Aku, Kazuki Hikaru umur 17 tahun, kelas 2 SMA di sekolah Shuui-Gakuen. Hobiku adalah bersantai sambil memainkan game RPG strategi, tidak ada yang lain kecuali itu. Aku tinggal di apartemen kecil yang harga sewanya cukup murah dan agak dekat dengan sekolah, beruntung sekali bisa menemukannya dalam sehari. Harapanku tinggal seorang diri ditempat ini adalah untuk menunjukkan kemandirianku hidup sendiri kepada kedua orang tuaku, bahwa aku sudah besar dan bukan lagi seorang anak kecil yang manja.
Yeah, itu harapanku 1 tahun yang lalu, ketika aku masih di tahun pertama di SMA. Dan sekarang aku sudah memasuki tahun keduanya, tak terasa waktu berjalan begitu cepat hingga aku tidak menyadarinya.
Mengganti sebuah harapan ternyata tak semudah pikiranku. Sampai sekarang ini aku belum menemukan yang namanya “Harapan dan tujuan”, meski begitu aku tetap menjalani kehidupan masa mudaku dengan biasa. Ada rasa bosan dan merepotkan karena harus menghabiskan hari-hari yang sama berulang kali, diibaratkan hidupku ini cuma Time Loop semata. Keinginan setelah lulus? Aku belum memikirkannya sejauh itu. Entah kuliah atau bekerja, keduanya menurutku sama saja.
Dan entah mengapa aku mulai merasakan artinya kesendirian atau kekosongan di dalam hatiku. Karena tempat ini, seseorang yang dekat denganku tidak ada, aku merasa tidak nyaman.
Tekadku, tujuanku, dan kegembiraanku… Aku harap, aku bisa merasakannya lagi meskipun hanya sekali seumur hidupku…
.
.
Hari minggu. Hari para pasangan keluar dari kandangnya dan berkeliaran di setiap sudut tempat-tempat dekat mall, dan mungkin juga ada yang di taman. Mengapa, aku merasakan perasaan iri pada mereka yang memiliki pasangan hidup, ya? Sedangkan aku, tidak- maksudku belum. Beda kata bisa mempengaruhi arti, ingat baik-baik.
Hmm… Biarlah-biarlah… Mati saja kalian.
Pulang sehabis jalan-jalan, aku mampir ke toko buku untuk segera mencari referensi tentang arti couple / pasangan. Awal mula kubaca sedikit ringkasan buku yang ada dibagian belakang, aku langsung menyukainya dan kubeli sekarang itu juga, agar bisa membaca seluruh isi cerita di dalamnya.
Perasaan itu, perasaan yang sudah lama hilang sejak setahun lalu, datang kembali kepadaku. Agak beda sih.
Pertama, tekadku bangkit, api yang membara membakar habis kertas putih tanpa noda, yang memiliki arti kekosongan dalam hati kecilku baru saja diubah menjadi kertas putih penuh coretan semangat akan kekuatan untuk bangkit. Kedua, keinginanku muncul, seseorang yang benar-benar kucintai. Dan ketiga, rasa senangpun kurasakan ketika mengingat orang itu yang dulunya hanyalah orang biasa dalam hatiku, berubah menjadi pujaan yang kuimpikan.
Setelah menyelesaikan novel yang kubaca, aku mengatakannya dengan keras di dalam hati. ‘Aku… aku ingin merasakan cinta!’
1 bulan kemudian…
Mengancingkan baju sekolah sambil berjalan ke arah pintu. “Syukurlah. Aku masih bisa kembali ke kehidupanku yang sebelumnya.” Menjatuhkan sepatu yang diambilnya dari rak yang ada disamping dan kemudian memakainya.
Memandangi pintu yang ada di depan, lalu mengambil napas dalam-dalam. Saatnya membuka sebuah kebosanan yang dengan berat hati tetap harus kujalankan.
Krrt…
Sesuatu terhempas pelan karena pintu yang kubuka membuatnya melayang-layang di udara, aku segera menghentikannya dengan kaki sebelum terjatuh dari lantai ini atau lebih buruk lagi.
Sungguh aku tak percaya dengan yang kutemukan ini. Surat berwarna pink dan penutupnya ada tanda hati kecil, tapi tidak ada tulisan apapun selain itu. Dan pastinya aku mengetahui apa artinya dari surat ini.
Ya, tepat sekali. Ini mungkin...
Surat tantangan! Pernah kudapati sekali dengan cara yang sama, ironis sekali. Déjà vu, kah?!
Menatap tajam ke surat yang kuinjak. “Tipu daya yang luar biasa! Aku kagum dengan si pembuat lelucon ini.” Dalam hati aku ragu akan yang tadi kupikirkan. Tertahan oleh pikiran itu, aku terdiam sesaat dan memandanginya. “Yah, kalau dipikir-pikir, mungkin ini salah kirim ya. Aku tinggalkan saja disini, nanti pasti diambil sama orang yang mengirimnya.”
Nit, nit, nit, nit!
Melihat jam di pergelangan tangan kiri. “Sial!! Aku telat!” Pikiranku langsung teralihkan cepat. Bergegas lari secepat mungkin menuruni anak tangga disebelah kiri. “Kenapa tidak ada yang membangunkanku?! Sial! Hari pertama malah telat masuk! Hikaru bodoh!”
Detik-detik menegangkan akan dimulai setelah yang satu ini.
Mengejar kereta yang sudah di pemberhentian, lalu, setibanya disana kereta itu sudah… Hilang. “Sialan!!! Ini terulang lagi!” guman Hikaru sangat kesal. Padahal melelahkan sekali berlarian, masih juga tidak sempat, benar-benar keterlaluan. Dari situlah aku berpikir untuk memakai cara paling alternative, tapi... (Meragukan)
“Waktuku sangat sedikit!” Langsung berlari kembali keluar dari station dan mencari sepeda di pinggir jalan, kemudian mengayuhnya dengan penuh semangat…
Dari station ke sekolah itu jaraknya kira-kira 10 kilometer. Dekat kok, tidak jauh kalau naik kereta.
“Haaahhh!!! Tidak akan kubiarkan hari ini telat semudah Dewa memutuskan kehendaknya!” Teriakkan semangat di pagi hari sambil mengayuh sepeda dengan kecepatan tinggi. Jalanan yang lurus seperti ini ternyata memudahkanku untuk mengejar keterlambatan, namun… “Kenapa sebentar saja?!” Tepat diujung sana jalanan itu menyuruhku untuk berbelok. “Tikungan! Menurunkan kecepatan? Tidak akan! Waktunya drive! Hwaaahh!!!” Aku menggila dan semakin meningkatkan kecepatan sepeda secara perlahan-lahan. Membayangkan dari mulai, 15mph… 30mph… 50mph… 99 km/jam…
Skill Hikaru perputaran 90 derajat. Cara melakukan skill ini aku harus membanting setir sepeda dengan penggunaan rem yang hanya sedikit saja di pakai, juga harus tahu waktu-waktu yang tepat. Sangat simple, tapi yang simple itu tidak akan ada tantangannya, jadi aku membuatnya serumit mungkin.
“Skill pertama: Simulation… Start!”
Dunia imajinasi terbentuk dari hayalan-hayalan diluar akal manusia. Semacam dunia virtual dengan garis besar membelah langit-langit menjadi dua tempat yang berbeda, di sebelah kiri dunia yang telah hancur dan di sebelah kanan dunia yang masih hijau seperti belum tersentuh oleh tangan-tangan jahat manusia.
Dan jalan yang aku tempati adalah pembatas dari kedua dunia tersebut.
<+>Target utama adalah berbelok dengan kecepatan tinggi dengan tanpa mengurangi kecepatan itu terlalu banyak.
- Berada pada arah jam 13.
- Jarak: 15055.
- Lebar ruas jalan: 3500.
- Sudut belokan: 90 derajat.
- Kecepatan stabil: 39km/jam.
- Toleransi kegagalan: 99,90%.
‘Aku bisa! Selagi masih ada kemungkinan kecil sekalipun, meski besarnya hanya sekitar 00,10%, tetap yakin dan terus berdoa agar keajaiban muncul di saat itu juga! Jadi, percayalah pada keajaiban itu!’
“Skill kedua: Analyze. Slowmotion… Start!” Waktu berjalan sangat lambat sekali, tapi pikiran Hikaru berjalan dengan normal.
.
.
Kurang lebih pada titik 7350, kedua jari telunjuk dan jari tengah yang ada di kedua sisi harus bersiap ditempatnya. Masuk dalam jarak 8020, perputaran setir mulai di gerakan 25 derajat ke arah kanan. Dari sinilah toleransi yang memungkinkan Hikaru akan terlempar bisa saja terjadi, bila ada 2 kemungkinan ini gagal dilakukan.
Pertama, pergantian ketika waktu menggunakan kedua sisi rem harus seirama. Kedua, interval yang dibutuhkan adalah kurang dari 2 detik sebelum menarik rem belakang dengan kekuatan penuh dan kemudian berganti menarik rem depan, yang perbandingan kekuatan tarikannya ¾ dari tangan kanan.
Namun, bersamaan itu harus di pastikan terlebih dahulu keadaan jalanan tidak ada batu yang menghalangi, baru rem belakang dilepaskan secara perlahan-lahan, dan perbelokan setir ditinggikan secara bertahap hingga 45 derajat… bam! Masuk ke titik 11005…
Hikaru…
Terpental… setelah mencobanya sekali. Memang mustahil ya.
Brakk! Brukk! Braakkk!
Diatas udara aku berputar tiga kali, lalu, ketika perputaran terakhir selesai aku memposisikan secara sempurna pendaratanku dengan tumit sehalus mungkin… “Eh! Apa yang barusan itu?” Berdiri seperti ini dengan tanpa luka sedikitpun sungguh membingungkan. Aku menoleh ke belakang sembari membalikkan badan. Sepedanya hancur… Tidak, sepertinya baik-baik saja.
Berjalan ke dekat sepeda dan menaikinya, mengayuh pedal dengan santai dan tidak lagi mau melakukan itu. Heran dengan keadaan di sekitar tempat pejalan kaki, kenapa orang-orang disini pada bertepuk tangan kearahku? Memangnya aku sudah melakukan sesuatu. Misalnya pertunjukan hebat.
Acrobat. Hikaru tidak sadar telah melakukan hal semacam itu dijalanan umum dan dilihat oleh orang-orang. Begitulah yang terjadi.
Meiruda yo~
Pesan? Sambil mengayuh sepeda aku mengambil Handphone dalam kantung celana, lalu membacanya. “Tumben dapat pesan pagi-pagi. Siapa ya?”
“Ini sudah jam berapa, bodoh! Dimana kau?! Katanya mau masuk hari ini!” From Kurumi.
Aku tak memperdulikan isi pesan Kurumi yang memarahiku. Tapi, yang kupedulikan berada diatasnya… waktu menunjukkan pukul 7.47 am. Kurang dari 13 menit lagi aku benar-benar akan terlambat dan gerbang sekolah ditutup.
Api yang beberapa saat lalu sudah benar-benar padam sepenuhnya, ternyata masih menyisakan setitik kecil. Bergejolaknya api kecil itu menjadi besar, semakin besar, dan terakhir itu bukan lagi disebut api kecil tapi sang jago merah…
“Skill ketiga: Run and Go!!!”
Tiga kali lipat aku mengayuh pedal sepeda, mulai menggila lagi. Pandangan mata hanya melihat ke bawah bukan ke arah depan, membuka aplikasi maps kota, dan lintasan-lintasan tercepat langsung diingat meski sekilas saja saat melihatnya.
“Siapapun yang menghalangi jalanku… akan kulewati!”
Berhasil melewati masa-masa yang penuh ketegangan.
Sampai juga di depan gerbang sekolah. Dan, aku langsung di sambut oleh guru olahraga yang sedang berjaga. Mendesah-desah kehabisan napas, menunduk wajahku dengan ditahan kedua pergelangan tangan yang menyilang, keringat menetes-netes dan membasahi baju yang kupakai.
Lagi-lagi pusat perhatian tertuju padaku. Yeah, mereka semua adalah murid dari sekolah Shuui-Gakuen. Membicarakanku? Ah, tentu saja, tapi aku tak terlalu memperdulikannya juga sih.
“Kau yang disana! Cepatlah masuk, gerbang akan ditutup!”
Masih mengambil napas. “Huh…huh! Tu..nggu sensei…” kata Hikaru tertahan-tahan napasnya. Guru olahraga itu pun jelas tidak menanggapiku karena masih harus memerhatikan murid lainnya, cuma sebatas mengingatkan saja.
Tap! Tap! Tap!
Mendengar suara langkah kaki mendekat. Desahanku berhenti. Sensei? Tidak, bukan…
“Kazuki-san. Air minum, buatmu.”
Suara ini. Aku tidak menyangka dia yang akan datang dan berbicara padaku. Menahan api yang meluap-luap dalam diriku. “Maaf!” Sebatas mengucapkan kata itu, aku kembali mengayuh sepeda dengan tak mau melihat gadis itu. Memaksakan kaki yang sangat lelah, aku juga kembali mendesah-desah karena harus menahan beratnya kedua kaki ketika di gerakan.
“Kazuki. Maafkan aku. Sungguh aku minta maaf.” Penyesalan memang selalu berada di posisi belakang. ‘Andai waktu bisa diputar ulang, kesalahan yang telah kuperbuat pasti akan kuperbaiki. Rasanya sakit sekali melihat Hikaru menjadi seperti itu…’ Menjauhi yang namanya berhubungan dengan siapapun orangnya, entah itu pertemanan atau percintaan. Kecuali pada satu orang.
‘Apa Dewa sedang menguji kesabaranku juga? Kalau benar, jadi hari ini adalah hari yang kurang beruntung bagiku. Sudah jatuh tertimpa tangga. Kurasa cocok peribahasa ini untukku.’
Hendak memasuki gerbang. Aku melirik sedikit ke belakang, meski tak begitu jelas, tapi aku yakin gadis itu memandangiku dengan perasaan kasihan. Hanya memastikan saja, begitu sudah tahu apa yang kulihat dan kurasakan, aku segera memalingkan pandanganku darinya.
“Masih kurang, hah?!” gumam Hikaru hampir melepaskan emosinya.
Jika kalian (pembaca) penasaran ingin melihat wujud karakter dalam cerita ini, silahkan mampi di akun wattpad saya yang bernama...
Comment on chapter Prolog@Rissha28
Atau kalo gak ketemu juga, bisa kalian ketik judul cerita ini, maka akan keluar pencariannya. Sekian dan terima kasih...