Dua hari telah berlalu sejak kedatangan Rasiel dan Melnar di desa Auderia. Mereka pun telah memutuskan untuk menghabiskan beberapa hari mereka di desa ini sambil memikirkan tujuan mereka selanjutnya. Saat ini, mereka sedang menikmati makan malam mereka di tempat makan yang disediakan oleh penginapan yang mereka tempati.
“Kau tahu?” Rasiel tiba-tiba membuka pembicaraan diantara mereka–tepat saat mereka mulai menyantap makan malam mereka. “Aku mencoba menanyakan tentang kristal curianmu itu pada beberapa penduduk di desa ini.” lanjutnya.
“Menurut mereka, kristal itu adalah kristal berharga milik Raja kerajaan Ragna.” tambahnya.
“UHUKK!”
Mendengar hal itu, Melnar tersentak hingga tersedak makanan yang baru saja masuk ke dalam mulutnya.
“Benarkah?” ujarnya setelah meneguk habis segelas air yang ada di atas mejanya.
Rasiel mengangguk sambil terus mengunyah makanan yang ada di dalam mulutnya. Hal itu menandakan bahwa Rasiel serius dengan informasi yang baru saja diperolehnya.
“Aku tidak menyangka jika orang itu adalah seorang Raja.” Melnar terdiam sejenak. Dia menyandarkan punggungnya pada punggung kursi yang kini sedang didudukinya. “Sepertinya aku benar-benar telah melakukan kesalahan besar.” lanjutnya.
Melihat ekspresi Melnar, Rasiel menghentikan percakapan diantara mereka dan kembali menyantap makanannya.
“Sudahlah, jangan dipikirkan. Lagipula, sekarang kristal itu sudah tidak ada. Jadi kau tidak perlu menyesalinya!” Rasiel mencoba menenangkan Melnar yang kelihatannya mulai kehilangan nafsu makannnya.
“Saat ini, yang perlu kita pikirkan adalah bagaimana cara memenuhi kebutuhan kita kedepannya. Uangku sudah hampir habis untuk membeli perlengkapan dan menyewa kamar di penginapan ini.” tambahnya.
“Kau benar. Aku tidak perlu memikirkan kristal itu lagi.” ujar Melnar yang sepertinya sudah mendapatkan kembali ketenangan hatinya. “Setidaknya, aku harus mengisi perutku terlebih dahulu sebelum kembali memikirkannya.” tambahnya.
Mereka pun kembali menyantap makan malam mereka dengan lahapnya. Mereka bahkan tidak sadar bahwa ternyata ada seseorang yang telah mendengarkan pembicaraan mereka–tentang kristal milik sang Raja–hingga tiba-tiba seorang gadis muncul di samping meja makan mereka.
“Apa itu benar?” tanya gadis muda tersebut.
Rasiel yang terkejut dengan kemunculan gadis tersebut pun segera berdiri dari tempat duduknya. Dia kemudian menarik pedang yang menggantung di pinggangnya dan menghunuskannya tepat ke leher gadis tersebut. Sementara itu, hal yang sama ternyata juga dilakukan oleh Melnar yang kini terlihat sigap dengan palu besar yang ada di tangan kanannya.
“Si-Siapa kau?” Rasiel yang masih terkejut dengan kemunculan gadis tersebut mulai megajukan pertanyaannya. Dia benar-benar tidak menyangka akan dikejutkan seperti ini oleh seorang gadis sepertinya. “Apa yang kau inginkan?” tanyanya.
“Tenanglah!” Entah mengapa, gadis tersebut terlihat sangat tenang menghadapi situasinya saat ini. Padahal saat ini ujung pedang Rasiel sedang menghunus tepat di samping lehernya. Sementara disisi lain, palu Melnar senantiasa menghadap ke arahnya dan sewaktu-waktu bisa saja menganyun tepat ke kepalanya.
Namun, gadis tersebut sepertinya tidak memikirkannya. Dia malah berani memutar tubuhnya untuk meraih sebuah kursi yang ada di belakangnya. Dia meletakkan kursi tersebut tepat di samping meja makan Rasiel dan Melnar, lalu mendudukinya.
“Duduklah! Jangan menarik perhatian lebih lama lagi!” ujar sang gadis kepada Rasiel dan Melnar yang masih mengarahkan senjata mereka ke arahnya.
Saat itu, Rasiel dan Melnar baru menyadari bahwa ternyata tingkah laku mereka sedang diperhatikan oleh semua orang yang ada di tempat itu. Mereka pun melihat ke sekeliling mereka sejenak sebelum kemudian saling bertukar pandang. Seakan saling bertanya “apa yang harus kita lakukan selanjutnya?”.
Akhirnya, mereka pun memutuskan untuk meletakkan senjata mereka dan kembali duduk di kursi mereka masing-masing seperti yang telah diperintahkan oleh gadis tersebut.
“Apa yang kau inginkan dari kami?” Melnar kembali membuka percakapan diantara mereka tepat setelah pantatnya menyentuh kursi yang kini didudukinya. Dia terlihat masih waspada dengan gadis asing yang kini duduk di sebelah kanan meja makannya.
“Tenanglah! Pertama-tama izinkan aku memperkenalkan diriku!” ujar sang gadis sambil melihat ke arah Melnar yang masih waspada terhadapnya. “Namaku adalah Sylda Brightvale. Aku adalah seorang elf yang kebetulan sedang berada di desa ini.” jelasnya.
Rasiel yang mendengar hal itu mulai sedikit menurunkan penjagaannya. Dia bahkan benar-benar tersadar bahwa sebagai seorang half-elf, kemampuan sihir yang saat ini dimilikinya masih tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan apa yang baru saja dilakukan oleh Sylda–seorang ras elf murni–yang kini duduk di sebelah kiri meja makannya terhadap mereka.
“A-Aku ulangi pertanyaan kami. Apa yang sebenarnya kau inginkan dari kami?” Rasiel menatap tajam ke arah Sylda yang kini juga menatapnya.
“Hm... pertama-tama, izinkan aku makan dengan kalian!” Dengan senyum polosnya, Sylda mengatakan hal itu dihadapan dua orang yang baru saja ingin memenggal kepalanya. “Setelah itu aku akan menjelaskan semuanya kepada kalian!” lanjutnya.
“APA?” Rasiel dan Melnar benar-benar terkejut dengan permintaan Sylda pada mereka. Mereka benar-benar tidak habis pikir dengan gadis elf yang ada dihadapannya. Ternyata, dibalik kemampuan menakjubkan yang baru saja ditunjukkannya, Sylda hanyalah makhluk biasa seperti halnya Rasiel dan Melnar yang kini sedang merasakan rasa lapar.
Mendengar hal itu, Rasiel dan Melnar pun menyetujui permintaan Sylda dan mempersilahkannya untuk makan bersama mereka.
“Ini bukan berarti aku tidak punya uang ya!” Sylda–yang ternyata merasa malu akan permintaannya–mencoba menjelaskan keadaannya kepada Rasiel dan Melnar yang kini juga ikut menyantap makanan yang dari tadi telah dihidangkan di atas meja makan mereka. “Hanya saja, uang yang kami gunakan di kerajaan elf ternyata tidak bisa digunakan di tepat ini!” jelasnya.
“Aku sudah mencobanya di semua tempat yang ada disini. Kalau tidak percaya, kalian bisa menyanyakannya kepada semua penjaga toko yang ada di desa ini.” tutur Sylda sambil terus menyantap makanan yang ada dihadapannya dengan sangat lahap.
Melihat hal itu, Rasiel dan Melnar hanya bisa terdiam. Rupanya gadis yang baru saja telah menakuti mereka kini benar-benar sedang kelaparan. Mungkin itulah yang sedang dipikirkan oleh mereka saat menatap Sylda yang dengan rakusnya menyantap makanan yang telah mereka pesan sebelumnya. Lagipula, jika diperhatikan, tingkah Sylda bahkan tidak mencerminkan sikap seorang elf pada umumnya.
Seorang elf seharusnya dikenal sebagai sosok yang bijaksana dan mampu menjaga sikapnya di hadapan ras lain. Meskipun jika mereka benar-benar merasa lapar seperti yang dirasakan Sylda saat ini. Namun, meskipun begitu, ada satu hal yang membuktikan bahwa Sylda adalah seorang elf yang sesungguhnya. Yaitu, dia tidak menyentuh sedikitpun makanan yang mengandung daging di dalamnya. Sylda hanya memakan nasi dan sayuran yang dihidangkan di hadapan mereka. Hal itu tentu saja menguntungkan bagi Rasiel dan Melnar yang ternyata lebih menyukai daging dari pada sayuran. Pada awalnya, mereka bahkan berniat untuk menyisakan sayuran yang ada dihidangan mereka. Namun, sekarang tidak ada sedikitpun sayuran yang tersisa di hadapan mereka. Semuanya telah masuk ke dalam perut Sylda.
Setelah selesai makan, mereka pun akhirnya memulai kembali pembicaraan serius diantara mereka yang sempat tertunda.
“Jadi, apa yang sebenarnya kau inginkan dari kami?” Rasiel kembali mengulangi pertanyaan yang sempat dilemparkan kepada Sylda sebelumnya.
“Hm.. Aku hanya ingin tahu apakah kalian benar-benar memiliki kristal milik Raja kerajaan Ragna yang baru saja hilang atau tidak?” Sylda dengan tenang menjawab pertanyaan Rasiel yang dari tadi sepertinya tidak bisa menghilangkan kewaspadaannya.
“Memangnya kenapa kalau kami benar-benar memilikinya?” Melnar yang rupanya juga masih waspada terhadap Sylda kini mulai membuka mulutnya.
“Tidak ada apa-apa!” jawab Sylda singkat sambil meneguk semua air yang tersisa di dalam gelasnya. “Aku hanya ingin memberi tahu kalian bahwa kristal itu sebenarnya adalah kristal yang sangat berharga.”
“Menurut cacatan kami, bangsa elf, kristal itu adalah kristal milik roh api yang telah menjalin kontrak dengan Raja kerajaan Ragna.”
Mendengar jawaban itu, Rasiel dan Melnar pun terdiam. Mereka kembali meningkatkan kewaspadaan mereka. Mereka terlihat mulai mengamati orang-orang yang ada disekitar mereka untuk memastikan apakah ada yang mendengarkan pembicaraan mereka barusan atau tidak. Tetapi, hal itu ternyata telah di antisipasi oleh Sylda sebelumnya.
“Tenang saja. Tidak akan ada satu orang pun yang mendengarkan percakapan kita!” Sylda mencoba meyakinkan Rasiel dan Melnar yang masih belum mau memberitahunya tentang kebenaran cerita yang tadi telah didengarnya. “Aku telah memasang penghalang diantara kita dengan mereka semua, sehingga tidak akan ada satu orang pun di luar sana yang bisa mendengarkan pembicaraan kita...” jelasnya.
“...kecuali orang itu memiliki kekuatan yang lebih besar dariku!” tambahnya dengan nada suara yang lebih rendah daripada sebelumnya.
Mendengar hal itu, Rasiel dan Melnar kembali menurunkan kewaspadaan mereka. Mereka terlihat menghembuskan napas panjang sejenak sebelum kemudian kembali menatap Sylda.
Sementara itu, Sylda yang ternyata masih belum menyerah untuk memperoleh informasi dari Rasiel dan Melnar kini terlihat sedang mengambil sesuatu dari tas yang ada di sebelah kiri tempat duduknya.
“Terserah kalian mau mempercayaiku atau tidak. Tapi, sebelum kalian memutuskannya, aku akan menceritakan sesuatu kepada kalian berdua.” Sylda mengeluarkan sebuah buku besar yang terlihat sedikit usang dari dalam tas miliknya.
Saat itu, Rasiel dan Melnar hanya bisa memperhatikannya. Entah sudah berapa lama Sylda menyimpan tas miliknya disana. Melnar yang duduk tepat di samping tas milik Sylda itu, sedikit pun tidak menyadari keberadaan tas tersebut. Tetapi, karena dia sudah pernah mengalami hal yang hampir sama seperti ini sebelumnya, maka Melnar tidak terlalu terkejut saat melihatnya.
“Menurut legenda...” Sylda memulai ceritanya.
“...benua Arda yang saat ini kita tinggali dulunya dijaga oleh empat roh elemental. Salah satunya adalah roh api yang kini tengah menjalin kontrak dengan Raja kerajaan Ragna.” tambahnya sambil membuka setiap halaman dari buku yang baru saja dikeluarkannya.
Buku tersebut ternyata adalah buku sejarah benua Arda yang ditulis oleh seorang elf yang tinggal di kerajaan elf. Menurut buku tersebut, benua Arda dulunya hanyalah sebuah benua yang hanya ditinggali oleh para monster dan binatang buas. Benua ini dijaga oleh empat roh elemental yang bertugas untuk menjaga keseimbangan dari setiap elemen kehidupan yang ada di dalam benua ini.
Keempat roh elemental tersebut adalah Ignis–sang roh api, Nympha–sang roh air, Eurus–sang roh angin, dan Terra–sang roh bumi. Keempat roh elemental tersebut bersemayam di empat penjuru mata angin yang ada di benua Arda. Sampai saat ini, telah diketahui bahwa Ignis bersemayam di dalam gunung Coloratus yang berada di sebelah timur benua Arda. Selanjutnya, Nympha bersemayam di dalam danau Laetus yang berada di sebelah utara benua Arda. Kemudian, Eurus bersemayam di dalam hutan Furvus yang berada di sebelah barat benua Arda. Sedangkan Terra bersemayam di dalam gua Chyrus yang berada di sebelah selatan benua Arda. Keempat roh elemental tersebut telah melindungi dan menjaga keseimbangan benua Arda dari dulu hingga sekarang.
“Sampai saat ini, keempat roh elemental yang menjaga benua Arda tersebut telah menjalin kontrak dengan keempat ras besar yang kini menjadi penghuni di benua ini.” Sylda melanjutkan penjelasannya.
“Diawali dengan Ignis–si roh api–yang menjalin kontrak dengan Raja kerajaan Ragna sebagai perwakilan dari ras manusia yang tinggal di bagian timur benua ini. Tindakan Ignis ini kemudian diikuti oleh Nympha–si roh air–yang kini telah menjalin kontrak dengan Ratu kerajaan Lamia sebagai perwakilan dari ras elf yang tinggal di bagian utara benua ini. Selanjutnya, ada Terra–si roh bumi–yang juga ikut menjalin kontrak dengan Penguasa tambang di Stone Cord sebagai perwakilan dari ras dwarf yang tinggal di bagian selatan benua ini. Yang terakhir adalah Eurus–si roh angin–yang katanya juga telah ditakhlukkan oleh pemimpin ras orc yang kini menghuni hutan Furvus yang berada di bagian barat benua Arda ini.”
“Disini dituliskan bahwa masing-masing dari setiap roh elemental tersebut telah memberikan sebuah kristal kepada para pemegang kontraknya sebagai media untuk meminjam kekuatan mereka. Kristal itu disebut sebagai Kristalia, kristal yang menyimpan kekuatan sang roh penjaga.”
“Jika informasi yang kumiliki ini benar, maka kristal yang saat ini kalian pegang adalah salah satu dari empat kristalia yang ada di dunia. Lebih tepatnya, itu adalah kristal pemberian roh api yang telah menjalin kontrak dengan Raja kerajaan Ragna.” Sylda kembali menyampaikan fakta yang sangat mengejutkan bagi Rasiel dan Melnar.
“Jangan bercanda! Hal seperti itu tidak mungkin terjadi!” Melnar yang merasa tidak percaya dengan cerita yang baru saja disampaikan oleh Sylda pun mencoba untuk menyanggahnya. Hal itu juga dilakukan oleh Rasiel yang ternyata juga tidak mempercayai cerita Sylda.
“Benar sekali! Hal seperti itu hanya akan terjadi pada sebuah cerita dongeng saja. Kami tidak mungkin mempercayainya!” tuturnya.
Namun, hal itu tidak menghentikan Sylda untuk mempertahankan kebenaran yang baru saja disampaikannya. Gadis elf itu kini terlihat sibuk membolak-balik lembaran kertas yang ada di dalam bukunya. Dia terlihat seperti sedang mencari sesuatu untuk meyakinkan Rasiel dan Melnar akan kebenaran cerita yang baru disampaikannya.
“Jika kalian memang tidak mempercayaiku, silahkan perhatikan gambar ini!” Sylda menunjuk beberapa gambar yang tercetak rapi di salah satu halaman yang ada di dalam buku yang tadi dibacanya. “Gambar ini adalah ilustrasi dari empat kristal yang diberikan oleh setiap roh elemental tersebut kepada para pemegang kontraknya.” jelasnya.
Pada gambar tersebut, setiap kristal dilukiskan dalam bentuk yang berbeda-beda. Yang pasti, di dalam setiap kristal tersebut tergambar sebuah pola seperti simbol dari empat buah elemen yang sering digunakan di benua Arda. Setiap kristal memiliki pola yang sesuai dengan elemen yang diwakilinya.
Pada gambar tersebut, kristal api–yang diwariskan oleh Ignis–dilukiskan sebagai sebuah kristal berwarna merah dengan simbol elemen api di dalamnya. Sedangkan kristal air–yang diwariskan oleh Nympha–dilukiskan sebagai sebuah kristal berwarna biru dengan simbol elemen air di dalamnya. Selanjutnya, kristal angin–yang di wariskan oleh Eurus–dilukiskan sebagai sebuah kristal berwarna hijau dengan simbol elemen angin di dalamnya. Begitu pula dengan kristal bumi–yang diwariskan oleh Terra–dilukiskan sebagai sebuah kristal berwarna kuning dengan simbol elemen bumi di dalamnya.
“Tidak mungkin!” ujar Rasiel dan Melnar secara bersamaan saat melihat gambar kristal api yang ada di dalam buku tersebut.
Rasiel dan Melnar yang pernah melihat wujud asli dari kristal api tersebut sepertinya benar-benar terkejut saat melihat gambar yang baru saja ditunjukkan oleh Sylda kepada mereka. Mereka bahkan sampai berdiri dari tempat duduk mereka dan bergerak mendekati Sylda hanya untuk melihat lebih jelas gambar yang baru saja ditunjukannya.
Sylda yang melihat reaksi Rasiel dan Melnar pun semakin yakin bahwa mereka benar-benar mengetahui tentang keberadaan kristal milik Raja kerajaan Ragna.
“Bagaimana? Kalian sudah percaya dengan apa yang baru saja ku ceritakan?” tanya Sylda kepada Rasiel dan Melnar yang kini kembali duduk ke tempat duduk mereka masing-masing. Mereka pun menganggukkan kepala mereka sebagai tanda bahwa mereka mempercayai cerita yang baru saja Sylda sampaikan kepada mereka.
Melihat hal itu, Sylda pun semakin bersemangat untuk memperoleh informasi dari mereka.
“Jadi, dimana kristal itu sekarang?” Sylda kembali mempertanyakan keberadaan kristal milik Raja kerajaan Ragna yang kini sedang dicari oleh para prajuritnya.
Saat itu, Rasiel dan Melnar pun terlihat saling menatap satu sama lain. Mereka seakan-akan saling bertanya apakah mereka harus memberitahu Sylda tentang keberadaan kristal itu atau tidak.
Setelah beberapa saat, akhirnya Melnar pun menganggukkan kepalanya sebagai tanda persetujuan untuk memberitahu Sylda tentang keberadaan kristal curiannya. Akhirnya, mereka pun memberitahukan keberadaan kristal tersebut kepada Sylda beserta dengan semua fakta yang baru saja menimpa mereka.
“Jangan bercanda!” Sylda terdengar tidak percaya saat mendengar kebenaran yang baru saja disampaikan oleh Rasiel dan Melnar kepadanya. “Tidak mungkin batu ini adalah kristal milik sang Raja.” tuturnya.
Sylda kini terlihat memperhatikan kristal yang ada di tangannya dengan seksama. Sementara Rasiel dan Melnar kembali memberitahukan kebenarannya kepada Sylda.
“Kami tidak bercanda!” ujar Rasiel dengan wajah seriusnya. “Kami juga tidak tahu bagaimana hal ini bisa terjadi. Tapi, kami benar-benar yakin bahwa batu itu adalah kristal milik sang Raja.” lanjutnya.
Melnar yang mendengar penjelasan Rasiel pun turut menganggukkan kepalanya sebagai tanda bahwa dia membenarkan penjelasan yang baru saja disampaikan oleh Rasiel kepada Sylda.
“Kalau kau tidak percaya, kenapa kau tidak mencoba merubahnya kembali menjadi sebuah kristal?” ujar Melnar memberikan saran kepada Sylda. “Bukankah kekuatan sihirmu lebih besar daripada Rasiel? Mungkin saja kau bisa merubah batu itu kembali menjadi sebuah kristal jika kau mencobanya!” tambahnya.
Mendengar hal itu, Sylda pun segera memegang erat batu tersebut dengan kedua tangannya. Dia terlihat mulai memfokuskan energi sihirnya pada kedua tangannya.
“Wahai Air, elemen suci pembentuk bumi, tunjukkan bentuk aslimu padaku!”
“Ostende Formam Verae!” Sylda merapalkan mantra sihirnya. Hal itu membuat kedua tangannya mengeluarkan cahaya berwarna putih kebiruan untuk sesaat.
Setelah cahaya tersebut menghilang, Sylda pun segera membuka kedua tangannya. Tetapi, ternyata semuanya sia-sia. Batu tersebut ternyata tidak menunjukkan perubahan sedikitpun bahkan setelah menerima kekuatan sihirnya.
Melihat hal itu, Rasiel dan Melnar pun tidak bisa berkata apa-apa. Mereka hanya bisa saling menatap satu sama lain. Sementara itu, Sylda yang masih tidak percaya dengan dua orang yang ada dihadapannya terlihat mengembalikan batu yang dari tadi dipegangnya tersebut kepada Rasiel.
Akhirnya, setelah menyelesaikan pembicaraan, mereka memutuskan untuk kembali ke penginapan mereka masing-masing. Namun, sebuah masalah baru kembali muncul. Sylda ternyata belum memiliki penginapan yang akan ditinggalinya di desa itu. Alhasil, Rasiel pun diminta untuk memberikan kamarnya kepada Sylda.
“APA? Aku tidak mau tidur dengannya!” Rasiel menolak saran Sylda yang meminta untuk menyerahkan kamar miliknya dan menyuruhnya tidur bersama dengan Melnar. “Lagipula, kenapa kau tidak pesan kamar sendiri, hah?” lanjutnya.
“Sebenarnya, aku mau memesan kamar sendiri. Tetapi, siapa yang akan membayarnya?” tanya Sylda kepada Rasiel dan Melnar yang kini saling menatap satu sama lain. “Kalian tahu ‘kan bahwa uang yang ku punya saat ini tidak bisa digunakan di tempat ini?” jelasnya.
Mendengar hal itu, Melnar pun mencoba membujuk Rasiel yang masih kukuh dengan pilihannya.
“Sudahlah, Rasiel. Serahkan saja kamarmu padanya!” pinta Melnar. “Lagipula apa masalahnya jika kau tidur denganku? Bukannya beberapa hari terakhir ini kita sering tidur bersama di hutan?” tambahnya.
Mendengar ucapan Melnar, Sylda terlihat merasa jijik dengan mereka berdua. Namun karena membutuhkan tempat tinggal, dia akhirnya mendukung apa yang dikatakan oleh Melnar.
Rasiel yang mendengar ucapan Melnar dan melihat wajah memelas–yang segaja dibuat-buat oleh–Sylda akhirnya hanya bisa menghela napas panjang.
“Baiklah, baiklah!” ujarnya. “Aku tidak mau tidur sekamar dengan Melnar. Jadi, ambil uang ini dan segera pesan kamarmu sendiri!” tambahnya.
“Benarkah?” tanya Sylda sambil meraih kantong uang yang diserahkan oleh Rasiel padanya.
“Iya. Tapi sebagai gantinya, kau harus ikut membantu kami mengumpulkan uang untuk membayar uang makan dan sewa penginapan. Apa kau setuju?” ujar Rasiel.
“Baiklah, aku setuju!” Sylda terlihat bahagia saat menerima bantuan dari Rasiel dan Melnar. Dia pun segera beranjak ke bagian depan penginapan untuk menyewa kamar tidurnya.
Akhirnya, malam pun semakin larut dan mereka menikmati tidur malamnya.