Loading...
Logo TinLit
Read Story - Senja (Ceritamu, Milikmu)
MENU
About Us  

 

“Sebab suatu hal yang terpaksa tak akan pernah bisa berjalan dengan baik dan semuanya akan sia-sia.”

 

Berbulan-bulan telah berlalu dan rasa sayangku semakin besar untuk dito, begitupun sebaliknya. Kami saling support tentang masalah skripsi hingga ujian skripsi kami bisa serempak. Tak terasa bulan depan kami akan di wisuda, dan aku belum mempersiapkan apa-apa untuk acara wisudaku. Aku masih binngung dengan baju yang akan kukenakan saat wisuda, aku pun menelpon dito.

            “Sayang, sayang.” Sahutku memanggil dito.

            “Iya kenapa?”

            “Aku bingung nih mau wisuda pake baju warna apa. Bagusnya warna apa?” Tanyaku kepadanya.

            “Kalo menurutku warna putih aja sayang.”

            “Kenapa putih, nanti kayak pengantin nggak?”

            “Bagus aja, pasti kamu bakalan cantik.” Sahut dito sambil memuji.

            “Beneran yaa putih? Pink ajalah ya, kan feminim tu. Kalo putih bersih kayak pengantin beneran deh. Nggak mau ah.”

            “Bagus putih kalo menurutku daripada pink.”

            “Iyaya? Kalo cream?” Tanyaku membuat pilihan yang lain.

            “Boleh kan cream mendekati putih tu.” Sahutnya menyetujui pilihanku.

            “Yaudah deh cream aja. Kamu pake jas warna apa?”

            “Aku nggak datang sayang.”

            “Yahh kamu kok nggak datang? Kenapa?” Sahutku dengan nada sedih.

            “Iya soalnya aku nggak ada jas.”

            “Buat aja kan masih ada waktu sebulan nih.”

            “Bukan gitu, aku malas aja datang wisuda.”

            “Yahh kok gitu? Jadi aku sendirian yaa? Padahal kan wisuda itu sekali seumur hidup, tapi kamu malah nggak datang. Kamu nggak mau wisuda bareng aku?” Sahutku dengan nada sedih dan kesal.

            “Iyaiya, aku bercanda sayang. Aku datang kok.” Sahutnya dengan tertawa sambil mengejekku.

            “Ihh kamu nih.”

            “Ciee marah? Janganlah aku cuman bercanda.”

            “Malesin, ngebetein.”

                        “Tapi sayangkan?” Sahutnya dengan menggodaku.

            Aku tak meladeninya berbicara, aku hanya diam mendengarkan ocehannya.

            “Jadi kamu diam aja nii, yaudahlah.” Sahutnya dengan kesal.

            “Kok malah kamu sih yang marah, kan aku lagi marah.”

            “Biar kamu nggak diam aja, jadi kita marah-marahan nih?” Tanyanya yang masih bercanda.

            “Terserah kamu deh, serius ngapa?”

            “Iya nanti abis kita wisuda, terus aku sudah mapan. Baru deh aku seriusin kamu.”

            “Seriusin apaan nih?” Tanyaku dengan terkejut.

            “Serius tentang hubungan kita, kamu nggak mau nikah sama aku?”

            “Iya mau tapi kok nanyanya sekarang? Nggak romantis banget.”

            “Hmm tapi katanya mau diseriusin, jadi aku bilang dulu sebelum aku mapan.”

            “Iyadeh iyaa.”

            “Nah jadi mau atau nggak?” Tanyanya sekali lagi.

            “Iyaaa mau sayang.”

            “Alhamdulillah sah hahaha.” Jawabnya dengan tertawa.

            “Apaan sih hahaha.” Sahutku dengan tertawa juga.

            Tibalah saatnya hari saat aku dan dito akan diwisuda. Sebelum berangkat ke acara wisuda, dito mampir dulu ke rumahku untuk mengambil toga dia yang ada padaku. Saat dito ke rumahku, aku sedang didandanin. Ibu yang menghampiri dito dan meminta dito masuk dulu untuk mengobrol sebentar bersama ibu.

            “Dit, kamu tinggal disini sama orang tua?” Tanya ibu penasaran.

            “Nggak bu, saya tinggal di kos-kosan.”

            “Ohh orang tua asli mana?”

            “Jawa bu.”

            “Dua-duanya jawa?” Tanya ibu penasaran.

            “Bapak jawa, ibu bandung bu.”

            “Hmmm, ibu bapak datang wisuda sekarang?

            “Iya bu datang kok, kemarin sudah sampai disini bu.”

            “Ohh yaudah, ini udah jam 6. Nanti macet jalan kalo datangnya kelamaan.”

            “Iya bu, dito pulang dulu yaa. Assalamualaikum..” Ucap dito sambil salaman dengan ibu.

            Tak lama kemudian kami siap untuk pergi ke acara wisuda. Aku pergi bersama ibu, bapak dan naya. Aku mengenakan kebaya berwarna cream dan rok batik dengan rambut disanggul. Kami bertemu di dalam gedung, saat itu dito mengenakan jas berwarna hitam dan kemeja berwarna putih dengan sepatu pantofel berwarna hitam.

            Setelah acara selesai, aku ingin menghampiri dito. Saat itu dito sedang bersama keluarganya, aku takut untuk mendekat. Aku melihatnya dari kejauhan, tiba-tiba dia memanggilku dari kejauhan itu dan aku menghampirinya.

            Aku pun berdiri di hadapan dito dan keluarganya. Dito mengenalkan aku dengan keluarganya.

            “Bu, pak, kenalin ini dayana. Pacar dito.” Sahut dito sambil menyodorkan tubuhku ke arah bapak-ibu.

            Aku pun bersalaman dengan bapak-ibu dan tersenyum. Ibu berkata:

            “Ohh jadi ini yang sering kamu ceritain kalo suka telponan sama ibu.” Sahut ibu dengan tersenyum.

            “Ibu..” Sahut dito dengan wajah cemberut.

            Kami pun mengobrol sebentar, dan akhirnya orang tua dito pergi ke mobil terlebih dulu. Kami menikmati momen bahagia ini, dan meminta naya untuk mengabadikan foto kami. Setelah kami selesai berfoto, dito berkata:

            “Kamu cantik pake baju kayak ini.” Sahutnya dengan terus memujiku.

            “Makasii, kamu juga ganteng pake jas kayak itu. Terlihat lebih rapi.” Sahutku sambil tersenyum.

            Akhirnya aku dan dito berpisah, dan kami menghampiri teman kami masing-masing untuk mengabadikan momen paling bahagia ini. Saat aku asyik berfoto bersama teman-temanku, aku melihat dito keluar bersama seorang perempuan seperti mengajaknya berfoto. Aku membiarkannya saja, karena mungkin saja teman lamanya tapi kenapa harus di luar, kenapa nggak foto di dalam aja? Aku pun tak memperdulikan itu, yang aku tahu hari ini sangatlah bahagia.

            Beberapa hari kemudian, geya menghubungiku melalui whatsapp. Dia mengirimi sebuah foto dan ternyata foto itu adalah foto dito bersama dengan almira saat acara wisuda kemarin. Mengejutkan almira menggandeng tangan dito saat itu.

            “Almira” dia adalah perempuan yang saat ini sangat-sangat terobsesi dengan dito. Dia juga teman seangkatan denganku, namun beda prodi. Aku belum pernah menceritakan kepada dito, karena bagi aku itu bukanlah hal yang penting selagi tak masalah. Namun emang benar, almira dan teman-temannya perlahan-lahan mulai berani menunjukkan sifat kejamnya.

            Dari awal aku dan dito mulai pacaran, almira dan teman-temannya langsung memberi ucapan selamat karena kami sudah jadian. Dari situ aku mulai curiga dan sangat bertanya-tanya, dan saat itu geya tak sengaja mendengarkan cerita almira dan teman-temannya. Mereka berkata:

            “Sabar mir, cuman lu kok yang pantas sama dito. Dayana itu nggak pantas untuk dito.” Sahut teman almira.

            “Iya bener dayana itu cuman perebut, dia itu nggak tau perjuangan kamu deketin dito kayak mana.” Sahut teman almira satu lagi.

            Almira hanya bisa menangis mengetahui dito dan aku sudah berpacaran. Selama aku berpacaran dengan dito, almira dan teman-temannya berusaha menjauhkan aku dan dito. Namun itu tak pernah ada yang berhasil. Tibalah saatnya kali ini, aku sudah tak bisa bersabar lagi. Aku akan menanyakannya kepada dito. aku menyuruh dito untuk menghubungiku. Awalnya aku belum membahas tentang almira, saat percakapan tak ada lagi barulah aku menanyakannya.

            “Sayang kemarin waktu wisuda, aku lihat kamu sama almira keluar gedung.”

            “Iya aku diajak foto sama almira.” Sahut dito dalam telpon.

            “Kenapa harus diluar fotonya? Kenapa nggak di dalam aja?” Sahutku mulai kesal.

            “Aku juga nggak tau sayang, dia yang ngajak aku keluar. Yaudah aku ikut-ikut aja.”

            “Pasti gara-gara ada aku di dalam, makanya keluar fotonya.”

            “Aku juga nggak tau sayang, kenapa emangnya?”

            “Nggak apa kok, fotonya mesra yaa gandengan. Aku kemarin dikirimin sama teman aku foto kalian, mesra banget gitu.”

            “Dia yang gandeng, aku kan nggak.”

            “Kenapa nggak kamu larang?”

            “Aku juga nggak tau, tiba-tiba aja dia narik gitu.” Sahut dito menjelaskan.

            “Kamu tau nggak kalo almira itu suka sama kamu.”

            “Kata siapa? Iya dulu dia sering ngehubungi aku duluan tapi sebelum kita pacaran yaa. Dan itu nggak terlalu aku tanggapin, pertamanya dia nanya tentang kegiatan kampus gitu, terus aku tanggapin malah ngebahas yang lain. Jadinya nggak aku tanggapin lagi si almira itu.”

            “Iya itu berarti dia dulu suka sama kamu bahkan sampai sekarang, kamu jangan kayak itu lagi yaa. Kalo ada orang yang suka sama kamu jangan kamu tanggapin, kalo kamu tanggapin nanti dia ngerasa kamu juga suka sama dia.” Semua kejahatan almira dan teman-temannya tak akan aku ceritakan kepada dito, karena aku mempercayai dito.

            “Iya sayang. Jadi kamu cemburu ni? Jealous ni?”

            “Nggak ada ngapain cemburu.”

            “Pasti cemburu, iyakan?”

            “Aku bilang nggak ya nggak, kok maksa.”

            “Cemburu kan?” Sahut dito terus-terusan menanyakan hal yang sama.

            Aku kesal dengan pertanyaan yang berulang-ulang, dan akhirnya “Iya, aku cemburu.”

            “Nah gitu dong, senang banget aku jadinya.” Sahut dito sambil tertawa.

            “Dicemburuin kok senang sampe segitunya.”

            “Iyalah, kalo kamu cemburu itu tandanya kamu sayang aku.”

            “Iyadeh iya.”

            Setelah wisuda dito ingin pulang ke kampung halamannya. Foto-foto yang ada telah aku kumpulkan menjadi satu, menjadi sebuah video yang telah aku rangkai agar selalu dikenang. Dan video ini aku masukkan ke dalam sebuah cd. Aku berniat memberikan kepada dito di tempat dimana kami melihat senja.

            “Sayang, ada sesuatu yang mau aku kasih.” Sahutku dalam telpon.

            “Apa itu?” Tanyanya penasaran.

            “Besok aku tunggu di tempat biasa, jangan sampai kelewatan yaa.”

            “Oke sayang.”

            Tibalah saat-saat yang ditunggu-tunggu. Aku datang duluan dan sudah membawakan sesuatu yang akan aku berikan kepadanya. Aku duduk di rerumputan sambil melihat ke arah matahari tenggelam. Aku membuka kembali cd itu dari tutupnya dan bertuliskan.

            “Kamu sering berkata, jangan lupa kirim yaa fotonya. Tapi aku tak pernah mengirimnya, dan sekarang foto ini aku rangkai menjadi sebuah video agar kamu selalu ingat. Jangan pernah lupain aku yaa sayang.”

            Aku tersenyum melihat tulisan itu, dan aku tak pernah berpikir apa yang akan dikatakan oleh dito. Saatnya matahari mulai tenggelam, dan dito belum juga datang kesini. Apa dia nggak kesini? Tapi dia kan nggak pernah ingkar janji, apa dia lupa? Atau aku hubungi saja? Pikirku bertanya-tanya dalam hati.

            Ada seseorang yang berjalan di belakangku, aku pikir pasti dito. Saat aku berbalik badan dan tersenyum, ternyata bukan dito melainkan arga. Aku langsung terdiam dan arga duduk menghampiriku, dia duduk di sebelahku.

            “Nungguin siapa day?” Tanya arga.

            “Dito..” Jawabku singkat.

            “Kalian suka juga yaa kesini?” Tanyanya kepadaku.

            “Iya aku tau tempat ini gara-gara dito, karena tempat ini ada maknanya bagi dia.”

            “Oh gitu.. day makasi yaa kamu sudah mau jelasin ke lena masalah kita.” Sahut arga sambil melihat ke arahku.

            “Iya sama-sama, tapi sebenarnya kamu tau yaa aku sama lena itu sahabatan?” Tanyaku sambil melihat ke arga.

            “Maafin aku ya day, sebenarnya waktu itu aku kagum sama kamu. Aku suka kalo kamu lagi di perpus, aku suka sama kamu saat kamu lagi berbicara. Tapi saat itu aku belum tau kalo kamu sahabatnya lena, saat aku tau saat itulah aku berusaha menjauh dari kamu. Maafkan aku ya day, aku emang brengsek. Aku emang laki-laki nggak punya hati, nggak tau diri. Kamu pantas kok marah sama aku. Sekali lagi, maafkan aku ya day.” Sahut arga dengan memohon.

            “Iya nggak apa kok ga, lagian itu cuman masa lalu. Dan sebenarnya dalam hati kecil aku, aku sudah maafin kamu dari dulu. Jadi sekarang kita jalanin hidup kita masing-masing yaa. Kita sudah punya cerita kita masing-masing. Ceritamu milikmu, ceritaku milikku.” Sahutku dengan melihat arga.

            “Iya day.. Ceritamu milikmu, ceritaku milikku.” Arga menyodorkan tangannya seraya ingin berjabat tangan.

            Aku pun membalas jabatan tangan arga. Lalu arga pergi meninggalkanku setelah meminta maaf. Rasanya lega saat kami sudah berbaikkan seperti ini. Aku tersenyum mengingatnya saat arga berkata: “Ceritamu, milikmu.”

            Aku kembali mengucapkannya. Yaa benar, sekarang kita sudah memiliki cerita kita sendiri. Cerita itu tak akan pernah menjadi cerita kita. Hanya kau yang tau apa yang akan jadi ceritamu. Cerita ini adalah cerita yang kita buat dengan kebahagiaan yang dipertemukan oleh Tuhan. Pikirku dalam hati dan tersenyum.

            “Dito kemana yaa, kok nggak datang-datang.” Sahutku berbicara sendiri.

            Hari sudah gelap, dan dito tak kunjung datang. Aku sudah menghubunginya berulang-ulang kali, namun tak ada jawaban. Akhirnya aku putuskan untuk pulang ke rumah.

            Setibaku di rumah, aku kembali menghubungi dito. Namun tetap nggak ada jawaban, akhirnya aku hanya mengiriminya pesan yang berbunyi:

            “Kalo udah nggak sibuk hubungi aku yaa.”

            Dua hari kemudian barulah dia membalas pesanku yang berbunyi:

            “Maaf yaa kemarin aku lagi ada kerjaan.”

            Aku membalasnya: “Iya nggak apa.” Aku tak mau memulai pertengkaran, baiknya aku hanya membalasnya begitu.

            Akhir-akhir ini dito mulai berubah, dia mulai susah untuk dihubungi. Bahkan untuk membalas pesanku saja tidak sepeti dulu. Seperti ada jarak di antara kami, entah itu apa aku pun tak tahu. Aku menghubunginya, dan aku berkata kalau aku mau S2 di luar kota.

            “Di luar kota yaa?” Tanyanya dengan nada mengecil.

            “Iyaaa sayang.”

            “Hmmm yaudah bagus lah. Kejarlah mimpi itu, bahagiain orang tua.”

            Biasanya ada aja pembicaraan yang tak habis-habisnya. Tapi, sekarang sudah berbeda. Hanya pesan singkat, hanya pembicaraan singkat, bahkan pertemuan pun sudah jarang. Kisah kami tak seindah dulu, aku sungguh merindukan masa itu.

            Mungkin ini yang dinamakan masa jenuh. Aku pun juga merasakannya, aku rasa dito juga begitu. Semuanya berubah, seiring berjalannya waktu. Dito mengirimiku pesan yang berbunyi:

            “Day, aku ditawarin kerja di perusahaan magang aku kemarin.”

            “Alhamdulillah bagus deh.” Balasku kepadanya.

            “Aku nggak tau kapan pulang lagi kesini, kamu juga mau S2 di luar kota. Terus hubungan kita gimana?” Tanya dito seperti mengarah kita akan putus.

            “Dijalanin aja dit.”

            “Aku nggak bisa day.”

            “Jadi maksud kamu kita putus?” Tanyaku membalas pesan itu dan mengeluarkan air mata.

            “Maafkan aku ya day, kenapa harus dipaksain kalo akhirnya bakalan putus. Kamu jauh, aku jauh. Aku nggak mau kalo nantinya bakalan sia-sia day.”

            “Yaudah kalo itu yang terbaik buat kamu, aku terima kok.” Balasku dengan air mata yang sudah tak bisa tertahan lagi.

            “Maafkan aku ya day.”

            “Iyaa dit, maafkan aku juga. Terima kasih untuk semuanya, terima kasih untuk selama ini..”

            Aku tak bisa menahannya agar tak meninggalkanku. Ini demi tujuan hidup kita ke depannya. Sebab, aku mendukungnya dengan merelakannya. Begitu pun dia. Tapi, tak ada rasa sayangkah yang tersisa? Hingga dengan semudah ini mengatakan putus? Tak bisakah dicoba terlebih dulu? Jujur, aku masih mempunyai rasa yang sangat besar kepadamu, dit. Tak ada air mata yang jatuh tanpa ada alasan. Air mata ini jatuh dengan deras dan tak berhenti, itulah karena aku sangat-sangat menyayanginya. Maaf, aku tak bisa menahanmu untuk tak pergi.

            Yaa kamu benar dit, percuma saja kalo akhirnya bakalan putus juga. Mungkin ini yang terbaik untuk masa depan kita. Mungkin ini petunjuk yang diberikan oleh Tuhan. Aku menangis semalaman hingga pagi tiba mataku sembab.

            Hari-hariku mulai terbiasa tak ada dito. Walaupun setelah kami putus, dia kadang-kadang masih tetap menghubungiku. Dito akan pulang besok, dan sebelum kami putus dia sudah memberi tahuku dulu. Aku mencoba menghubunginya melalui pesan..

            “Dit, besok jadi pulang?”

            “Iya day, kenapa?”

            “Bisa nggak ke rumah sebentar, ada yang mau aku kasih.”

            “Iya bisa, nanti sore yaa.”

            Sesuatu yang akan aku kasih ke dito adalah cd yang berisi foto-foto kami yang disatukan menjadi sebuah video, yang waktu itu belum sempat aku memberikan kepadanya. Dimana kata-kata di dalam cd saat itu:

            “Kamu sering berkata, jangan lupa kirim yaa fotonya. Tapi aku tak pernah mengirimnya, dan sekarang foto ini aku rangkai menjadi sebuah video agar kamu selalu ingat. Jangan pernah lupain aku yaa sayang.”

            Kata-kata itu aku ganti menjadi:

            “Kamu sering berkata, jangan lupa kirim yaa fotonya. Tapi aku tak pernah mengirimnya, dan sekarang foto ini aku rangkai menjadi sebuah video agar kamu selalu ingat. Perlahan-lahan kamu pasti akan ngelupain aku. Tapi jangan terlalu cepat buat ngelupain aku, dit. From: Dayana.”

            Waktu berjalan begitu cepat, dan jam menunjukkan pukul 4 sore. Dito sudah tiba di rumahku dan aku membukakan pintu untuknya lalu menyuruhnya masuk.

            Saat sudah duduk, kami kebanyakan diam. Dan dito memulai pembicaraan duluan:

            “Apa kabar day?” Sahutnya dengan pelan sambil melihatku.

            “Baik, kamu apa kabar?” Tanyaku sambil melihatnya namun kembali lagi melihat handphone.

            “Baik juga. Kita beneran putus day?” Tanyanya dengan menatapku.

            “Iya kan kamu yang bilang.” Sahutku sambil melihat handphone.

            “Hmm iyaya. Kayaknya udah ada pacar baru.” Sahut dito.

            “Mana ada, belum kok.” Sahutku tetap main handphone.

            “Itu dari tadi megang handphone terus.” Sahutnya sambil tersenyum.

            “Kamu mungkin yang sudah ada.” Sahutku melihatnya.

            “Nggak kok nggak ada secepat itu day. Aku pulang yaa.”

            “Ohya ini yang mau aku kasih ke kamu.” Sambil memberikan cd itu kepada dito.

            Dito pun mengambilnya dan dia berkata: “Ohh cd ini, isi foto-foto kita yang belum kamu kirimkan?”

            Aku pun hanya bisa mengangguk, aku tak kuasa menahan air mata. Wajahku terus menunduk, aku tak mampu melihatnya. Dito menyodorkan tangannya untuk bersalaman denganku, dan aku memberikan tanganku. Dia berkata: “Terima kasih.”

            Kemudian dia mengelus tanganku, aku tak kuasa dan akhirnya air mata itu jatuh. Aku berkata:

            “Kamu jahat dit.”

            Dito hanya tersenyum dan berusaha menenangkanku dengan sentuhan tangannya. Aku pun segera melepaskan tanganku dan menghapus air mata ini. Dia langsung berdiri dan pulang dengan cepat-cepat, aku mengantarnya keluar. Dia pergi begitu saja, dia pergi tanpa ada kata-kata yang terucap.

            Aku berusaha menenangkan hatiku. Hatiku sangat sakit dan aku menangis sekencang-kencangnya. “Kamu jahat dit.” Teriakku dalam hati.

            Kamu ninggalin aku saat aku lagi sayang-sayangnya. Kukira kamu yang terbaik, ternyata bukan. Tapi, akhirnya kamu juga meninggalkanku. Aku benci dengan keadaan ini, aku benci saat aku merindukanmu, aku benci dengan rasa ini. Kamu tega dit. Kamu tega memperlakukan aku begini. Aku tak tahu alasan apa yang membuatmu setega itu meninggalkanku..

            Setelah kamu benar-benar pergi meninggalkanku, bahkan benar-benar pergi meninggalkanku di kota ini. Aku ingin kamu tahu bahwa aku sering pergi ke tempat dimana saat kita sering melihat senja, aku sering menghabiskan waktuku di tempat ini. Saat ini, aku sedang berada disini seorang diri..

            “Terima Kasih.”

            Dua kata itu adalah kata-kata terakhir yang kamu ucapkan. Kata-kata terakhir yang aku dengarkan. Dan kata-kata terakhir yang kamu tujukan untukku.

            Dan aku tak mengerti, apa maksud dari kata-kata itu. Jadi disini, aku berpikir. Aku berpikir kata-kata itu mengarahkan kepada apa saja hal-hal yang telah aku lakukan untukmu. Hal-hal yang layak untuk disyukuri. Mungkin, aku memang tak selalu ada untukmu.

            Tapi, ingatlah aku ada saat kamu lemah. Aku telah mendengarkan lagu-lagu kesukaanmu. Aku telah menemanimu dalam pelukan saat tibanya senja, bahkan saat kegelapan tiba. Aku telah menemanimu dalam telpon hingga pagi tiba. Aku mendukung semua impianmu dan membantumu untuk meraihnya dengan kedua tanganmu. Aku telah berusaha melakukan yang terbaik untuk membuat kamu tersenyum, membuat kamu tertawa, membuat kamu menjadi seseorang yang paling bahagia di dunia.

            Aku melakukan semua hal yang menunjukkan semua perasaan yang aku miliki untukmu. Aku mencintaimu.

            Tapi mungkin, untukmu tak ada yang patut disyukuri. Mungkin kamu berterima kasih kepadaku karena telah membiarkanmu pergi. Kamu berterima kasih karena telah merelakanmu. Kamu berterima kasih kepadaku, ya karena telah merelakanmu menghabiskan sisa hidup dan bahagia bersama orang lain.

            Dan jika kamu ingin mendengarnya, aku hanya ingin mengatakan, “Terima Kasih.”

            “Terima kasih telah mencintaiku, walau hanya untuk waktu yang singkat.”

           

            Sebulan telah lamanya saat dito terakhir menghubungiku. Aku mulai terbiasa dengan ini, aku berusaha bangkit dari kesedihan ini. Aku berusaha mencoba melupakan semuanya. Dito pernah berkata, senjalah yang bisa membuat lupa hari kemarin. Tapi nyatanya itu bohong...

            Semakin sering aku pergi melihat senja, semakin dalam ingatan itu bahkan sulit untuk dilupakan. Kenangan yang telah kita buat selama ini, ingin aku tenggelamkan bersama senja. Namun itu tak bisa, karena kenangan ini terlalu indah. Alasan dito memutuskan hubungan ini, masih sangat tidak masuk akal. Aku selalu memikirkannya..

            Akhirnya pengumumanku untuk kuliah di luar kota ini akan keluar hari ini. Aku ingin cepat-cepat meninggalkan kota ini, agar kelak aku bisa melupakan ini semua dan memulai hari yang baru dengan suasana baru. Aku harap itu bisa terjadi, I hope...

            Pengumuman telah keluar, dan aku mulai membuka notebook ku. Aku login dengan akun dan pasword yang telah terdaftar. Saat aku buka, tertulis di pemberitahuan...

            “Maaf anda dinyatakan tidak lolos.”

            Sia-sia semuanya. Impian yang aku perjuangkan, semuanya sirna. Aku relakan cintaku demi kesuksesan. Nasi telah menjadi bubur, tak akan pernah bisa kembali lagi. Begitu pula kisah ini...

            Akhirnya aku tetap kuliah disini, di tempat dengan suasana yang sama. Suasana seperti dulu, namun rasanya hampa dan tak mengartikan apa-apa. Aku ingin menghubungi dito, tapi aku tak tau bagaimana caranya. Karena saat dito tak lagi menghubungiku, aku memutuskan untuk menghapus semua kontaknya yang ada di handhoneku. Aku bingung, aku tak tau lagi harus mencarinya dimana. Sebab, dia anti sosial media sehingga sulit sekali mengetahui keberadaannya.

            Hari demi hari berlalu begitu cepatnya, hingga saat ini tepat satu tahun kami putus dan tak ada komunikasi. Aku menjalani hari-hariku seperti biasa, tentu saja aku masih sulit untuk membuka hatiku untuk yang lain. Aku mencoba untuk menyibukkan diriku dengan hal-hal yang bermanfaat, hingga saat aku lelah aku tertidur dan saat terbangun aku kembali menyibukkan diri.

            Sudah jarang sekali aku melihat senja. Hari ini aku luangkan waktuku untuk melihat senja. Aku sering menulis hal-hal yang terlintas di pikiranku.

            Kesibukanku saat ini, aku kuliah sambil kerja. Karena jadwal kuliah hanya dua kali seminggu dan itu malam hari. Aku kerja di perusahaan yang berbeda dengan jurusanku, tapi aku menikmatinya. Setelah lama aku kerja di perusahaan ini, ternyata aku bertemu lagi dengan geya. Geya barusan keterima di perusahaan yang sama denganku.

            “Ge, lu kerja disini?”

            “Iya barusan diterima. Lu juga kerja disini?”

            “Iyaa, kangenn.”

            Kami saling berpelukan dengan erat. Karena sudah lama sekali tak bertemu.

            “Ge, lu kemana aja? Kok ganti kontak nggak bilang-bilang.”

            “Iya day, semuanya hilang saat handphoneku hilang.”

            “Pantes kok dihubungi nggak pernah aktif. Makan siang yuk.”

            Kami pergi ke cafe dekat dengan kantor. Dan kami banyak sekali cerita sebab sudah lama tak bertemu.

            “Dito kerja dimana day?”

            “Haa dito? Katanya kerja di tempat dia magang waktu itu.” Sahutku terkejut membicarakan dito.

            “Kok katanya? Lu masih kan sama dia?” Tanya geya sangat penasaran.

            “Udah lama nggak lagi ge.” Sahutku dengan mencoba tersenyum.

            “Seriusan? Kok lu nggak cerita ke gue? Kenapa putus?” Tanya geya dengan memegang tanganku.

            “Udah setahun yang lalu, lagian aku mau cerita tapi lu nggak bisa dihubungi.” Jawabku dengan wajah bete.

            “What’s setahun yang lalu? Itu beneran? Kenapa putus, kok bisa?” Tanya geya dengan sangat penasaran.

            “Yaiyalah masa bohongan. Entah aku juga nggak paham sama dia. Katanya dia jauh, aku juga jauh. Kemarin kan aku mau S2 di luar kota tapi nggak lulus. Mungkin dia nggak bisa LDR.”

            “Ihh nggak masuk akal banget cuman gara-gara nggak bisa LDR, bukannya kalian sudah pernah LDR? Setahun yang lalu yaa, berarti bulan juni tahun lalu yaa?”

            “Iyaa tapi itukan cuman 2 bulan nah kalo yang ini katanya nggak tau balik kesini lagi atau nggak balik. Yup bulan-bulan itulah.”

            “Waktu itu dito pernah ngehubungi gue day, kira-kira sebelum bulan juni deh. Dia nanya katanya arga sama dayana itu kayak mana dulu? Terus gue bilang, teman aja dit. Lalu dia bilang tapi kok kayaknya menyimpan rasa yang tak terucap hingga menjadi dendam. Terus gue bilang, ahh nggak kok mereka baik-baik aja tuh.”

            “Terus?”

            “Yaudah cuman itu.”

            Aku termenung dan waktu istirahat sudah sangat lama. Kami pun kembali ke kantor untuk menyelesaikan pekerjaan kami. Tiba-tiba terlintas di pikiranku, apa sih maksud dito nanya ke geya seperti itu. Kenapa dia nanya tentang hubunganku dan dito. Perasaan waktu itu aku nggak pernah berhubungan sama arga. Aku pun mencoba mengingat kembali kejadian apa yang telah aku lakukan hingga menyebabkan hubungan kami hancur.

            Apakah waktu itu, saat dimana arga mengucapkan permintaan maaf di tempat senja saat aku sedang menunggu dito. Tapi saat itu, dito nggak datang. Itu mustahil, ataukah kenyataannya emang seperti itu? Dia melihatku saat bersama arga, dan jadinya dia berpikiran seperti itu. Kenapa aku bodoh sekali, kenapa saat itu aku tak bertanya kepada dito. Kenapa saat itu dia tak datang, pantas saja setelah hari itu dia benar-benar berubah hingga tak memperdulikanku lagi.

            “Apa yang kau lihat?”

            Apa yang kau lihat dariku? Aku tak pernah memperdulikanmu. Aku tak pernah ada saat kau butuh. Tapi kau masih saja baik padaku. Kau masih saja memberikan perhatian itu.. dulu..

            Sebesar itukah perjuanganmu? Sebaik itukah hatimu? Sedalam itukah perasaanmu?

            Seharusnya aku bersyukur, karena tlah ditakdirkan bertemu seseorang sepertimu. Aku sungguh egois, aku hanya patuh pada otak bukan hati. Aku sungguh kejam membiarkanmu terluka sendiri.

            Seharusnya aku membantumu. Seharusnya aku juga berjuang, seharusnya kita bersama-sama memperjuangkan ini. Tapi semuanya sudah terlambat. Dan tak akan pernah bisa kembali lagi.

            Aku hanya ingin kau tahu. Aku beruntung telah memilikimu..

 

            “Ge.. coba ingat-ingat tanggal berapa dia ngechat kamu nanyain begitu?”

            “Bentar day, coba aku lihat di whatsapp. Mana tau masih kesimpan.”

            Aku menunggu geya mencari chat dia bersama dito. Aku tak sabar, aku sangat penasaran hingga tak tenang.

            “Nah ini day, bulan mei.”

            “Jadi itu alasannya, kenapa dia rela ninggalin aku sendiri disini.” Sahutku dengan wajah sedih.

            “Kenapa day, lu tau sesuatu?”

            “Iya jadi aku kepikiran saat lu ceritain dito nanya kayak gitu ke lu. Nah  waktunya itu tepat banget saat aku ketemu sama arga. Saat itu aku janjian bertemu dito namun dia nggak datang, nah disitu aku ketemu sama arga. Mungkin saat itu dia melihatku bersama arga.”

            “Day.. Lu nggak nanya kenapa dia nggak datang?” Sahut geya mulai emosi.

            “Nggak ge, aku kira dia sibuk jadi nggak bisa datang.”

            “Terus gimana jadinya ini day?”

            “Udahlah ge, aku udah ikhlas kok.” Sahutku dengan wajah sedih.

            “Tapi lu masih sayang.”

            “Iyaa ge.” Sahutku dengan pelan.

            “Kenapa nggak lu coba hubungi dia lagi, lu jelasin semuanya sekarang.”

            “Sudah terlambat ge, dan aku juga nggak pernah tau lagi kabar dia. Dia benar-benar menghilang seperti ditelan bumi.”

            Sepulang kerja aku selalu menyempatkan diri untuk melihat senja. Aku berharap dito juga hadir disini, aku sangat-sangat berharap itu terjadi. Aku selalu menunggunya setiap hari, aku menyadari kesalahanku. Aku memang tak pernah ada untuknya.

            Namun kenyataannya itu mustahil, dia tak pernah muncul. Dia benar-benar menghilang..

            “Bisakah kau kembali?”

            Bisakah kau kembali melihatku?

            Bisakah kau kembali walau hanya sedetik?

            Bisakah kau kembali ke pelukanku?

            Atau bisakah kita menjalin hubungan seperti dulu lagi?

            Bisakah itu semua terjadi?

            Kini, semuanya tlah menjadi kenangan. Lama kelamaan ingatan ini semakin memudar. Mungkin akan lenyap. Tak ada lagi ceritamu di benakku. Tak ada lagi yang tersisa.

            Sebab, inilah roda kehidupan. Semakin lama kau akan terlupa dan akan hilang. Aku tak mau itu terjadi. Izinkan aku melihatmu sekali lagi. Berikan kesempatan untukku sekali lagi. Aku merindukanmu..

            Andai ku tahu dirimu berada. Andai ku bisa melihatmu. Andai semua itu terjadi. Aku pasti sangat bahagia..

            Ini tentang rasa, karena aku masih mencintaimu..

 

            Sekarang semuanya telah lalu dan aku tak tahu harus mencari dito kemana. Tak pernah terdengar kabar darinya. Satu hal yang ingin aku utarakan, yaitu...

            “Maaf”

            Satu kata yang ingin aku ucapkan untukmu. Maafkan aku.. Hanya kata maaf yang terlintas di benakku saat ini.

            Aku baru sadar selama ini adalah kesalahanku. Selama ini aku merasa itu adalah kesalahanmu, dan sekarang aku tahu mengapa kamu selama ini berusaha menghilang padahal kamu itu ada, tapi kamu berusaha menghilang seperti ditelan bumi. Dan itu kamu lakukan hanya kepadaku, tidak untuk mereka.

            Lama sekali aku baru menyadarinya, selama ini aku tidak menyadarinya. Mungkin ini petunjuk dari Tuhan, agar aku bisa lebih menghargai seseorang yang benar-benar menyayangiku, bukan untuk menyia-nyiakannya.

            Mungkin kamu kesakitan, sebab sekarang aku merasakannya.

            Maafkan..

            Aku sungguh menyesal, mungkin benar kata mereka penyesalan itu selalu datang belakangan. Tapi dari inilah aku mengambil pelajaran paling berharga. Betapa pentingnya menghargai seseorang yang sayang kepada kita, bukan hanya suka ataupun kagum. Tapi, seseorang yang pernah ada dalam hidup kita.

            “Maafkan aku, aku sangat ingin mengutarakannya.”

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Arloji Antik
370      233     2     
Short Story
"Kalau langit bisa dikalahkan pasti aku akan ditugaskan untuk mengalahkannya" Tubuh ini hanya raga yang haus akan pengertian tentang perasaan kehidupan. Apa itu bahagia, sedih, lucu. yang aku ingat hanya dentingan jam dan malam yang gelap.
The Red String of Fate
616      426     1     
Short Story
The story about human\'s arrogance, greed, foolishness, and the punishment they receives.
C L U E L E S S
732      527     5     
Short Story
Clueless about your talent? Well you are not alone!
Unknown
235      192     0     
Romance
Demi apapun, Zigga menyesal menceritakan itu. Sekarang jadinya harus ada manusia menyebalkan yang mengetahui rahasianya itu selain dia dan Tuhan. Bahkan Zigga malas sekali menyebutkan namanya. Dia, Maga!
Black World
1579      746     3     
Horror
Tahukah kalian? Atau ... ingatkah kalian ... bahwa kalian tak pernah sendirian? *** "Jangan deketin anak itu ..., anaknya aneh." -guru sekolah "Idih, jangan temenan sama dia. Bocah gabut!" -temen sekolah "Cilor, Neng?" -tukang jual cilor depan sekolah "Sendirian aja, Neng?" -badboy kuliahan yang ...
Bandung
23320      2864     6     
Fan Fiction
Aku benci perubahan, perubahan yang mereka lakukan. Perubahan yang membuat seolah-olah kami tak pernah saling mengenal sebelumnya - Kemala Rizkya Utami
SENJA
542      420     0     
Short Story
Cerita tentang cinta dan persahabatan ,yang berawal dari senja dan berakhir saat senja...
Segaris Cerita
513      276     3     
Short Story
Setiap Raga melihat seorang perempuan menangis dan menatap atau mengajaknya berbicara secara bersamaan, saat itu ia akan tau kehidupannya. Seorang gadis kecil yang dahulu sempat koma bertahun-tahun hidup kembali atas mukjizat yang luar biasa, namun ada yang beda dari dirinya bahwa pembunuhan yang terjadi dengannya meninggalkan bekas luka pada pergelangan tangan kiri yang baginya ajaib. Saat s...
THE CHOICE: PUTRA FAJAR & TERATAI (FOLDER 1)
2817      1120     0     
Romance
Zeline Arabella adalah artis tanah air yang telah muak dengan segala aturan yang melarangnya berkehendak bebas hanya karena ia seorang public figure. Belum lagi mendadak Mamanya berniat menjodohkannya dengan pewaris kaya raya kolega ayahnya. Muak dengan itu semua, Zeline kabur ke Jawa Timur demi bisa menenangkan diri. Barangkali itu keputusan terbaik yang pernah ia buat. Karena dalam pelariannya,...
Tak Segalanya Indah
685      463     0     
Short Story
Cinta tak pernah meminta syarat apapun