Sudah lama sekali aku menutup dalam dalam ingatan buruk itu. Dan sekarang dengan mudahnya benteng yang kubuat hancur berantakan, hanya karena pekerjaan konyol ini. Andai aku bisa memilih, mungkin aku tak akan pernah menerima kekonyolan ini.
***
Pagi ini rasanya malas sekali pergi ke kantor, apalagi mengingat pasti Pak Yoga akan menanyakan keputusanku untuk menerima tawaran pekerjaan konyol itu. Ah aku muak sekali jika harus berurusan dengan sekolah neraka itu. Tapi aku harus bagaimana lagi. Jika tidak menerimanya, kuliahku akan terbengkalai. "Arghhhhhh..... Bisa gila aku." Batinku sambil mengacak rambut panjangku.
Tak lama sebuah dering telepon membangunkanku dari lamunan panjang itu.
"Ya hallo. Dengan siapa? Mencari siapa?" Sahutku dengan malas. Terdengar suara dari seberang yang kuyakini adalah seorang perempuan yang pasti kukenal.
"Ini aku Puri.Kamu dimana Khai? Kok gak ngantor? Kerjaan kamu numpuk nih dimeja aku. Belum lagi Pak Yoga nanyain kamu terus." Katanya tanpa jeda napas. Ah sudahku duga, pasti Pak Yoga menanyakanku.
"Di rumah, aku sedang malas pergi ke kantor. Kau tahu pastilah apa penyebabnya."
"Oke kalau begitu aku akan segera kerumahmu. Sampai nanti." Sambungan telepon terputus begitu saja, seperti biasa dia selalu begitu.
Satu jam berlalu, dan akhirnya Puri datang dengan senyuman khasnya yang membuat siapa saja akan bergidik ngeri. Bukan karena menyeramkan, tapi lebih terlihat aneh. Entahlah.
"Oke baiklah Khai. Aku stress berada di kantor jika kau tak ada juga. Aku pusing terus menerus diteror dengan pertanyaan dari Boss besar itu. Ahhhhhhhh lebih baik kau terima saja tawarannya." Tanpa permisi dia langsung duduk disofa kamarku dan berceloteh lagi soal tawaran itu. Dia sama sekali bukan teman yang pengertian.
"Oke aku tahu kau pasti masih trauma dengan kejadian 4 tahun lalu saat prom night. Tapi jangan terlalu berlarut-larut. Hidupmu harus berlanjutkan Khai. Dan ingat, kau masih butuh biaya banyak untuk meneruskan kuliahmu." katanya lagi, dengan posisi duduk lebih formal.
"Aku masih takut Puri. Kau sudah mengenalku sejak kecil, dan sudah ribuan kali mendengar ceritaku tentang kekejaman mereka para iblis cantik itu. Dan..."
***
"Aaaaa......." Teriakku begitu aku merasa tubuhku ditarik dengan keras.
Ruangan begitu gelap, aku tidak dapat melihat wajah laki-laki brengsek ini. Apalagi kacamataku tak sengaja tertinggal di kamar.
Laki-laki itu duduk ditepi tempat tidur sambil membelakangiku. Aku menutupi sekujur tubuhku dengan selimut tebal yang ada.
"Tenanglah. Aku bukan orang jahat. Memang awalnya aku dibayar untuk melukaimu. Tapi aku takkan setega itu dengan gadis polos dan lugu sepertimu." Suara khas seorang laki-laki terdengar keluar dari mulutnya. Terlihat dengan jelas dari siluet di dinding ruangan.
"Ta.. Tttapi, apa yang mereka inginkan dariku? Aku bahkan tak punya apapun." Akhirnya, dengan sekuat tenaga aku bisa berbicara.
"Mereka hanya butuh kepuasan melihat badutnya tersiksa. Dan kau adalah targetnya. Dulu mereka juga sama sepertimu. Dan mereka membalas rasa sakit hatinya dengan melampiaskan kepada orang-orang lemah sepertimu. Dan sebaiknya kau pergi dari kota ini. Dan ini, pakailah. Aku akan pergi." Katanya menyerahkan sebuah tuxedo berwarna putih, serta sebuah kacamata yang pas dimataku. Tapi aku tak sempat melihatnya dan mengucapkan terima kasih karna telah membebaskanku.
***
"Dan kau tahu aku berusaha melupakan semua kejadian itu. Memperbaiki diriku yang seperti kodok dan menjadi aku yang sekarang ini. Bertahun-tahun aku harus mengunjungi psikolog untuk merubah semuanya. Dan sekarang aku harus kembali ke masa-masa yang bagaikan neraka itu?! Ini berat, bahkan sangat berat untukku. Puri kau harus mengerti keadaanku. Aku tak bisa begitu saja menerima pekerjaan konyol itu." Kataku dengan penuh emosi.
"Kau tidak bisa seperti ini. Masa lalumu mungkin tak akan terulang lagi. Aku yakin kau akan menemukan masa-masa indahmu yang tak sempat kau rasakan dulu. Kau harus berani mengambil pekerjaan ini yang menurutku dapat merubah sudut pandangmu tentang masa SMA yang menakutkan.Dan kau beruntung, mendapatkan kesempatan kedua untuk dapat menikmati masa-masa itu lagi." Aku terdiam mendengar perkataan Puri.
"Ayolah Khai, kau sudah berubah lebih baik. Lebih cantik dan kau bisa berbicara dengan lancar tanpa harus gagap seperti dulu. Yakiankan dirimu untuk menerima tawaran ini. Jangan terjebak dengan masa lalumu. Apalagi bagian yang paling kau takutkan itu. Laki-laki itu bahkan tak menyakitimu sama sekali. Baiklah aku harus kembali ke kantor, tadi aku hanya izin sebentar untuk menengokmu." Setelah perdebatan panjang akhirnya berakhir, Puri pergi dan kembali ke kantor.
***
Seharian ini aku terus memikirkan perkataan Puri. Dia benar, aku tak bisa terus menerus larut dalam ketakutan. Mungkin dengan pekerjaan ini aku bisa merubah masa buruk itu menjadi masa yang lebih indah. Menemukan cerita baru yang mungkin dapat menutupi lukaku.
@dede_pratiwi thank you :), gambarnya di gambarin hehe pasti aku mampir di ceritamu
Comment on chapter MENGINGATNYA LAGI