Read More >>"> Kala Saka Menyapa (Tipe Mahasiswa Kurang Ajar) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Kala Saka Menyapa
MENU
About Us  

Perpisahan adalah kisah sedih berlimpah air mata. Setidaknya mungkin itu yang dipikirkan mereka- mahasiswa di kampusku.

Puluhan pasang mata tak semata menitikan, mereka hujan air mata sejadinya. Ada yang sampai nangis kejer hingga kantung di bawah mata bergelembung bengkak.

Astaga, lebay kan? Saka bukan mau meninggalkan alam dunia! Logikanya jika ingin bertemu masih bisa ditemui di belahan bumi tertentu kok.

"Lo gak ikutan nangis kayak mereka, Ra?" selidik Sisca mengelap-ngelap sudut matanya. "Gue aja sedih tapi sayang nanti lumer lagi maskara gue kalo ikutan nangis."

Aku melirik malas arahnya. "Terlalu nista ngeluarin air mata buat hal gak jelas gitu."

"Saka bakal out dari kampus, gak akan ngajar kita lagi. Itu jelas-jelas menyesakkan, terlebih buat para jomblowati yang ngarepin doi." jelas Sisca.

"Ngecengin di lain tempat kan bisa. Gak usah ribet, katanya fans harusnya tahu dong tempat nongkrong Saka." entengku berpendapat.

Sisca tidak lagi bermain tissu, air matanya mendadak kering. "Alah, kayak lo nya ikhlas aja."

"Maksud lo?" semprotku. "Ya, ikhlas pasti gue mah. Bodo amat malah."

"Eh dodol," greget Sisca menoyor pelan kepalaku. "Cuma istri gak waras yang ikhlas suaminya dikerumuni cewek-cewek!"

"Dan lo berarti masuk di dalamnya. Istri gak waras alias sengklek!" lanjutnya seraya menggerakan telunjuk ke bawah tepat di pelipis kirinya.

Sebagai jawaban mataku membundar otomatis. Dasar Sisca si wanita bar-bar, mulutnya selalu lepas kontrol. Tekanan suaranya juga tinggi macam aku orang budek saja.

Tidak tersinggung sih, hanya saja lihat dong reaksi orang sekitar yang mendengar baik sengaja atau kebetulan.

Mereka saling adu tatap, melempar asumsi masing-masing sebelum memberanikan bertanya.

"Loh, lo udah nikah lagi?" itu pertanyaan dari orang yang kebetulan mendengar percakapan, si Kubil namanya.

"Lo sama Pak Saka?" melongo Sekar si gadis berkedudukan dekat Sisca. Ya, mereka rata-rata teman sekelasku. "Gue gak salah denger kan?"

"Jelas salah denger lah. Makanya jangan banyak nyumpal tuh telinga pake earphone." kataku menunjuk earphone di lehernya.

"Langsung ngantri salaman kuy. Udah longgar tuh." ajak Sisca sedikit membantuku berkilah.

Semacam halal bihalal begitu. Khusus untuk Saka Draka Emerladie perpisahannya dibuatkan panggung dan tenda. Rangkaian acaranya berupa sambutan dan pemutaran kenangan Saka di kampus.

Sama sekali tidak ada fotoku dalam album kenangan tersebut, Sisca sih ada pas acara kegiatan keorganisasian.

Coba ada Chelsea. Gue suruh pelototin tuh slide album kenangan Saka. Gue dari dulu emang enggak deket sama pacarnya itu.

"Sedih deh Pak. Kenapa harus buru-buru ninggalin kampus sih? Gak bisa gitu nunggu angkatan kita wisuda dulu." ungkap Sisca lebay saat bersalaman.

"Ah, ini momennya kayak di pelaminan sih. Kita ngantri salaman ke Bapak yang posisinya ada di panggung mini." ngelantur Kubil. "Terus yang udah salaman langsung keluar panggung lagi. Persis kalo gue kondangan nyalamin penganten kan gitu."

"Iya nih Pak tinggal cari pendamping aja kalo gitu." genit Sekar sambil mempertahankan jabat tangannya.

"Gue laki sih, gak doyan. Tapi kalo mau buka pendaftaran cari pendamping boleh lah Pak kabar-kabari bakal adek saya." sembur Kubil yang belum turun juga dari panggung, sementara Sisca sudah duluan, entah hilang kemana.

"Iya saya juga mau. Nanti kabari ya Pak, formulirnya dibeli juga gak papa. " ungkap Sekar lagi. Tangannya masih betah menaut.

Saka terkekeh. "Kalian ada-ada saja. Saya udah ada calon jadi gak bakal buka pendaftaran."

Saka melirik padaku saat mengatakan calon. Dan sungguh itu menyebalkan, dia terkesan memberi kode, sengaja ingin go-public.

Giliran aku bersalaman. Di belakang masih ada antrian pendek, aku ingin menyegerakan saja. Salaman ekspres.

Tapi disela salaman tersebut, Saka menyelipkan kunci mobil. Apa-apaan tuh? Badannya juga sedikit condong ke arahku, membisikan sesuatu.

"Tunggu di mobil. Sebentar lagi kelar kok, kita pulang bareng." bisiknya.

"Tida,,,," ujarku terpotong saat tangan kiriku menemukan kekosongan di kantung blezzer.

Sial, kunci mobil gue kebawa Sisca pasti.

"Sisca udah saya suruh pulang duluan." terangnya.

.

.

.

***

Aku keliru. Dibanding mereka para mahasiswa yang juga karyawan, keluhku pada rasa capek tidak lah ada apa-apanya.

Saat aku yang hanya seorang mahasiswa selalu sibuk berkeluh kesah, lalu bagaimana dengan mereka? Pagi kuliah, malam kerja atau sebaliknya. Letih bukan main pasti.

Barangkali kondisinya sebelas duabelas seperti yang ku rasa malam ini. Badan terasa remuk, tulang dan persendian merontok. Habis sudah nafsu makan, bawaannya ingin terlentang merebah sesegera mungkin.

"Bib, ih baru jam 8 masa udah mau tidur?" rengek Same menggerak-gerakan tubuh terlentangku. "Ajarin Same PR dulu."

Aku menggeliat malas. "Duh, Same kan ada Oma sama Opa. Minta ajarin mereka saja."

"Ya ampun Bib sebentar aja." paksanya.

"Males ah. Capek!" jujurku.

Same terdiam, dia sepertinya mengerti. Detik kemudian kata-katanya terajut lagi. "Bib, telpon papap aja kalo gitu. Siapa tahu bisa ajarin Same."

Kantukku menghilang bahkan kelopak mata ini mendadak susah tertutup lagi. "Papap?"

"Iya, papap. Selama ini Bibub gak pernah telponan sama papap, kenapa Bib? Gak mungkin papah gak punya hp." analisanya. "Zaman sekarang udah canggih. Same aja punya tablet yang bisa pake telponan."

"Pulsanya mahal Same kalo ke luar negeri." alasanku berharap dia memaklumi.

"Benar Bib karena pulsanya mahal?" tanyanya yang ku angguki mantap. "Bukan karena Bibub sama papap udah cerai kan? Bibub atau papah enggak selingkuh kan?"

Kosa kata ajaib lagi. Anak kelas satu SD bahasannya selingkuh, belum pantas rasanya. Buah dari drama yang ditontonnya pasti.

Setelah badanku tersandar di kepala ranjang, aku refleks menggeleng demi menyangkalnya.

Dan dia menanggapi begitu datar. Entah apa yang dipikirkan anak itu, dia lantas pergi terberit dari kamar seperti tidak percaya pada pengakuanku.

"Bib!!!" teriaknya tak lama setelah keluar dari kamar.

Agak tersentak aku turun dari ranjang, takut dia terjatuh atau terguling di tangga. Beruntung itu hanya asumsiku.

Dengan riangnya dia kembali mendekatiku. Yang membingungkan dia memamerkan celengan ayam kesayangannya.

Prang!!!

Tak tanggung Same ikut memamerkan isinya. Banyak recehan sisa uang jajan terpencar di lantai. Ada juga uang kertas perpaduan warna ungu, hijau, biru dan merah.

"Bib, segini cukup kan buat beli pulsa hubungin papap?" katanya menyerahkan kumpulan uang setelah dipungutinya.

"Plis Bib, cuma telpon kok. Tujuh tahun Bib, Same gak ketemu papap. Jangankan ketemu, denger suaranya aja belum pernah." lirihnya dengan mata sudah berkaca-kaca.

"Same rindu papap, Bib." kali ini tangisnya pecah. Dia mengulur uangnya lagi. "Bib terima ya, telpon Papap plis Same mohon."

Kata ibu, aku ini terlalu cuek untuk jadi seorang ibu. Same sering kali aku judesi, bersikap acuh tak acuh seakan tak peduli. Tapi sumpah alasannya bukan karena aku tidak sayang pada Same. Hanya saja aku belum sedewasa itu.

Aku tulus merengkuhnya, mengusap punggungnya perlahan. Tidak tega, sebelumnya Same tidak pernah menangis sedalam ini. Isak tangisnya kali ini tak terhankan begitu menyayat.

"Bib, ayok telpon papap." desaknya. "Beli pulsanya dulu. Ini uangnya."

"Tidak usah Same. Simpen aja uangnya." kalimat penolakan menggema.

Ibu pelakunya, beliau masuk mengambil alih tubuh mungil Same. Dipeluknya erat, diusap-usap sampai diciumi dalam. Air mata ibu sempat menetes sebelum dihapus cepat.

Sementara ibu sibuk mencurahkan kasih dan sayangnya, aku malah pusing memikirkan permintaan Same. Nomor Saka saja tidak punya.

Dia memang dosenku tapi aku tidak menyimpan nomornya, tipe mahasiswa kurang ajar memang.

"Ini papap udah telpon ke Oma. Say Hello to Papa, Nak." ujar ibu menyodorkan ponsel yang sedari tadi digenggamnya.

Hah kok Ibu punya nomor Saka? Dari tadi berarti sudah tersambung? 

How do you feel about this chapter?

0 0 1 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
IZIN
2680      977     1     
Romance
Takdir, adalah sesuatu yang tidak dapat ditentukan atau disalahkan oleh manusia. Saat semua telah saling menemukan dan mencoba bertahan justru runtuh oleh kenyataan. Apakah sebuah perizinan dapat menguatkan mereka? atau justru hanya sebagai alasan untuk dapat saling merelakan?
After School
1432      853     0     
Romance
Janelendra (Janel) bukanlah cowok populer di zaman SMA, dulu, di era 90an. Dia hanya cowok medioker yang bergabung dengan geng populer di sekolah. Soal urusan cinta pun dia bukan ahlinya. Dia sulit sekali mengungkapkan cinta pada cewek yang dia suka. Lalu momen jatuh cinta yang mengubah hidup itu tiba. Di hari pertama sekolah, di tahun ajaran baru 1996/1997, Janel berkenalan dengan Lovi, sang...
Pillars of Heaven
2643      836     2     
Fantasy
There were five Pillars, built upon five sealed demons. The demons enticed the guardians of the Pillars by granting them Otherworldly gifts. One was bestowed ethereal beauty. One incomparable wit. One matchless strength. One infinite wealth. And one the sight to the future. Those gifts were the door that unleashed Evil into the World. And now, Fate is upon the guardians' descendants, whose gifts ...
Aditya
1191      491     5     
Romance
Matahari yang tak ternilai. Begitulah Aditya Anarghya mengartikan namanya dan mengenalkannya pada Ayunda Wulandari, Rembulan yang Cantik. Saking tak ternilainya sampai Ayunda ingin sekali menghempaskan Aditya si kerdus itu. Tapi berbagai alasan menguatkan niat Aditya untuk berada di samping Ayunda. "Bulan memantulkan cahaya dari matahari, jadi kalau matahari ngga ada bulan ngga akan bersi...
Be Yours.
2071      1129     4     
Romance
Kekalahan Clarin membuatnya terpaksa mengikuti ekstrakurikuler cheerleader. Ia harus membagi waktu antara ekstrakurikuler atletik dan cheerleader. Belum lagi masalah dadanya yang terkadang sakit secara mendadak saat ia melakukan banyak kegiatan berat dan melelahkan. Namun demi impian Atlas, ia rela melakukan apa saja asal sahabatnya itu bahagia dan berhasil mewujudkan mimpi. Tetapi semakin lama, ...
Kejutan
401      208     3     
Short Story
Cerita ini didedikasikan untuk lomba tinlit x loka media
Vandersil : Pembalasan Yang Tertunda
337      243     1     
Short Story
Ketika cinta telah membutakan seseorang hingga hatinya telah tertutup oleh kegelapan dan kebencian. Hanya karena ia tidak bisa mengikhlaskan seseorang yang amat ia sayangi, tetapi orang itu tidak membalas seperti yang diharapkannya, dan menganggapnya sebatas sahabat. Kehadiran orang baru di pertemanan mereka membuat dirinya berubah. Hingga mautlah yang memutuskan, akan seperti apa akhirnya. Ap...
NAZHA
401      301     1     
Fan Fiction
Sebuah pertemuan itu tidak ada yang namanya kebetulan. Semuanya pasti punya jalan cerita. Begitu juga dengan ku. Sang rembulan yang merindukan matahari. Bagai hitam dan putih yang tidak bisa menyatu tetapi saling melengkapi. andai waktu bisa ku putar ulang, sebenarnya aku tidak ingin pertemuan kita ini terjadi --nazha
Bimbang (Segera Terbit / Open PO)
4010      1549     1     
Romance
Namanya Elisa saat ini ia sedang menempuh pendidikan S1 Ekonomi di salah satu perguruan tinggi di Bandung Dia merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara dalam keluarganya Tetapi walaupun dia anak terakhir dia bukan tipe anak yang manja trust me Dia cukup mandiri dalam mengurus dirinya dan kehidupannya sendiri mungkin karena sudah terbiasa jauh dari orang tua dan keluarganya sejak kecil juga ja...
Awal Akhir
664      414     0     
Short Story
Tentang pilihan, antara meninggalkan cinta selamanya, atau meninggalkan untuk kembali pada cinta.