MALU BANGET. Gimana mau ketemu Kak Dilar hari ini pas rapat nanti?? Setelah semalam rebut-rebutan hape (itu kan hapeku!), aku menyerah karena si samsam (hapeku) sudah ada di tangan Yang Mulia Kakak Tertua. Ketika kubaca chatnya, dengan ngeri kulihat huruf capslock berjejer tanpa ampun menyerang Kak Dilar. Akhirnya aku mengirimkan satu chat terakhir berisi penyesalan terdalam atas kejadian tersebut, lalu menutupnya dengan selamat tidur. Mau kuhapus chat malu-maluin itu percuma, yang di Kak Dilar nggak bakal kehapus juga.
“Rey!” aku terlonjak dan terbungkuk mendengar namaku dipanggil. Yuki ternyata, melompat ke sampingku dnegan lengan terentang. “Pagi, beb, kok kamu kayak capek gitu? Semalem begadang ngelukis ya?”
Aku meringis, “nggak kok, cuman nemenin mama nonton film.”
“On a weekday’s night? Tante nekad amat…”
“Yah, filmnya Johnny Depp sih…”
Dia tertawa cekikikan,“Pantes.” Mamaku memang penggemar berat aktor Hollywood itu. Kalau aku lebih suka Benedict Cumberbatch. Yuki suka semua, tapi tidak fanatik seperti mama.
Kenapa malah ngomongin aktor? Aku harus fokus ke tugasku nanti. Kalau-kalau ada pertanyaan yang kak Yosi nggak bisa jawab perihal pemakaian aula dan anggaran yang ditetapkan Yuki, aku harus membantu mereka. Kak Dilar juga akan di sana untuk menengahi. Aku juga sudah berdiskusi sama Yuki soal ini kemarin setelah insiden dengan kak Dilar, keluargaku, dan hapeku. Tapi masih ada yang belum kumengerti.
“Yuki, soal yang kemarin.”
“Hm? Oh ya, sori ya aku ketiduran abis chat terakhir.”
“Iya, udah nebak kok, ni anak pasti udah molor duluan.”
Yuki Cuma meringis, “ada yang nggak ngerti? Yang mana?”
“Ini, nanti kalau ada yang tanya patokan resminya gimana?”
“Soal penetapan anggarannya ya? Emang nggak bisa bilang kalau ‘emang dari dulu udah gitu’, ke mereka ya….”
“Ya, makanya. Kayaknya perlu argumen yang lebih kuat. Nanti kan nggak semuanya langsung terima sama rancangan anggaranmu atau jadwal dari divisiku.”
“Hmm…..kalau bilang penetapan dari segi prestasi rasanya nggak adil. meski wajar, tapi bagi yang nggak berprestasi pasti merasa nggak adil.”
“Kalau dari jumlah anggota? Kan kebanyakan mereka yang kurang, eh, berprestasi anggotanya juga sedikit.”
“Itu mah malah jadi boomerang. Ntar mereka protes, ‘gimana mau nambah anggota kalau anggarannya cuman cukup buat ini itu?’ Apalagi ekskul band kan justru banyak anggotanya. Cuman jadi hantu aja semua.”
Kami terus berdiskusi sampai bel masuk berbunyi.