Deni sadar tidak bisa selamanya ia berbaring di balik selimut. Dendam, amarah, dan kebenciannya terlalu besar untuk sekedar di simpan dalam hatinya. Rasanya ia hampir meledak dalam kesendirian, dalam kesepian. Semakin ia merasa sepi dan rindu, semakin membuncah rasa balas dendamnya. Gara-gara komplotan itu, Fajar harus kehilangan nyawa. Gara-gara komplotan itu, ia menjadi menderita seperti ini. Ia tak bisa berdiam diri. Ia harus membalaskan dendam kematian Fajar. Iya, Deni masih ingat dengan jelas orang-orang yang membuli kakaknya. Inilah salah satu alasan kenapa Deni ingin masuk SMA 1. Ia harus bisa membalas kematian Fajar. Harus.
Sejak masuk SMA 1, tentu saja Deni sangat mengenali wajah Gilang. Setiap kali melihat wajahnya, Deni akan langsung teringat dengan perlakuan kejam Gilang terhadap kakaknya. Hatinya langsung bergemuruh, emosi dan amarahnya langsung tersungut. Ia tidak bisa memaafkan Gilang. Orang yang telah membuat kakaknya meninggalkan dirinya selama-lamanya. Deni tahu dirinya masih belum memiliki cukup kekuatan untuk membalaskan dendamnya. Ia masih terlalu lemah jika ia gegabah, kejadian pada kakaknya bisa menimpa dirinya.
Satu minggu setelah menjalani ospek sekolah, belum ada perkembangan apapun dari Deni. ia pura-pura tak kenal Gilang setiap kali mereka berpapasan. Deni sendiri tak tahu apakah Gilang mengenali wajahnya atau tidak. Kali ini ia harus mengamati situasi terlebih dahulu. Ia tak ingin gagal.
“Kamu mau masuk ekskul apa Den?” tanya Dido seraya memasukkan seluruh buku ke dalam tasnya. Sejak masuk SMA, ia berteman baik dengan Dido. Teman sebangkunya. Di sekolah Deni hanya seorang siswa biasa saja. Ia tidak terlalu aktif ataupun terlihat cerdas. Deni lebih banyak menyembunyikan identitas. Ia tak ingin dikenal banyak orang. Nilainya tidak begitu buruk, bahkan mencapai diatas rata-rata, namun ketenaran bukanlah tujuan utama baginya.
“Aku mau ikut karate dan memanah. Kamu?” Deni bertanya balik.
“Aku masih bingung. Sepertinya karate dan memanah asik juga” Dido seperti menemukan ide. “Kita keliling ke sekret setiap organisasi yuk, barangkali saja menemukan hal yang menarik”
“Boleh” jawab Deni. Sejak Deni bertemu dengan Dido, Deni merasa menemukan seorang teman yang mulai berharga baginya. Sedikit banyak ia merasakan kecocokan ketika bergaul dengan Dido. Ia seperti memiliki visi dan misi yang sama. Sejak kehilangan kakaknya, Deni berubah menjadi pendiam. Jika sebelumnya ia merupakan siswa yang ceria, yang dikenal banyak orang bahkan cukup terkenal dikalangan siswi perempuan, kali ini Deni lebih banyak menutup diri. Ia tidak mudah menjadi akrab dengan orang lain. Hanya orang-orang tertentu. Ia juga tak menyukai lagi keramaian. Ia hanya ingin menyendiri atau bersama beberapa orang teman saja.
Deni dan Dido berjalan menelusuri lorong sekolah. Meskipun sudah ada demonstrasi kebolehan setiap ekskul tapi Dido masih belum puas. Ia ingin sekali lagi menyakinkan dirinya terkait ekskul yang akan diikutinya.
“Den, pencinta alam. Seru deh kayaknya” ucap Dido ketika mereka sampai di depan sekret pecinta alam.
“Iya, tapi aku tidak terlalu tertarik” jawab Deni seraya tersenyum ke arah Dido. Setelah beberapa pintu sekret yang mereka lalui, langkah keduanya terhenti ketika ia melihat seorang siswa kelas 11 yang sedang dibuli oleh Gilang dan kelompoknya. Deni dan Dido hanya melihat dari jauh, beberapa anak juga hanya bisa menonton. Jika ada yang berani membela pastilah ia akan menjadi sasaran berikutnya.
Gilang melemparkan tas siswa kelas 11 itu dan mengopernya ke salah satu anggota kelompoknya. Terus dan terus mengopernya. Siswa kelas 11 itu berusaha untuk menggapai tasnya, namun lemparan Gilang dan kelompoknya terlalu tinggi. Siswa kelas 11 menggunakan kacamata, melihatnya Deni jadi teringat pada kakaknya. Deni tak bisa membiarkan orang-orang lemah itu terus dibuli oleh Gilang, tapi apalah daya ia sendiri masih belum memiliki kekuatan.
Kacamata siswa itu terjatuh ke tanah, dengan gaya merunduk siswa itu pun meraba-raba tanah untuk mendapatkan kembali kacamatanya, namun anak buah Gilang justru menendang kacamata itu hingga terpental beberapa meter. Deni tak tahan lagi melihat itu, tubuhnya refleks ingin maju namun Dido menahannya.
“Jangan Den, sekalinya kamu terlibat kasus dengan mereka, mereka tidak akan pernah berhenti mengejar kamu. Belum waktunya” ucap Dido seolah mengerti perasaan Deni. Iya, Dido benar ini memang belum waktunya, tapi ia benar-benar tak tahan melihat pemandangan menyedihkan seperti itu. “Lebih baik kita pergi saja” Dido menepuk bahu Deni setelah puas berkeliling sekret. Kali ini ia sudah yakin ekskul mana yang akan ia pilih.
Dido mengajak Deni untuk makan siang di kantin sekolahnya. Pada jam seperti ini kantin memang sedang penuh. Jam istirahat kedua pukul 12.00 siang. Para siswa sudah memenuhi kantin. Bangku-bangku kantin sudah mulai penuh terisi, hanya tersisa beberapa bangku kosong. Sebagian orang sedang mengantri menunggu makanan yang sedang disiapkan, sebagian lagi sudah asik mengobrol dengan dengan sesama sembari makan siang.
Deni hanya memesan jus alpuket, baginya itu sudah cukup untuk mengisi perutnya yang tidak lapar. Sedangkan Dido memesan bakso yang terkenal enak di sekolahnya.
“Den, coba liat sebelah sana!” Dido menyenggol siku Deni yang sedang fokus meminum jus alpuketnya. Deni beralih pandang mengikuti pandangan Dido. Ia menunjuk ke arah seorang siswi kelas 10, cantik. Entah apa maksud Dido saat itu.
“Kenapa dengan dia?” tanya Deni sekedarnya saja. Untuk saat ini, Deni sedang tidak ingin memikirkan hal lain seperti pacaran atau apapun itu.
“Namanya Ika, dia siswi terbaik saat ospek angkatan kita. Cantik ya. Kamu tidak tahu Den?” ucap Dido.
“kamu naksir?” Deni malah balik bertanya. Ia tak peduli pertanyaan Dido.
“Tidak juga” Dido tak menyangka mata mereka berpandangan, rupanya Ika secara tidak sengaja sedang melihat ke arah mereka.
Deni sebenarnya sudah mengenal Ika bahkan dengan sangat baik. Ia tahu latar belakang keluarganya, tempat tinggalnya, saudara-saudaranya, orang tuanya, dan segala sesuatu tentang ika. Hanya saja semakin ia mengenal Ika, semakin melihat senyumnya, semakin muak Deni melihat wajahnya. Untuk saat ini cukup hanya dirinya yang tahu, ia masih tak membiarkan orang lain mengetahui segala kebenarannya. Hingga akan sampai pada waktunya.
Setiap periode tertentu kita akan memasuki episode baru. Orang-orang baru yang tuhan kenalkan kepada kita. Ada orang baik dan sebaliknya. Namun dalam setiap episode yang ditemui, carilah orang-orang hebat yang darinya kita akan belajar, belajar segala sesuatu yang baru yang belum pernah kita dapat sebelumnya. Hingga kemudian dalam setiap episode itu akan ada penaingkatan kualitas diri dan kenangan-kenangan yang akan indah untuk dikenang pada episode selanjutnya dan selanjutnya.