*9 Desember 2001, sebelas jam sebelum konser Slank.*
Andre pergi ke kamar Donna sambil membawa semangkuk bubur hangat. Dari semalam suntuk, tubuh Donna panas, sepertinya terkena demam akibat perubahan cuaca. Donna sudah seperti ini sejak kecil. Bahkan untuk sekali perubahan cuaca dalam satu tahun, berapa kali Donna harus mengalami demam parah seperti ini.
Andre duduk di tepi tempat tidur Donna yang masih enggan membuka matanya. Di tempat tidur sebelah Donna, Nana membuka matanya, baru bangun tidur.
“Selamat pagi, Kak Andre,” sapa Nana.
“Ah, selamat pagi. Maaf, ya, ngerepotin kamu semalaman karena harus jagain Donna. Maklum, Donna sudah seperti ini sejak kecil kalau pergantian cuaca,” ujar Andre.
“Gak apa-apa, kok. Untungnya hari ini kuliah libur,” Nana memaklumi.
“Terima kasih kalau begitu. Sana keluar, bantuin Ibu masak. Hari ini Ibu mau masak banyak, sekalian buat anak-anak cowok sebelah,” ujar Andre.
“Baiklah”.
Nana turun dari tempat tidur, membereskan tempat tidurnya, mengikat rambut panjangnya dengan ikat rambut, lalu keluar menuju dapur.
Andre menepuk bahu Donna pelan. Ia nampak tak kuasa membangunkan Donna yang terbaring lemah seperti ini. Tapi, mau bagaimana lagi? Donna harus tetap mengisi perutnya. Semenjak pulang dari kuliah kemarin malam, Donna buru-buru ke kamarnya dengan wajah pucat. Bahkan tidak sempat makan malam.
“Don. Donna. Donna, bagun dulu bentar. Makan sesuatu dulu, biar kamu cepet sembuh,” panggil Andre pelan.
Terdengar Donna mendesah dengan nafas berat. Menggeliat lemah dan membuka matanya sebentar yang nampak merah. Donna tersenyum tipis, kemudian menutup matanya lagi.
“Gue gak mau makan. Lidah gue kayaknya mati rasa,” ujar Donna pelan.
“Tapi kamu belum makan dari kemarin malam. Jangan manja dan buat kami khawatir, deh. Cepet, bangun dulu bentar, makan bubur satu atau dua suap, makan obat penurun panas, lalu lanjut tidur,” ujar Andre sigap. Andre sudah menyendoki sesendok kecil bubur di mangkuk.
“Gue pusing. Gak kuat buka mata. Nanti siang aja gue makan buburnya. Gue mau tidur bentaran,”
“Gak bisa! Cepet lo bangun dulu, gue bantu lo bangunin. Makan buburnya dulu, nanti keburu dingin,” ujar Andre tetap memaksa. Andre dengan sigap mendudukkan Donna dan menyandarkan punggungnya.
“Makan bubur, makan obat, lalu tidur. Biar sakit lo agak mendingan. Bukannya lo mau nonton konser Slank di Senayan?”
“Heeh juga sih. Tapi kalau kondisinya gini, ya mau gimana lagi? Tiket konsernya kepaksa gue jual lagi”.
“Mubazir dong! Cepetan lo sembuh biar nanti malam lo nonton ke sana. Ada meet and great sama foto-foto gratis bareng mereka,” kata Andre memanas-manasi Donna agar semangat dan tertarik.
“Beneran? Gue juga pengen ke sana buat foto-foto bareng Kaka. Aaaahhh!! Bagaimana ini?” seru Donna. Rasanya umpan Andre sedikit berhasil.
“Makanya, makan, biar sembuh. Cepet, makan dulu,” ujar Andre, kemudian memasukkan sesendok bubur ke dalam mulut Donna.
Donna makan dalam keheningan. Bubur yang enak itu meleleh di mulutnya, sehingga ia ketagihan dan memakan buburnya sampai habis. Andre senang karena Donna makan dengan baik meski tubuhnya sedang lemas. Donna meminum obat setelah memakan bubur dan berbaring lagi untuk melanjutkan tidur.
“Cepet sembuh. Biar nanti lo bisa nonton konser Slank,” ujar Andre tulus. Donna tersenyum dan mengangguk pelan.
000
“Gimana? Donna makan, ‘kan?” tanya Ibu cemas.
“Iya, dia makan buburnya sampai habis,” balas Andre.
“Syukur kalau begitu. Tapi kamu tadi ngomong apa ke dia? Ibu denger kamu nyebut-nyebut nama Slank? Kamu memanas-manasi dia supaya bisa ke konser idolanya, ya?”
“Itu bukan memanas-manasi, tapi menyemangatinya. Mau gimana lagi? Biar dia cepet sembuh,” ujar Andre dengan senyuman jahil di wajahnya.
Ibu mencibir Andre dan memukul kepalanya dengan sendok sayur. Andre masih tertawa.
Masuklah Erik dan Joe, bersama Nana setelah menjemputnya dari kamar kost sebelah rumah. Erik langsung menuju dapur setelah mencium aroma masakan.
“Waaah! Tante, masakan tante pasti enak! Aku mau makan semua ini sampai perutku meledak! Aku suka masakan tante,” puji Erik.
“Dasar otak makanan lo!” cibir Joe tak mau kalah. Joe memeluk Ibu dan menuntunnya ke kursi makan.
“Ibu adalah calon mertuaku di masa depan. Ibu adalah orang paling baik di dunia ini,” rayu Joe.
“Huuu!! Dasar lo! Emang Ibu lo bukan orang baik, ya?” Nana melempar kaos kakinya ke wajah Joe.
“Sialan lo! Ya jelas lah, Ibu gue juga paling baik di dunia!”
“Udah, ah, berhenti debat. Makanan udah siap, langsung ambil makanannya,” ujar Ibu.
Mereka semua mulai mengambil makanan yang ada di sana. Joe dan Erik bahkan sampai rebutan sisa ikan goreng yang tinggal satu. Tapi akhirnya Andre yang berhasil mendapatkannya. Erik dan Joe kesal pada Andre.
Semuanya makan dengan tertib tanpa ada satupun yang bersuara. Hingga Erik akhirnya mengeluarkan suara.
“Tante, aku denger Donna sakit, ya?” taya Erik.
“Iya, dari tadi malam Donna hanya berbaring di kasur. Tapi syukurlah, tadi dia makan semua buburnya,” ujar Ibu.
“Yaah... berarti nanti aku gak akan nonton pameran lukisan sama dia dong??” keluh Erik.
“Emangnya kapan lo janji sama dia? Sejak kapan Donna suka sama lukisan?” tanya Nana.
“Sebenernya gue janjian sama sosok Juleha. Kemarin sore gue ngajak dia. Kebetulan sekali dia sama kayak gue, suka lihat pameran lukisan,” ujar Erik.
“Dari semua sosok yang muncul di tubuh Donna, gue paling takut sama sosok si Juleha. Gue aja ampir mati saat di kerjain sama dia,” Nana teringat kejadian malam itu yang membuatnya bergidik ketakutan.
“Tapi gue lihat si Juleha enggak nakutin, kok? Emang bikin aneh temen-temennya, sih. Bahkan sempet dianggap gila sama orang lain. Setelah bersin-bersin, dia berubah dari satu orang ke orang lain. Itu membuat gue bingung,” ujar Erik.
“Lo gak bisa pergi sama dia! Gue juga udah janji sama Zaskia buat pergi nonton konser Rock di GBK!” ujar Joe seraya menunjukkan dua lembar tiket.
“Lah? Kok semuanya pengen Donna pergi di hari yang sama, sih? Gimana kalau berabe entar?” Nana mulai khawatir.
“Ya, batalin aja janjinya si Joe! Gue duluan yang mau pergi sama Juleha!” Erik tidak mau kalah.
“Kagak bisa dong!! Tetep gue duluan!!” Joe juga tidak mau kalah.
“Ah!! Berisik lo berdua! Berangkat bareng-bareng aja biar semuanya adil! Giliran nonton konser Slank, konser rock, lalu pameran lukisan!” Andre menghentikan perdebatan mereka.
“Nonton Slank juga? Sama siapa?” tanya Joe dan Erik barengan.
000
“Halo?” Donna menjawab telepon dengan suara berat dan serak, entah dari siapa. Ia tidak kuat untuk membuka mata. Kepalanya masih terasa pusing, seperti diputar-putar.
“Oh, eh, ini Donna atau Ana? Ini gue, Sandi. Jadi ‘kan nonton konser Slank?” tanya Sandi di ujung sana.
“Ini gue, Donna. Gue gak yakin, San, gue gak yakin bakalan sembuh pada saatnya,” balas Donna dengan nada kecewa.
“Hmmm... Yah, gimana dong? Tapi, semoga lo cepet sembuh, deh. Biar nonton konser Slank. Lo ‘kan mau foto-foto sama Kaka. Cepet sembuh, ya?”
“Iya, makasih San. Iya, nih, gue juga pengen sembuh. Dah dulu, ya? Gue mau istirahat. Tenang, gue udah makan obat kok. Daah.”
000
Wow 4 kepribadian?
Comment on chapter BAB II : 4 KEPRIBADIAN YANG MENIMBULKAN MASALAHAku msh keep going syory nya. Knjgi story ku jga ya..