Dia kembali... Senjaku
Aku pasrah, aku rela. Sudah lama aku terus-terusan menantinya disini. Tapi, ia tak kunjung datang. Aku berhenti memperjuangkannya. Aku berhenti memikirkannya. Aku mencoba untuk melupakan segalanya. Tapi aku sulit untuk memulai hal baru yang berkaitan dengan cinta. Aku berusaha untuk menenangkan hatiku terlebih dahulu, sebab hati yang telah patah tak mudah untuk disatukan kembali. Lebih tepatnya, akulah yang mematahkan hatiku sendiri.
Aku menjalani kehidupanku dengan biasa dan normal. Aku berusaha untuk tersenyum dan menyibukkan diriku sendiri dengan kerja dan tidur. Hatiku sekarang benar-benar kosong, hampa dan tak ada nama yang tertulis di hatiku. Setiap pria yang mendekatiku, tak pernah aku tanggapi. Sebab, hati ini rasanya masih ada salah yang belum terutarakan. Sakit itu masih terasa hingga sekarang. Aku harap aku benar-benar bisa bertemu dengan dito. Hanya satu yang ingin aku ucap yaitu “Maaf”.
“Day, menung aja. Kenapa?” Tanya geya.
“Ge, cariin aku pacar dong.” Sahutku sambil serius.
“Nah yang kemarin itu bukannya banyak day? Mau nyari yang kayak mana day?” Tanya geya dengan menarik kursi kosong yang ada di sebelahku.
“Nggak tertarik ge, pokoknya cariin aku yang baik hatinya deh.”
“Iya nanti coba gue cari yang baik hatinya hahaha.” Sahut geya sambil tertawa.
“Lah kenapa lu ketawa?” Sahutku dengan cemberut.
“Ga apa day, udah ah gue kerja dulu yaa.” Sahut geya dengan melihatku serius.
Aku pun termenung, jujur aku senang banget punya teman seperti geya. Dia tak pernah mencoba untuk membahas sedikitpun tentang dito. Mungkin geya merasakan hatiku saat ini. Dia mencoba membantuku untuk melupakan dito. Walaupun selama ini dia mencoba mengenalkanku dengan beberapa teman cowoknya. Namun tak ada satupun yang membuat hatiku luluh. Jujur dari hati yang paling dalam, hati ini masih milik dito. Terlalu bodoh, ini sudah cukup lama. Mau sampai kapan hati ini terus begini?
Beberapa hari kemudian, geya menghampiri di meja kerjaku dan langsung duduk di sebelahku sambil tersenyum.
“Kenapa lu ge? Pagi-pagi udah senyum-senyum aja.” Sahutku dengan melihatnya aneh.
“Gue ada berita bagus day. Gue punya pacar baru.” Sahut geya dengan senyum-senyum.
“Siapa? Jangan bilang pacar baru lu, cowok-cowok yang pernah lu comblangi ke aku.”
“Nggaklah day, mereka yang gue kenalin ke lu itu teman gue semua. Dia ini teman kuliah kita dulu. Adit? Masih ingat nggak?” Sahut geya sambil melihatkan fotonya.
“Ohh adit.. Diakan teman dekatnya..” Sahutku dengan terdiam.
“Dito, iya teman dekatnya dito.” Sahut geya dengan menyambung.
Aku pun hanya terdiam tanpa bisa terucap apapun.
“Cocok nggak kami day?” Sahut geya terus-terusan tersenyum tanpa memikirkan perasaan temannya.
“Iya cocok kok. Hmmm dito apa kabarnya?” Sahutku dengan murung.
“Aku belum nanya sih day ke adit, gimana kabar dito.”
“Hmmm nggak usah ditanyalah ge.”
“Kenapa day?” Tanya geya sambil menatapku dengan dalam.
“Aku nggak ingin tau lagi kabarnya gimana.” Sahutku dengan cemberut namun sedih.
“Hmmm yaudah deh, ohya ada kabar baik lagi. Aku nemuin cowok yang baik hatinya. Kayaknya cocok deh day sama lu.”
“Beneran siapa namanya?” Tanyaku dengan penasaran dan melupakan soal dito.
“Dia bilang jangan kasih tau dulu. Katanya dia juga kenal sama lu day, makanya dia nggak mau namanya disebutin.”
“Siapa? Ihh buat penasaran aja lu ge? Siapa sih? Jawab dong.” Sahutku sambil menarik lengan geya.
“Katanya dia maunya langsung ketemuan aja sama lu day. Nanti gue kirim alamatnya dimana.” Sahut geya sambil senyum-senyum.
“Ihh nggak luculah kayak itu, nanti aku diculik gimana ge? Disekap? Dimutilasi? Ihh nggak mau ah. Lu kok ngerelain teman lu ketemuan sama laki-laki yang nggak dikenal sih ge? Jahat banget lu.” Sahutku dengan wajah cemberut.
“Hahaha nggak apa kok day. Gini ya day, gue percaya banget sama itu cowok. Lu pasti bahagia sama dia, dia adalah pria selama ini yang lu mau day.”
“Maksudnya selama ini yang aku mau?” Tanyaku dengan penasaran.
“Yaaa kan lu kemarin bilangnya mau cari pria yang baik hatinya, nah ini cowok yang lu mau.”
“Yahh kirain siapa.” Sahutku dengan wajah kecewa dan mengharapkan pria itu adalah dito.
“Emangnya mau siapa?” Sahut geya dengan penasaran.
“Maunya cowok lu hahaha.”
“Iss itu emang mau lu hahaha.” Sahut geya dengan tertawa.
Kami pun tertawa bersama dan aku sangat penasaran siapakah pria yang geya maksud. Dia yang selama ini aku cari, dan dia juga mengenalku. Tak pernah ada yang terlintas siapakah pria itu.
Keeseokan harinya geya mengirimkan alamat itu melalui whatsapp.
“Nih day alamatnya, Jln. Pangeran Antasari ..........
“Ini dimana ge? Masalahnya aku ga tau nama jalan.” Balasku sambil memikirkan alamat itu dimana.
“Itu loh day, yang dekat taman.” Balas geya.
“Taman mana?”
“Katanya sebelahnya taman, terus di dalamnya ada bukit gitu.” Balas geya.
“Nanti aku dibawa ke tempat sepi ge, takutt. Temenin yuk.” Balasku.
“Katanya rame day disana, nggak apa kok. Lu naik gojek aja kalo nggak tau jalannya.”
“Kok lu jahat banget ge. Nggak mau pergi ah aku takutt.” Balasku kepada geya.
“Nggak apa day, lu percaya deh sama gue.”
“Nggak aku nggak percaya. Jangan-jangan lu sekongkol sama si penculik.” Balasku dengan emot marah.
“Ya nggaklah day, dia pria baik-baik kok. Plisss day pergi yaa.”
“Nggak mau pokoknya aku nggak mau pergi kalo lu nggak ikut.” Balasku dengan emot nangis.
“Yaampun day, oke gue ikut lu pergi kesitu.”
“Nah gitu dong, eh btw kok kayaknya lu ngebet banget ya nyuruh aku ketemuan sama nih cowok aneh.” Balasku
“Biar lu nggak sedih terus day, makanya gue rela-relain deh. Tapi ada syaratnya.”
“Siapa yang sedih? So tau lu. Apaan tuh syaratnya.”
“Gue selalu merhatiin lu day. Lu selalu menung entah mikirin siapa ntah. Syaratnya gue cuman antar sampai depan aja.”
“Hmmmmm, kalo aku kenapa-kenapa nanti. Lu orang pertama yang nanti aku laporin ke polisi.” Balasku dengan mengancam geya.
“Iya laporin aja. Lagian tuh cowok nggak ngapa-ngapain lu juga nanti hmmm.” Balas geya dengan emot datar.
“Siapa dulu nama dia? Biar nanti kalo aku kenapa-napa, aku udah catat namanya di buku harian aku.”
“Kepo banget lu day, besok aja ketemu sama dia.”
“Nah kan aku nanya nama aja nggak boleh. Curiga nih aku, nggak jadi pergi deh.” Balasku.
“Aii dayy... namanya joko.” Balas geya dengan emot marah.
“Koko? Siapa? Aku nggak pernah kenal tuh nama koko? Kata lu dia kenal sama aku.”
“Iya dia kenal sama lu, tapikan gue nggak bilang kalo lu kenal sama dia hmmmzz.”
“Oke sampai jumpa besok.”
Entah siapa ntah pria misterius ini. Kenapa dia merahasiakan namanya? Namanya koko? Lucu sih, apa dia selucu namanya? Entahlah, jadi penasaran sama si koko. Rasanya nggak sabar ketemu sama si koko. Apa dia keturunan china? Soalnya kalo pria yang lebih tua dari kita kan disebut koko. Ahh entahlah.. pikirku sambil tersenyum.
Hari ini geya pun sudah tiba di rumahku. Aku pun juga sudah siap-siap dan kami pun langsung berangkat menuju tempat aneh menggunakan mobil geya.
“Ge, kok berangkatnya sore-sore gini sih? Kenapa nggak siang tadi aja kan masih terang.” Sahutku bertanya kepada geya.
“Katanya bagus kalo sore, kalo siang nggak bagus.” Ucap geya sambil menyetir.
“Apanya yang bagus? Bagus nyulik aku? Turunin aku ge, turunin aku disini.” Sahutku sambil ketakutan dan teriak-teriak.
“Ihh apaan sih day. Lu lihat tuh bapak-bapak ngelihatin kita gara-gara lu teriak.” Sahut geya sambil teriak balik.
“Awas lu ngapa-ngapain aku ge. Aku nggak main-main, beneran deh. Nama lu sama nama koko sudah aku catat di buku harian aku. Jadi kalo aku kenapa-napa kalian berdua bakalan masuk penjara.” Sahutku sambil cemberut.
“Bwahahahaha koko?” Geya tertawa ngakak mendengarnya.
“Nah iyakan koko? Kata lu namanya koko.” Sahutku dengan menatap tajam geya.
“Iya-iya namanya koko.” Sahut geya berhenti tertawa.
“Jangan-jangan namanya bukan koko yaa? Lu bohong sama aku gee?” Tanyaku dengan serius dan menarik lengan geya.
“Nggak day, lu mah suudzon sama teman sendiri.” Sahut geya dengan meyakinkanku.
“Zaman sekarang tuh nggak ada lagi teman yang bisa dipercaya. Sedangkan keluarga aja bisa menyakiti keluarganya sendiri, apalagi yang hanya teman.”
“Udah ahh day, capek gue ngejelasin ke lu.” Sahut geya dengan kesal.
“Ehh btw, kalo lu cuman nganter aku sampai depan. Nanti aku pulangnya sama siapa?” Tanyaku yang terus-terusan ketakutan.
“Sama kokolah.”
“Laahh baru juga kenal gee, masa udah anter pulang. Aku nggak mau, turunin aku ge sekarang.” Sahutku sambil memukul-mukul pintu mobil.
“Duhh ini anak yaa susah banget. Iya gue tungguin di depan, lu ketemuan sama dia, gue tunggu di dalam mobil aja.”
“Okeee makasihh hehehe.” Sahutku sambil tertawa pelan.
Tak lama kemudian, mobil geya berhenti. Dan kami berhenti di depan dimana tempat yang dulu sering aku kunjungi. Yaitu saat aku sering melihat senja.
“Kok berhenti gee? Belum sampaikan?” Tanyaku kepada geya.
“Udah sampai day. Sudah turun sana.” Sahut geya menyuruhku turun dari mobil.
“Kok disini?” Tanyaku penasaran.
“Iya kata koko disini. Kenapa emangnya?”
“Hmmm nggak apa gee.” Aku berpikir mungkin bukan hanya aku dan dito yang tau tempat ini. Tapi banyak orang yang tau tempat yang indah ini. Aku pun mencoba keluar dari mobil dengan perlahan.
“Ohya gee, kokonya dimana?” Tanyaku melalui kaca mobil.
“Katanya lu masuk aja dulu.”
“Kenapa dia nggak ngehubungi aku langsung sih. Ini malah ngehubungi lu hmmm.” Sahutku dengan wajah bete.
“Udahlah masuk sana.” Sahut geya sambil menyurhku masuk ke dalam tempat itu.
Aku menelusuri jalan ini. Jalanan yang biasa aku tapaki bersama dito. Lama aku tak kesini. Aku sangat merindukan tempat ini. Tempat yang penuh dengan kenangan. Kenangan yang benar-benar harus kulupakan.
Sesampaiku di dalam, aku mencari orang yang sedang menungguku. Tapi tak ada seorangpun yang tampaknya sedang menunggu, mereka semua saling berpasangan dan aku tidak menemukan seseorang yang sedang sendiri. Aku pun duduk di antara rerumputan yang mulai tinggi, dan mengarah ke arah senja akan tiba. Aku termenung sambil menghembuskan nafas dan menghirup kembali udara yang sejuk.
“Hai senja”
Lama tak berjumpa. Apa kabarmu? Apa selama ini kau baik-baik saja? Sudah lama aku tak melihatmu. Sesungguhnya aku merindukanmu..
Apa kau tak merindukanku? Dulu, hampir setiap hari aku menyapamu. Hingga lelah aku menunggu dia. Dia yang telah mengenalkanmu kepadaku. Apa kabar dia? Apakah dia pernah menyapamu kesini? Atau malah sebaliknya? Apa kau tau kenapa dia tak pernah kesini? Apa dia benar-benar membenciku? Sebesar itukah salahku kepadanya?
Senja? Kenapa ini? Kenapa kau tak pernah memberi tahu kepadanya bahwa aku selalu menunggunya? Sebentar lagi aku akan bertemu dengan orang baru, dan aku akan berusaha untuk membuka hatiku kembali. Dan melupakan dia...
Aku berusaha sabar menunggu koko yang tak kunjung datang. Tak lama kemudian aku mendengar seseorang memanggil namaku dengan perlahan. Aku pun mencari ke kanan ke kiri, tapi tak ada yang melihat ke arahku. Suara itu terdengar kembali dari arah belakangku. Aku pun berdiri dan langsung melihat ke arah belakang. Saat ini senja datang dan hari mulai gelap, aku melihat samar-samar seseorang yang berdiri di hadapanku dan berdiri sangat jauh. Aku tak tampak itu siapa, aku mencoba mendekatinya dan aku tersentak berhenti..
“DITO” Sahutku dengan pelan.
Dito tersenyum melihat ke arahku. “Hai day?” Dia pun berjalan ke arahku dan mendekatiku.
Aku hanya terdiam dan kaku saat melihatnya beneran ada di hadapanku. Dia kembali, dia beneran kembali. “Ini beneran kamu dit?” Tanyaku dengan menatapnya tajam tanpa berkedip.
“Iya day, kamu apa kabar?” Tanya dito sambil menyodorkan tangannya untuk berjabat tangan.
Aku pun berjabatan tangan dengan dito dan aku berkata: “Baik, kamu apa kabar?”
“Alhamdulillah aku baik juga day, kamu nungguin siapa disini?” Tanya dito sambil melepaskan tanganku.
“Aku nunggu teman.” Jawabku canggung.
“Ohh, kok kamu ada disini day? Bukannya kamu kuliah S2 di luar kota?” Tanya dito dengan tetap berdiri.
“Nggak lulus di luar, aku sekarang kuliah sambil kerja disini.” Sahutku masih canggung.
“Ohh jadi kamu disinilah, aku juga disini day. Aku nggak jadi kerja di luar. Ternyata kita berada di kota yang sama.” Sahut dito sambil tersenyum.
“Maaf dit, maafin aku.” Sahutku dengan menunduk. Akhirnya kata-kata itu muncul juga, aku sangat-sangat merasa lega karena sudah mengutarakan kepadanya.
“Kenapa minta maaf day?” Tanya dito dengan bingung.
“Pengen minta maaf aja dit.” Sahutku yang masih merasa gengsi untuk mengutarakan duluan.
“Seharusnya aku yang minta maaf day ke kamu?” Sahut dito sambil melihatku dengan tajam.
“Kenapa kamu yang minta maaf? Ini semua kan salah aku.” Sahutku dengan keceplosan.
“Salah apa day? Kamu nggak ada salah kok.” Sahut dito dengan serius.
“Maafin aku dit, aku nggak jujur sama kamu waktu itu. Yaa waktu itu aku ketemuan sama arga, tapi arga cuman mau minta maaf atas kesalahannya yang telah dia lakukan kepadaku. Aku nggak memperdulikanmu, aku nggak menanyakan kenapa kamu nggak datang kesini waktu itu. Kamu boleh benci aku kok dit, kamu boleh benci aku sepuasnya. Karena dengan begitu aku bisa membayar kesalahanku selama ini. Mungkin ini sudah lama, sebenarnya aku cuman ingin mengutarakan semua kesalahpahaman ini sama kamu dan mendapatkan maaf dari kamu dit. Itu semua udah cukup bagi aku.” Sahutku menunduk dan sesekali melihat dito.
“Itu bukan salah kamu seutuhnya kok day, salah aku juga kenapa aku mengambil keputusan tanpa bertanya ke kamu dulu. Sebenarnya, waktu itu aku datang kesini day. Tapi aku melihatmu bersama arga, dan saat itu kalian terlihat sangat bahagia. Aku pikir kalian bahagia, aku nggak mau merusak kebahagiaan kalian berdua. Sebab, aku tau kalo dari awal kita pacaran kamu masih menyukai arga. Aku pikir lebih baik aku pergi dan membiarkan kamu bersama arga, mungkin dengan begitu kamu bisa bahagia day.” Sahut dito dengan serius dan berjalan mendekat.
“Kamu salah dit, waktu itu aku benar-benar sudah melupakan arga. Dan aku hanya melihat ke arahmu. Tapi ya udahlah, kamu maukan maafin aku?” Tanyaku kepada dito dengan mata berkaca-kaca.
“Nggak ada yang perlu dimaafin day. Disini nggak ada yang salah, ini hanya kesalahpahaman dan keegoisan dari diri kita yang menyebabkan ini semua terjadi. Kamu mau kembali lagi bersamaku day?” Sahut dito sambil meletakkan tangannya di kedua pipiku dan mengelus di bawah mataku yang hampir mengeluarkan air mata.
“Maaf dit tapi aku nggak bisa.” Akhirnya air mata itu pun keluar dengan tetes demi tetes.
“Kenapa day?” Tanya dito dengan menatapku tajam.
“Aku tau kok kamu pasti sudah bahagia dengan yang lain. Dan ini sudah sangat lama dit. Kamu nggak perlu memaksanya dit.” Sahutku sambil menunduk.
“Nggak day selama ini aku nggak pernah ada niat untuk melupakanmu.” Sahut dito sambil menarik tanganku.
“Tapi, selama ini aku selalu menunggumu disini dit. Tapi kamu nggak pernah datang.” Sahutku dengan menatapnya.
“Iya aku emang nggak pernah kesini day. Bukannya aku melupakanmu day. Kamu ingat nggak kalo aku pernah ngomong, disini itu namanya senja. Dan senja itu adalah untuk melupakan masa lalu, tempat dimana untuk melupakan hari-hari yang telah lewat dan berusaha untuk memulai hari yang baru dengan sesuatu yang baru. Kenapa aku nggak pernah kesini day?” Tanya dito kepadaku sambil menggenggam tanganku dengan erat.
Aku hanya terdiam dan menggelengkan kepala.
“Sebab aku tak ingin melupakanmu dari ingatanku day. Aku ingin terus-terusan mengingat tentangmu. Aku sangat menyanyangimu day. Maafin aku day selama ini telah membuatmu menunggu. Maafin aku yang tidak berani untuk memulai lagi, maafin aku yang terlalu naif day. Kamu maukan maafin aku?” Tanya dito dengan menatapku tajam.
Aku pun melepaskan pegangan tangan dito dan langsung memeluknya dengan erat. “Ditt, aku rindu banget sama kamu.”
“Iya day, aku juga sangat-sangat merindukanmu.” Jawab dito dengan suara agak serak.
Dito membalas pelukanku dengan sangat erat dan terdengar suara seperti pilek. Aku pun melihat ke atas wajah dito sambil meregangkan sedikit pelukanku. Terlihat dito sedih dan aku pun melepaskan pelukan itu. Tetapi dito menarik tubuhku kembali ke dekapannya. Lalu dia berkata:
“Sebentar aja, 5 menit lagi.”
Aku tetap berusaha melepaskan pelukannya dan terlepas. Aku pun berkata:
“Kamu kenapa dit? Kok kamu sedih?” Usapku ke air mata dito.
“Ahahaha nggak apa day, aku senang aja akhirnya aku bisa ketemu sama kamu lagi. Ini tangis bahagia, karena selama ini aku juga sedang menunggumu day.” Sahut dito sambil memegang tanganku dari pipinya.
“Kamu jangan sedih ya.” Sahutku dengan meyakinkan dito.
“Makasih ya day, aku janji nggak bakal pernah ninggalin kamu lagi. Jadi, kamu maukan kembali lagi bersamaku?” Tanya dito dengan wajah tersenyum.
“Iya aku mau, tapi kamu beneran janji yaa.” Sahutku sambil menyodorkan jari kelingkingku.
“Iyaa janji.” Dito pun menyodorkan jari kelingkingnya juga dan langsung menarik tanganku dengan memelukku erat seakan tak ingin dilepasnya.
Aku kembali memeluknya dengan erat hingga senja menghilang dari bumi..
“Eh bentar deh dit, tadi aku kesini mau ketemuan sama orang yang namanya koko. Sekarang geya mungkin lagi nungguin aku di depan.” Sahutku.
“Koko? Koko itu aku sayang, aku yang nyuruh geya bilang kayak gitu.” Sahut dito sambil tertawa.
“Jadi kamu sekongkol sama geya?” Akupun melepaskan pelukan itu.
“Iyaa ini semua berkat geya, kalo nggak karena dia mungkin kita nggak bakalan pernah ketemu lagi day.” Dito menarikku untuk duduk di antara rerumputan.
Sore, senja, dan malam itu adalah milik kami berdua. Kami menatapi langit dengan saling berpegangan tangan dan berada dalam pelukan. Semua ini adalah pelajaran. Segalanya tak ada yang tak mungkin. Yang lama pasti akan kembali ke tempatnya, jika itu memang tempatnya. Karena dimana kita berada, disitulah kita bertemu..