Setelah menempuh perjalanan yang panjang dan melelahkan, akhirnya rombongan penduduk desa Auderia sampai di ibu kota kerajaan Kritalia. Disana, Rasiel, Melnar, dan Sylda terlihat sedang memimpin rombongan hingga memasuki gerbang kota.
“Selamat datang di kota Lucidia, ibu kota kerajaan Ragna.” Melnar memperkenalkan nama kota yang kini sedang mereka masuki layaknya seorang pemandu wisata yang sedang melaksanakan tugasnya.
Rasiel dan rombongan penduduk desa Auderia yang baru pertama kali datang ke kota ini terlihat sangat terpukau dengan kondisi kota Lucidia yang sangat berbeda dengan kondisi desa Auderia–baik dari segi tata kota hingga keramaian dan hiruk pikuk suasananya. Mereka semua terlihat sangat takjub hingga seakan lupa untuk mengedipkan kedua kelopak mata mereka.
Setelah menikmati keindahan kota Lucidia, rombongan Rasiel dan para penduduk desa pun memutuskan untuk berpisah. Dari pusat kota, mereka mulai melanjutkan petualangan mereka sesuai dengan tujuan awal mereka saat memutuskan untuk pergi ke kota ini. Dari sana, beberapa penduduk desa ada yang terlihat mulai berbelanja untuk memenuhi kebutuhan mereka selama berada di kota ini. Ada pula penduduk desa yang terlihat mulai menawarkan jasanya sebagai langkah awal untuk mendapatkan pekerjaan tetap di ibu kota kerajaan ini. Sementara itu, rombongan Rasiel kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju ke istana kerajaan Ragna, sesuai dengan tujuan awal mereka.
“Tunggu sebentar!” Melnar terlihat menghentikan langkahnya.
“Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan disini?” Melnar mempertanyakan keberadaan Sylda diantara Rasiel dan dirinya yang memutuskan untuk menuju ke istana kerajaan Ragna.
“Kenapa? Apa aku tidak boleh berada disini?” jawab Sylda yang merasa heran dengan pertanyaan Melnar kepadanya.
“Bukan begitu! Maksudku...” Melnar mencoba memperbaiki maksud pertanyaannya. Dia terlihat sedang berpikir sejenak sebelum melanjutkan ucapannya. “...kenapa kau mengikuti kami?”.
“A-Aku tidak mengikuti kalian, tapi...” Kini giliran Sylda yang terlihat memutar otaknya. Dia sepertinya sudah mengetahui maksud pertanyaan Melnar padanya. “...aku memutuskan untuk ikut dengan kalian! Kenapa?” tegasnya.
“Apa yang kau katakan?” Melnar mengerutkan dahinya. Dia sepertinya tidak percaya dengan jawaban yang baru saja didengarnya.
“Sejak kapan kau-” Melnar menghentikan ucapannya tepat saat bahu kanannya disentuh oleh Rasiel.
“Sudahlah, Melnar! Kita tidak punya banyak waktu untuk memperdebatkan hal seperti ini.” Rasiel menghentikan ucapan Melnar. Namun anehnya, pandangan Rasiel tidak tertuju pada Melnar–yang kini sedang memandangnya–tetapi tertuju ke arah lain.
“Lihatlah!” Rasiel melanjutkan ucapannya. “Para prajurit kerajaan ini sepertinya sedang mencari sesuatu.” Rasiel melihat ke arah beberapa prajurit kerajaan yang kini tengah berlari kecil disamping jalan yang dilaluinya.
“Kalau firasatku benar, mereka pasti sedang mencari kita, pencuri kristal milik sang Raja!” tambahnya.
“Tapi, aku bukan...” Sylda mencoba kembali berbicara. Namun terhenti karena Rasiel tiba-tiba menutup mulutnya sebelum dia menyelesaikan ucapannya.
“Apa yang kau lakukan?” Sylda melepas dengan paksa tangan Rasiel yang tiba-tiba membungkam mulutnya.
Rasiel terdiam. Dia melirik ke arah para prajurit kerajaan yang muncul dari belakang Sylda sebagai jawaban atas pertanyaannya. Sylda yang mengerti maksud isyarat itu pun langsung menutup kembali mulutnya dengan kedua tangannya.
“Maaf.” ujar Sylda dengan nada suara yang lebih rendah dari sebelumnya.
Namun, permintaan maaf Sylda sepertinya tidak didengar oleh Rasiel yang masih memperhatikan para prajurit kerajaan Ragna yang telah melewati mereka.
“Lagipula, jika kau ikut bersama kami, itu artinya kau juga termasuk pencuri kristal milik sang Raja!” tegas Rasiel kepadanya.
Mendengar hal itu, Sylda pun hanya bisa terdiam. Dia benar-benar tidak bisa membalas ucapan Rasiel padanya. Sedangkan Melnar terlihat menganggukkan kepalanya sebagai tanda bahwa dia menyetujui pendapat Rasiel tentang Sylda.
“Jadi, apa kau akan tetap mengikuti kami?” Melnar kembali melemparkan pertanyaannya.
Mendengar hal itu, Sylda terlihat berpikir sejenak sebelum menjawabnya. “Baiklah, tidak apa-apa. Aku akan mengikuti kalian.” jawabnya.
“Lagipula, aku juga penasaran dengan kebenaran yang akan ku temukan kedepannya.” tambahnya.
Akhirnya, permasalahan pun selesai dan mereka kembali melanjutkan perjalanan mereka menuju ke istana kerajaan Ragna yang ternyata sedang menanti kedatangan mereka. Disana, mereka disergap oleh puluhan prajurit kerajaan Ragna yang telah menanti kedatangan mereka di gerbang istana. Alhasil, mereka pun dibawa ke hadapan sang Raja untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.
“Yang Mulia, salah satu dari mereka adalah pencuri yang telah mengambil kristal milik Anda!” Simon berlutut dihadapan sang Raja sambil melaporkan hasil temuannya. Sedangkan dibelakangnya, Rasiel, Melnar, dan Sylda terlihat sedang berlutut menanti reaksi sang Raja. Kedua tangan mereka terikat kuat dibagian belakang tubuh mereka.
Sementara itu, sang Raja terlihat melambaikan tangannya. Beliau menyuruh para prajurit yang membawa Rasiel, Melnar, dan Sylda untuk pergi meninggalkan ruang takhta. Kini, hanya ada sepuluh orang yang berada di dalam ruangan tersebut. Selain sang Raja, Simon, Rasiel, Melnar, dan Sylda, ada lima orang lain yang kini sedang berdiri di sekitar sang Raja. Sepertinya mereka adalah para penasehat dan pengawal sang Raja.
Saat itu, Melnar yang merasa heran dengan tingkah laku sang Raja pun mulai berbisik kepada Rasiel yang kini sedang berlutut tepat di sebelah kanannya. “Apa yang dia lakukan?” tanyanya.
“Aku tidak tahu. Sepertinya keberadaan kristal ini benar-benar sangat rahasia hingga Yang Mulia tidak mau prajurit biasa mengetahuinya!” jawab Rasiel sambil terus melihat ke arah sang Raja yang masih mendengarkan laporan dari komandan pasukannya.
“Apa yang akan kita lakukan?” Melnar kembali melemparkan pertanyaannya. “Kita bahkan sudah tidak memiliki kristal miliknya!” lanjutnya.
“Tenang saja. Aku punya rencana!” Rasiel terlihat yakin dengan rencana yang saat ini sedang dipikirkannya.
Sylda yang mendengar percakapan mereka pun ikut angkat bicara. “Apapun rencanamu, sebaiknya bisa segera membebaskan kita dari sini!” ujarnya.
Rasiel dan Melnar yang mendengar permintaan Sylda itu pun langsung menatapnya dengan tatapan tajam. Seakan-akan mereka ingin mengatakan “Diamlah! Jika bukan karena kau, kita tidak akan berada disini sekarang!”.
Sylda yang melihat reaksi mereka pun hanya bisa terdiam sebelum kemudian mengalihkan pandangannya dari wajah Rasiel dan Melnar yang sedang berlutut disebelah kirinya. Sylda sepertinya memahami maksud dari tatapan tajam yang mereka tunjukkan padanya.
Sementara itu, sang Raja yang sudah selesai mendengar laporan dari komandan pasukannya terlihat mulai menuruni singgasananya.
“Benarkah yang dilaporkannya?” Sang Raja mulai membuka percakapan diantara dirinya dengan para pencuri kristalnya. “Apa kalian benar-benar mengambil kristal milikku?” tanyanya.
Melnar yang mendengar pertanyaan itu hanya bisa terdiam. Dia sepertinya benar-benar tidak mau mengakui kesalahannya. Begitupula dengan Sylda yang masih menundukkan kepala–seperti orang yang sedang merenungi kesalahannya. Akhirnya, hanya Rasiel-lah yang tersisa. Hal itu pula yang memaksanya untuk mulai berbicara dan menjawab pertanyaan sang Raja.
“Benar, Yang Mulia. Salah satu dari kami memang telah mengambilnya.” Rasiel terdengar membenarkan pertanyaan sang Raja. Namun tetap saja, dia tidak serta merta mengatakan bahwa Melnar-lah yang telah mengambilnya.
“Dimana kristal itu sekarang?” Sang Raja kembali melanjutkan pertanyaannya. “Cepat, serahkan kristal itu padaku sekarang!” perintahnya.
Rasiel terdiam. Dia tidak menjawab maupun menganggapi permintaan sang Raja. Hal itu tentu saja membuat sang Raja mempertanyakan reaksinya.
“Kenapa? Apa kalian tidak ingin menyerahkan kristal itu padaku?” tanyanya sambil terus bergerak mendekati mereka.
Saat itu, Simon yang berada di hadapan mereka pun segera berdiri–kemudian menyingkir–untuk memberikan jalan kepada sang Raja.
“Bukan begitu, Yang Mulia!” Rasiel kembali membuka mulutnya. “Kami hanya membutuhkan jaminan dari Anda sebelum menyerahkan kristal itu kepada Anda.” jelasnya.
“Dasar kurang ajar!” Simon menghunuskan pedang besarnya tepat ke arah Rasiel yang kini tengah memandang wajah sang Raja–yang telah berdiri tepat dihadapannya.
Saat itu, sang Raja terlihat tersenyum simpul setelah mendengar permintaan Rasiel padanya. Entah apa yang sedang ada di dalam pikirannya. Mungkin beliau sedang kagum dengan keberanian yang ditunjukkan Rasiel kepadanya atau mungkin karena hal lainnya. Alhasil, sang Raja pun menganyunkan tangannya. Mengisyaratkan kepada Simon untuk menarik kembali pedangnya.
Melihat hal itu, Simon pun segera menarik pedang besarnya. Namun, dia tetap memegangnya dengan tangan kanannya dan tidak menyarungkannya ke punggungnya seperti yang biasa dilakukannya.
“Jaminan? Apa kau sudah gila?” Sang Raja menggelengkan kepalanya. Beliau seakan tidak percaya dengan permintaan seorang pencuri yang kini sedang berlutut dihadapannya. Namun, entah mengapa sebuah senyum kembali mengembang di ujung bibirnya.
“Kalian tahu? Keberadaan kalian saja, sudah cukup untuk membawa perang kembali ke benua ini. Tapi, sekarang kalian malah meminta jaminan dariku? Apa kalian benar-benar sudah gila?” lanjutnya.
“Bukan begitu, Yang Mulia!” Rasiel membalas tuduhan sang Raja. “Kami hanya ingin meminta Anda agar menyelesaikan masalah ini dengan kami bertiga dan tidak membawa masalah ini kembali ke kaum kami, Yang Mulia.” jelasnya.
“Kami juga tidak menginginkan perang kembali ke benua ini, Yang Mulia.” tambahnya.
Sang Raja terdiam. Beliau memutar tubuhnya dan melihat ke arah para penasehatnya yang dari tadi berdiri di samping singgasananya. Disana, para penasehat Raja terlihat mulai menganggukkan kepala mereka satu persatu–kecuali seorang perempuan yang tidak menunjukkan reaksi apapun kepada sang Raja. Namun, hal itu sepertinya cukup untuk membuat sang Raja untuk menyetujui permintaan Rasiel kepadanya.
“Baiklah!” Sang Raja kembali memutar tubuhnya. Beliau kembali menghadap ke arah Rasiel dan dua orang yang dari tadi telah berlutut dihadapannya.
“Aku berjanji tidak akan membawa masalah ini hingga ke kaum kalian. Lagipula, aku juga tidak menginginkan peperangan kembali terjadi benua ini.” tambahnya.
“Jadi, serahkan kristal itu kepadaku sekarang!” Sang Raja mengulurkan tangannya ke arah Rasiel yang dari tadi terus menatapnya.
Melihat hal itu, Rasiel pun tersenyum dan memberitahukan sang Raja keberadaan kristal miliknya. “Kristal itu ada di dalam kantong kecil yang menggantung di leherku, Yang Mulia.” ujarnya.
Simon yang mendengar hal itu pun segera mendekat ke arah Rasiel untuk mengambil kantong kecil yang dimaksudnya. Namun, tindakan Simon tersebut gagal karena Rasiel menghindari gerakan tangan Simon yang mencoba untuk meraih kantong kecil yang menggantung di lehernya.
“Jika Anda benar-benar menginginkannya, Anda harus mengambilnya dengan tangan Anda sendiri, Yang Mulia!” Rasiel kembali memberikan perintah yang tidak masuk akal kepada Raja kerajaan Ragna.
“Kau...” Simon menggenggam kerah baju Rasiel dengan tangan kirinya. Hal itu membuat tubuh Rasiel terangkat sedikit ke atas. Simon sepertinya benar-benar geram melihat tingkah Rasiel terhadap Rajanya.
Namun, tindakan Simon tersebut segera dihentikan oleh sang Raja dengan sentuhan dipundaknya. Beliau bahkan meminta Simon untuk menjauhi Rasiel yang kini sedang memperbaiki posisinya. Alhasil, Simon pun menuruti perintah Rajanya dan kembali ke tempatnya semula.
Selanjutnya, sang Raja terlihat meraih kantong kecil yang ada di leher Rasiel dan menariknya hingga terlepas dari tali yang selama ini mengikatnya. Beliau pun segera membuka kantong kecil yang telah diambilnya dan melihat isinya.
“Bagaimana Yang Mulia?” Simon yang sepertinya penasaran dengan isi kantong kecil tersebut pun mempertanyakan kebenaran isinya kepada sang Raja.
“Dia benar! Ini kristal milikku!” Sang Raja tersenyum. Beliau kemudian mengeluarkan sebuah kristal merah dari dalam kantong kecil milik Rasiel yang baru saja diambilnya.
Melnar, Sylda, bahkan Simon yang telah mengetahui bahwa isi kantong tersebut sebelumnya hanyalah sebuah batu terlihat terkejut saat melihatnya. Mereka pun mulai mempertanyakan kebenaran yang baru saja dilihatnya.
“Bagaimana bisa?” ujar Simon sambil bergerak mendekat ke arah sang Raja.
“Apa yang telah kaulakukan pada batu itu?” Melnar yang tidak percaya dengan apa yang dilihatnya pun mempertanyakan hal tersebut kepada Rasiel yang ternyata juga terpaku saaat melihat kristal yang kini berada di tangan kanan sang Raja.
“Aku tidak-“ Rasiel terdiam. Dia menutup matanya. Rasanya sepertinya ada sesuatu yang tiba-tiba menempel diwajahnya.
Sementara itu, sebuah teriakan tiba-tiba terdengar memenuhi seluruh ruang takhta.
“Aaaa... Aaaa... tanganku!” ujar si pemilik suara.
Rasiel yang masih belum bisa membuka matanya pun kini sedang menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia berusaha menyingkirkan sesuatu yang baru saja menempel di wajahnya.
Beberapa detik kemudian, Rasiel pun berhasil membuka matanya. Disana–tepat dihadapannya, Rasiel melihat sang Raja sedang terbaring di lantai ruang takhta sambil terus berteriak dan memegangi tangan kanannya. Darah segar terlihat mengucur deras keluar dari ujung tangan kanannya.
Para penasehat dan penjaganya terlihat mulai berlarian mendekati sang Raja. Mereka berusaha menghentikan pendarahan yang dialami oleh sang Raja dengan mengikat tangan kanannya–dengan sehelai kain yang entah dari mana asalnya.
Disisi lain, Simon terlihat tertawa terbahak-bahak sambil memegang potongan tangan kanan sang Raja yang baru saja diambilnya dari lantai yang ada dihadapannya.
“Akhirnya... Akhirnya aku memilikinya! Hahaha...” ujar Simon seraya mengangkat potongan tangan sang Raja yang masih memegang kristal miliknya.
“Simon, apa yang telah kau lakukan?” Salah satu penasehat sang Raja terdengar menegur Simon yang ternyata telah memotong tangan kanan Rajanya.
Namun, semuanya sia-sia. Simon–yang masih larut dalam kebahagiaannya–tidak menghiraukan teriakan penasehat Raja tersebut. Dia justru tersenyum saat melihat ke arah sang Raja yang masih terbaring dan memegangi tangan kanannya.
“Ternyata benar. Dia mengincar kristal itu!” ujar penasehat yang lainnya. “Kalian berdua, tangkap dia!” Penasehat tersebut memberikan perintahnya kepada dua orang pengawal Raja yang berada disampingnya.
“Baik Tuan!” Para pengawal Raja pun terlihat mulai menyerang Simon yang ternyata sudah siap menghadapi serangan mereka.
Sementara itu–di sisi lain ruang takhta, seorang perempuan terlihat sedang asyik memperhatikan adegan yang kini sedang berlangsung di depan matanya. Para penasehat yang menyadari tingkah lakunya pun segera menegurnya.
“Angelina, apa yang kau lakukan? Cepat serang dia!” perintah salah seorang penasehat yang kini tengah berusaha membantu sang Raja untuk berdiri dari tempatnya.
Mendengar perintah tersebut, perempuan yang dikenal dengan nama Angelina itu pun segera melangkahkan kakinya dan melancarkan serangannya.
“A-Angelina... a-apa yang kau lakukan?” Penasehat yang telah memberikan perintahnya kepada Angelina terlihat mulai memuntahkan darah dari mulutnya. Sebuah tongkat ternyata telah menghujam tubuhnya dari belakang. Tongkat tersebut adalah milik Angelina–yang justru tersenyum layaknya orang yang sedang menikmati perbuatannya.
Melihat hal itu, Rasiel, Melnar, dan Sylda pun segera mendekati sang Raja–tepat setelah mereka berhasil melepaskan ikatan tangan merekanya–dan membawa sang Raja menjauhi Angelina yang kini sedang menyiksa para penasehatnya.
“Rasiel, apa yang harus kita lakukan sekarang?” Melnar mencoba melindungi sang Raja dari Angelina yang kini sedang berusaha menyerangnya.
“Pertama-tama kita harus membawa Yang Mulia keluar dari tempat ini! Dia tidak aman berada di tempat ini.” jawab Rasiel sambil membantu sang Raja berdiri dari tempatnya.
“Kalau begitu, gunakan kekuatan sihirmu untuk menghilangkan kita.” Melnar memberikan saran yang sempat terlintas di pikirannya. Namun hal itu sepertinya sia-sia.
“Aku tidak bisa melakukannya.” Rasiel menolak mentah-mentah saran Melnar sambil terus membawa sang Raja menuju ke arah singgasananya untuk menghindari pertarungan yang sedang terjadi dihadapan mereka.
“Kenapa? Lakukan saja seperti saat kau menyelamatkanku!” perintah Melnar kepada Rasiel. Namun, hal itu sepertinya tidak berguna. Rasiel tidak menanggapi perintahnya karena sibuk mengamankan sang Raja yang sedang terluka.
“Sylda? Bagaimana denganmu?” Melnar mengalihkan pandangannya ke arah Sylda yang kini tengah menyerang Angelina dengan sihir airnya. Melnar sepertinya sangat berharap agar Sylda mau menuruti sarannya. Tetapi, tetap saja. Sylda menggelengkan kepalanya. Itu berarti bahwa Sylda juga tidak bisa melakukannya.
“Maaf. Aku juga tidak bisa melakukannya.” ujar Sylda sambil terus menyerang Angelina yang mencoba membalas serangan bola sihirnya dengan sihir apinya. “Lagipula, sihir itu tidak akan berguna untuk keadaan seperti ini.” lanjutnya.
“Pada dasarnya, sihir itu hanya akan membelokkan cahaya di sekitar kita. Jadi, sihir itu hanya akan berfungsi untuk objek yang tidak bergerak. Tidak untuk kita yang ingin melarikan dari tempat ini.” jelas Sylda kepada Melnar yang kini berusaha membantunya melawan Angelina.
“Arghh... Sial! Jadi apa yang harus kita lakukan sekarang?” Melnar hanya bisa menggerutu karena menyadari bahwa saran yang disampaikannya tidak ada yang berguna.
Pada saat itu, tiba-tiba sang Raja mulai berbicara.
“Di-Dinding itu!” ujarnya.
Sang Raja menunjuk ke arah dinding yang memiliki pola elemen api diatasnya. “Te-Tekan dinding itu!” perintahnya. Mendengar hal itu, Rasiel pun segera memanggil Melnar dan Sylda.
“Melnar, Sylda, kemarilah!” ujar Rasiel yang kini tengah membawa sang Raja ke belakang singgasananya.
Melnar dan Sylda yang mendengar panggilan tersebut pun segera memenuhi panggilan Rasiel dan meninggalkan Angenila yang kini sedang sibuk bertarung dengan penasehat Raja yang masih hidup.
“Sylda, gunakan sihir air mu untuk menekan dinding itu!” Rasiel memberikan perintahnya tepat saat Sylda sampai di hadapannya. Sylda yang memahami situasi mereka saat itu pun segera melafalkan mantra sihirnya dan menembak dinding yang berada beberapa meter di sebelah kanannya. “Perforabit aqua iaculis!”
Tembakan Sylda membuat kabut tiba-tiba memenuhi ruangan takhta. Saat itu terjadi, sang Raja pun segera menuntun mereka untuk memasuki sebuah pintu rahasia yang selama ini berada di dinding yang ada di belakang singgasananya.
Sementara itu, Simon dan Angelina memanfaatkan keberadaan kabut tersebut untuk membunuh para pengawal raja dan penasehatnya yang dari tadi telah melawan mereka.
Setelah beberapa menit, akhirnya kabut di dalam ruangan takhta pun mulai menghilang. Simon yang selama ini ternyata telah bekerja sama dengan Angelina segera mencari keberadaan sang Raja dan para pencuri kristalnya.
“Dimana mereka?” ujar Simon memeriksa singgasana milik sang Raja–tempat terakhir dia melihat Rasiel dan kedua temannya membawa sang Raja.
Disana, Simon tidak menemukan apa-apa selain bercak darah milik sang Raja yang telah membasahi lantai yang sedang dipijaknya.
“Sial, kemana mereka pergi!” umpatnya.
Saat itu, pintu ruang takhta tiba-tiba terbuka. Beberapa prajurit terlihat mulai bermunculan dari pintu tersebut. Simon yang menyadari akan hal itu pun segera menggores tubuhnya dengan belati yang selama ini menggantung di pinggangnya.
“Apa yang kau lakukan?” Angelina yang tidak habis pikir dengan tindakan Simon mulai mempertanyakan perbuatannya.
“Diamlah. Ikuti saja apa yang aku lakukan. Buat luka ringan di tubuhmu sekarang!” ujar Simon sambil menyerahkan belati yang baru saja digunakannya kepada Angelina. Angelina pun mengikuti perintah Simon tanpa pikir panjang.
Selanjutnya, Simon memanfaatkan kabut yang belum sepenuhnya hilang tersebut untuk mendekati para prajuritnya yang kini sedang memeriksa keadaan di ruang takhta.
“Komandan! Apa yang terjadi disini?” Salah seorang prajurit menghampiri Simon yang muncul dari arah singgasana sang Raja.
“Me-Mereka... Ce-Cepat cari mereka!” Simon memulai sandiwaranya. “Mereka telah menculik Yang Mulia!” tambahnya.
Para prajurit yang melihat keadaan Simon pun mempercayai sandiwaranya. Mereka segera berlari keluar dan berpencar untuk mencari keberadaan Rasiel, Melnar, dan Sylda yang telah dituduh menculik sang Raja dari istananya.