Kasak-kusuk semakin menjadi-jadi di sekolah.
Ada apa sih?
Pagi ini aku ke rumah Rey, karena semalaman chatku tidak dibalas, makanya aku ke rumahnya untuk menjemputnya berangkat sekolah bareng. Tapi Tante malah dengan halus mengatakan Rey sakit, tidak boleh sekolah dulu beberapa hari. Kontan aku cemas.
“Sakit apa tante? Di rumah sakit ya Rey-nya??”
“Nggak, nggak, di rumah kok, cuman….capek saja, tambah flu. Jadi besok-besok saja ya dik Yuki ke sininya.”
Dengan lesu aku mengiyakan.
“Yuki…” Friskan datang ke mejaku. “Aku duduk sini ya.”
“Iya duduk aja, Rey nggak masuk kok.”
Frsika menatapku sebentar. “Kamu…”
“Kenapa?”
“Nggak. Nggak papa. Rey kenapa?”
“Sakit katanya.”
“Oh…”
Aneh. Friska biasanya ceriwis dan suka gosip. Sedetik yang lalu harusnya dia sudah mulai membeberkan gosip-gosip sekolah terhangat dan teraktual. Tapi hari ini dia diam.
*
Pulang sekolah, dengan gerakan aneh aku memasukkan buku-buku ke dalam tas. Aneh, karena seharian ini aku mendapat tatapan penasaran dan penuh tanda tanya.
Apa masalah ekskul itu ya? Memang internal sekolah sih, tapi masa seaneh itu?
Begitu aku melewati kelas demi kelas, langkahku terhenti mendengar nama yang kukenal disebut.
“EH?? Si Dilar sama anak kelas sepuluh? Terus-terus?”
“Ya itu, si Yosi juga ngincer anak itu. Terus dipaksa sama dia…”
“Dipaksa maksudnya….“
“Iya ‘itu’, hampir sih, soalnya Dilar langsung ngasih bogem katanya.”
“Heh! Katanya-katanya! Sumbernya siapa dulu nih?”
“Ih, beneran tau, Jessica ketua cheers, aku kn masuk cheers, baru mau pulang abis dipanggil rapat sama OSIS kemarin. Dia liat ada ribut-ribut, Pak Adamas sampe turun tangan lho! soalnya bonyok si Yosi dihajar Dilar.”
Aku membeku mendengar omongan mereka. Rey…dipaksa Kak Yosi? Si Playboy cap capjay itu?
Awalnya aku khawatir pada bagian pertama, soal Rey dan Kak Yosi. Tapi satu sekolah juga tahu kalau dia playboy cap kecap. Seenggaknya dua cewek dari setiap angkatan jadi target utamanya dan jadi korban rumor kejam yang dia captain dan sebar sendiri. Sayangnya, reputasinya lebih terkenal dari rumornya, jadi rumor hanya rumor….
Bagian keduanya membuat mataku gelap.
“Eh?? Kak Dilar yang nolongin? Ciyus?”
“Iya! Demi apa, langsung dipeluk, Yosi dihajar! Berarti mereka pacaran kan??”
“Kok bisa sih??”
“Sebenernya si Hanna pernah cerita ngeliat Dilar jalan sama cewek. Dia nggak jelas sih liatnya, cuman katanya Dilar ngebawain kanvas atau apa…gede gitu.”
“Kanvas?”
“Eh, kuper! Si anak kelas sepuluh itu jago ngelukis tahu! Katanya di SMP dia juara…”
“Nah, baru inget aku, aku kan satu SMP sama si Dilar, nah si adik kelas itu juga satu SMP! Bego, baru sadar akunya!”
“Serius??”
“Serius! Aku inget pas dia dipanggil ke depan waktu upacara bendera gara-gara menang lomba lukisan itu!”
“Yah, seleranya si Dilar, kalem alim gitu ya….pantesan kutempelin nggak kesengsem.”
“Eh, sama situ sih bukan kesengsem, dianya pasti langsung bilang ‘Asem!’”
“Sialan!”
Derai tawa cewek-cewek kelas sebelas itu menggema. Tapi mataku kosong. Rey…sama …Dilar? Sahabatnya Hamka? Sejak kapan? Dengan mual aku mengingat-ingat. Tante bilang Rey grooming dan check up Mamo lebih sering sejak SMA…keseringan malah. Kok aku nggak sadar? Dia ketemuan sama cowok itu? Kapan mereka jadian?
Kenapa nggak bilang aku?
Dengan penuh amarah, aku langsung ke kelas, menyambar tas, dan menuju ke rumah Rey.