini hanyalah sedikit kisah tentangku. Tentangku yang dipertemukan dengan dia. Pertemuan yang sebelumnya tak pernah terpikirkan olehku. Aku tahu, ini mungkin kisah yang begitu klise. Namun, berkat pertemuanku dengannya, aku belajar banyak hal yang belum pernah aku pelajari sebelumnya. Tentang bagaimana mensyukuri hidup. Tentang bagaimana mencintai dan menyayangi. Dan, tentang bagai...
Satu Nama untuk Ayahku
8826      1857     17     
Inspirational
Ayah...... Suatu saat nanti, jikapun kau tidak lagi dapat kulihat, semua akan baik-baik saja. Semua yang pernah baik-baik saja, akan kembali baik-baik saja. Dan aku akan baik-baik saja meski tanpamu.
Unforgettable
580      408     0     
Short Story
Do you believe in love destiny? That separates yet unites. Though it is reunited in the different conditions, which is not same as before. However, they finally meet.
Half Moon
1177      642     1     
Mystery
Pada saat mata kita terpejam Pada saat cahaya mulai padam Apakah kita masih bisa melihat? Apakah kita masih bisa mengungkapkan misteri-misteri yang terus menghantui? Hantu itu terus mengusikku. Bahkan saat aku tidak mendengar apapun. Aku kambuh dan darah mengucur dari telingaku. Tapi hantu itu tidak mau berhenti menggangguku. Dalam buku paranormal dan film-film horor mereka akan mengatakan ...
SILENT
5650      1683     3     
Romance
Tidak semua kata di dunia perlu diucapkan. Pun tidak semua makna di dalamnya perlu tersampaikan. Maka, aku memilih diam dalam semua keramaian ini. Bagiku, diamku, menyelamatkan hatiku, menyelamatkan jiwaku, menyelamatkan persahabatanku dan menyelamatkan aku dari semua hal yang tidak mungkin bisa aku hadapi sendirian, tanpa mereka. Namun satu hal, aku tidak bisa menyelamatkan rasa ini... M...
Simbiosis Mutualisme
315      208     2     
Romance
Jika boleh diibaratkan, Billie bukanlah kobaran api yang tengah menyala-nyala, melainkan sebuah ruang hampa yang tersembunyi di sekitar perapian. Billie adalah si pemberi racun tanpa penawar, perusak makna dan pembangkang rasa.
29.02
449      241     1     
Short Story
Kau menghancurkan penantian kita. Penantian yang akhirnya terasa sia-sia Tak peduli sebesar apa harapan yang aku miliki. Akan selalu kunanti dua puluh sembilan Februari
I'il Find You, LOVE
6268      1707     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.