Read More >>"> THE LIGHT OF TEARS (BAB 9 : Segudang Kisah di Oktober) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - THE LIGHT OF TEARS
MENU
About Us  

BAB 9

Segudang Kisah di Oktober

 

Malam haru itu membuat hubungan kami sekeluarga makin erat. Tak jauh berbeda dengan hubungan persahabatan yang terjalin antara Bu Sina, Mama, dan pak Arman. Mereka bersahabat dengan sangat baik. Pak Arman dan Bu Sina selalu berkunjung ke rumah kami. Mereka selalu datang bersama, karena Mama tak ingin menerima tamu laki-laki seorang diri agar tak menimbulkan fitnah dan omongan miring dari para tetangga. Pak Arman pun selalu membantu kami jika ada PR yang kami tak bisa pecahkan. Ia laki-laki yang baik dan bijak. Jadi, tidak heran kalau Bu Sina tetap teguh memendam rasa pada Pak Arman, walaupun ia tak pernah tahu seberapa spesialkah dia di mata Pak Arman. Sikap Pak Arman yang selalu  baik terhadap semua orang memang bikin penasaran. Ia begitu baik pada Mama, begitu pula pada Bu Sina dan yang lainnya.

Tak ada satupun yang paham dengan sikap tertutup Pak Arman. Ia memang orang yang cool dan introvent untuk urusan hati. Diusianya yg sudah menginjak usia 33 tahun, Pak Arman belum ada omongan ingin melepas masa lajangnya, sedangkan usia 29 tahun untuk Bu Sina sudah menjadi alarm dari orangtuanya. Hampir tiap harinya Bu Sina disuguhi pertanyaan yang sama “Kapan akan menikah?” oleh orang tuanya dan jawaban yang selalu sama pun diberikannya, “Tunggulah. Akan ada waktunya pernikahan itu digelar.” Berhubung Bu Sina adalah anak tunggal, jadi tidak heran jika orangtua Bu Sina harap-harap cemas dengan kondisi anaknya yang masih belum punya pasangan di usianya yang sudah matang untuk berumahtangga. Pak Arman memang sesekali mampir saat mengantar Bu Sina kerumahnya. Namun, orangtua Bu Sina tak pernah mengetahui tentang perasaan anaknya pada Pak Arman. Bu Sina pun selalu menolak jika orangtuanya ingin mengenalkannya pada seorang laki-laki.

Bu Sina memang tak pernah terbuka ke orangtuanya tentang rasa cintanya pada laki-laki yang membuatnya masih bertahan pada satu cinta. Hanya pada Mama tempat Bu Sina dapat dengan leluasa bercerita tentang perasaannya pada Pak Arman. Mama selalu menyarankan agar Bu Sina jujur pada Pak Arman, karena Mama pun tak diizinkan untuk memberi tahu isi hati Bu Sina pada Pak Arman. Ini sudah hampir 3 tahun perasaan itu terpendam.

Bu Sina memang kekeh tak ingin duluan mengungkapkan isi hatinya pada laki-laki yang ia cintai. Baginya, wanita adalah makhluk terhormat. Jika ia mengungkapkan duluan perasaannya, itu hanya akan menurunkan harga dirinya di depan sang lelaki. Sedikit primitif memang, namun jika sudah berbicara tentang prinsip, memang sedikit susah. 

“Tak ada salahnya jika kau duluan yang mengungkapkan isi hatimu. Ini sudah terlalu lama, Sin. Jangan hidup dengan rasa penasaranmu,”  Mama sering sekali menasehatinya.

Hingga akhirnya diusianya 29 tahun, prinsip ini pun harus dilanggar karena memang hidup dengan rasa penasaran itu menyiksa batin. Hingga pada waktu yang tepat. Hari Sabtu pulang mengajar di parkiran motor. Bu Sina memberanikan diri untuk bertanya langsung pada Pak Arman. Pertanyaan yang bertahun-tahun menghantuinya. Bagaimana perasaan Pak Arman padanya?

Hari itu Bu Sina terlibat pembicaraan serius dengan Pak Arman.

"Sebenarnya ini selalu jadi pertanyaan dalam hati saya sejak beberapa tahun silam,” Ia berhenti sejenak menarik napas panjang sebelum mengungkapkan pertanyaan utamanya. Jantung Bu Sina berdegup kencang. Suaranya terdengar terbata-bata. Ia menyusun kata per kata dengan sangat baik agar tak terlihat grogi.

“Bagaimana perasaan Pak Arman terhadap saya? Apa saya hanya dianggap sebagai seorang sahabat atau lebih dari itu?” kata Bu Sina memberanikan diri untuk bertanya perihal “rasa” pada Pak Arman. Hal yang tak bisa ia ucapkan bertahun-tahun lamanya karena menunggu pernyataan itu di mulai duluan oleh Pak Arman, namun itu tak terjadi juga, hingga Bu Sina kini yang memulai percakapan serius itu.

 “Besok datanglah ke rumahku. Kebetulan orangtuaku merayakan ulang tahun pernikahan mereka. Jika kau ingin tahu jawabannya, datanglah besok jam 4 sore.”

Pak Arman adalah anak ke-2 dari 2 bersaudara. Ia memiliki 1 kakak laki-laki yang tinggal di Argentina. Sebuah negara berbahasa Spanyol yang terletak di Amerika Selatan. Setelah menikah 7 tahun silam, kakak Pak Arman menetap di tempat kelahiran  pesepakbola hebat Lionel Andres Messi. Dua tahun sekali kakak Pak Arman berkunjung ke Indonesia, jadi sangat wajar jika orangtua Pak Arman selalu mendesak anaknya untuk segera menikah. Mereka sangat merindukan cucu di tengah keluarganya. Begitu pula dengan orangtua Bu Sina. Bu Sina adalah anak tunggal dari pasangan kedua orangtua yang bekerja sebagai angkatan darat. 

Minggu, 17 Oktober adalah annivesary pernikahan orangtua Pak Arman. Tiap tahun orangtua Pak Arman memang mengadakan doa syukuran hanya dengan anak-anaknya. Namun, kali ini dihadiri oleh Mama juga Bu Sina.

 “Eh, Mba Sari di sini juga, ya?” tanya Bu Sina saat melihat Mama memasuki pagar rumah Pak Arman. Kebetulan Bu Sina baru sampai di rumah Pak Arman dengan mengendarai mobil Honda Grand Civic yang diparkir di samping rumah Pak Arman.

 “Iya, Sin. Saya juga diundang ke acara doa syukuran pernikahan orangtua Pak Arman. Tapi ngomong-ngomong, kok rumahnya sepi, ya? Ini benaran rumah Pak Arman, kan?” Mama menolah-nolehkan kepalanya, memastikan kalau benar itu adalah rumah sahabat almarhum suaminya yang kini menjadi sahabatnya juga. Bu Sina pun mengikuti Mama dengan menolah-nolehkan kepalanya. Ia pun bingung. Jika ada acara, kenapa rumah Pak Arman begitu sepi?

Bu Sina dan Mama memang sudah 3 tahun mengenal Pak Arman. Namun, belum ada satupun di antara mereka yang pernah berkunjung ke rumahnya. Ini adalah kali pertama mereka ke sini.

 “Kok di luar saja? Ayo masuk,” sapa Pak Arman dari depan pintu rumah yang sudah terbuka lebar. Mama dan Bu Sina pun dikagetkan oleh suara Pak Arman. Di dalam rumah sudah ada orangtua Pak Arman yang telah menunggu mereka agar acara segera dimulai.

 “Ohh, jadi dua wanita cantik ini yang kita tunggu dari tadi, ya, Nak?” kata Ibu dari Pak Arman yang sangat ramah kepada Mama dan Bu Sina. Pak Arman pun tersenyum. Mama dan Bu Sina memberikan selamat atas ulang tahun pernikahan kepada orangtua Pak Arman.

“Jadi, kapan, Nak, kamu ingin meminangnya untuk menjadi menantu Mama? Mama sudah ingin mendapakan cucu lagi,” Ibu dari Pak Arman mulai menggoda anaknya.

 Bu Sina pun tersenyum, tersipu malu.“Akhirnya aku akan dilamar di depan orangtuanya. Jadi, ini maksudnya selama ini,” dalam hati Bu Sina pun berucap. Ia sumringah tak menentu.

Mama pun melirik melihat Bu Sina yang sudah tersipu malu. Melihat itu semua, Mama jadi ikutan bahagia.

“Pada kesempatan ini, saya ingin mengucapkan selamat hari pernikahan untuk orangtua saya. Semoga selalu bahagia dan cinta yang sudah tertanam sejak diikrarkannya ijab kabul 38 tahun yang lalu, menambah rasa cinta yang takkan pernah padam. Dan hari ini saya akan menjawab semua pertanyaan orangtua saya tentang siapa wanita yang saya cintai dan akan saya nikahi sebagai pendamping hidup saya sampai akhir nanti.”

Semua pun diam. Sunyi senyap. Seakan sedang berlangsung pidato kepresidenan.

 “Ibu, Bapak. Saya mencintai seorang wanita. Dia 1 kantor denganku. Dia wanita yang sangat sabar,” lanjut Pak Arman menyampaikan pembicaraannya.

Bu Sina Pun makin tegang dan senyum-senyum tak jelas. Bu sina merangkul tangan Mama yang berada tepat di sampingnya. Tangan Bu Sina sangat dingin. Dia seperti sedang berada di kutub Antartika yang mencapai -60 derajat Celcius saat musim dingin tiba.

“Hari ini adalah hari paling bahagia dan hari yang sudah aku tunggu-tunggu sejak dulu,” Bu Sina menggerutu kembali dalam hati.

“Sebelumnya, ada wanita yang mengajarkan saya tentang banyak hal. Dia mengajarkan saya tentang kesetiaan. Dia membuka hati saya yang sudah lama tertutup. Wanita yang 14 tahun silam sudah merebut perhatianku. Wanita yang kini akhirnya kutemukan kembali. Saya selalu mengaguminya dan mungkin ia pun takkan pernah sadar sampai detik ini. Dia kakak tingkatku di kampus, namun kami beda jurusan”. Pak Arman Menatap dalam mata mama.

“Dulu saya hanya berani memandanginya dari kejauhan. Hanya berani menatap dalam wajahnya saat dia duduk membaca buku di rumput dekat papan Fakultas Sastra Unhas dan saya berada 5 meter dari jarak duduknya. Kini saya bisa memajukan jarak pandangku untuknya. Saya bisa melihat dekat cahaya matanya. Saya tahu, untuk mendapatkannya, mungkin itu hal yang paling susah kuraih seumur hidupku. Namun, setidaknya hari ini semua rasa yang pernah ada itu sudah terungkap di sini.” Pak Arman kembali menjelaskan apa yang selama ini ada di dalam hatinya.

“Saya menyesal bertahun-tahun karena tak pernah mampu mengungkapkan rasa ini. Saya begitu minder saat itu. Saya hanyalah mahasiswa baru saat itu dan dia sudah semester akhir. Bagaimana mungkin dia bisa menerima anak ingusan sepertiku. Saat dia lulus kuliah, saya masih berusaha untuk mencari tahu keberadaannya. Hingga akhirnya di sini pertemuan itu terjadi lagi,” kata Pak Arman yang tak pernah luput pandangannya dari mata mama.  Bu Sina melepas rangkulan tangannya ke Mama dan langsung lari pergi dari rumah Pak Arman. Mama dan Pak Arman pun mengejar, namun Bu Sina terlalu cepat meng gas mobilnya hingga tak bisa terkejar oleh mereka. Padahal, Pak Arman belum kelar menjelaskan segalanya. Namun, Bu Sina sudah tak ingin melanjutkan untuk mendengar kisah dari Pak Arman.

Setelah kejadian itu, hampir seminggu Bu Sina tak terlihat di sekolah tempat ia mengajar. Mama berusaha untuk menghubungi Bu Sina, namun Bu Sina selalu tak ingin mendengar apapun penjelasan Mama.

Jodoh itu bagai sebuah misteri. Rahasia Ilahi yang tak seorang pun bisa memastikan. Aku pernah mendengar kisah cinta yang mengharukan. Kisah cinta penuh dengan drama. Mencoba mencintai seseorang dalam diam dan mencintainya dalam untaian doa. Kisah cinta yang kadang melumpuhkan otak tanpa adanya logika di dalamnya. Banyak kisah cinta yang berakhir bahagia adapula yang berakhir tragis.

Seminggu telah berlalu setelah pertemuan dan pengakuan Pak Arman di rumahnya. Kini Bu Sina menghilang sejenak untuk menenangkan diri. Tiap hari ia habiskan waktunya merenung di temani hembusan angin Pantai Nirwana. Pantai yang terletak di Kelurahan Sula Kecamatan Betoambari, 10 km dari pusat Kota Baubau. Begitulah cara ia menghilangkan rasa sakit yang menampar keras impiannya untuk bersanding di pelaminan bersama pria pilihan hatinya.

Selama seminggu itu Bu Sina merenungi segala sesuatu yang telah terjadi. Ia sadar, ia tak bisa menyalahkan siapapun untuk perkara ini. Saat pulang ke rumah ia langsung menemui orangtuanya. Sepertinya ia sudah tahu apa yang mesti dilakukan. Hari itu orangtuanya sedang duduk santai di teras depan rumah.

“Ibu, Bapak… Tolong suruh datang kembali laki-laki yang kalian pilihkan itu untukku,” kata Bu Sina dengan tegas.

Sejak 3 bulan yang lalu telah datang seorang lelaki dan langsung menghadap dengan orangtuanya. Namun, bertanya siapa nama lelaki yang datang ingin melamarnya pun Bu Sina tidak mau. Apalagi harus bertemu. Saat itu Bu Sina masih percaya akan cintanya kepada Pak Arman. Cinta yang sudah membuatnya menunggu bertahun-tahun.

Apakah kamu serius dengan ucapanmu, Nak?” tanya ibunya. Orangtua Bu Sina tentu saja sangat kanget dengan ucapan anak satu-satunya itu. Ia sangat tahu persis kalau anaknya itu tidak bisa dipaksa apalagi untuk urusan jodoh. Seminggu merenung dan tidak masuk kerja, ternyata Bu Sina mengambil keputusan yang mengejutkan untuk orangtuanya.

“Apakah kamu tidak ingin bertemu dengannya terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk menerimanya?” tanya Bapak dari Bu Sina.

“Aku percaya pada Bapak dan Ibu. Suruh saja dia datang dan tentukan tanggal pernikahan kami, Pak,” kata Bu Sina sambil berjalan pergi.

Keesokan harinya, alangkah terkejutnya Bu Sina melihat laki-laki yang datang bersama kedua orangtuanya. Inilah kali ke-2 laki-laki itu datang. Saat pertama kali, ia datang seorang diri untuk meminta langsung ke orangtua Bu Sina, namun kali ke-2 ini ia bersama kedua orangtuanya ingin meminang Bu Sina. Laki-laki ini berharap, ini kali terakhir ia datang dengan penolakan sang wanita yang tak ingin bertemu dengannya.

Laki-laki ini tidak lain adalah Pak Arman. Laki-laki yang selalu diimpikan oleh Bu Sina untuk dapat meminang dirinya. Sungguh, ini seakan keajaiban baginya. Sesuatu yang tidak pernah terbayangkan akan terjadi setelah pengakuan Pak Arman seminggu yang lalu.

 “Silakan masuk, Nak Arman. Silakan, Bapak, Ibu,” sapa orangtua Bu Sina pada tamu yang mereka tunggu-tunggu hari itu. Tamu istimewa yang akan meminang anak satu-satunya dari keluarga kecil mereka.

 “Terimakasih, Pak, Ibu,” kata Pak Arman sambil tersenyum, disambut senyuman hangat dari orangtua Pak Arman. Bu Sina terlihat seperti orang kebingungan. Ini seakan mimpi baginya. Mimpi yang ia selalu harapkan. Mimpi yang selalu ia inginkan setelah bertemu pria yang telah tinggal lama di hatinya. Doa yang tak pernah putus ia panjatkan kepada Sang Khalik yang merajai hati manusia, kini telah di Ijabah.

“Nak, tolong buatkan minum untuk tamu istimewa kita hari ini,” kata bapak dari Bu Sina. Bu Sina pun masih bingung dengan muka tanpa ekspresi apapun. Ini bagai mimpi untuknya.

“Sinaaa? Kamu dengar Papa, kan?” Bapak dari Bu Sinapun mengulang panggilannya karena melihat anaknya yang nampak seperti orang linglung.

“Iya… iya, Pa…” Bu Sina dikagetkan dengan panggilan bapaknya. Beberapa menit kemudian Bu Sina kembali dengan membawa 5 teh manis serta makanan yang telah disediakan untuk menyambut tamu mereka hari itu.

“Ini kali kedua saya melihat calon menantuku. Dia makin cantik,” kata ibu dari Pak Arman sambil tersenyum memandangi calon menantunya itu yang sedang menyuguhkan minuman ke meja.

“Baiklah, Pak, Bu. Pasti Ibu dan Bapak sudah tahu maksud kedatangan saya kemari. Hari ini saya datang dengan orangtua saya. Saya bermaksud untuk meminang anak Ibu yang bernama Sina Asrina. Ini kali kedua saya datang dan Alhamdulillah, saya bisa bertemu langsung dengan wanita yang saya harap bisa menemani saya mengarungi bahtera rumah tangga sampai akhir hayat.” Pak Arman Melirik kearah Bu Sina dengan penuh senyuman.

“Wanita yang nantinya akan pertama kali saya liat saat terbangun dari tidur. Wanita yang akan selalu menghapus cucuran keringat saya nantinya. Saya berharap kedatangan kedua ini untuk  mengkhitbah Sina adalah yang terakhir. Selanjutnya, semoga kedatangan saya berikutnya adalah untuk datang mengunjungi Ibu dan Bapak sebagai mertua saya,” Pak Arman mengungkapkan maksud dan tujuannya. Bu Sina pun masih tak percaya dengan apa yang ia degar barusan.

 “Kalau Bapak dan Ibu, dari awal Nak Arman ke sini kami sudah setuju. Cuman memang Sina belum siap saat itu. Namun, sekarang Papa mau nanya ke Sina, apakah Sina bersedia menerima khitbah dari Nak Arman?” tanya Bapak dari Bu Sina.

“Saya sudah menyerahkan semuanya ke Bapak dan Ibu. Namun, bolehkan saya berbicara dengan Pak Arman 5 menit? Saya ingin memastikan bahwa keputusan yang Pak Arman ambil adalah benar,” Bu Sina pun meminta izin kepada orangtuanya dan orangtua Pak Arman agar diperbolehkan berbicara berdua dengan calon imamnya itu.

“Silahkan nak, jika pembicaraan itu harus di lakukan sebelum semuanya terlambat” kata ibu dari Bu Sina. Mereka pun bangun dari tempat duduknya dan jalan mengarah ke teras rumah.

 “Saya sudah tahu, penjelasan apa yang kamu inginkan dari saya?” kata Pak Arman tersenyum simpul. Senyuman yang selalu bikin hati Bu Sina melayang kegirangan. Namun kali ini Bu Sina benar-benar tanpa ekspresi.

“Jelaskanlah, saya tidak akan memotong pembicaraanmu sebelum kamu selesai menjelaskan,” kata Bu Sina dengan muka datar.

“Malam itu, tepat hari di mana aku beberkan semua tentang rasa yang pernah singgah di hatiku. Rasa yang dulu sangat tak bisa kupahami. Rasa anak zaman kuliah yang tak menentu untuk Bu Sari. Rasa yang pernah lama hidup di hatiku. Saya mengungkapkan itu semua agar tidak terjadi salah faham di antara kita dikemudian hari. Saya hanya tak ingin rasa yang ada pada masa laluku, merusak masa depanku denganmu. Saya tak ingin karena cinta terpendamku yang dulu pernah ada untuk Bu Sari malah menjadi bomerang untuk perjalanan hidup kita nanti. Saya cuman ingin kamu tahu masa laluku yang mungkin tak penting untukmu.” Pak Arman jadi begitu faseh menjelaskan perkara hatinya. Padahal dulu ia sangat begitu tertutup untuk masalah asmara.

“Malam itu, sebenarnya saya ingin menjawab pertanyaanmu. Pertanyaan yang kamu tanyakan tentang rasaku untukmu. Namun, kamu sudah meninggalkan rumahku sebelum saya menjelaskan semuanya.” Pak Arman mengatur nafas sebelum melanjutkan penjelasannya.

“Malam itu, saya ingin mengatakan bahwa saya memang mencintai Bu Sari bertahun-tahun lamanya, namun itu dulu. Dulu sekali. Dan sekarang saya ingin memulai segalanya dengan kamu. Memulai hidup yang baru bersama orang yang telah saya pilih untuk menjalani hari-hariku ke depan dan itu adalah kamu. Sejak setahun yang lalu saya sudah mulai memantaskan hatiku untuk memilihmu. Namun, saya baru berani datang memintamu 3 bulan yang lalu. Saya ingin melayakkan diriku untuk mendampingimu. Jika hidup butuh sebuah pengorbanan, saya takkan membiarkan cintamu berkorban untukku dengan kesakitan, karena yang lebih layak saya korbankan adalah masalaluku bukan masa depanku bersamamu.” Pak Arman tak bisa menahan rasa harunya. Matanya sudah berkaca-kaca.

“Saya hanya ingin langsung memintamu dari orangtuamu. Makanya saya tak pernah mengungkapkan rasaku dari lisan, namun dari tindakanku. Mungkin kamu berpikir saya hanya memberikan harapan palsu untukmu, harapan tanpa kepastian yang jelas, namun jika kau lebih mendalami karakterku, saya tak akan mampu untuk menggantungkan ketidakpastian itu untuk kamu. Saya pernah datang mengkhitbahmu dan kamu tak pernah mau menemui orang yang datang kerumahmu. Saya tahu, kau menungguku”.

“Saya tau, beberapa minggu ini kau selalu berusaha menenangkan dirimu bersama para ombak lautan di Pantai Nirwana.”

Muka Bu Sina pun terlihat kaget.

“Tidak usah heran saya tahu dari mana, karena saya selalu mengawasimu dari kejauhan. Saya hanya tidak ingin mengganggumu saat kamu hanya ingin laut menjadi temanmu saat itu. Tapi, saya bahagia sekarang bisa melihatmu kembali tepat di hadapanku”. Pak Arman melebarkan senyumnya.

Saya sudah selesai menjelaskan. Apakah ada yang masih ingin kau pertanyakan?” tanya Pak Arman. Bu Sina terdiam dan menunduk, ia meneteskan airmatanya. Airmata bahagia bercampur air mata penyesalan.

“Saya minta maaf atas ketidakberdayaanku untuk mengontrol tiap amarahku. Maafkan atas sikap kekanak-kanakanku. Saya benar-benar berdosa pada Mba Sari. Dia beberapa kali menghampiriku, tapi saya tak pernah mau mendengar penjelasannya. Saya ingin meminta maaf padanya. Dia tak layakkan menerima sikap dari keegoisanku,” air mata Bu Sina menetes deras.

“Hei, apa yang kau lakukan? Saya tak pernah berniat untuk membuatmu menangis, Sina,” Pak Arman berusaha menghapus air mata Bu Sina.

“Saya kecewa dengan diriku sendiri. Saya benar-benar tidak bisa mengendalikan emosiku saat itu,” Bu Sina tak bisa berhenti menangis.

“Sudahlah. Jangan menangis lagi. Saya akan menemanimu untuk bertemu dengan Bu Sari sebelum ia pindah ke Bima,” kata Pak Arman sambil menenangkan Bu Sina.

“Pindah ke Bima? Apakah karena saya, dia ingin pergi dari kota ini, Pak?” Bu Sina sangat kaget saat mengetahui bahwa kami sekeluarga akan pergi dari kota yang sudah mengajarkan kami arti kehidupan yang sesungguhnya.

“Bukan karena kamu, tapi memang rencana kepindahannya ini sudah lama direncanakannya. Setelah Salim lulus SD nanti, barulah Bu Sari kembali ke tanah kelahirannya. Sepertinya awal tahun nanti mereka akan pindah ke Bima,” Pak Arman menjelaskan tentang rencana kepindahan kami.

“Ohhh, seperti itu, ya… Apakah Pak Arman bersedia pergi dengan saya besok menemui Mba Sari di rumahnya?” kata Bu Sina. Kebetulan besok adalah hari Minggu.

“Baiklah. Tapi, dengan 1 syarat,” kata Pak Arman ke Bu Sina.

“Bolehkah mulai hari ini jangan panggil saya dengan panggilan ‘Pak’? lebih indah jika ku dengar kau memanggilku dengan kata sayang ". Pak Arman tersenyum.  Disambung dengan suara ketawa yang lepas dari Bu Sina. Sepertinya Bu Sina sangat kegelian mendengar syarat yang dilontarkan kepadanya itu.

 Setelah malam itu berlalu, hubungan Bu Sina dan Pak Arman pun menjadi sangat erat. Pihak keluarga mereka sudah menyepakati kalau pernikahan akan dilangsungkan 2 bulan ke depan. Hubungan antara Mama, Bu Sina, dan Pak Arman pun sudah kembali seperti dulu lagi tanpa adanya perselisihan maupun kesalahpahaman di antara mereka. Mama berjanji akan menghadiri pernikahan Bu Sina dan Pak Arman terlebih dahulu sebelum pindah ke Bima. Rencananya pernikahan akan dilangsungkan bulan Desember depan.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (9)
  • iinazlah

    Mantaap

    Comment on chapter BAB 1 : Colorful Life
  • enhaac

    @dede_pratiwi

    Comment on chapter BAB 1 : Colorful Life
  • dede_pratiwi

    Wah ceritanya keren. Setting dan penokohanya kuat. Fighting...

    Comment on chapter BAB 1 : Colorful Life
  • mubarok

    @Nhana nice

    Comment on chapter BAB 1 : Colorful Life
  • mubarok

    Mantap. its totally different.
    easy to read. easy too understanding
    enak di baca. alur cerita ok

    Comment on chapter BAB 1 : Colorful Life
  • yurriansan

    Suka ????

    Comment on chapter BAB 1 : Colorful Life
  • Kang_Isa

    Halo, Indy. Ceritanya cukup menarik. Cuma di narasi awal, kayaknya kepanjangan. Bisa dipadatakn lagi. Untuk tahap pengenalan awal tokoh, memang bagus dengan narasi seperti itu. Hanya alangkah baiknya enggak terlalu melebar dari awal pengenalan tokoh. Kalau dari segi tanda baca, sudah bagus. Alur dan plotnya juga dapet. Itu aja dariku, ya. Salam semangat.

    Comment on chapter BAB 1 : Colorful Life
  • desioctav

    Ceritanya oke, bisa ngebawa pembacanya masuk ke cerita tersebut jadi kaya ngebayangin situasinya hehehehe
    Bahasanya juga gampang di ngerti . Semoga bisa jadi penulis terkenal yaaa....

    Comment on chapter BAB 1 : Colorful Life
  • Nhana

    So sad..
    Jdi inget teman kuliah aku dulu, yg dari kecil udh ditggal Bapakx pergi ke surga.
    Mamanya tegar bget besarin anak2x..
    Miss u teman seperjuangan, salam syg buat mama disana.

    Comment on chapter Surat untuk belahan jiwa ibuku
Similar Tags
Move On
208      174     0     
Romance
"Buat aku jatuh cinta padamu, dan lupain dia" Ucap Reina menantang yang di balas oleh seringai senang oleh Eza. "Oke, kalau kamu udah terperangkap. Kamu harus jadi milikku" Sebuah awal cerita tentang Reina yang ingin melupakan kisah masa lalu nya serta Eza yang dari dulu berjuang mendapat hati dari pujaannya itu.
Half Moon
985      529     1     
Mystery
Pada saat mata kita terpejam Pada saat cahaya mulai padam Apakah kita masih bisa melihat? Apakah kita masih bisa mengungkapkan misteri-misteri yang terus menghantui? Hantu itu terus mengusikku. Bahkan saat aku tidak mendengar apapun. Aku kambuh dan darah mengucur dari telingaku. Tapi hantu itu tidak mau berhenti menggangguku. Dalam buku paranormal dan film-film horor mereka akan mengatakan ...
November Night
335      234     3     
Fantasy
Aku ingin hidup seperti manusia biasa. Aku sudah berjuang sampai di titik ini. Aku bahkan menjauh darimu, dan semua yang kusayangi, hanya demi mencapai impianku yang sangat tidak mungkin ini. Tapi, mengapa? Sepertinya tuhan tidak mengijinkanku untuk hidup seperti ini.
Hujan Bulan Juni
324      217     1     
Romance
Hujan. Satu untaian kata, satu peristiwa. Yang lagi dan lagi entah kenapa slalu menjadi saksi bisu atas segala kejadian yang menimpa kita. Entah itu suka atau duka, tangis atau tawa yang pasti dia selalu jadi saksi bisunya. Asal dia tau juga sih. Dia itu kaya hujan. Hadir dengan serbuan rintiknya untuk menghilangkan dahaga sang alang-alang tapi saat perginya menyisakan luka karena serbuan rintikn...
Sang Penulis
8487      1930     4     
Mystery
Tak ada yang menyangka bahwa sebuah tulisan dapat menggambarkan sebuah kejadian di masa depan. Tak ada yang menyangka bahwa sebuah tulisan dapat membuat kehidupan seseorang menjadi lebih baik. Dan tak ada juga yang menyangka bahwa sebuah tulisan dapat merusak kehidupan seseorang. Tapi, yang paling tak disangka-sangka adalah penulis tulisan itu sendiri dan alasan mengapa ia menuliskan tulisan i...
Sweet Sound of Love
476      314     2     
Romance
"Itu suaramu?" Budi terbelalak tak percaya. Wia membekap mulutnya tak kalah terkejut. "Kamu mendengarnya? Itu isi hatiku!" "Ya sudah, gak usah lebay." "Hei, siapa yang gak khawatir kalau ada orang yang bisa membaca isi hati?" Wia memanyunkan bibirnya. "Bilang saja kalau kamu juga senang." "Eh kok?" "Barusan aku mendengarnya, ap...
The War Galaxy
11253      2327     4     
Fan Fiction
Kisah sebuah Planet yang dikuasai oleh kerajaan Mozarky dengan penguasa yang bernama Czar Hedeon Karoleky. Penguasa kerajaan ini sungguh kejam, bahkan ia akan merencanakan untuk menguasai seluruh Galaxy tak terkecuali Bumi. Hanya para keturunan raja Lev dan klan Ksatrialah yang mampu menghentikannya, dari 12 Ksatria 3 diantaranya berkhianat dan 9 Ksatria telah mati bersama raja Lev. Siapakah y...
Perfect Love INTROVERT
9201      1710     2     
Fan Fiction
Kenangan Masa Muda
5725      1617     3     
Romance
Semua berawal dari keluh kesal Romi si guru kesenian tentang perilaku anak jaman sekarang kepada kedua rekan sejawatnya. Curhatan itu berakhir candaan membuat mereka terbahak, mengundang perhatian Yuni, guru senior di SMA mereka mengajar yang juga guru mereka saat masih SMA dulu. Yuni mengeluarkan buku kenangan berisi foto muda mereka, memaksa mengenang masa muda mereka untuk membandingkan ti...
THE WAY FOR MY LOVE
412      317     2     
Romance