Read More >>"> Warna Rasa (Kamu dimana?) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Warna Rasa
MENU
About Us  

Keesokan harinya benar saja. Pagi-pagi sekali Dido memberi kabar bahwa sepulang sekolah nanti mereka harus ke kecamatan untuk mendukung Ika yang sedang mengikuti seleksi untuk menjadi anggota paskibra kota. Deni mengatakan bahwa dirinya tidak bisa.

                “Aku ada coaching soal olim siang ini”

                “Masa sih? bukannya coaching kalian setiap hari Jumat ya?” tanya Dido.

                “Iya, ada yang mengubah jadwal coaching semalamam” Setelah tau kondisi hari ini menjadi hari yang tidak nyaman bagi Deni, ia segera mengusulkan jadwal coaching latihan soal-soal olimpiade lebih intens lagi berhubung hari seleksi sudah semakin dekat. Itu adalah salah satu cara agar Deni punya alasan untuk menolak kegiatan hari ini. lagi pula hubungannya dengan Rahma pun masih belum baik. Deni tidak ingin memperburuk keadaan sehingga semuanya semakin terlihat “Kamu pergi hanya dengan Rahma tidak apa-apa kan?”               

                “Ya tidak apa-apa sih Den. Hanya saja ya tidak seru kalau kamu tidak ikut”

                “Mau bagaimana lagi kan Do”

                Dido akhirnya memaklumi. Sesama peserta seleksi, Dido memahami posisi Deni karena walaubagaimana pun seleksi ini menjadi sesuatu yang penting bagi mereka berdua.

                Dido bertemu dengan Rahma di parkiran sekolah. Setelah menceritakan bahwa Deni tidak bisa ikut, tanpa ba bi bu lagi mereka langsung menuju kecamatan tempat seleksi Ika. Rahma tahu alasan Deni yang sebenarnya, jika begitu alasan yang disampaikan Dido itu artinya Deni masih belum menceritakan bagian kehidupannya kepada Dido. Hari ini pun Rahma tidak bertemu Deni baik pagi atau pas jam istirahat. Selain karena mereka berbeda kelas, Rahma butuh menghindar sedikit saja untuk menengkan diri. Rahma sadar mungkin dirinya terkesan memaksa Deni agar segera sadar padahal ia tahu tidak semudah itu prosesnya. Mungkin Deni butuh waktu dan Rahma harus pelan-pelan agar Deni mau membuka mata hatinya, menyurutkan dendamnya.

                Sebenarnya Rahma sedih ketika tahu Deni yang berusaha mati-matian latihan memanah, terluka berkali-kali karena kena tonjok pada saat latihan karate, latihan lebih lama dari anggota yang lainnya hingga badannya sakit-sakit, dan itu ia lakukan semata-mata untuk mengumpulkan kekuatan agar bisa membalaskan dendam kematian kakaknya. Seandainya Deni mau membuka mata hati kecilnya, mungkin ia bisa memiliki alasan yang lebih mulia yang lebih Rahma sukai.

                “Ma, ko kamu melamun?” tegur Dido membuyarkan lamunan Rahma.

                “Ah tidak ko” Rahma tidak bisa menceritakan permasalahan yang sedang dihadapinya. Jika Deni masih belum percaya, Rahma masih punya kewajiban untuk merahasiakannya dari Dido.

                Rahma dan Dido datang tepat waktu. Ika sedang bersiap-siap dan sebentar lagi gilirannya untuk maju. Ika terlihat gagah dengan seragam putih-putih yang dikenakannya. Ia memangkas rambutnya sampai bahu. Dengan ramping tubuhnya dan tinggi yang semampai, pantas saja Ika menjadi idola semua orang.

                “Kamu cantik sekali, Ika” ucap Rahma memberi Ika semangat.

                “Aku dek-dekan nih” tanyanya seraya melepas topinya sebentar. Rahma dan Dido segera menghampiri Ika. “Deni tidak datang?” tanyanya. Sebisa mungkin ia bersuara dengan nada biasa walaupun sebenarnya ia sangat kecewa.

                “Iya, Deni ada coaching soal olim siang ini. Dia titip salam buat kamu. Katanya dia mendoakan dari jauh Ka” Dido mencoba menyenangkan hati Ika.

                “Iya, semoga sukses ya Ka” ucap Rahma seraya menggenggam tangan Rahma. Tangan Ika begitu dingin karena grogi.

                Mereka tidak bisa berlama-lama. Ika harus segera kembali ke tempatnya. Dido dan Rahma juga duduk di bangku penonton. Mereka menunggu penampilan Ika.

                “Ika dulunya paskibra ya?” tanya Dido.

                “Iya, waktu SMP dia anggota paskibra. Meskipun sekarang ia bukan paskibra lagi, ia tetap diminta oleh pelatihnya yang dulu untuk mendaftar. Jika dia lolos seleksi sampai tingkat nasional ia akan menjadi pengibar bendera di istana negara”

                “Keren ya. Apa sih kurangnya Ika dimata Deni, sudah cantik, pintar, anak OSIS tapi Deni masih saja dingin sama Ika. Deni.. Deni...” ucap Dido penuh dengan penyesalan. Rahma hanya bisa tersenyum kecil menanggapi ucapan Dido barusan. Sebenarnya Rahma setuju dengan apa yang Dido katakan barusan, namun itulah karakter hati. Sulit diubah dan dipaksakan. Telinga dapat disentuh dengan mulut, mata dapat disentuh dengan mata, kulit bisa disentuh dengan kulit.  Tetapi karena kita berbicara tentang kebaikan, yang bersinggungan dengan hati atau perasaan, maka hati lah yang bermain, dan hati hanya dapat disentuh dengan hati.

                Setelah selesai memberikan penampilan terbaik, Rahma dan Dido segera menghampiri Ika. Mereka terlihat puas dengan penampilan Ika barusan.

                “Penampilan kamu tadi bagus sekali. Juri-juri bahkan terkesima melihat aksimu tadi” ucap Rahma.

                “Iya bener, tadi itu keren sekali” kali ini Dido,

                “Terima kasih ya, kalian adalah orang-orang yang sangat baik untuk kehidupanku saat ini”

                Semuanya tersenyum dan merasa puas. Akhirnya Dido pamit untuk pulang lebih dulu, ia memiliki tugas yang harus segera ia lakukan, sedangkan Ika meminta waktu khusus untuk berbicara dengan Rahma jika tidak keberatan.

                “Tentu saja tidak”

                “Bagaimana kalau kita makan bersama? Kamu masih suka makanan ketoprak? Aku tahu tempat penjual ketoprak yang enak”

                “Boleh. Aku masih suka, sangat suka” kemudian mereka berpisah. Dido kembali ke mobilnya dan Rahma akan ikut dengan Ika bersama motor matic Ika.

                “Tapi aku ganti pakaian sebentar ya” ucap Ika. Tentu saja ia tidak akan berkeliaran kota dengan sepatu pantofel dan seragamnya yang serba putih ini. Rahma menunggu 15 menit lamanya hingga Ika kembali dengan pakaian yang lebih santai.

                “Yuk!” Ika menarik tangan Rahma. sebenarnya Rahma merasa grogi topik apa yang akan ia bahas. Apakah ini ada hubungannya dengan Deni? pikirnya dalam hati.

                Dalam perjalanan berangkat, Rahma lebih banyak diam. Ia menyibukkan diri dengan ponsel yang ia bawa. Sebenarnya ini hanyalah salah satu cara menghilangkan rasa groginya di hadapan Ika.    

                “Pak, ketopraknya 2 ya, tidak pedas” Ika memesan ketoprak untuk mereka berdua. Ia mempersilakan Rahma duduk. Mereka mencari tempat yang paling nyaman. Dekat jendela dan kipas angin karena suhu dalam ruangan terasa hangat.

                Rahma dan Ika duduk berhadap-hadapan. Rahma mempersiapkan diri menghadapi segala kemungkinan yang terjadi.

                “Jadi, apa yang ingin Ika bicarakan?” Rahma memberanikan diri membuka topik pembicaraan. Rahma memperhatikan Ika dengan seksama. Ika menarik napas panjang dan sama-sama bersiap-siap.

                “Rahma apakah kamu tahu saat ini Deni sedang dekat dengan siapa? Khususnya teman perempuan” Rahma terkejut mendengar pertanyaan yang dilontarkan Ika.

                “Hm.... setauku teman dekat Deni ya hanya kita. Kita bertiga. Tapi aku tidak tahu jelas masa lalu Deni. Kita dulunya beda SMP” ucap Rahma sambil tersenyum. Ia mencoba setenang mungkin. lagi pula menurutnya wajar kalau Ika bertanya seperti ini.

                “Aku merasa kalau Deni memperlakukanku dengan cara yang berbeda. Dia dingin, kaku, atau terkadang terlihat sinis kepadaku. Menurutmu bagaimana?” lanjut Ika.

                “Kalau menurutku, tidak seperti itu. Sikap Deni biasa saja. Sikapnya terhadapmu sama seperti kepada Dido, kepadaku” jawab Rahma sambil tersenyum memberi semangat. Ia berusaha setenang mungkin, bagaimanapun juga memang jelas terlihat bahwa perlakuan Deni kepada Ika berbeda. Hanya saja kali ini ia tidak bisa jujur pada Ika. Ia masih belum memiliki cara. Cara terbaik yang untuk semuanya. Penjelasan terbaik yang akan tetap memelihara persahabatannya.

                “Beda Ma, dia kalau sama kamu itu sangat perhatian, baik, ramah. Bahkan hal-hal kecil yang aku dan Dido tidak tahu, tapi Deni tahu” Ika mulai terlihat gusar. Rahma mencoba memahami perasaan Ika.

                “Ika, percayalah padaku, kamu berekspetasi lebih. Kamu juga berlebihan menanggapi sikap Deni. Dia baik ke semua orang. Kepadamu, Dido, dan aku dan teman-teman lainnya”

                “Begitu ya...?” Ika mengalihkan pandangannya ke bawah. Rahma berharap Ika tidak berpikir aneh-aneh lagi.

                “Kamu ini cantik, baik, pintar, aktivis, aku rasa itu modal yang cukup besar untuk menarik perhatian Deni. Percayalah!” Rahma meneguhkan hati Ika dengan menggenggam tangannya.

                Sebenarnya ada satu pertanyaan yang ingin Rahma lontarkan tentang kegusaran yang Ika rasakan saat ini. Namun Rahma belum siap mendengarkan jawaban yang tak ingin didengarnya. Walaupun dari mata Ika, Rahma bisa dapat jelas membaca itu. Sejak pertemuannya pertama kali pada saat latihan memanah, baru kali itu Rahma melihat mata Ika yang berbeda. Rahma sudah mengenal Ika dengan baik, sejak SMP Ika beberapa kali bercerita tentang para siswa yang mendekatinya. Tidak ada satu pun yang dapat menarik perhatian Ika. Tidak ada satupun yang sesuai dengan kriteria Ika, namun Deni adalah kandidat terbaik yang hampir sesuai dengan kriteria Ika.

                “Ma, tunggu” ucap Ika seraya mengamati wajah Rahma dengan posisi yang sangat dekat. Tangan Ika mengambil kacamata Rahma yang bulat dan besar. “Kamu cantik kalau begini”

                “Ika, yang benar saja. Aku tidak bisa melihat tanpa kacamataku” Rahma kembali mengambil kacamatanya dari tangan Ika.

                “Temani aku beli sesuatu di mall yuk!”

                “Boleh”

                Selesai makan ketoprak bersama, Ika membawa Rahma ke mall terdekat. Rahma senang Ika segera mengganti topik pembicaraan. Namun ia juga tak tahu apa yang akan Ika bahas selanjutnya.

                Sesampainya di mall, Ika mengajak Rahma ke salah satu kios optik yang berada di mall tersebut. Ika membisikkan sesuatu ke pemilik optik tersebut. Seorang bapak-bapak dengan usia sekitar 45 tahun. Bapak itu meminta Rahma duduk di suatu tempat.

                “Apa ini?”

                “Sudah ikut saja!” Ika tersenyum tulus pada Rahma. Demi menebus perasaannya yang tidak enak hati, Rahma tidak bisa menolak mengikuti instruksi bapak itu.

                Bapak itu melakukan pengecekan minus mata Rahma, kemudian setelah tahu, Ika memilihkan beberapa bentuk frame yang cocok dengan wajah cantik Rahma.

                “Coba yang ini Pak” ucap Ika memilih frame dengan bentuk yang lebih kecil dan sederhana. Ika memakaikannya pada Ika. “Hm.....” Ika berpikir sejenak. Kemudian ia memilihkan frame yang lain dan berganti 3 kali “Nah” ucapnya setelah menemukan frame yang benar-benar cocok dengan wajah Rahma. Kemudian Ika kembali membisikkan sesuatu kepada bapak itu. Ia meminta frame itu dibuat dalam warna coklat. Setelah itu mereka diminta menunggu sekitar 2 jam. Namun sembari menunggu, Ika mengajak Rahma ke toko buku yang berada di mall itu. Bagian inilah yang sangat Rahma sukai.

                Ika berjalan di sekitar majalah-majalah khususnya adalah kecantikan remaja sedangkan Rahma memilih-milih buku genre novel. Seperti biasa. Setelah 2 jam berkeliling, mereka kembali bertemu di kasir pembayaran. Rahma memboyong 2 novel dengan terbitan terbaru dari penulis yang ia dan Deni favoritkan. Sedangkan Ika membeli sebuah majalah kecantikan remaja dan sebuah novel yang sudah sangat lama ingin didapatkannya.

                Mereka kembali ke kios optik dan pesanan Ika sudah jadi.

                “sini kacamatamu”

                “Buat apa?” dengan ragu Rahma memberikan kacamatanya.

                “Pakai yang ini. Tolong diterima ya Rahma, gratis harga persahabatan”

                “Tapi ka.... Ini kan”

                “Ssst... Tidak ada tapi dan tapi. Ayolah, kita tidak boleh menolak hadiah dari sahabat kita. Itukan yang pernah kamu bilang padaku waktu dulu”

                “Ika....” Rahma memeluk Ika dengan pelukan hangat. Sejak dulu hingga sekarang Ika adalah orang baik. Salah satu orang terbaik yang ia kenal dalam hidupnya.

                “Janji ya besok dipakai. Aku akan sedih kalau kamu tidak memakainya besok” ucap Ika. Rahma mengangguk sambil tersenyum. Sekarang dengan kacamata yang dipilihkan Ika, wajah Rahma terlihat lebih ramping dan cantik, Frame yang kekinian dengan warna yang netral.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Junet in Book
2986      1110     7     
Humor
Makhluk yang biasa akrab dipanggil Junet ini punya banyak kisah absurd yang sering terjadi. Hanyalah sesosok manusia yang punya impian dan cita-cita dengan kisah hidup yang suka sedikit menyeleweng tetapi pas sasaran. -Notifikasi grup kelas- Gue kaget karena melihat banyak anak kelas yang ngelus pundak gue, sambil berkata, "Sabar ya Jun." Gue cek grup, mata gue langsung auto terbel...
Kamu, Histeria, & Logika
56334      6043     58     
Romance
Isabel adalah gadis paling sinis, unik, misterius sekaligus memesona yang pernah ditemui Abriel, remaja idealis yang bercita-cita jadi seorang komikus. Kadang, Isabel bisa berpenampilan layaknya seorang balerina, model nan modis hingga pelayat yang paling berduka. Adakalanya, ia tampak begitu sensitif, tapi di lain waktu ia bisa begitu kejam. Berkat perkenalannya dengan gadis itu, hidup Abriel...
Love Dribble
9652      1748     7     
Romance
"Ketika cinta bersemi di kala ketidakmungkinan". by. @Mella3710 "Jangan tinggalin gue lagi... gue capek ditinggalin terus. Ah, tapi, sama aja ya? Lo juga ninggalin gue ternyata..." -Clairetta. "Maaf, gue gak bisa jaga janji gue. Tapi, lo jangan tinggalin gue ya? Gue butuh lo..." -Gio. Ini kisah tentang cinta yang bertumbuh di tengah kemustahilan untuk mewuj...
Anything For You
2999      1207     4     
Humor
Pacar boleh cantik! Tapi kalau nyebelin, suka bikin susah, terus seenaknya! Mana betah coba? Tapi, semua ini Gue lakukan demi dia. Demi gadis yang sangat manis. Gue tahu bersamanya sulit dan mengesalkan, tapi akan lebih menderita lagi jika tidak bersamanya. "Edgar!!! Beliin susu." "Susu apa?' "Susu beruang!" "Tapi, kan kamu alergi susu sayang." &...
My Soul
139      104     1     
Fantasy
Apa aku terlihat lezat dimatamu? Meski begitu,jiwaku hanya milikku bukan untuk siapapun. ---- -Inaya- Jika dikira hidupku ini sangat sempurna dan menyenangkan,memiliki banyak teman,keluarga dan hidup enak,tidak semua benar,aku masih harus bersembunyi dari para Soul Hunter,aku masih harus berlari dari kejaran mereka setiap saat,aku juga harus kabur dari setiap kejadian yang melibatkan So...
Benang Merah, Cangkir Kopi, dan Setangan Leher
221      180     0     
Romance
Pernahkah kamu membaca sebuah kisah di mana seorang dosen merangkap menjadi dokter? Atau kisah dua orang sahabat yang saling cinta namun ternyata mereka berdua ialah adik kakak? Bosankah kalian dengan kisah seperti itu? Mungkin di awal, kalian akan merasa bahwa kisah ini sama seprti yang telah disebutkan di atas. Tapi maaf, banyak perbedaan yang terdapat di dalamnya. Hanin dan Salwa, dua ma...
Ręver
6049      1741     1     
Fan Fiction
You're invited to: Maison de rve Maison de rve Rumah mimpi. Semua orang punya impian, tetapi tidak semua orang berusaha untuk menggapainya. Di sini, adalah tempat yang berisi orang-orang yang punya banyak mimpi. Yang tidak hanya berangan tanpa bergerak. Di sini, kamu boleh menangis, kamu boleh terjatuh, tapi kamu tidak boleh diam. Karena diam berarti kalah. Kalah karena sudah melepas mi...
Enigma
1443      797     3     
Inspirational
Katanya, usaha tak pernah mengkhianati hasil. Katanya, setiap keberhasilan pasti melewati proses panjang. Katanya, pencapaian itu tak ada yang instant. Katanya, kesuksesan itu tak tampak dalam sekejap mata. Semua hanya karena katanya. Kata dia, kata mereka. Sebab karena katanya juga, Albina tak percaya bahwa sesulit apa pun langkah yang ia tapaki, sesukar apa jalan yang ia lewati, seterjal apa...
I'il Find You, LOVE
5645      1557     16     
Romance
Seharusnya tidak ada cinta dalam sebuah persahabatan. Dia hanya akan menjadi orang ketiga dan mengubah segalanya menjadi tidak sama.
NADA DAN NYAWA
13564      2568     2     
Inspirational
Inspirasi dari 4 pemuda. Mereka berjuang mengejar sebuah impian. Mereka adalah Nathan, Rahman, Vanno dan Rafael. Mereka yang berbeda karakter, umur dan asal. Impian mempertemukan mereka dalam ikatan sebuah persahabatan. Mereka berusaha menundukkan dunia, karena mereka tak ingin tunduk terhadap dunia. Rintangan demi rintangan mereka akan hadapi. Menurut mereka menyerah hanya untuk orang-orang yan...