“Kurasa ini sudah tepat. Ohh! Kurang sedikit di geser lagi… Pelan-pelan, pelan-pelan.” Sangat berhati-hati saat melakukan sentuhan kecil untuk mendorong bagian belakang dan depan objek, dan aku berpikir, ini akan jauh lebih baik dalam pengambilan gambar. Ketika sudah di rasa posisinya sempurna, baru aku menjalankan video kameranya. Tapi tunggu dulu! Ada satu hal lagi yang harus dilakukan, yaitu…
Mengisi asupan cairan yang sangat dibutuhi oleh tubuh manusia, minimal 3,5 liter dalam sehari, dan Hikaru pun sudah menyiapkannya di samping dirinya. Minuman jus wortel dalam kaleng. Seharusnya asupan cairan yang dibutuhi manusia adalah air putih, bukan jus wortel, tapi keduanya juga sama-sama bermanfaat sih bagi tubuh, jadi tidak apa asal tidak berlebihan. Di tenggak hingga tersisa sedikit, lalu kembali menaruhnya di atas meja bulat kecil. “Ahh~ Yosh! Rolling… Action!”
Kembali lagi di… “Story kehidupanku” yang penuh kejutan tiba-tiba. Kali ini aku akan membahas sesuatu yang berbeda dari biasanya, yah tentu saja kalian mungkin tidak mengerti maksudku, ya kan. Clue-nya adalah… “Bagian awal mula kedatangan seseorang.”
Baiklah, baiklah. Jadi begini ceritanya…
Aku tidak mengerti dengan mereka, jalan pikirannya, tujuannya, dan kenapa harus aku yang terpilih sebagai subjek mereka. Lantas semua itu hanya semata-mata untuk menuntaskan tugas mereka masing-masing, terus keuntungan yang kudapat apa? Dan kenapa harus aku yang terpilih?!
Sudah beberapa waktu aku memikirkannya, namun, hasilnya tidak ada jawaban yang kurasa benar, malah kepalaku hampir meledak karena terus memikirkannya. Aku menyerah pada diriku sendiri dan mulai memilih untuk menanyakannya saja kepada mereka satu per satu.
Yeah, mereka menjawabnya. Tapi, kenapa ini mirip sekali dengan praktik test wawancara di sekolah, ya? Ada yang tenang saat ditanya dan ada juga yang gugup ketakutan, dan ada juga satu orang yang ditanyai malah balik menanya, agak merepotkan menghadapi yang satu ini. Ekspresi-ekspresi mereka terbilang mirip seperti manusia pada umumnya.
Dan ya… Kelimanya memiliki jawaban yang bervariasi sekali, wow, sempat terkejut aku mendengarnya. Lalu, setelah semua orang selesai memberikan jawaban, aku hanya, aku hanya menghela napas dan meneteskan sedikit air mata. Sedih? Tidak, aku sama sekali tidak sedih akan jawabannya itu. No, no, no.
Terus kenapa aku menangis? Pada bingung ya, hahaha… Sama kalau begitu, aku juga bingung dengan mereka.
Selanjutnya aku-
.
.
“Kamu lagi bicara sama siapa, Hikaru?”
Tepat di belakangku persis orang itu muncul tiba-tiba dengan menyempitkan hawa kehadirannya. ‘Mengagetkan sekali,’ pikirku. Aku sempat terkejut, lalu segera membalikkan badan. “A-ariel?! Kok, kau pulang lebih awal, mana yang lainnya?”
‘Gawat.’
Gadis yang kupanggil Ariel mendesah. “Bukankah sudah disepakati, ta-tapi kalau Hikaru memaksa, apa boleh buat.” Gadis ini, gadis yang bersekolah di SMA Shuui-Gakuen, yang merupakan adik kelasku juga dan sering kusebut penggila ilmu pengetahuan teknologi. Kadang bikin ulah, kadang bikin orang berdecak kagum padanya karena sifat dan kepintarannya. Sekarang, yang sekarang ini dia ada di tempatku berada sedang mau memulai ulahnya. “Hi-hikaru. Kalau kau… lebih menyukai nama manusiaku, si-silahkan saja panggil sesuka hatimu, aku tidak keberatan kok.” Bersikap ala putri malu, malu-maluin sih, di depanku dia merona memerah mengekspresikan keimutannya yang mampu bersaing dengan adiknya, Erthys atau nama manusianya Erika.
‘Kau mungkin tidak keberatan, tapi aku yang akan kena beratnya nanti!’ gerutu Hikaru.
“Ma-maaf-maaf, aku yang salah, aku sungguh benaran lupa tentang kesepakatan waktu itu. Jadi, Rawphine, kumohon lupakan perkataanku tadi.” Sangat memohon di depannya sambil meminta belas kasih. “Dan… jangan bilang pada mereka, ya.” Tersenyum paksa.
“Asal…”
“Asal?” Mengerutkan dahi. Pikiran buruk mulai menghantuiku hingga mampu membuat gambaran-gambaran tentang keadaan ke depannya, ya tentu, keadaan itu adalah keadaan dimana perang akan terjadi. ‘Ada syaratnya, kah? Padahal cuma salah panggil. Perempuan memang benar, benar merepotkan! Dan sulit di tebak!’
“Hikaru. Mau mengulangi kembali memanggil nama manusiaku… Ariel aku menyukaimu!” Setelah mengatakan bagian akhir, dia jadi bersemangat tidak jelas dan berteriak, tertawa kecil, berbicara sendiri? Kesenangannya memperlihatkan kelakuan aslinya yang melewati batas wajar.
‘H-hah?! Ya ampun. I-ini tambah gawat! Dia mulai lagi dah… Bertahanlah wahai diriku! Jangan sampai nafsu mengambil alih dirimu! Fight!’
Yang akhirnya aku menerima hukuman itu. Sebelum memulainya aku menaikan tingkat pendeteksi hawa keberadaan Dewi agar bisa merasakan kehadiran mereka, saudara-saudara Rawphine. Membuat langkah awal adalah satu kesatuan paling penting, sering kali aku menyebutkannya ke dalam bahasa inggris; The first step, towards the future. Atau… langkah awal, menuju masa depan.
Bisa kalian bayangkan betapa gawatnya kalau saat aku mulai menjalani hukumanku, lalu mereka, para Dewi muncul tiba-tiba dan mendengar yang kuucapkan. Membayangkannya saja… aku tidak mau.
“A-a-ariel… a-aku, me..menyukaimu,” kata Hikaru terbata-bata, betapa sulitnya mengucapkan kalimat ini. Kalau saja tidak terpaksa, aku tidak akan mau mengucapkan hal sememalukan ini untuk kedua kalinya dalam hidupku.
“Ya, aku juga menyukaimu Hikaru-senpai,” balas Rawphine, merona kemerah-merahannya nampak semakin jelas terlihat, dan yang mulanya aku tegang mengingat pikiran itu, sekarang malah ikut merona seperti Rawphine. Selanjutnya gadis ini melompat-lompat dengan senangnya. “Whooa!! Yes! Yes! Berhasil!”
Tidak terima balasannya, aku melakukan pemprotesan meski reaksinya malu-malu dan gugup. Marah yang tidak bisa disebut sebagai marah, begitu yang terjadi. “Ke-ke-kenapa kau membalasnya, Rawphine?! Bukankah ini seharusnya…”
Berhenti melakukan lompatan. “Habisnya, Hikaru-senpai menyatakan perasaan pada Rawphine, jadi Rawphine membalasnya dengan kejujuran hati.”
Tidak dapat menjawab lagi. Aku diam mendengar balasan Rawphine.
Polosnya jawaban gadis ini. Sudahlah aku menyerah, kuanggap ini sebagai kekalahan pertamaku melawan dia. Tapi tak kusangka dia sungguhan mencintaiku.
.
.
Beberapa saat berlalu…
Dan sekarang aku bisa mengontrol emosiku ke keadaan mode normal seperti biasanya, sementara itu Rawphine, gadis yang awal mula menyeretku ke alur cerita, Love-Comedy, juga sudah merubah pembicaraannya. Namun tidak begitu lama.
Tak begitu lama hingga Rawphine penasaran dengan sesuatu yang belum pernah dilihatnya, di belakang badanku. Sesuatu yang jelas-jelas dimatanya sangat asing.
Hmm… Aku mengeluarkan senyuman terpaksa level 2 seraya menggeser badan ke samping sehingga objek yang ada disana menjadi tertutupi. Yah sayang sekali, itu merupakan tindakan yang sia-sia, karena Rawphine malah berdiri dan mendekatkan dirinya pada objek itu.
Mengetahui sesuatu yang asing dimatanya. Salah satu mode Rawphine kembali mengguncang diriku ketahap kewaspadaan tingkat tinggi, selalu berhati-hati dalam bertindak. Tentu yang dimaksud adalah ekspresi “moe ala adik perempuan”. Kalau soal menanya-nanyakan sih tidak apa, tapi yang menjadi masalahnya itu cara si Rawphine mengekspresikan penasarannya.
Kayaknya dia memang menyukai ekspresi itu. Sengaja atau tidak sengaja menurutku itu sama saja, sama-sama mengganggu.
“Ah, Hikaru. Ini benda apa ya? Aku tidak pernah melihat yang ini sebelumnya,” kata Rawphine, melihat dari berbagai sudut objek sambil menyentuhnya dengan jari telunjuk sesekali. Ada banyak tombol di berbagai tempat, dan keseluruhannya berwarna hitam berkilau. “Bisa kau-“
“Pa-pajangan,” balas Hikaru memotong ucapan Rawphine dengan cepat.
“Panjangan?” Berpikir sejenak. Beberapa saat pun berlalu, kurang lebih loading Rawphine tidak sampai dua puluh detik, baru ia menyadari perkataan Hikaru. Di bohongi. “Kau menipuku ya?”
Duduk terdiam badan dibuat tegak dengan sorotan mata ke depan. Bersikap tenang, harus tenang, selalu tenang. Dan pertahankan ini selama mungkin…
‘Ini akan berakhir cepat. Jadi bersabarlah dan ketenangan akan menang-’
“Halo, Rephion. Hika-“
“Tu-tunggu, tunggu dulu…!” Meraih tangan Rawphine yang berusaha menghubungi saudaranya lewat handphone. Panik, sangat panik saat aku melihat jari Rawphine mulai menekan-nekan tombol. “Baiklah-baiklah! Aku akan memberikan yang kau mau!”
“Benarkah itu?” Memandang sinis tidak percaya. Jarinya berhenti menekan-nekan. “Kau tidak lagi membohongiku, kan?”
“Ini benar, aku tidak bohong!”
Rawphine percaya dan membiarkan aku mengabulkan permintaannya.
Menelan air dalam mulut. Benar, aku lama-lama semakin tidak nyaman dengannya, yang berduaan saja di apartemen kecil ini.
5 menit kemudian…
“Ehh~ Hikaru… Penjelasannya kok sebentar, Rawphine, kan maunya yang panjang. Boleh ya, Nii-san~” Mode “moe ala adik perempuan” aktif, merengut dengan sedikit merona kemerahan pada wajahnya.
‘Perubahan ekspresi! Tu-tunggu sebentar, kurasa aku mendengar sesuatu diakhir kata tadi, apa ya?’
*Kilas balik… (Mengingat perkataan Rawphine)
“Nii-san~ nii-san~” (Membayangkan)
“Imouto!! Muncul!” teriak Hikaru tiba-tiba dan mengagetkan Rawphine hingga dia mengambil jarak mundur.
Napas berat keluar masuk mulut dengan seraya memegang kedua pundak Rawphine. Hilang kendali atau termakan nafsu, itulah yang sedang kualami. Jantung Rawphine berdebar-debar, aku pun juga begitu. Dimana aku tidak bisa menghentikan tindakanku, gerakan tubuhku, dan kemauanku sendiri agar Rawphine…
“Hi-hikaru?!” panggil Rawphine yang agak takut dan cemas akan tatapan mataku padanya. Namun, Rawphine membalikkan keadaannya dengan memegang kedua pundakku juga. “Sa-sadarlah Hikaru! Apa kau kerasukan Iblis?! Hei…”
“Tolong, ucap-“
Brakk!!!
Bantingan pintu yang tiba-tiba saja terdengar dari arah keluar ruangan tamu ini mengejutkan kami berdua sekaligus memotong perkataanku. Beberapa langkah kaki seperti orang sedang berlari dan semakin mendekat kearah tempatku berada sama Rawphine. Yeah, kemungkinan besar itu adalah mereka, keempat saudaranya.
“Apa yang terjadi?!” Kakak kedua, Aris.
“Hikaru!” Kakak pertama, Rephion.
“Hikaru!” Adik kedua, Erthys.
“…Dasar Iblis!” Adik pertama, Davtuna.
Tak memakan waktu lama bagi mereka untuk memutuskan tindakan selanjutnya. Ketika tahu apa yang terjadi disini, mereka lalu mengambil keputusan singkat…
Singh…
Keempat senjata dimunculkan secara bersamaan, lalu menggenggamnya senjata mereka masing-masing. Great sword, Rephion. Two large spears, Aris. Bow version dark, Davtuna. Wand, Erthys.
“A-aku juga?!” kata Erthys terkejut melihat senjatanya muncul sendiri, padahal ia tidak memanggilnya.
“Holy Shit!” Aku baru tersadarkan berkat mereka berempat, lebih tepatnya karena melihat mereka yang sedang bersiap menyerang. “Semuanya, bi-bisa turunkan dulu senjatanya, terutama punyamu Davtuna. Bi-bisa, kan ya?”
“Turunkan dulu tanganmu!” balas Rephion.
“E-eh! Iya. So-sorry.” Melepaskan segera. Terkena telak di hati apa yang dikatakan Rephion, dan malu akan tingkah laku sendiri. Menundukan kepala agar menutupi rasa malunya.
‘I-ini tidak diragukan lagi! I-ini pasti akan melakukan itu, me-melakukan…’
Rawphine melihat ke mereka berempat yang tengah berdiri. “Ohh, kalian, ada apa pada mengeluarkan senjata? Apa kalian habis melakukan Megami no sensou?” Bingung dan muncul tanda tanya.
Rasa kesal Rephion di tahan sebisa mungkin olehnya sembari berbicara, “Aku hanya ingin mengatakan sesuatu padamu, Rawphine… Shinde (Mati)... maaf-maaf, aku salah kata. Sensou (Perang).” Senyuman iblis yang tersamarkan.
Seketika merinding di sekujur tubuh. Aura di ruang tamu berubah tidak mengenakkan, yang jelas ini karena ulah mereka bertiga, terutama Davtuna, mungkin karena dia melihat rivalnya bisa berduaan saja sedangkan dia susah sekali untuk melakukan itu.
“Hmm?!” Tidak terlalu dengar perkataan penuh Rephion. Lebih tepatnya pada bagian tengah kalimat yang diucapkan. Pura-pura mengerti sambil tersenyum.
‘Sensou, kah! Sepertinya ide bagus sih, tapi, lawannya siapa ya kira-kira?’ pikir Rawphine masih ada tanda tanya.
“Tunggu! Rephion-“
Dengan cepatnya Davtuna dan Aris menyetujuinya, dan lagi-lagi mengabaikan Erthys. “Oke! Aku ikut!”
“Kalian berdua! Mungkin ini salah paham, ya kan Hikaru?” Terus berusaha mencoba menghentikan mereka, tapi masih saja diabaikan. Satu hal yang aku tahu mengenai Erthys karena sering kali diabaikan… suaranya itu loh imut-imut gimana gitu dan volume suaranya agak kecil pula, terus juga intonasinya tidak ada unsur ketegasan sama sekali.
“A-ah! Iya, i-ini-“ Belum mengucapkan penjelasan, perkataanku sudah terpotong.
Mata Rawphine berapi-api. Kedua kepalan tangan Rawphine saling dihantamkan dengan keras. “Yosha! Kalau kalian berdua ikut, aku jadi bersemangat! Aku bersumpah akan mengalahkan kalian bertiga!” Sambil mengucapakannya kalimat itu, Rawphine mengarahkan jari telunjuknya ke mereka.
Erthys menoleh kearahku lagi. “H-hikaru! Jangan diam saja, tolong bantu aku menghentikan mereka!”
Sebelum aku mencoba melarai. Tiba-tiba saja Rephion memulai merapalkan sihir pernyataan Megami no Sensou…
[Release, sigillum deam activated… Ortus qui princeps iustitia advenit. Terra, sine fine, apud inanis, quod… q-quod, q-quod?]
“Creatum,” bisik Aris pelan di dekat telinga Rephion, mengingatkan rapalan pada bait terakhir.
“A-aku tahu! Diamlah!!” Rephion membentak marah.
“Tidak usah membentak juga! Aku cuma mengingatkan, tahu!” Menyampingkan wajahnya kesal, sambil berpikir ingin membalasnya suatu saat nanti.
[Quod… creatum!]
Hingga jarum jam berbunyi 3x… Tik, tik, tik…
“E-ehh?!” Rephion terkejut karena tidak terjadi apa-apa. Pembukaan segel dan pernyataan battle gagal dilakukan. “Kok gagal sih!”
“Baru pertama kali aku melihat seorang Dewi lupa dengan sihir Megami no Sensou. Dasar bodoh! Dewi gadungan!” Dibentak balik sama Aris, karena masih memendam kekesalannya terhadap perkataan Rephion tadi. Dan yang Aris lakukan pun berhasil membuat Rephion merasa tersinggung dan malu.
Wajahnya memerah tak karuan. “A-a-aku hanya lupa! Dan jangan memanggilku Dewi gadungan!” Kemudian diteruskan dengan melemparkan sindiran balik kearahnya. “Hmph! Mana ada, anak kelas dua SMA tidak bisa membedakan mana kuncing dan kelinci, dasar bodoh! Makanya belajar biologi!”
“Apa katamu!”
“Memang benarkan, kau tidak bisa membedakan hewan.”
“K-kau, kau…” Aris tak tahu yang ingin dikatakannya untuk membalas. Soalnya Rephion terlalu sempurna dimatanya. “Dasar aneh!”
“Hah! Kau yang lebih aneh!”
Dan begitulah, pertengkaran mereka pun dimulai lagi antara kakak adik dan sesama rival, ya sekaligus melupakan tujuan mereka yang ingin melakukan Megami no Sensou pada Rawphine. Dan kami sendiri malah keasikkan menonton pertengkaran mereka secara tidak sadar, entahlah, seru mungkin.
Namun, disisi lain, karena pertengkaran itu juga, aku dan yang lainnya sampai tidak menyadari sesuatu yang tidak wajar di sekitar sini.
Ada seseorang yang tengah merapalkan sihir Megami no Sensou secara diam-diam…
[Release, sigillum dark… Ortus terra quod, sine fine, darkness...Creatum!]
Tempat pertarungan yang tercipta dari perapalan yang berbeda dari Megami no Sensou yang kukenal, membuat ruang dan waktu terasa menyempit, dan bahkan kami kesulitan untuk bernapas di tempat ini.
Dalam pertarungan kali ini berlangsung sangat lama, melebihi batas stamina kami. Sebagian dari kelompok kami pun juga tidak bisa bertarung lagi, mereka pingsan karena kehabisan magic point.
Kami di ambang kekalahan telak oleh mereka yang menghajar habis-habisan tanpa memikirkan pertahanan mereka sendiri. Jelas mereka berani mengambil tindakan seceroboh itu, ya karena kami semua yang bertahan sudah sangat kewalahan saat berhadapan dengan Dewi yang berubah fraksinya begitu saja dan kami juga masih harus melawan ketiga Iblis yang merepotkan itu.
Tapi sebenarnya bukan itu masalahnya, bukan karena Iblis yang sombong disana.
Kenyataan sesungguhnya adalah kami harus melawan teman kami sendiri yang sudah berubah fraksinya itu, itulah mengapa kami tidak sanggup membalikkan situasi ini.
Dari awal mula pertarungan, kami memakai mode menyerang untuk menyadarkannya, namun strategi itu pun ternyata tidak berhasil dilakukan hingga sampai kami kelelahan, dan strategi pun aku rubah ke mode bertahan.
Detik-detik dimana kewaspadaan mereka berdua lengah. Serangan dari titik buta tiba-tiba datang menyerang bagian belakang kami…
‘Andai… Erthys dan Rawphine bisa membantu kami, walaupun hanya sekali saja, mungkin, mungkin aku… bisa membuat rencana terakhir kami ini berhasil dilakukan…’
Sraaaattt!!!
“Huuaaghh…!”
“Hikaru!!!” Teriakkan keras bergema kencang, sembari menjatuhkan tameng di lengan kiri Rephion mulai berlari menghampiri tubuh Hikaru yang sudah tergeletak di atas tanah, bersimpah darah dari luka yang menembus tubuhnya. “Kumohon, kumohon, jangan mati… Hikaru!” Dibawah pangkuan Rephion. Setetes demi setetes air berjatuhan dari matanya, secara terus menerus menetes hingga membasahi wajah Hikaru.
Sekujur tubuh Aris melemas dengan sendirinya, kemudian bersamaan itu Aris menjatuhkan dirinya dan tertahan oleh kedua lututnya. Tombak serta pertahanannya ikut dilepaskan. “Hi..hikaru… maaf…” Butiran-butiran air terbentuk di matanya yang terlihat berkaca-kaca, lalu bergelinang di antara pipinya. “Maaf…”
Janji… jari kelingking… tidak dapat ditepati.
Seseorang yang sangat, sangat, sangat disayangi oleh kelima Dewi itu… baru saja… mengalami yang namanya… “Kematian!”
Jika kalian (pembaca) penasaran ingin melihat wujud karakter dalam cerita ini, silahkan mampi di akun wattpad saya yang bernama...
Comment on chapter Prolog@Rissha28
Atau kalo gak ketemu juga, bisa kalian ketik judul cerita ini, maka akan keluar pencariannya. Sekian dan terima kasih...