Kring… Kring…
Bel istirahat dibunyikan. Arabicca secepat kilat langsung pergi ke tempat yang sekarang menjadi tempat favoritnya yaitu halaman belakang sekolah. Seperti biasa, dia membawa satu novel yang akan dibacanya. Sebenarnya tadi ia berniat untuk berada dikelas seharian, namun karena di kelas masih ada beberapa siswa, Arabicca mengurungkan niatnya. Padahal biasanya ketika istirahat, kelas akan sepi karena siswa-siswi akan pergi ke kantin.
Tapi tidak untuk hari ini.
Sampai di halaman belakang sekolah, Arabicca di buat kaget karena tempat favoritnya sekarang tengah di tempati oleh beberapa siswa. Rambut acak-acakan, seragam berantakan dan tidak lupa masing-masing dari mereka mengapit rokok di jarinya. Jelas sekali mereka adalah para badboy SMA Angkasa.
Salah satu dari kumpulan itu melihat Arabicca. Kemudian dia membisikkan sesuatu kepada teman-temannya yang lain. Seketika semua menatap ke arah Arabicca.
Arabicca tidak sadar. Dia hanya menghela nafas pasrah lalu berbalik berniat meninggalkan tempat itu. Namun, sebelum melangkah tangan Arabicca dicekal oleh seseorang.
Cowok dengan name-tag Sabiru Alando itu menyeringai.
“Mau kemana lo?” tanyanya dengan suara tegas. Mau ngelapor ke guru piket?”
Arabicca diam.
“Kalo di tanya itu di jawab!” ucap Sabiru dengan penuh penekanan
Arabicca tetap pada posisinya. Dia hanya memandang datar kearah Sabiru. Wajahnya tidak menunjukkan takut sedikit pun.
“Gue minta lo jawab,”geramnya.
“Bisu lo?”
Arabicca tetap tidak memberikan respon. Dia melepas cekalan Sabiru dari tangannya kemudian langsung pergi dari halaman belakang sekolah meninggalkan Sabiru dengan wajah merah padam.
Tidak tau mau pergi kemana. Arabicca hanya terus berjalan menelusuri sekolah. Tempat favoritnya sudah di tempati secara paksa oleh para badboy SMA Angkasa.
Arabicca berhenti didekat ruang osis. Ruangan itu cukup kecil tapi terlihat rapi dan bersih. Di dalamnya terdapat beberapa piala yang berjajar di atas rak. Dari luar Arabicca bisa melihat anak-anak osis tengah berkumpul. Sepertinya mereka sedang rapat. Disamping ruang osis ada sebuah tangga. Karena tidak ingin kembali ke kelas, Arabicca memutuskan menaiki tangga itu.
Tangga tersebut adalah tangga menuju rooftop. Arabicca di buat kagum oleh pemandangan dari atas sana. Dia bisa melihat jalan raya yang dipadati oleh banyak kendaraan serta rumah-rumah warga yang berderet rapi. Sederhana, tapi membuat gadis cantik ini kagum.
Arabicca berjalan ke arah kursi di tepi pagar. Kursi tersebut terlihat sudah reot. Ketika di duduki, kursi tersebut mengeluarkan sedikit bunyi yang tidak enak di dengar. Meski sedikit tidak nyaman, Arabicca tetap duduk. Dia membuka novel yang dibawa kemudian hanyut dalam bacaannya.
Di rooftop Arabicca ternyata tidak sendiri. Di pojok kanan rooftop ada Arka yang sedang tertidur di atas sofa yang keadaannya tidak kalah persis seperti kursi yang di duduki Arabicca.
Arka terbangun, tidurnya merasa terganggu karena bunyi kursi yang di duduki Arabicca. Arka bangun ke posisi duduk. Dia berdiri kemudian berniat untuk pergi tapi tiba-tiba niat tersebut dibatalkan lantaran dia melihat Arabicca sedang membaca novel. Cewek itu terlihat sangat fokus.
Arka menyunggingkan senyum.
Pelan, Arka berjalan mendekati tempat Arabicca duduk. Dia berdiri tepat di samping cewek itu. Mengamati wajah cantik Arabicca dari samping. Arabicca masih belum menyadari. Rambut panjang cewek itu berterbangan sampai menutupi wajahnya. Arka sedikit merasa terganggu. Tangannya sudah gatal ingin menyingkirkan rambut yang menutupi wajah cantik Arabicca.
Tidak tahan, Arka menyelipkan rambut Arabicca ke belakang telinga. Hal tersebut tentu saja membuat kaget si pemilik rambut. Dia menatap horror ke arah samping. Arabicca terkejut tapi cepat-cepat dia menetralkan ekspresinya.
Arka tersenyum”Sorry, abisnya rambut lo nutupin pemandangan”.
Arabicca memilih mengabaikan Arka. Dia tetap fokus pada bacaannya.
Arka duduk disamping Arabicca. Ditatapnya lama cewek cantik itu. Pandangannya tidak pernah lepas dari wajah Arabicca.
“Buku apa sih?” tanya Arka
Tidak ada respon.
“Lo beneran bisu ya?” tanya Arka lagi. “Gue sama sekali gak pernah ngeliat lo bicara”.
Arabicca tetap tidak meresponnya, dia malah menghindar dan menjauh duduknya dari Arka.
“Kenapa lo selalu sendiri? Gak punya temen? Sini temenan sama gue” sambil mendekatkan jaraknya ke arah Arabicca.
Arabicca menutup bukunya. Tanpa sedikitpun melihat ke arah Arka, Arabicca langsung pergi meninggalkan Arka sendiri. Arabicca tidak suka diganggu. Definisi bahagianya berbeda dengan orang lain. Arabicca bahagia sendiri.
Teman? Arabicca tidak butuh itu.
Zaman sekarang, orang-orang yang menyebut diri mereka sebagai teman hanya bersikap manis ketika mereka menginginkan sesuatu dan datang ketika mereka sedang butuh. Setelah mendapatkan apa yang diinginkan, mereka akan kembali bersikap masa bodoh.
Ya seperti itu, sudah tidak aneh lagi.
***
Hari ini Arabicca akan mengembalikan jaket yang dipinjamkan Radhit padanya. Dia berjalan menuju meja Radhit. Disana Radhit ternyata tidak sendiri, dia bersama ketiga sahabatnya. Keempat cowok itu terlihat sedang berbicara.
“Gue putus sama si yola” curhat Radhit kepada tiga sahabatnya.
“Lah belum seminggu udah putus aja” jawab Sagan sambil bermain game helix jump di ponselnya.
“Lo kayak gak tau si bangsat aja, gonta-ganti cewek udah kayak ganti sempak” balas Kavin.
“Tu cewek tadi pas gue putusin nangis Bombay lagi, drama banget anjir”
“Siapa suruh lo pacaran sama ulet bulu, cari cewek tu yang berkelas dikit” sewot Sagan
“Si tai, jomblo mah diem aja”
“Jomblo gini gue banyak yang suka kali”
“Ngarep lo” Radhit menoyor kepala Sagan.
“Bangsat! Mati kan gue” omel Sagan kepada Radhit
“Kalo mati ya main lagi, susah amat hidup lo” timpal Kavin
“Kamu jahat mas” dramatis Sagan memegang bahu Kavin sambil menggerak-gerakkannya.
Kavin yang semula akan mengumpat, gagal karena melihat kedatangan Arabicca secara tiba-tiba ke meja mereka.
“Hai” sapa Kavin kepada Arabicca yang tentu saja tidak akan mendapatkan respon
Sagan yang mendengar Kavin menyapa seseorang langsung menoleh. Dia sedikit kaget karena melihat Arabicca sudah berdiri di samping meja mereka.
“Eh ada cewek” ujarnya sambil menyengir.
Arka yang dari tadi focus memainkan ponsel sontak mengangkat kepala. Begitupun dengan Radhit, dia menoleh ke arah samping.
Tanpa basa-basi Arabicca langsung meletakkan jaket itu di atas meja Radhit lalu pergi keluar kelas tanpa mengucapkan terimakasih.
Hening.
Keempat sahabat itu saling berpandangan bingung.
“Nyeremin njir, tu cewek auranya beda” ucap Sagan memecah keheningan.
Sagan bergidik ngeri “Kayak ada mistis-mistisnya”.
“Sembarangan lo” balas Kavin menoyor kepala Sagan.
Sagan mendelik tajam.
“Itu apa?” tanya Arka pada Radhit.
“Jaket” jawab Radhit.
“Jaket kita maksud lo? Sejak kapan tu jaket ada sama dia?” timpal Sagan
“Yoi…”
Selanjutnya Radhit mejelaskan kejadian mengenai jaket itu kepada Sagan, Kavin dan Arka. Tapi Arka sepertinya tidak mendengar penjelasan Radhit. Cowok itu terlihat tengah memikirkan sesuatu sambil tersenyum tipis.
***
Arabicca berjalan di koridor sekolah yang sepi. Dia akan pergi ke toilet untuk mencuci tangan sekalian untuk bercermin. Jangan heran. Cewek adalah makhluk yang tidak bisa jauh dari benda yang namanya cermin. Sekaliapun cewek tersebut tidak peduli dengan penampilan, cermin tetap nomor satu.
Jarak antara toilet dan kelas 11 IPA1 cukup jauh karena toilet untuk siswi berada di paling ujung koridor. Dibutuhkan beberapa menit untuk sampai kesana.
Di depan toilet, sebelum masuk Arabicca di hadang oleh tiga orang siswi. Jika di lihat sepertinya ketiga orang itu adalah teman satu kelas Arabicca.
Baju ketat, rok pendek diatas lutus, rambut badai dan tak lupa lipstick serta blush on yang menghiasi wajah mereka. Cantik sih, tapi lebih terlihat seperti cabe-cabean.
Tidak ingin membuat masalah, Arabicca memilih berjalan ke arah samping melewati ketiganya. Tapi sebelum itu salah satu dari mereka menjulurkan kakinya sehingga membuat Arabicca tersandung dan jatuh.
Ketiganya kompak tertawa.
“Upss sorry” ujar cewek dengan name-tag Viona itu, masih tertawa sambil memainkan rambutnya.
Arabicca mencoba untuk berdiri tapi lagi-lagi salah satu ketiga cewek itu tepatnya cewek dengan name-tag Fara mendorong Arabicca.
Arabicca kembali terjatuh. Dia mendongak menatap ketiga cewek itu datar. Tidak ada emosi apapun di wajahnya.
“Itu balasan buat lo karena udah sok” ujar cewek bername-tag Dila. Diantara ketiganya Dila lah yang terlihat paling cantik.
“Lo itu masih murid baru, jangan belagu” tambahnya
Dila geram karena Arabicca tidak merespon dan terlihat mengacuhkannya.
“Tuli lo hah!” teriaknya
Arabicca tetap diam. Dia berdiri mengabaikan Dila.
“Lo…” geramnya penuh penekanan.
Dila akan menjambak rambut Arabicca tapi tiba-tiba tangannya di halangi oleh seseorang.
“Sekolah itu bukan tempat membully ataupun dibully” ujarnya sambil menghempaskan cekalannya dari tangan Dila.
“Ehh Lisa, lo apa-apaan. Jangan ikut campur ya” ucap Viona sewot
“Ini itu bukan urusan lo, sana pergi” tambah Fara mengusir Lisa.
“Sekarang jadi urusan gue, gue gak suka ada pembullyan di sekolah. Lo bertiga pergi atau gue lapor ke guru BP” ucapnya mengancam Dila dan dayang-dayangnya.
Karena tidak ingin bermasalah dan masuk ruang BP akhirnya ketiga cewek cabe-cabean itu pergi. Tinggalah hanya Lisa dan Arabicca.
Hening sejenak kemudian Lisa menatap Arabicca “Lo dibully? Masak barbie kalah sama boneka santet”.
***