2
4 Keperibadian Yang Menimbulkan Masalah
1 Januari 2018
Donna dibawa ke rumah sakit. Meski ia tidak terluka, dan hanya tidak sadarkan diri, tetapi kekhawatiran muncul di wajah mereka berempat.
“Moga kamu gak kenapa-kenapa,” ujar Erik sambil menggenggam tangan Donna. Bahkan sepasang cincin bermotif sama melingkar di jari mereka berdua.
“Gue takut lo berubah lagi kayak dulu,” Joe juga tak kalah erat menggenggam tangan Donna. Bahkan Joe menangis.
Donna sudah masuk ke dalam UGD bersama Sandi dan dokter yang lain. Nana, Andre, Joe dan Erik duduk di tempat duduk yang tersedia di sana. Andre mendesah, diikuti Nana.
000
6 Desember 2001
Ana sedang duduk di teras depan malam-malam. Ia sedang bingung dan tangannya tidak berhenti memijit keningnya. Ada suatu masalah yang membuat ia bingung. Ana tidak mengerti situasi apa yang terjadi kepadanya. Ia selalu merasakan sakit di kepalanya, kadang disertai penglihatan yang berkunang. Ana selalu berpikir bahwa itu lumrah terjadi setelah operasi di kepala akibat kecelakaan seminggu yang lalu.
Disaat yang bersamaan, datanglah seorang gadis cantik membawa koper dan tas berat di kedua belah tangannya. Ia bersusah payah sembari melihat secarik kertas di tangan kanannya.
Ana melihat kedatangannya dan menghampirinya.
“Ah, maaf, kamu siapa? Kenapa malam-malam datang ke rumah kami?” tanya Ana.
“Oh, gue Nana. Nana Ferina. Mama aku temen mama kamu. Ini bener, kan, rumah keluarga Bapak Yayan?” tanya gadis itu.
Ana jelas menggaruk kepalanya. Ia tidak tahu apa-apa.
“Keluarga Bapak Yayan? Ini rumah aku dan Ibuku. Aku tidak tahu siapa Bapak Yayan. Dan di kompleks rumah ini tidak ada yang namanya Bapak Yayan,” ujar Ana.
“Aduh, beneran, nih? Tapi alamat dikertas ini nunjukkin tempat ini. Atau aku salah alamat?”
“Mungkin kamu salah alamat.”
“Beneran, nih? Ini bukan rumah Bapak Yayan?” tanya Nana sekali lagi.
“Bukan. Maaf, mungkin kamu salah alamat,” ujar Ana.
“Ah, gue udah nyari alamat ini sejak tadi, eh malah gak ketemu! Mana udah malam lagi!” protes gadis itu yang nampaknya seumuran dengan Ana.
Angin malam berhembus kencang. Akhir-akhir ini cuaca kadang tak menentu, dan angin juga berhembus kencang. Karena Ana hanya mengenakan pakaian pendek dan tipis, Ana menjadi kedinginan.
Haciih!!
Ana bersin karena udara malam menggelitiki tubuhnya. Tiba-tiba Ana merasakan pusing. Ia berubah menjadi menyeramkan dengan tatapannya yang tajam. Sanggup membuat Nana terkejut juga.
“Astaga! Kamu kenapa?”
Tiba-tiba gadis pemilik rumah itu naik ke atas pagar dan melolong, menirukan suara anjing yang melolong nun jauh di seberang. Sanggup membuat Nana terkejut dan ketakutan.
“Ke...kenapa dia? Kenapa dia jadi berubah? Dia kesurupan, ya?”
Gadis itu menatap kepadanya. Angin berhembus kencang, hingga menerbangkan rambut gadis itu. Sinar bulan menyorot ke wajahnya.
“Aaaaaaaaaaaa!!!” Nana ketakutan.
Nana mundur selangkah, naas kakinya tersandung batu sampai terjatuh ke tanah. Gadis itu masih menatap kepadanya. Kemudian ia melompat dari atas tembok pagar dan berjalan kepadanya.
“Heh! Minggir lo!! Lo mau apa? Aneh banget lo!! Mundur lo!! Mundur!!” teriak Nana.
Cowok-cowok dari kosan sebelah rumah dan dua orang pemilik rumah keluar berbarengan setelah mendengar suara teriakan orang.
Andre dan yang lainnya segera menghentikan Donna.
“Sadar lo, Don, gue mohon! Lo bukan anjing! Sadar, ya ampun, sadar!!” Erik menahan kedua tangan Donna sehingga Donna memberontak kuat.
“Hahahaha!!!” tiba-tiba Donna tertawa.
“Donna? Ini gue Juleha! Lo ketakutan ya?! Hahaha!!”
“Juleha?! Ah, pasti dia berubah lagi!” Joe menutup wajahnya, frustasi.
“Heh, cewek manis. Selamat datang di rumah gue. Lo lagi nyari rumah ini, ‘kan? Kenalin, gue Juleha,” ujar Juleha.
Ibu Donna keluar dari rumah tergesa-gesa. Ibu memukul Donna pelan dan merasa bersalah kepada Nana yang masih terkejut.
“Aduh, Nana, maafin Donna, ya. Aduh, bagaimana cara ngejelasinnya, ya?” Ibu Donna pun bingung harus menjeaskannya dari mana.
“Tante, dia bener anak tante? Tadi dia gak apa-apa. Kok sekarang dia jadi gini?” tanya Nana kepada Ibu.
“I...itu... Nanti tante ceritain. Kita masuk dulu ke dalam, tenangin diri kamu,” ajak Ibu.
“Baiklah,” jawab Nana setuju. Ia masih ragu dan takut untuk menerima uluran tangan Juleha. Sementara itu Juleha tertawa terbahak-bahak sambil merangkul pundak Erik dan Andre sehingga mereka tercekik.
“Ini upgrade jiwa Donna yang lain ternyata. Juleha, cewek aneh dan kasar. Sikap kayak cowok. Ya ampun, kapan si Donna berubah lagi jadi dulu?” Joe menatap Donna miris.
000
“Cuy, lo udah makan belom?” tanya Juleha pada Nana.
Nana menggeleng ketakutan.
Saat ini mereka semua sedang berada di ruang utama rumah Donna. Nana sudah di beri penjelasan oleh Andre beberapa saat yang lalu tentang kondisi Juleha, alias Ana, alias Donna dan meminta Nana untuk bersabar menghadapi perubahannya.
“Nana, kamu sekamar sama Donna, eh, Juleha,” ujar Ibu.
“Hah? Oh... iya, baiklah,” jawab Nana kaget. Mana bisa tahan Nana kalau harus tidur bersama wanita yang berubah persis seperti cowok ini.
“Mama, aku mau pulang....” rintih Nana dalam hati.
“Nana, makan dulu, nih. Kamu makan, biar tante yang beresin barang-barang kamu di kamar Donna, eh, Juleha. Kamu harus tahan apapun yang terjadi, ya?” Ibu menenangkan Nana yang masih belum beradaptasi.
Nana menerima piring dari Ibu dan mulai memakannya.
“Ehhm. Nama kamu Nana, ‘kan? Kenalin, aku Joe, dari fakultas Seni, sama seperti Andre,” Joe memperkenalkan dirinya seraya menyisir rambutnya dengan jari tangan.
“Hai, nama gue Erik. Erik Chaesar Santosa. Cowok ganteng asal Sukabumi yang ingin di cintai sepenuh hati,” ujar Erik disertai kedipan mata yang genit.
“Nana Ferina, aku pindah kosan, tapi Mamaku nyuruh aku tinggal disini,” ujar Nana memperkenalkan diri.
Semua orang berpura-pura muntah melihat tingkah Erik.
Praangg!!
Piring yang dipegang Nana jatuh ke lantai dan pecah setelah terkena lemparan sendal oleh....Juleha. Juleha sendiri nampak tidak bersalah dan hanya tertawa.
“Eh, sori, gue tadinya mau lempar wajah si Erik. Sori, ya?”
“Donna!! Lo gak sopan banget!” bentak Andre. Andre segera memungut pecahan piring di bawah kaki Nana yang mematung di tempatnya. Nana segera sadar dari lamunannya dan mulai membantu Andre. Tangan mereka saling bersentuhan, bahkan pandangan mereka saling bertemu, membuat Nana salah tingkah dan menghentikan pekerjaannya.
“Kamu enggak apa-apa, ‘kan?” tanya Andre cemas.
“I..iya. Aku tidak apa-apa,” jawab Nana.
000
“Sekarang lo siapa? Juleha atau Ana?” tanya Joe kesal, setelah sekian lama menunggu di gang jalan menuju kampus seperti biasanya.
“Kamu siapa? Gue gak kenal lo. Siapa Juleha sama Ana? Gue Zaskia,” ujar Zaskia, atau Donna, yang tak lain sudah berubah jati diri lagi.
“Lo itu kapan sebenernya berubah jadi Donna, sih? Bikin gue bingung aja!” Joe frustasi.
“Donna siapa lagi? Mantan kamu? Kenapa kamu ada di jalan ini? Emang kita sudah saling kenal, ya?” tanya Zaskia.
“Gue Joe temen lu!! Udah deh ah, capek gue!” Joe makin frustasi. Sementara Zaskia hanya bisa menggaruk hidungnya. Zaskia tiba-tiba mengeluarkan sebuah batu kerikil berbentuk aneh dari dalam celana jeansnya. Membuat Joe bingung juga.
“Itu apa?” tanya Joe.
“Batu. Kamu gak lihat ini batu?”
“Aneh, kok batunya di cat segala?”
“Biar cantik. Ini hobiku. Ngumpulin barang-barang yang menurut gue unik, lalu mengubah sesuka hati gue,” ujar Zaskia.
“Kok hobinya persis sama gue, ya? Gue juga hobi ngumpulin benda aneh. Wah, kayaknya sehati nih!” pikir Joe.
“Ehhm! Zas, gue Joe. Dari fakultas seni. Seni rupa lebih tepatnya,” ujar Joe memperkenalkan dirinya dengan gaya yang di buat-buat. Tapi sepertinya itu tidak berpengaruh pada Zaskia. Dia senang-senang saja menerima ucapan perkenalan itu.
“Oh, gue Zaskia. Gue enggak tahu siapa diri gue yang sebenernya. Kadang gue kayak enggak punya jiwa. Enggak tahu diri gue siapa. Jadi gue bingung gue ini sebenernya siapa, tapi nama gue jelas Zaskia,” ujar Zaskia.
“Lo itu Donna kampret!”, “Oh, gitu,” Joe pura-pura mengerti.
“Andre mana?” tanya Joe.
“Dia pergi tadi pagi. Eh, lo suka musik rock gak?” tanya Zaskia.
“Ih, pastinya!! Itu jati diri gue! Rock n’ roll!! Yeaahh!!”
“Weyy!! Salam rock n’ roll mamenn!!” Zaskia melayangkan tinju di bahu Joe, membuat Joe jadi bingung.
“Bahkan musik kesukaannya sama kayak gue. Zaskia alias Donna suka rock? Haha!! Ini bener-bener kelainan!” batin Joe.
Angin dingin berhembus. Maklum, pagi ini cuaca mendadak mendung dan lembab. Zaskia bergidik kedinginan dan memeluk dirinya sendiri. Zaskia hanya memakai kaos oblong warna pink dan jeans saja. Tidak tega melihat Zaskia kedinginan, Joe membuka jaketnya, kebetulan sekali dia sedang makai jaket. Lalu mengenakannya ke tubuh Zaskia.
Jarak tubuh mereka sangat dekat, bahkan wajah mereka saling berdekatan. Zaskia yang malu menerima bantuan itu, menatap Joe penuh penyesalan.
“Padahal gak usah makekin ke gue. Gue gak kenapa-kenapa kok,” ujar Zaskia.
“Enggak apa-apa gimana? Lo kedinginan, makanya gue makekin ini ke elo,” ujar Joe tetap bersikeras.
Zaskia tersenyum dan berterima kasih. Sebenarnya dadanya saat ini sedang berdegup kencang. Jarak mereka berdua sangat dekat sehingga Zaskia saja bisa mencium aroma parfum baju murahan Joe.
Zaskia tiba-tiba bersin dan kepalanya menjadi pusing dan linglung. Joe yang berada di sampingnya langsung memeluk Zaskia.
“Zas? Zaskia? Lo gak kenapa-kenapa?” tanya Joe khawatir.
Zaskia membuka matanya dan melihat Joe sudah memeluknya. Otomatis Zaskia menjerit dan menjatuhkan dirinya dari Joe.
“Heh! Lo meluk-meluk gue segala! Ih, dasar mesum lo!”
“Zaskia? Kok lo gitu?”
“Zaskia? Siapa Zaskia? Gue Donna, kupret! Ih, ngapain sih lo peluk-peluk gue? Nyosor bener!”
“Idih! Siapa juga yang meluk lo? Lo itu hampir pingsan, dan... lu berubah lagi jadi diri lo. Lo itu punya empat kepribadian tahu! Jadi gue bingung lo itu siapa sih? Bentar-bentar berubah, bentar-bentar berubah!” cerocos Joe.
“Alah! Jangan banyak alasan ah!” Donna mencibir Joe sebelum pada akhirnya meninggalkan Joe.
Joe tertawa kecut dan menggaruk kepalanya keheranan. Dari Zaskia kemudian berubah menjadi Donna yang sebenarnya.
Aku tahu apa yang menyebabkan gadis itu berubah dari satu orang ke orang lain. Bersin. Memang terdengar konyol dan aneh, tapi inilah kenyataannya. Medis saja sampai kebingungan untuk menjelaskan masalah ini. Tapi menurutku ini tak masalah. Selama aku bersama dengan gadis itu, aku tidak apa-apa. Dia, gadis itu, bagaikan pelangi yang muncul setelah hujan. Langka kemunculannya. Namun aku bahagia bisa melihatnya.
000
Erik dan Donna sedang memesan makanan di kantin kampus. Pagi tadi mereka belum sempat sarapan, jadi mereka kelaparan dan memutuskan berbolos sebentar untuk pergi ke kantin.
“Gue laper banget,” Donna sudah tidak sabar ingin mengambil pesanannya, nasi goreng, gado-gado pedas plus gorengan.
“Juleha, eh, maksud gue, Don, apa yang lo rasain akhir-akhir ini? Lo ngerasa pusing atau semacamnya, gak? Karena lo kan baru keluar dari rumah sakit setelah kecelakaan,” tanya Erik.
Donna nampak berpikir dulu, “Bener, Rik, gue selalu ngerasa tubuh gue berat banget, kepala pusing tiba-tiba dan gue ngerasa ada yang aneh pada diri gue. Aneh, gue kenapa, sih? Bentar, lo tadi manggil gue apa? Juleha? Siapa Juleha?” tanya Donna.
“Lo gak tahu? Juleha itu lo, Don! Lo itu sering pindah-pindah orang! Kadang Donna, Ana, Juleha, Zaskia, sekarang Donna lagi. Bikin gue bingung tahu!”
“Masa? Masa gue punya empat kepribadian? Gak mungkin deh! Lo pasti ngeledekin gue!” sangkal Donna seraya menggeleng-geleng kepala.
“Iya, gue juga tahu itu mustahil. Tapi gue serius. Lo beneran bisa berubah-ubah, kayak bunglon. Tanyain aja ke Sandi, dia dulu yang nanganin elo,” ujar Erik.
Donna tertegun sebentar. Ia tidak tahu dirinya seperti itu. Bingung bercampur terkejut juga. Lamunan Donna buyar setelah bibi kantin menyodorkan makanannya dan Donna berterima kasih kepada bibi itu.
000
Menjelang sore, Donna pergi menemui Sandi di rumah sakit tempat Sandi magang. Meski Donna harus menunggu lama dengan duduk di kursi pasien, ia tetap bersabar. Tak lama kemudian Sandi tiba disana dan melambai ke arahnya. Donna membalasnya.
“Sudah lama nunggu?” tanya Sandi.
“Enggak. Baru 30 menit kok”.
“Itu sih udah lama. Maaf, ya? Soalnya gue ada tutor praktek operasi dari profesor,” ujar Sandi.
“Gak apa-apa, kali. Gue mau nanya sama lo tentang diri gue. Ini yang menyebabkan gue mau ketemu elo,” ujar Donna. Donna merasa hanya Sandilah orang yang tepat untuk keluhannya.
“Tentang empat kepribadian yang lo idap?” terka Sandi. Meskinya memang itu tujuan Donna yang sebenarnya. Karena itulah kasus yang akhir-akhir ini menimpa Donna.
“Iya. Kok aneh, ya? Empat kepribadian dalam satu tubuh? Kayaknya itu mustahil,”
“Emang terdengar mustahil. Tapi menurut medis, kejadian ini terjadi karena trauma di otak lo karena benturan kecelakaan itu. Untuk kenapa bisa berubah menjadi satu orang ke orang lain dalam rentan waktu tertentu, itu masih menjadi misteri medis,” terang Sandi.
“Dokter Sandi!” tiba-tiba suara seorang memanggil namanya, membuat Sandi mencari arah suara itu. Yang tidak anehnya lagi, gadis itu tak jauh dari tempatnya duduk, melambaikan tangannya seraya tersenyum.
“Oh, Kak Mieke?” Sandi membalas lambaian tangan dari gadis itu.
“Mieke? Kayaknya gue pernah dengar nama itu?” gumam Donna.
Mieke, gadis berambut agak pirang, berwajah kebule-bulean dan bertubuh tinggi itu menghampiri Sandi.
“Dokter Sandi, aku mau cek tekanan darahku lagi. Akhir-akhir ini aku sering sekali pusing,” ujar Mieke.
“Kakak ini, aku ini belum jadi dokter sungguhan. Jangan panggil aku dengan embel-embel ‘dokter’ ah! Hehe!” Sandi dan Mieke tertawa bersama. Mieke melihat seorang gadis di samping Sandi dan nampaknya ia tahu gadis itu.
“Oh....eeh... Kamu pasti....adiknya Andre, kan?” tanya Mieke ragu-ragu.
Donna menatap manik mata kebiruan gadis bernama Mieke itu dengan tatapan ‘Ah, aku ingat siapa gadis ini!’
“Iya, aku adiknya Andre. Kamu pasti Kak Mieke, gadis keturunan Turki itu, kan?”
“Ah, rupa-rupanya kamu sudah sering mendengar tentangku dari Andre, ya? Iya, aku Mieke. Senang berkenalan denganmu,” ujar Mieke seraya mengulurkan tangan kanannya.
“Donna Agnesia,”
Kata pria, gadis yang pertama kali kau temui, mempunyai aura yang kuat dan tajam yang terlihat. Seperti halnya wanita ini. Auranya terasa bahkan saat menyentuh ujung kukunya saja. Pantas saja, wanita ini nampak bersinar dan mewah.
Aku tidak akan pernah menjadi wanita ini, meskipun salah satu ujung rambutku tertiup angin, wanita ini sangat jauh berbeda dariku. Apakah aku harus mengalah saja?
000
1 Januari 2018
Andre memukul kepalanya pelan. Ia bingung harus melakukan apa, sementara seseorang terluka di dalam sana. Donna. Saat keadaan sedang genting, seseorang memanggilnya dari ujung lorong.
“Andre!!” teriak wanita itu.
Andre tidak mendengar panggilan itu kepadanya. Ia sibuk berkomat-kamit dengan mata terpejam. Yang melihat wanita itu adalah Erik. Erik melambai kepadanya menyuruhnya segera kesini.
Wanita itu, Mieke, berlari menghampiri mereka semua dengan air mata yang berlinang. Ia menghampiri Andre dan memeluknya.
“Bagaimana ini? Bagaimana ini bisa terjadi?”
“Jangan khawatir, Kak, Donna akan baik-baik saja,” ujar Nana menenangkan Mieke.
“Adik iparku akan baik-baik saja, kan? Dia akan selamat, kan?” Mieke masih cemas dan masih memeluk tubuh Andre yang masih berkomat-kamit memanjatkan doa.
Tidak lama kemudian, Ibu Donna tiba di rumah sakit setelah sebelumnya di hubungi oleh Erik tentang Donna.
“Donna, anakku. Ya Tuhan, kenapa ini terjadi lagi kepadanya?” tangis Ibu Donna.
Erik memeluk Ibu Donna untuk menenangkan diri Ibu Donna.
“Ibu, jangan cemas, Donna akan baik-baik saja. Saat ini ia sedang diperiksa oleh dokter di dalam,” ujar Erik.
Akankah keadaan ini terjadi lagi seperti 7 tahun yang lalu?
000
Wow 4 kepribadian?
Comment on chapter BAB II : 4 KEPRIBADIAN YANG MENIMBULKAN MASALAHAku msh keep going syory nya. Knjgi story ku jga ya..