TIGA
Dua minggu sebelumnya.
“Dek,”
Seorang pria yang terkenal dengan labelnya sebagai Adelia Shabrina versi jantan itu menyembulkan kepalanya di sela-sela pintu kamar Adel yang baru saja ia buka.
“Hm?” Sahut Adel yang sama sekali tidak mengangkat kepalanya dari depan laptop.
“Ada yang nyariin tuh di bawah,” Tambah Eric Mahendra—si Adelia Shabrina versi jantan— kakak Adel yang usianya hanya terpaut tiga tahun.
“Siapa yang nyariin Adel, Kak?” Tanya Adel yang langsung mematikan laptopnya.
“Ada cowok lo itu di bawah, si Kentut hahaha.” Sahut Eric cepat, lalu menutup pintu kamar Adel.
Adel mendengus. Ia sangat ingin melempar bantal ke wajah Eric kalau saja kakaknya itu tidak menutup pintu kamarnya dengan cepat.
“Ish, orang namanya udah bagus Kenzo, malah diganti-ganti mulu deh!”
Setelah menutup laptopnya, Adel cepat-cepat turun ke ruang tamu untuk menemui Kenzo.
Adel dan Kenzo sudah menjalin hubungan sejak satu tahun yang lalu, namun memang baru tiga kali—dihitung dengan hari ini— Kenzo datang ke rumah Adel. Biasanya mereka kalau mau pergi berdua memang selalu janjian di tempat umum yang terdekat dari kampus Adel atau kampus Kenzo, mengingat Adel dan Kenzo kuliah di univeristas yang berbeda dan arah rumah mereka yang berlawanan.
Adel memberikan senyuman terbaiknya saat bola mata coklat milik Kenzo melihat ke arahnya. Kenzo pun membalas senyum hangat Adel dengan senyumannya.
Di mata Kenzo dan orang-orang lainnya, Adel adalah gadis yang cocok memakai pakaian apa saja. Kulit putih Jepang turunan dari ibunya membuat Adel terilhat manis walaupun hanya memakai daster sekali pun!
“Heiiii! Kok kamu ke sini gak ngabarin dulu sih?” Adel duduk berhadpaan dengan Kenzo. Mengantisipasi kalau pria itu akan memberikan kejutan.
“Tadi abis dari studio musiknya Ojan yang di komplek sebelah komplek rumah kamu, yaudah mampir deh.” Jawab Kenzo jujur.
Oke. Jadi tidak ada kejutan. Buyar sudah imajinasi Adel.
“Oh... kirain kenapa gitu...”
“Emang kamu kira apa? Aku mau ngasih kejutan gitu?” Tanya Kenzo geli melihat gadisnya salah tingkah sendiri.
“Eng....enggak kok! Bukan apa-apa! Aku ambilin kamu minum dulu deh ya! Kamu mau minum apa?” Tanya Adel untuk mengubah topik pembicaraan.
Namun, Kenzo tidak menjawab. Saat Adel baru saja mau melangkahkan kakinya, Kenzo menahan lengan gadis itu.
“Gak usah repot-repot. Kita jajan di luar aja, yuk?” Ajak Kenzo dan Adel langsung mengangguk menyetujui.
“Oke! Bentar ya, aku izin dulu sama Kak Eric ya. Soalnya Okaasan sama Papa juga lagi gak di rumah.”
“Siap. Aku tunggu di mobil ya. Salam juga buat Kak Eric.”
Adel mengangguk dan langsung melesat ke lantai dua untuk mencari keberadaan kakaknya dan mengambil tas selempangnya.
Setelah sukses mendapatkan izin dari Eric—walaupun Adel harus menyogok dengan iming-imingan Happy Meal-nya McDonald’s— Adel cepat-cepat mengahmpiri Kenzo yang sudah berada di dalam mobil All New Mazda6 berwarna merah metalik.
“Yuk jalan,” Kata Adel saat tubuhnya sudah menyentuh kursi di sebelah Kenzo.
Dengan sigap, Kenzo memakaikan sabuk pengaman untuk Adel dan membuat degup jantung gadis itu tidak karuan. Adel bahkan sampai menahan napas, takut Kenzo mendengar dentuman jantungnya yang super berisik itu.
“Kenapa?” Tanya Kenzo pelan. Wajah mereka sekarang hanya berjarak dua sentimeter.
“Eng.... enggak apa-apa! Hehehe. Yuk buruan jalan, aku laper!” Jawab Adel cepat agar wajah Kenzo menjauh dari wajahnya. Sungguh wajah tampan milik Kenzo sangat tidak baik bagi kesehatan jantung!
“Oke, oke. Kita cari Mekdi terdekat.” Sahut Kenzo, lalu mobil yang berplat nomor B 123 ZO itu melaju membelah kota Jakrta di malam Sabtu.
***
“So, tadi ke studio musiknya Ojan ngapain? Latihan?” Tanya Adel di sela-sela mengunyah ayamnya.
“Oh ya, kamu dua minggu lagi sibuk, ngga?” Tanya Kenzo sambil menyeruput minumannya.
Adel menggeleng.
“Jadi, baru banget aku dikabarin kalau band aku lulus audisi dan bisa manggung di acaranya anak hukum. Kamu bisa dateng?”
Adel terlihat berpikir. Namun dua detik kemudian ia mengangguk.
“Aku usahain ya. Aku ada kerja kelompok buat tugas UAS soalnya. Emangnya kamu manggung jam berapa?” Tanya Adel hati-hati. Takut menyakiti hati Kenzo.
“Iyaudah, kalau gak bisa juga gak apa-apa,” Sahut Kenzo dan nada suaranya terdengar bad mood.
“Yaaaah jangan ngambek dong, Ken…” Adel mengguncang pelan lengan pria di depannya itu. “Aku bilang kan aku usahain. Itu aku juga nanya kamu manggung jam berapa ngga jawab…” Kata Adel melanjutkan. Ia sungguh malas kalau Kenzo sudah mulai merajuk.
“Jam setengah 6 sebelum isoma maghrib. Ya.. pokoknya aku tunggu kamu.” Jawab Kenzo masih dengan ekspresi merajuknya.
Kalau sudah begini, Adel hanya bisa nyegir lebar dan tidak mau berkata apa pun. Takut salah ucap.
Setelah makan Adel dan Kenzo langsung mengantar Adel pulang tanpa embel-embel apa pun. Adel pun termasuk gadis yang tidak mau membawa pusing masalah dalam hubungan asmaranya.
Selama di perjalanan tadi Adel dan Kenzo juga saling diam. Adel hanya merasa pacarnya itu perlu waktu untuk memahami kesibukannya, karena ini bukan kali pertama Kenzo merajuk karena Adel sibuk. Biar bagaimana pun dalam sebuah hubungan itu memang tidak bisa lagi ada kata "gue gue-lo lo", tapi adanya kita. Jadi, Adel dan Kenzo harus saling memahami situasi dan kondisi pasangan mereka masing-masing.
Adel menghela napas panjang sebelum membuka pagar rumahnya dan berharap hubungannya dengan Kenzo akan baik-baik saja.