Aku mengajak sahabat-sahabatku ke kampus dan mengenalkan mereka pada Lara, Bang Beno, Bang Aron dan juga Bang Alca. Kalau Bang Elang nggak usah dikenalkan lagi, lihat tuh mereka langsung lupa kalau ini bukan di sekolahan SMU kami lagi. Aku tersenyum melihat tingkah mereka. Mmm... Bang Elang kelihatan masih suka Aldora, dia suka ngelirik Aldora tuh...
“Hei dari mana aja beberapa hari ini?” tanya Bang Alca, aku menoleh pada Bang Alca.
“Eh..bang...” ucapku sadar Bang Alca duduk di sampingku.
“Mmm... jalan ke kampungnya Nenek Adonia...” jawabku, Aku dan Bang Alca duduk sedikit jauh dari mereka. Kami duduk di depan ruang perkuliahan yang kosong.
“O.. asyik donk, nggak ajak-ajak...” ucapnya aku senyum kalau ajak kamu aku bisa makin terpikat dong sama kamu.
“Besok aku berangkat...” ucap Bang Alca, dadaku berdesir halus.
“Oh...” ucapku datar...padahal hatiku berguncang hebat. Besok? Jadi ini pertemuan terakhir...
“Kamu bisa datang ke bandara?” tanyanya, bagaimana aku bisa melihat kepergianmu.
“Mmm... sepertinya nggak bisa, aku ada acara dengan teman-teman...” ucapku sambil tertunduk. Bagaimana bisa aku melihat kepergianmu... Sebenarnya acara dengan teman-teman sih bisa di undur tapi aku memang nggak ingin melihatmu pergi.
“O ya...” ucapnya
“Semoga sukses di sana ya Bang...” ucapku.
“Terima kasih, kamu juga sukses di sini ya...” ucapnya, aku mengangguk sulit untuk bicara.
“Jangan suka melamun sendiri di taman ya...” ucapnya aku tersenyum
“Hmmm...” gumamku.
“Teman-temanmu tepat seperti apa yang kamu dan Elang bicarakan. Makhluk-makhluk cantik yang memberi kehangatan. Aku bisa rasakan kehangatan persahabatan saat ini. Terutama karena ada kamu di antara mereka.” ucapnya aku menaikkan wajahku dan menoleh padanya. Dia sedang melihatku. Sesaat mata kami saling menatap, sepertinya ada banyak hal yang ingin dikatakan...
“Hei...kalian berdua...” suara Bang Elang menyadarkan kami, aku langsung mengalihkan pandanganku ke Bang Elang begitu juga Bang Alca.
“Ayo ke Caffe Gold, hitung-hitung perpisahan dengan Alca yang berangkat besok...” ucap Bang Elang. Ku lihat Aldora, Adonia dan Meckha kaget, mereka saling pandang. Lalu...
“Iya..ayo, meski kami juga baru kenal kan nggak apa-apa buat perpisahan..” ucap Adonia.
“Oke ayo kita berangkat...” ucap Bang Beno, lalu kami bergerak ke Caffe Gold. Aku ngak bisa lagi menikmati moment ini. Pikiranku bercampur aduk... Aku melihat wajahmu yang ceria saat teman-teman membuat acara dan menyampaikan kata-kata perpisahan. Ini adalah pilihan hidupmu... Aku bahagia melihatmu bahagia tapi aku juga sakit saat menyadari tak sampai 24 jam lagi kita akan menikmati kebersamaan ini. Setelah teman-teman puas mengobrol akhirnya kami pulang. Kali ini aku tidak diantar Bang Alca karena Aldora membawa mobil dan kami pulang bareng. Sepanjang jalan pulang kami hanya saling diam, teman-teman mungkin mengerti apa yang ku rasakan. Sesampainya di rumahku mereka tidak langsung pulang, kami berkumpul di kamarku. Aku hanya diam, lalu Adonia mendekatiku dan memelukku dan yang lain ikut juga memelukku. Aku menangis dalam pelukan ketiga sahabatku. Mereka juga menangis. Terima kasih sahabat-sahabatku telah mengerti hatiku dan ikut menangis bersamaku...
Pagi ini aku sudah bersiap mau pergi dengan ketiga sahabatku, aku duduk di depan meja belajarku. Aku teringat Bang Alca. Aku tak mampu melukiskan hatiku...apakah aku marah...sedih...atau bahagia... Dan akhirnya aku hanya diam dalam ketidakmengertianku...dan mencoba menghentikanmu bermain-main di pikiranku...
Ketiga sahabatku akhirnya tiba di rumahku, kami lalu pergi jalan. Seharian bersama mereka menyenangkan tapi tetap saja keberangkatan Bang Alca sore ini mengusik pikiranku. Kami di parkiran mall...
“Ayolah Cher..., kalau kamu ingin mengantarnya antar aja...” ucap Meckha, aku menggeleng.
“Ini untuk terakhir kali loh Cher...” ucap Aldora di sisiku
“Ya udah kita kesana aja...” ucap Adonia.
”Iya...” ucap Meckha...
“Iya Cher?” si lembut Aldora bertanya lagi padaku..., aku akhirnya mengangguk.
“Hore...” ucap Adonia dan Meckha...
“Let's go...” ucap Meckha, aku senyum dengan tingkah ketiga sahabatku ini.
“Oke.” aldora lalu menghidupkan mesin mobilnya lalu melaju menuju air port. Kami tiba di air port... Tapi aku enggan untuk turun.
“Cher...” ucap Aldora, aku menggeleng...
“Maaf teman-teman aku nggak sanggup...” ucapku air mataku menetes. Teman-teman hanya diam, sesaat hening menyelimuti suasana mobil yang tadi ceria. Dan akhirnya aku dan teman-teman hanya sampai di parkiran air port tanpa menemui Bang Alca untuk terakhir kalinya. Suara pesawat terbang membelah langit, mungkin itu pesawat yang membawanya pergi.. Aku membuka pintu mobil dan turun dari mobil. Berdiri di sisi mobil sambil melihat ke langit di mana pesawat itu terbang..
“Hari beranjak malam...
Angin berhembus perlahan menyapu jalanan
Daun-daun terbang perlahan mengikuti hembusan angin
Daun-daun pepohonan bergoyang lembut mengikuti irama angin
Suara binatang malam mulai perdengarkan suaranya
Disertai burung yang terbang kembali pulang ke sarangnya
Ku berdiri menatap langit...
Seakan ingin menahannya ‘tuk tetap biru
Sehingga hatiku pun sebiru warnamu...
Tapi tak ada yang bisa menahan perjalanan waktu...
Ku menatap langit sore ini dengan hati nelangsa
Selamat beranjak malam langit
Seperti kekasih hatiku yang beranjak pergi...”
Dan masa ini pun berlalu... Aku melanjutkan hidupku tanpa kamu ada di sisiku. Hari-hariku di kampus terasa berbeda tapi aku coba beradaptasi tanpamu. Satu persatu orang terdekat pergi, Bang Elang juga akhirnya wisuda. Dan akan menyusul Bang Aron dan Bang Beno. Bang Anggara setelah wisuda tidak pernah ku temui lagi. Bang Elang kemarin mengatakan padaku, kalau Bang Anggara menitip surat padaku. Saat membacanya aku kaget, ternyata Bang Anggara tahu kalau aku suka Bang Alca. Katanya dia sempat simpatik padaku tapi karena tahu aku suka Bang Alca dia mengundurkan diri dari kisah ini katanya. Dan pesan spesialnya padaku : Kenapa kita selalu mudah mengatakan hal-hal tidak baik atau hal-hal yang menyakitkan hati tapi sulit mengatakan hal yang baik seperti mengatakankan cinta...* Aku nggak menyangka bang anggara mengerti hatiku. Padahal dia begitu cuek. Hah..., aku menatap langit biru. Aku sedang duduk di tepi kolam dan menatap langit seperti yang pernah kami lakukan dengan Bang Alca.
“Perubahan berjalan perlahan tapi pasti...
Seperti orang-orang yang satu persatu pergi meninggalkan jejak-jejak langkah mereka pada orang-orang yang di tinggal..
Jarum jam berputar detik demi detik...menit demi menit...jam demi jam... Tiada henti...
Seperti silih bergantinya orang datang dan pergi...
Tak ada yang menetap dalam keabadian...
Dan aku...masih disini...”
*****
______________________________________________
* Perkataan dari seseorang yang ku kenal.