“UWAARRGGHH...”
Seekor babi hutan berukuran raksasa terdengar mengerang kesakitan setelah menabrak sebuah pohon yang tumbuh di dalam hutan Arcana. Sementara itu, disekitarnya berdiri tiga orang yang kini tengah bersiap untuk menyerangnya. Mereka adalah Rasiel Abraham, Melnar Blacksteel, dan Sylda Brightvale yang sepertinya sedang berburu di dalam hutan Arcana.
“Sylda, siapkan sihir airmu!” Rasiel berteriak memberikan perintahnya kepada Sylda yang kini berada di sisi kiri babi hutan tersebut.
“Melnar, saat dia bergerak ke arahmu, gunakan serangan palumu untuk menjatuhkannya!” Rasiel melanjutkan perintahnya kepada Melnar yang kini tengah berdiri beberapa puluh meter di hadapan babi hutan tersebut.
“Baiklah, kita mulai rencananya!” Rasiel memberikan aba-aba disusul dengan melafalkan sebuah mantra yang berasal dari buku sihir yang tidak pernah lepas dari tangan kirinya.
“Gladio Impetum Venti!”
Rasiel menghunuskan pedang ke depan beberapa kali. Gerakan itu menciptakan beberapa pusaran angin kecil yang menyerupai beberapa buah pedang angin dan menyerang sisi kanan babi hutan tersebut.
“UWAAARRGGHHH...”
Babi hutan tersebut mengerang keras karena merasakan sakit pada tubuhnya. Babi hutan tersebut mencoba melarikan diri dari serangan Rasiel dengan bergerak ke sisi kiri hutan. Namun, hal itu sepertinya sia-sia. Disana, Sylda sudah menantinya dengan panah airnya.
“Perforabit Aqua Iaculis!”
Beberapa anak panah yang terbuat dari sihir air milik Sylda terlihat melaju tepat ke sisi kiri babi hutan tersebut–tepat setelah Sylda selesai melafalkan mantra sihirnya.
“UWAAARRRGGGHHH...”
Babi hutan tersebut kembali mengerang. Namun, erangannya kini lebih keras daripada yang sebelumnya. Hal itu terjadi karena beberapa anak panah yang terbuat dari sihir air milik Sylda menghujam tepat ke perut sebelah kirinya. Menyadari bahwa dirinya sedang diserang dari dua arah yang berbeda, babi hutan tersebut berhenti sejenak. Dia terlihat memfokuskan pandangannya ke depannya. Di sana, Melnar terlihat sudah menanti kedatangannya dengan palu besar yang berada di tangan kanannya.
“Uwaarrgghh...” Babi hutan tersebut kembali mengerang pelan sebelum kemudian mulai berlari ke depan dan bersiap menanduk Melnar dengan kedua gading besarnya.
Melnar yang sudah siap menerima serangan babi hutan itu pun segera melompat ke atas dan memberikan pukulan telak tepat ke bagian kepala babi hutan tersebut.
“BRUUAAAKKKK!!!”
Babi hutan tersebut tersungkur ke tanah sesaat setelah Melnar menghujam kepalanya dengan palu besar miliknya. Babi hutan tersebut tersungkur ke depan hingga menabrak sebuah pohon yang ada di hadapannya. Sementara itu, Melnar terpental ke belakang sesaat setelah tumbukan antara palu besar miliknya dengan kepala babi hutan tersebut terjadi.
Saat itu, tiba-tiba suasana menjadi senyap untuk sesaat. Rasiel yang merasa khawatir dengan keadaan Melnar pun segera berlari menuju ke arah jatuhnya untuk memeriksa keadaannya. Sementara Sylda terlihat mendekati babi hutan yang baru saja mereka takhlukkan.
“Melnar, kau baik-baik saja?” Rasiel mencoba membantu Melnar yang kini tengah berusaha berdiri di atas kedua kakinya.
“Tenang saja. Serangannya masih sangat lemah jika dibandingkan dengan serangan sihir anginmu!” ujar Melnar sambil tersenyum lebar. Hal itu menandakan bahwa dia baik-baik saja.
Melnar pun segera melepaskan pegangan Rasiel saat dia sudah bisa berdiri tegak di atas kedua kakinya. Dia kemudian melangkahkan kakinya menuju ke arah babi hutan yang baru saja dikalahkannya itu.
“YOSHHAAA... ini adalah babi hutan raksasa kedua yang kita bunuh selama disini!” teriak Melnar yang kembali bersemangat setelah memastikan kematian babi hutan yang ukurannya kira-kira lima kali lebih besar daripada ukuran tubuhnya itu.
Sementara itu, Rasiel hanya bisa tersenyum saat melihat tingkah laku Melnar yang sedikit kekanak-kanakan menurutnya. Sedangkan Sylda terlihat sedih saat melihat keadaan babi hutan yang ada dihadapannnya itu.
Setelah itu, mereka pun memutuskan untuk kembali ke desa Auderia dan menjual hasil buruan mereka hari ini. Mereka terlihat mulai mengemasi barang-barang mereka dan menaikkan hasil buruan mereka ke atas gerobak yang mereka bawa dari desa Auderia.
Setelah selesai berkemas-kemas, mereka pun segera keluar dari dalam hutan Arcana dan kembali ke desa Auderia. Di desa tersebut, mereka menjual hasil buruan mereka kepada para penduduk desa untuk menambah pundi-pundi uang yang mereka miliki.
Tanpa terasa, waktu sangat cepat berlalu saat mereka sedang melakukan kegiatan mereka. Tiba-tiba sudah senja saat mereka selesai menjual semua hasil buruan mereka. Oleh karena itu, mereka pun memutuskan untuk kembali kepenginapan untuk membersihkan diri sebelum kemudian bertemu kembali dan membagi hasil penjualan binatang buruan mereka hari ini.
“Jadi, apa yang akan kita lakukan selanjutnya?” Melnar mulai mempertanyakan kegiatan yang akan mereka lakukan tepat setelah mereka selesai mengisi perut dan membagi hasil buruan mereka hari ini di salah satu rumah makan yang letaknya tidak jauh dari penginapan mereka.
“Hm... mungkin aku akan kembali ke kamar untuk beristirahat!” Sylda terlihat mulai meregangkan tubuhnya yang terasa kaku karena perburuan mereka hari ini.
“Bukan itu maksudku!” Melnar mencoba memperbaiki maksud dari pertanyaannya. “Apa kalian tidak bosan dengan kegiatan yang telah kita lakukan beberapa hari terakhir ini?” lanjutnya.
“Sudah hampir satu bulan kita tinggal di desa ini. Sepertinya kita harus segera mencari tujuan lain selain menetap dan berburu di desa ini. Lagipula, persediaan makanan dan pakaian, serta uang yang kita miliki sudah cukup untuk melakukan perjalanan, bukan?” tambahnya.
Sylda yang sepertinya juga merasakan hal yang sama dengan apa yang dirasakan oleh Melnar pun terlihat menganggukkan kepalanya.
“Itu benar. Aku juga sudah tidak mau membunuh binatang lain lagi.” ujar Sylda sambil menatap tajam ke arah Rasiel yang masih belum bersuara.
“Baiklah jika itu yang kalian inginkan.” jawab Rasiel sesaat setelah meneguk air minum yang ada di gelasnya. “Kalau masalah binatang, dari awal aku sudah bilang ‘kan? Mereka bukanlah binatang yang selama ini tinggal bersamamu. Jadi tidak mengapa jika kau membunuhnya. Iya, ‘kan?” jelas Rasiel menjawab sindiran Sylda terhadapnya.
“Tapi tetap saja. Mereka adalah binatang dan aku tidak mau membunuh binatang apapun lagi. Titik!” ujar Sylda menegaskan.
Sebagai seorang elf yang hidup di dalam hutan, Sylda dan elf pada umumnya memang selalu berinteraksi dengan para binatang yang tinggal di dalam hutan. Oleh karena itu, mereka seakan-akan telah terikat dan memiliki hubungan batin dengan para binatang. Hal itu menyebabkan mereka merasa sulit dan sedih apabila mereka sampai melukai atau membunuh para binatang yang tinggal di dalam hutan–sekalipun mereka tanpa sengaja melukai binatang tersebut.
Tetapi, beberapa hari terakhir ini, Sylda sepertinya telah diperdaya oleh Rasiel dan Melnar untuk membantu mereka membunuh binatang buruan mereka. Dengan dalih bahwa mereka sangat memerlukan uang untuk membayar sewa dan menjamin kelangsungan hidup mereka, serta dengan fakta bahwa binatang yang mereka bunuh bukanlah binatang yang selama ini hidup bersamanya. Hal itu tentu saja berdampak pada emosi Sylda yang selalu merasa sedih dan bersalah setelah melakukan tugasnya. Rasiel yang ternyata sudah memperhatikan Sylda selama beberapa hari terakhir ini pun akhirnya menyetujui permintaan Sylda.
“Baiklah kalau begitu.” ujar Rasiel menanggapi pernyataan Sylda. “Lalu, apa yang akan kita lakukan?” lanjutnya.
Pertanyaan Rasiel tersebut membuat Melnar dan Sylda kembali terdiam. Mereka seperti sedang memikirkan sesuatu yang dapat mereka lakukan demi mengganti kekosongan kegiatan mereka kedepannya. Saat itu, Sylda tiba-tiba mendapatkan gagasan yang akan membahayakan hidup mereka.
“Oh, ya!” Sylda tiba-tiba berdiri dan mencondongkan wajahnya kehadapan Rasiel dan Melnar yang saat ini duduk di depannya. “Bagaimana kalau kita mengunjungi kerajaan Ragna?” lanjutnya dengan nada suara yang lebih rendah daripada biasanya.
“APA?” Melnar yang terkejut dengan usul Sylda tiba-tiba terjingkat ke belakang hingga kepalanya menumbuk dinding yang ada di belakangnya. Alhasil, kepalanya pun merasakan sakit karena berbenturan dengan dinding rumah makan tersebut.
“Apa kau sudah gila?” Melnar kembali melanjutkan ucapannya sambil mengelus-elus bagian belakang kepalanya. “Disana banyak prajurit kerajaan yang sedang menanti kedatangan kita!” lanjutnya.
Sylda yang telah mengetahui kebenaran tentang peristiwa pencurian kristal milik Raja kerajaan Ragna yang dilakukan oleh Melnar pun hanya bisa terus meyakinkan Melnar dan Rasiel untuk segera mengembalikan kristal curian mereka itu. “Lagipula, mau sampai kapan kalian menyimpan kristal itu? Bukankah kristal itu sekarang sudah tidak berguna bagi kalian berdua?” ujarnya.
Rasiel yang dari tadi mendengarkan saran Sylda pun mulai memikirkannya. Rasiel kemudian melepaskan kantong yang berisi kristal curian Melnar dari lehernya. Dia terlihat mengeluarkan batu yang menurutnya adalah kristal curian Melnar tersebut lalu memperhatikannya dengan seksama.
“Apa kau benar-benar tidak bisa merubahnya kembali menjadi sebuah kristal?” tanya Melnar kepada Rasiel yang mulai mengalirkan energi sihirnya pada batu tersebut.
Tetapi, semuanya seperti sebelumnya. Rasiel tetap tidak bisa mengembalikan wujud batu tersebut menjadi sebuah kristal seperti sedia kala.
“Sepertinya kita memang harus menemui pemilik kristal ini untuk mendengarkan penjelasan langsung darinya!” ujar Rasiel sambil terus memandangi batu yang ada ditangannya.
“Baiklah, terserah kalian saja!” Melnar terlihat menyandarkan punggungnya pada punggung kursi yang didudukinya. “Aku akan ikut jika kalian memang yakin bahwa kita harus pergi ke kerajaan Ragna.” tambahnya.
Setelah pembahasan yang lebih dalam, akhirnya keputusan pun dibuat. Mereka akan pergi ke kerajaan Ragna untuk bertemu dengan sang Raja.
* * * * *
Sementara itu, di istana kerajaan Ragna–tepatnya di ruang takhta–Simon terlihat sedang berlutut di hadapan Raja kerajaan Ragna. Simon terlihat sedang melaporkan hasil pencarian yang telah dilakukannya selama satu bulan terakhir ini kepada sang Raja.
“Maafkan saya, Yang mulia! Saya masih belum menemukan kristal milik Anda!” ujar Simon mengakhiri laporannya.
Sang Raja terdiam setelah mendengar laporan yang disampaikan oleh Simon kepadanya. Saat itu, wajahnya terlihat pucat pasif seperti orang yang sedang tidak enak badan. Sang Raja kemudian memalingkan pandangannya. Beliau melihat ke arah para penasehatnya–yang dari tadi berdiri di samping singgasananya–seakan ingin bertanya “apa yang harus aku lakukan sekarang?”.
Selangkah kemudian, beliau terlihat mengusap wajahnya dengan kedua belah tangannya. Disela-sela usapan itu, terdengar suara tarikan napas panjang dan hembuskan napas kasar yang dilakukan oleh sang Raja. Hal itu membuat semua orang yang ada di dalam ruangan tersebut terlihat was-was dan takut dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.
“Jadi, apa yang harus aku lakukan sekarang?” Sang bertanya kepada Simon yang kini sedang berlutut dihadapannya.
Mendengar hal itu, Simon pun segera mengangkat kepalanya.
“Maaf, Yang Mulia. Menurut saya orang yang telah mencuri kristal milik Anda sepertinya telah meninggalkan pemukiman ras manusia dan kini sedang bersembunyi di pemukiman ras lain.” ujar Simon menyampaikan pendapatnya.
“Jadi, jika Anda mengizinkan, saya dan para prajurit bersedia untuk memeriksa pemukiman ras lain yang ada di benua ini untuk mencari kristal milik Anda!” tambahnya.
Simon terlihat sangat percaya diri saat menyampaikan pendapatnya itu. Dia bahkan berani menyampaikannya dengan nada suara yang lantang untuk meyakinkan sang Raja. Namun, hal itu sepertinya tidak cukup untuk meyakinkan sang Raja. Pendapatnya justru memancing amarah sang Raja.
“APA YANG KAU KATAKAN?” Sang Raja menaikkan nada suaranya. Beliau sepertinya benar-benar tidak suka dengan pendapat yang baru saja didengarnya. Beliau bahkan terlihat berdiri dari singgasananya saat mengatakannya.
“Apa kau ingin mengembalikan perang ke benua ini?” tuturnya.
“Maafkan saya, Yang Mulia. Saya hanya menyampaikan pendapat saya.” ujar Simon sambil kembali menundukkan kepalanya. Simon sepertinya sadar akan kesalahan yang baru saja dilakukannya.
Sementara itu, sang Raja kembali duduk ke singgasananya. Beliau terlihat memijat keningnya beberapa saat sebelum kembali berbicara.
“Sudahlah. Untuk saat ini, kirim kembali prajuritmu untuk mencari di sekitar kerajaan kita. Mungkin saja pencuri itu masih bersembunyi disekitar kita.” perintahnya.
“Pastikan kau memeriksa semua tempat dengan teliti sebelum kembali melapor padaku!” tambahnya.
“Siap, Yang Mulia!” Simon menerima perintah sang Raja lalu beranjak meninggalkan ruang takhta dan menuju ke halaman istana.
Di halaman istana, Simon terlihat mulai mengumpulkan kembali pasukannya dan menyampaikan perintah yang baru saja diterimanya dari sang Raja.