“Sendiri lagi?”
Sebuah suara yang sukses memecah konsentrasi cewek yang lagi duduk di perpustakaan sambil memutar-mutar bolpoinnya, bukan belajar, tapi baca novel.
“Buku apa lagi sekarang?”
Arabicca tersentak ketika menyadari bahwa suara itu milik seseorang yang sudah beberapa hari mengganggunya. Arka Madava Shaquille.
Ngapain lagi sih dia?
Sepeti biasa tidak ada tanggapan dari lawan bicaranya. Walaupun begitu Arka tidak menyerah, dia tetap berusaha mengajak Arabicca berbicara.
“Tebel banget”
“Pengarangnya siapa?”
“Siniin dong deketan, gue juga mau baca”
“Itu mata gak sakit apa liat buku terus”
Arka tidak bisa diam. Dia terus saja berbicara, membiarakan hal-hal aneh dan ngawur yang tidak dijawab sama sekali oleh Arabicca. Awalnya Arabicca fokus pada bacaannya, lama-lama menjadi buyar dan tidak mengerti akan jalan ceritanya . Semuanya karena cowok aneh dan berisik gak jelas yang duduk berjarak 5 jengkal darinya.
Arabicca berdiri, dia berjalan ke rak buku untuk mengembalikan buku yang dibacanya tadi lalu berjalan ke pintu keluar. Arabicca lagi-lagi meninggalkan Arka.
Arabicca berjalan ke kantin. Mendengar ocehan tidak jelas Arka membuat perutnya lapar minta untuk segera diisi. Namun sebelum sampai kantin, ketika Arabicca melewati ruang BK tepat di depan pintu, sesorang memanggilnya dari dalam. Seorang Wanita, wanita cantik yang terlihat masih sangat muda, mungkin usianya sekitar 28 tahun.
“Hei kamu” tunjuk Bu Shinta—Guru BK.”Sini, Ibu minta tolong sebentar”
Arabicca mau tidak mau mengangguk lalu berjalan mendekat dan memasuki ruang BK.
“Tolong ambil buku berwarna merah di meja itu, bantu Ibu mengakumulasikan jumlah poin-poin siswa yang bermasalah, pintanya”. “Ibu mau mengurus siswa-siswa ini dulu.”
Arabicca mengedarkan pandangannya, tepat disamping lemari besar tempat menyimpan berkas-berkas siswa SMA Angkasa, ada sekitar enam orang cowok yang sedang duduk menunduk di bangku yang telah disediakan.Mereka tidak terlihat baik-baik saja. Wajah babak belur dan jangan lupa pakaian mereka yang kusut.
Satu dari keenam cowok itu menyadari kehadiran Arabicca. Dia menatap Arabicca intens dari ujung kaki sampai ujung kepala. Merasa tidak asing dengan wajah itu.
“Sabiru pasti kamu kan yang ngajak temen-temen kamu bolos lagi?” Bu Shinta mulai berbicara. “Apa kamu tidak bosan ketemu saya terus?. “Ini lagi, kenapa pada babak belur begini? Tawuran sama siapa lagi sekarang hah?” bentak Bu Shinta.
Keenam cowok itu tidak ada yang menjawab. Lima diantaranya hanya diam sambil memainkan jari-jarinya diatas meja. Satunya lagi sibuk memandangi Arabicca, sejak tadi matanya tidak lepas dari gadis itu. Perkataan Bu Shinta bagi mereka hanya masuk sebentar melalui telinga kanan kemudian keluar dari telinga kiri.
Arabicca sibuk menghitung, tapi sesekali dia melirik guru BK itu memarahi siswa-siswa di depannya.
“Ingat jika point kalian sudah melebihi 100, siap-siap kalian akan angkat kaki dari sekolah ini. Mengerti tidak? Dari tadi diam saja!” Bentak Bu Shinta.
Mereka mengangguk-anggukkan kepala malas.
“Sudah?” tanyanya kepada Arabicca. Suaranya sangat lembut, berbeda sekali ketika dia berbicara dengan keenam siswa itu.
Arabicca mengangguk.
“Siapa namamu, kelas berapa?”
“Arabicca, kelas XI IPA 1” jawab Arabicca kaku.
“Oke Arabicca, tolong bacakan poin poin untuk siswa-siswa ini”
Arabicca mulai membacakan total poin-poin untuk keenam siswa yang berada didalam ruang BK tersebut. Lima dari keenamnya sudah disebutkan dan yang terakhir “Sabiru Alando 80 Point”
“Sabiru kamu sudah dengar sendiri berapa point yang kamu dapatkan, Ibu harap setelah ini kamu tidak berulah lagi. Bosen saya ketemu kamu terus” ujarnya.
Arabicca ingin tau siapa siswa yang memiliki point tertinggi itu sehingga ketika Bu Shinta berbicara Arabicca menoleh dan tepat matanya langsung bertatapan dengan manik mata tajam milik Sabiru. Arabicca tidak asing dengan wajah itu. Oh dia orangnya.
“Saya juga bosen ketemu Ibu” balas Sabiru santai dengan masih menatap Arabicca.
“Yasudah sana, sekarang kalian keluar”. Arabicca, Makasih ya” ujar Bu Shinta.
Arabicca dan keenam cowok itu berjalan keluar ruang BK. Waktu istirahat sudah sebentar lagi, Arabicca membatalkan niatnya untuk pergi ke kantin. Dia berbalik arah, berjalan menuju kelas.
“Arabicca” sebuah suara menghentikan langkah Arabicca. “Mulai sekarang lo bakal sering ketemu gue” ujar Sabiru. Arabicca tidak menoleh. Apalagi sekarang?. Dia mengabaikan ucapan itu lalu melanjutkan langkanya menuju kelas.
Sabiru tersenyum misterius melihat cewek itu.
***
“Hari ini main rumah lo ya Ka” ujar Sagan.
“No no no, gue sibuk”.
“So sibuk lo tai, paling lo bakal gangguin cewek itu lagi, siapa itu namanya, kopi?” tanya Kavin
“Arabicca, namanya Arabicca, gue gampar juga lo ya” balas Arka sewot
“Lah, kok lo sewot sih, suka-suka gue” balas Kavin juga tak kalah sewot
“Apa pentingnya sih gangguin tu cewek, lo suka sama dia?” ujar sagan sambil membereskan buku-bukunya.
“Ya gak sih, penasaran aja gue”
“Mulut lo, sekarang penasaran besok-besok suka beneran tau rasa lo” sahut Radhit.
“gak lah” ucap Arka percaya diri.
“Cantik sih dia, tapi ya gitu?” sambung Kavin
“Gitu apaan? Tanya Sagan.
“Ngomong aja kagak, si Arka dicuekin mulu” ujar Kavin tertawa
“Udah ah, gue duluan. Vin lo bawa mobil gue ya” Arka keluar kelas meninggalkan ketiga sahabatnya. Dia berjalan ke arah gerbang sekolah.
Arka tersenyum ketika melihat punggung seseorang yang dicarinya. Arabicca, Cewek itu sedang berdiri di depan gerbang sekolah. Dia memakai headseat ditelinganya.
Hari ini Arka pulang tidak menggunakan kendaraan. Mobilnya sudah dititipkan pada Kavin karena hari ini dia sudah berniat untuk mengikuti Arabicca. Dia ingin mencari tau semua tentang gadis itu. Arka hanya ingin menuntaskan rasa penasarannya saja. Ya, hanya itu.
Tapi siapa yang tau? Rasa penasarannya itu akan membawanya pada hal hal lain. Karena manusia itu memang aneh. Ketika rasa penasaran mereka terjawab, bukannya berhenti. Hal Itu justru akan membuat mereka ingin mengetahui lebih dalam lagi.
Arka berjalan mendekat. Dia berdiri tepat disamping Arabicca. Beberapa menit telah berlalu, Arabicca belum menyadari kehadiran Arka. Akhirnya Arka memutuskan menarik salah satu headset di telinga kanan cewek itu. Headset itu terlepas, Arabicca langsung menoleh.
Datar. Selalu ekspresi itu yang diperlihatkan.
“Ngapain disini?” tanya Arka.
Sudah jelaslah lagi nunggu jemputan, goblok lo Ka. Kasi pertanyaan yang berbobot dikit kek.
Bukan menjawab pertanyaan Arka, Arabicca malah memasang kembali headsetnya ke telinga.
Lagi-lagi Arka harus seperti ini jika berhadapn dengan Arabicca.. Terabaikan. Mungkin ini adalah hukum karma baginya. Selama ini Arka selalu mengabaikan cewek cewek yang mencoba mendekatinya dan sekarang dia yang diabaikan. Sialan.
Karena Hidup itu adil. Apa yang kamu berikan kepada orang lain otomatis itu juga yang akan kamu dapatkan. Jika kamu memberikan kebaikan maka kebaikan itu juga akan kembali padamu dan sebaliknya jika kamu memberikan kejahatan atau rasa sakit maka itu juga yang akan kamu dapatkan dan mungkin bisa jadi lebih dari apa yang kamu berikan. seperti itulah hidup.
“Gak pulang?” lagi Arka bertanya. Dia masih memperhatikan cewek disampingnya yang sekarang sedang terlihat mengotak ngatik ponsel.
Arabicca menatap layar handphonenya yang menampilkan pesan dari Vano
Sayang hari ini kamu pulang sendiri ya, Ayah gak bisa jemput. Hati hati dijalan.
Pasrah adalah kata yang tepat untuk Arabicca sekarang. Arabicca perlahan melangkah kan kaki menelusuri jalan meninggalkan Arka. Rambut panjangnya beterbangan karena hembusan angin.
Tak jauh di belakang Arabicca, ada sosok Arka yang juga sedang berjalan. Dia mengikuti Arabicca. Memandang punggung kecil gadis itu.
“Anjir gue udah kayak penguntit aja” Arka mengumpati dirinya sendiri.
Arabicca tetap berjalan santai dengan pandangan lurus ke depan. Sedari tadi dia tau bahwa cowok yang selalu muncul tiba-tiba dan sering menggangu ketenangannya itu sedang berjalan di belakangnya. Arabicca masa bodoh. Mungkin jalan rumah mereka searah pikirnya.
5 menit. 10 menit. 15 menit. Arabicca akhirnya sampai di depan rumah minimalis bercat putih itu. Arka yang berada di belakang, ternyata masih setia mengekori Arabicca. Cowok tampan itu bahkan mengikuti Arabicca sampai masuk ke halaman rumah. Hal itu sontak membuat langkah Arabicca terhenti.
Dia berbalik menatap Arka tajam. Cowok ini sudah kelewatan batas.
“Pergi!” ucap Arabicca kecil serta penuh penekanan.
Bukannya pergi seperti yang diperintahkan Arabicca, Arka malah tersenyum lebar. Akhirnya, cewek di hadapannya ini buka suara setelah sekian lama. Dan Arka menyukai cara Arabicca menatapnya walaupun itu tatapan tajam. Ah gue udah gila kayaknya.
“Lo bisa bicara juga ternyata. Gue pikir lu beneran bisu” Arka terkekeh.
“Pergi!” lagi Arabicca meminta Arka untuk pergi.
“Baru juga dateng udah di minta pergi. Suruh masuk kek. Gue kan tamu” oceh Arka.
Arka benar-benar mengganggu. Mereka bahkan bukan teman tapi kenapa cowok itu mengikutinya sampai ke rumah. Gila.
“Pergi!”
“Gue enggak mau pergi sebelum kita kenalan. Gak adil banget kan? gue tau nama lo tapi lo gak tau nama gue” jelas Arka.
Bacot!
Arabicca berjalan santai memasuki rumah meninggalkan Arka. Mau sampai gajah beranak monyet cowok itu berada di halaman rumahnya, Arabicca tidak peduli. Masa bodoh.
“Eh… lo mau kemana?” panik Arka melihat Arabicca berjalan masuk ke dalam rumah.
Brakkk!
Pintu tertutup. Arka terlonjak kaget.
“Sumpah ni cewek spesies langka banget njir. Semakin lo menghindar, gue makin ingin cari tau semua tentang lo” ucap Arka dengan smirk sebelum meninggalkan halaman rumah Arabicca.
***