Loading...
Logo TinLit
Read Story - Horses For Courses
MENU
About Us  

HORSES FOR COURSES

Chapter 8 : Handle With It

Written by :

Adinda Amalia

 

Characters :

1. Yamaguchiya Arisa

2. Yamaguchiya Rafu

3. Lixeu

4. Gavin

5. Mosses

5. Daniel

6. Eric

7. Rocky

8. Manager

9. Hwannie

10. CEO Phyon Entertainmnent

11. Arisa's Staff

12. LAUDE's President

Nama tokoh akan diungkap satu per satu seiring dengan berjalannya cerita.

 

.

 

.

 

Selamat membaca~

 

Hembusan angin semilir pagi ini begitu bersahabat. Sinar matahari yang ramah bagaikan anak kecil yang memberi sapaan manis. Bahkan kicauan burung pun ikut menyempurnakan suasana yang begitu menenangkan hati. Sayangnya kebaikan alam kali ini tak bisa menembus pagar besi di hati kecil Arisa. Gadis itu marah, gadis itu kecewa, gadis itu muak.

 

Arisa menyantap sarapannya pun tanpa nafsu sedikitpun. Mungkin hanya sesuap atau dua suap, dan anak itu tak punya keinginan lagi untuk mengisi perutnya. Ponsel Arisa yang tergeletak di sebelah piringnya itu mendadak berbunyi. Layarnya yang menyala secara otomatis itu menampilkan sebuah panggilan masuk dari manager LURIOUS. Dengan berat hati, Arisa pun mengangkat panggilan tersebut. “Kenapa?”, nada Arisa bahkan sudah ketus di pembuka kalimatnya.

 

“Eee… Ini bukan masalah penting sih, jadi anda bisa menutup telepon saya jika anda sibuk”, ujar manager itu dengan pelan. Arisa menghela nafas panjang dan terdiam sejenak, “Cepet ngomong aja!”. “Begini, kalau boleh tau, kenapa anda memberikan kembali kendali LURIOUS kepada saya?”, tanya sang manager dengan nada pelan. Arisa terdiam sejenak, gadis itu tak langsung menjawab pertanyaan tersebut.

 

Hingga beberapa saat, barulah sang gadis angkat bicara, “Biarin, suka-suka gue”, ujarnya dengan cukup sinis. Manager itu sempat diam terpaku dengan jawaban Arisa. Namun tak lama, ia mulai bereaksi dengan kalimat Arisa barusan, “I… Iya, saya ngerti”, ucapnya seraya memberikan sebuah tawa kecil yang dipaksakan.

 

Tak berselang lama, manager itu kembali memberikan pertanyaan lain. “Oh iya, Nona Arisa, kenapa anda mengirim Gavin, Mosses, dan Rocky kembali ke Seoul?”, tanya sang manager tanpa ragu. Arisa terdiam kembali, ekspresinya menunjukkan bahwa keadaan hatinya semakin tidak mengenakkan. Dengan nada yang sangat ketus, Arisa pun menjawab pertanyaan itu, “Bukan urusan lu!”. Dan seketika, Arisa memutus panggilan suara itu. Ia menghela nafas panjang dan memegangi kepalanya dengan cukup erat. Otaknya seakan-akan mau pecah karena keadaan yang semakin dan semakin kacau.

 

Hari ini Arisa tak memiliki mood untuk melakukan apapun. Ia tak bekerja, ia tak belajar, ia tak berlatih bermain piano, ia tak melakukan apapun. Arisa hanya berdiam diri di rumah seraya berpindah-pindah posisi berkali-kali. Bahkan Hwannie sang asisten pribadinya yang datang ke rumahnya itu justru ia usir habis-habisan.

 

Dan sialnya, masih ada saja orang yang hendak menemuinya di harinya yang buruk ini. Arisa membuka pintu dengan berat. Ia terlihat begitu kaget ketika mendapati tiga sosok yang sangat-sangat tak asing baginya itu. “Pergi aja”, ujar Arisa pelan seraya menutup pintu. Namun Gavin segera menahan pintu itu,  “Gue mohon, bentar aja”. Arisa menatap ketiga lelaki yang terlihat sangat melas itu. Dan dengan hati yang sangat sangat sangat berat, Arisa pun membiarkan mereka masuk. “Bentar aja ya?”, ujar Arisa seraya mengizinkan ketiga lelaki itu masuk ke dalam rumahnya.

 

Ketiga lelaki itu pun duduk di sofa ruang tamu kediaman Arisa sesaat setelah gadis itu mempersilahkannya. Mereka duduk berjajar di sofa sisi timur. Sedangkan Arisa duduk di sofa sisi utara itu sendirian. Gadis itu menatap tiga sosok lelaki di hadapannya dengan tatapan malas, yang sesekali terlihat cukup menyeramkan. “Kalian kenapa sih kesini?”, ujarnya ketus. Namun ketiga lelaki itu justru terdiam, mereka saling bertatap-tatapan guna memberi kode pada satu sama lain. Tak lama, Mosses pun mulai menatap Arisa, seraya ditunjukkannya wajah manis yang ia buat-buat. “Kita cuma mau main-main aja kok, nggak apa-apa kan?”, ucap Gavin dengan nada pelan.

 

Arisa menghela nafas panjang dan mengalihkan pandangannya dari mereka sesaat. “Lu masih marah ya?”, ujar Gavin dengan sangat pelan, dan dengan ekspresi khawatir yang terlihat jelas di wajahnya. Arisa hanya melirik Gavin sesaat, lalu mengabaikannya kembali. “Kalo emang gue yang salah, gue minta maaf”, ujar Rocky dengan cukup tegas, sukses membuat Arisa memfokuskan perhatiannya padanya. Merasa mulai diperhatikan, Rocky pun melanjutkan kalimatnya dengan wajah serius, “Tapi, tolong kasih tau gue, apa kesalahan gue”.

 

Arisa menendang meja di depannya itu dengan sangat keras, membuat ketiga lelaki di depannya itu kaget bukan main, dan mendadak membeku di tempat. Arisa terlihat begitu marah, ditatapnya sosok Rocky  itu, lelaki yang telah berhasil menyulut api kemarahan terdalam Arisa. “Dasar nggak tau diri! Sadar sama posisi lu!”, bentaknya begitu keras. “Lu itu serakah tau nggak?! Kebaikan orang lain malah dibuat mainan! Bangsat ya emang!”, ujarnya lagi. Amarah  Arisa kali ini benar-benar bukan main, membuat tiga sosok lelaki di depannya itu tak bisa berkutik sama sekali. Mereka hanya menunduk dan terdiam, seraya menyesali perbuatan mereka.

 

Sesaat sebelum Arisa hendak berbicara kembali, Rocky dengan segala keberaniannya mencoba untuk memberi pembelaan. “Iya… Iya gue tau… Gue tau gue salah… Gue tau gue nggak tau diri… Gue bangsat emang”, ia menjeda kalimatnya. Rocky mungkin hanya modal nekat dengan kalimatnya barusan, namun setidaknya ia telah berhasil membuat Arisa mendengarkan ucapannya. “Tapi… Izinkan gue buat minta maaf”, ucapnya dengan nada memelas, serta ekspresi wajah yang ia buat memelas pula.

 

Arisa menatap sosok Rocky itu cukup lama. Gavin dan Mosses yang hanya bergantung pada Rocky itu pun tak berani berkata apa-apa, mereka membiarkan Rocky menyelesaikan masalah ini. Gadis di depannya itu tak mengatakan apapun, namun secara perlahan amarahnya mulai mereda. Raut wajah gadis itu setidaknya sudah lebih enak untuk dipandang. Rocky yang tak sabar dengan reaksinya itu pun kembali bersuara. “Gue mohon, Ar”, ujarnya masih dengan nada bicara yang sama dengan sebelumnya.

 

Arisa sempat tersenyum masam sejenak dan menggaruk rambutnya dengan pelan. Rocky yang semakin merasa gregetan dengan jawaban Arisa itu kembali bersuara, “Ya?”. Melihat Arisa yang tak kunjung mengatakan sepatah kata pun, Rocky pun berusaha untuk mencoba semakin keras. Bocah itu beranjak dari kursinya, ia menekuk lututnya dan lebih mendekat kepada Arisa beberapa langkah. Dengan wajahnya yang ia buat seimut mungkin, Rocky pun mulai menunjukkan senyuman manisnya. “Rocky bener-bener minta maaf deh~”, ujarnya dengan nada bicara yang sengaja ia buat semirip mungkin dengan suara anak kecil.

 

Arisa sesaat nampak kaget dengan tindakan Rocky, namun itu justru mendorong Rocky untuk berusaha semakin keras lagi. Masih dalam posisinya, Rocky memutuskan untuk menunjukkan beberapa aegyo yang ia kuasai. Ket. : Aegyo adalah tindakan dengan menggunakan kata-kata dan gesture tubuh yang lucu. Aegyo juga dilakukan dengan menggunakan suara baby agar bertambah kadar ke-unyu-annya. Aegyo sering dilakukan untuk menarik perhatian fans (fans service), hukuman atau sengaja dilakukan untuk mengganggu orang lain. Masih dengan wajah imutnya itu, Rocky menempelkan kedua tangannya pada pipinya. Wajah imutnya memang dibuat-buat, akan tetapi Rocky dengan ajaibnya kini nampak sangat-sangat menggemaskan.  Sekali aegyo, Arisa nampak tak peduli. Namun gerak-gerik tubuh Arisa yang mulai berusaha mengalihkan pandangannya dari Rocky itu justru membuat anak jahil itu semakin kejer untuk menunjukkan aegyo-nya.

 

Rocky mengikuti arah pandang Arisa, tak lupa ia pun menunjukkan aegyo-nya untuk kedua kalinya. Masih dengan wajah imutnya yang sama itu, Rocky  kini mengubah posisi tangannya. Ia mengepalkan kedua tangannya, akan tetapi kali ini tangannya itu tidak ia tempelkan pada pipinya, melainkan ia letakkan agak jauh dari pipinya. Seraya menggerak-gerakkan tangannya dengan perlahan, Rocky mulai menunjukkan tawa kecilnya yang kian terlihat meggemaskan itu.

 

Arisa yang sempat menatap wajah Rocky itu mendadak agak salah tingkah dan berusaha mengalihkan pandangannya secepat mungkin. Mungkin hanya sepersekian detik, namun Rocky maupun kedua temannya itu mengetahui dengan pasti bahwa Arisa sempat tersenyum kecil. Mereka bertiga mendadak tertawa dengan cukup kencang, bahkan Rocky dengan beraninya memegang kedua pundak Arisa dan mengguncang-guncangkannya dengan pelan. “Ketawa dong, ketawa!”, ujar Rocky yang sudah lebih dahulu menunjukkan tawa lebarnya.

 

Arisa nampak berusaha menahan senyumannya sekuat tenaga. Akan tetapi, Rocky juga masih belum mau untuk menyerah. Merasa belum juga mendapatkan hasil, Rocky pun kini mencoba jurus yang lain. Ia melepaskan kedua tangannya dari pundak Arisa, namun ia justru menyerang bagian tubuh Arisa yang lainnya. Dalam secepat kilat, Rocky meraih pinggang gadis kecil di hadapannya itu dan segera menggelitiknya tanpa ampun.

 

Arisa yang semula berusaha menahan senyumannya itu kin justru tertawa dengan lepasnya. Arisa yang merasa tak tahan pada sensasi geli di sekujur tubuhnya itu pun berusaha menghindari tangan Rocky sejauh mungkin. Bahkan hingga Arisa berguling-guling di sofa. Mungkin jika Gavin tak menghentikannya, Rocky juga tak akan melepaskan Arisa. “Udah udah Ky, kasian Arisa”, ujarnya dengan tawa yang masih keluar dari mulutnya. Rocky pun menurut dan melepasnya Arisa yang sudah terkapar tak berdaya itu.

 

Arisa lama kelamaan mulai terlihat tenang, tawanya yang cetar badai itu sudah tak terdengar kembali, namun ia belum juga beranjak dari posisi tidurannya itu. ‘Udah PW’, mungkin begitulah isi pikirannya. Rocky perlahan kembali menatap pada Arisa, ia mengelus rambut Arisa sesaat lalu membantunya untuk duduk kembali. Setelahnya, Rocky justru duduk di sebelah gadis itu. Mosses yang mengamati tingkah Rocky itu nampak sedikit kesal, “Hei! Lu cuma nyari kesempatan dalam kesempitan doang kan? Ngaku lu!”, ujarnya sedikit meledek Rocky. Rocky yang tak mau terlihat jelek di hadapan teman-temannya itu pun segera memberi pembelaan, “Nggak lah! Gue ngelakuin ini murni buat Arisa”, ujarnya penuh bangga. Bukannya merasa senang atau apa, Arisa justru menjauhkan pandangannya dari Rocky dan tersenyum dengan begitu meremehkan. Mosses memberikan reaksi yang tak jauh pula dari Arisa, ia kini menatap Rocky layaknya menatap seekor hewan melata yang menggeliat di lumpur. Atau kasarannya sih, ‘Jijik’.

 

Suasana mungkin sudah cukup membaik, namun Gavin merasa ia harus melakukan sesuatu agar suasana di antara mereka benar-benar kembali seperti semula. “Eh, Ky”, ujarnya memanggil Rocky. Rocky seketika pun menatap sosok Gavin yang memanggil namanya itu, “Kenapa, Vin?”. “Coba lu tunjukkan dance  lu deh”, ujarnya dengan senyuman penuh percaya dirinya. Akan tetapi Rocky nampaknya tak terlalu paham dengan maksud Gavin. Hingga Gavin pun berusaha menjelaskan maksud hatinya dengan lebih gamblang. “Arisa mungkin bakal suka sama kemampuan dance lu”, ujarnya seraya mengangkat kedua alisnya beberapa, sungguh gaya yang kini semakin mendarah daging di antara mereka.

 

Rocky perlahan mulai tersenyum pula, sepertinya ia cukup yakin dengan usulan Gavin yang menarik itu. Seketika, Rocky pun berdiri dari kursinya, “Drop the beat!”. Dengan tanggapnya, Gavin memutarkan sebuah lagu dari ponselnya. Rocky mulai menggerakkan seluruh tubuhnya mengikuti irama. Setiap detail dari musik itu dapat Rocky tangkap dengan baik dan mengekspresikannya kembali dengan presisi pula. Kemampuan Rocky dalam menyuguhkan koreografi indah itu sukses menarik perhatian Arisa. Gadis itu dapat dengan fokusnya menatap Rocky, bahkan senyuman di wajahnya itu semakin lama kian melebar.

 

Selesai dengan satu penampilan dari Rocky, Arisa sudah terlihat begitu gembira. “Uwuwu, keren deh Ky”, ujarnya seraya menatap Rocky dengan antusiasnya. Rocky hanya menatap balik Arisa dan mengangkat kedua alisnya beberapa kali, seperti gaya yang biasa mereka lakukan. “Ada hadiah nggak nih buat koreografi keren gue?”, ujar Rocky yang masih berdiri di hadapan teman-temannya itu. Arisa menyandarkan kepalanya dan melipat kedua tangannya di depan dada, “Mau hadiah apa lu?”, ujarnya santai. Jawaban Arisa yang diucapkan dengan begitu percaya diri itu sukses membuat Rocky antusias bukan main.

 

“Ar, tadi gue liat besi merah di depan rumah lu”, ujarnya masih dengan antusias. “Terus?”, Arisa pun meminta Rocky untuk menjelaskan lebih jauh. Rocky hanya mengangkat kedua pundaknya, dan menunjukkan sebuah senyuman dengan makna tersembunyi. Tak lupa, Rocky pun melirik ke kanan. Walau terhalang dengan dinding, namun pandangan Rocky tersebut lurus ke arah dimana Arisa memarkirkan mobil Ferrari Monza SP2 miliknya.

 

Dalam seketika, ekspresi wajah Arisa berubah total. Ia mendecak kesal dan menatap Rocky dengan tajam. Rocky yang menyadari perubahan ekspresi wajah Arisa itu segera berjalan menghampiri Arisa dan duduk di lantai seraya menekuk lututnya. “Maaf, maaf, maaf. Jangan marah, gue bercanda”, ujar Rocky dengan wajah gelisahnya yang terlihat begitu jelas. Tak lama, Gavin pun mencoba untuk menenangkan Arisa pula, “Rocky kan cuma bercanda, Ar. Kayak nggak tau Rocky aja”. Bahkan Mosses kali ini juga totalitas dalam berusaha, ia ikut mendekat ke arah Arisa dan menekuk lututnya di depan gadis ini, “Please jangan marah, Ar. Gue bener-bener nggak mau kalo lu marah dan nyuekin kita lagi”, ujarnya dengan nada suara yang memelas.

 

“Nggak kok, gue nggak marah”, bahkan Arisa menunjukkan senyumannya pula. Ketiga lelaki itu segera mengelus dada mereka dengan begitu lega. Mereka tak tau harus berbuat apa lagi jika Arisa marah kembali. “Tapi tetep aja, Rocky berlebihan tau nggak”, ujarnya kesal. “Hehe, iya sorry”, ujar Rocky seraya cengengesan. Setelah suasana kembali mereda, Gavin nampaknya terpikirkan oleh sesuatu, “Ar, lu sibuk nggak hari ini?”. “Karena kalian main kesini, gue bisa nunda pekerjaan gue dan seneng-seneng sama kalian dulu kok”, ujarnya santai bahkan tanpa berpikir sedikitpun. Kalimat Arisa itu langsung disambut gembira oleh Rocky, Mosses, maupun Gavin sendiri. “Gimana kalo kita nonton film? Arisa lu punya banyak DVD film kan?”, Mosses yang nampak gembira itu menatap Arisa dengan penuh harapan. Tak perlu banyak bicara, Arisa hanya mengangkat kedua alisnya beberapa kali guna menjawab pertanyaan Mosses.

 

Mereka berempat pun segera beranjak dari ruang tamu menuju ruang tengah. Tak lupa Arisa menutup jendela dan mematikan lampu agar suasana menonton semakin seru. DVD pun diputar, keempat bocah itu duduk berderet di atas sofa dengan formasi seperti biasa. Arisa duduk di antara Rocky dan Mosses, sedangkan Gavin suka-suka saja, terkadang ia duduk di sebelah Rocky, kadang-kadang pula ia duduk di sebelah Mosses. Namun kali ini ia memilih untuk duduk di sebelah Rocky.

 

Film berlalu tanpa ada percakapan di antara mereka, mereka begitu fokus menonton sebuah film berjudul ‘The Grinch’ itu. Konsentrasi mereka hanya tertuju pada layar LED TV besar yang berada di depan mereka. Sekecap katapun tak keluar dari mulut mereka, yang terdengar hanyalah suara yang berasal dari speaker TV, dan beberapa kali tawa kecil dari keempat penonton itu. Justru suasana hening tanpa komentar penonton itu lah yang membuat mereka dapat merasakan suasana film itu dengan baik.

 

Waktu berlalu, setengah film mungkin sudah terlewati. Mosses yang sebelumnya benar-benar fokus pada film itu akhirnya mulai goyah. Perhatiannya mendadak teralihkan pada sosok lelaki di sebelah kiri dan kirinya lagi, Rocky. Mungkin dengan posisi seperti ini Mosses tak dapat melihat wajah Rocky dengan jelas, namun ia sangat yakin bahkan Rocky menunjukkan smirk-nya ke arah Arisa. Dan mirisnya lagi, Arisa tak menyadari hal itu.

 

Dalam hitungan detik, Rocky pun kembali fokus pada layar LED TV di depannya. Mosses pun memutuskan untuk mengalihkan pandangannya dari Rocky, dan secara otomatisnya Mosses kini justru melirik gadis kecil yang berada tepat di sebelah kirinya itu. Mengingat bagaimana tatapan Rocky pada Arisa barusan, Mosses sungguh merasa kasihan pada Arisa. Pasalnya Mosses merasa khawatir jika Rocky menyimpan niat buruk pada Arisa. ‘Tapi gue kan nggak bisa liat wajahnya Rocky dengan jelas, belum tentu juga Rocky bener-bener smirk’, pikirnya. Dan tak lama, tangan Mosses mulai meraih rambut Arisa dan mendorong kepala gadis kecil itu secara perlahan menuju pundaknya. Arisa sendiri tak berusaha melawan tindakan Mosses padanya itu. Ia membiarkan dirinya dengan nyamannya menyandar pada Mosses.

 

Akan tetapi, secara perlahan Arisa mulai menggerakkan tangan kirinya, ia menyentuh tangan kanan Rocky dengan lembut. Tanpa perlu basa basi, Rocky dengan sigapnya segera memegang tangan Arisa dan menggandengnya dengan erat. Sungguh miris bukan? Hubungan pertemanan romantis yang juga sadis macam apa ini? Mosses, Arisa, dan Rocky mungkin tak terlalu memikirkan hubungan mereka saat ini. Lalu bagaimana dengan Gavin? Sosok yang sejak awal mengamati keseluruhan tingkah tiga orang di sebelahnya itu tentu menunjukkan ekspresi yang sulit di tebak. Ia hanya menunjukkan wajah datarnya, tanpa menunjukkan sedikit reaksi pun.

 

To Be Continue-

 

.

 

.

 

Mohon maaf apabila ada kesalahan penulisan maupun kata-kata yang kasar dan menyinggung perasaan pembaca. Kesamaan nama, tempat kejadian, atau cerita itu hanya kebetulan belaka.

Salam, penulis.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • rara_el_hasan

    Semangat... Konflik kekuasaan... Keren

    Comment on chapter PROLOG
Similar Tags
Rain, Coffee, and You
536      377     3     
Short Story
“Kakak sih enak, sudah dewasa, bebas mau melakukan apa saja.” Benarkah? Alih-alih merasa bebas, Karina Juniar justru merasa dikenalkan pada tanggung jawab atas segala tindakannya. Ia juga mulai memikirkan masalah-masalah yang dulunya hanya diketahui para orangtua. Dan ketika semuanya terasa berat ia pikul sendiri, hal terkecil yang ia inginkan hanyalah seseorang yang hadir dan menanyaka...
KATAK : The Legend of Frog
426      343     2     
Fantasy
Ini adalah kisahku yang penuh drama dan teka-teki. seorang katak yang berubah menjadi manusia seutuhnya, berpetualang menjelajah dunia untuk mencari sebuah kebenaran tentangku dan menyelamatkan dunia di masa mendatang dengan bermodalkan violin tua.
Surat Kaleng Thalea
4318      1228     2     
Romance
Manusia tidak dapat menuai Cinta sampai Dia merasakan perpisahan yang menyedihkan, dan yang mampu membuka pikirannya, merasakan kesabaran yang pahit dan kesulitan yang menyedihkan. -Kahlil Gibran-
Help Me Help You
1704      1006     56     
Inspirational
Dua rival akademik di sebuah sekolah menengah atas bergengsi, Aditya dan Vania, berebut beasiswa kampus ternama yang sama. Pasalnya, sekolah hanya dapat memberikan surat rekomendasi kepada satu siswa unggul saja. Kepala Sekolah pun memberikan proyek mustahil bagi Aditya dan Vania: barangsiapa dapat memastikan Bari lulus ujian nasional, dialah yang akan direkomendasikan. Siapa sangka proyek mus...
Kisah yang Kita Tahu
5734      1727     2     
Romance
Dia selalu duduk di tempat yang sama, dengan posisi yang sama, begitu diam seperti patung, sampai-sampai awalnya kupikir dia cuma dekorasi kolam di pojok taman itu. Tapi hari itu angin kencang, rambutnya yang panjang berkibar-kibar ditiup angin, dan poninya yang selalu merumbai ke depan wajahnya, tersibak saat itu, sehingga aku bisa melihatnya dari samping. Sebuah senyuman. * Selama lima...
Past Infinity
234      199     0     
Romance
Ara membutuhkan uang, lebih tepatnya tiket ke Irak untuk menemui ibunya yang menjadi relawan di sana, maka ketika Om Muh berkata akan memenuhi semua logistik Ara untuk pergi ke Irak dengan syarat harus menjaga putra semata wayangnya Ara langsung menyetujui hal tersebut. Tanpa Ara ketahui putra om Muh, Dewa Syailendra, adalah lelaki dingin, pemarah, dan sinis yang sangat membenci keberadaan Ara. ...
Forgetting You
4039      1476     4     
Romance
Karena kamu hidup bersama kenangan, aku menyerah. Karena kenangan akan selalu tinggal dan di kenang. Kepergian Dio membuat luka yang dalam untuk Arya dan Geran. Tidak ada hal lain yang di tinggalkan Dio selain gadis yang di taksirnya. Rasa bersalah Arya dan Geran terhadap Dio di lampiaskan dengan cara menjaga Audrey, gadis yang di sukai Dio.
Kenangan Terakhir Bersama Seorang Sahabat
892      530     2     
Short Story
Kisah ini mengingatkanku, ketika kita pertama kali bertemu denganmu. tapi pada akhirnya kau...
Kafa Almi Xavier (update>KarenaMu)
737      435     3     
Romance
Mengapa cinta bisa membuat seseorang kehilangan akal sehatnya padahal prosesnya sesederhana itu? Hanya berawal dari mata yang mulai terpikat, lalu berakhir pada hati yang perlahan terikat. °°°°##°°°° Berawal dari pesan berantai yang di kirim Syaqila ke seluruh dosen di kampusnya, hingga mengakibatkan hari-harinya menjadi lebih suram, karena seorang dosen tampan bernama Kafa Almi Xavier....
A - Z
3025      1033     2     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...