Loading...
Logo TinLit
Read Story - Love Finds
MENU
About Us  

Sesuai prediksi, malamnya hujan turun lagi bahkan lebih lebat dari tadi pagi. Jean yang sudah menunggu di halte menjadi kuyup dan bingung harus kemana karena jalanan malam ini sepi dari angkutan umum. Dengan menerobos hujan dibawah naungan payung lipatnya yang tersapu angin kekiri-kekanan, ia memutuskan kembali ke rumah sakit. Paling tidak lebih aman untuknya ketimbang menunggu hujan di halte yang sepi dan remang-remang. Tinggal menunggu taxi yang datang dan menurunkan penumpang. Gajinya tidak seberapa, tetapi untuk hari ini--hanya hari ini--Jean akan pulang naik taxi.

Lampu tembak bercahaya putih dengan tiang tinggi di halaman rumah sakit membuat rumah sakit itu tampak menakutkan dibawah derasnya hujan. Namun dengan banyaknya orang yang menunggu kendaraan di depan lobby rumah sakit membuatnya lupa akan hal itu. Jean berdiri di tengah-tengah kerumunan dua baris orang dan ada sedikit kelegaan karena tubuhnya merasa hangat.

Sudut matanya menangkap sesosok lelaki berjaket hitam bergerak mendekat. Walaupun selama ini kejadian kriminal belum pernah menimpanya, namun ia selalu berhasil menghindari kriminalitas dengan instingnya. Ketika lelaki itu berjarak tiga langkah darinya, Jean dengan cepat berbalik badan dan mulai menyeruak barisan antrian orang kearah yang berlawanan dari datangnya lelaki itu, namun terlambat. Tangannya dicengkram kuat dan mulutnya di tutup. Jean menggigit telapak tangan orang itu dan lelaki itu menjerit kesakitan. Jeritan suara yang dikenalnya.

"Oh my God, Devlin!" Jean memegang tangan Devlin memeriksa jika gigitannya telah membuatnya terluka, dan ternyata tidak. "Kenapa tidak kau panggil saja aku?"

Devlin menjawab dengan senyum miringnya dan Jean mendengus membuang muka dan melemparkan tangan Devlin dalam pegangannya. Devlin mendekatkan bibirnya ke telinga Jean, "kau basah kuyup. Pakaian dalammu tercetak dan kentara dari luar."

Apa? Jean langsung mengecek tubuhnya. Pakaian dalamnya yang berwarna gelap membayang dibawah kemeja katun beige muda yang dikenakannya dan memperlihatkan lekuk payudaranya yang lembut. Secepat kilat ia menutupinya dengan tas tangannya yang kecil. Untunglah hari itu malam, sehingga tidak ada yang melihat wajahnya memerah malu. Devlin menyampirkan jaketnya ke bahu Jean, mau tak mau Jean menggunakannya dan mengancingkannya erat. Jaket itu jauh lebih kering dari pakaian yang dikenakan Jean, dan hangat.

"James tidak mengantarmu pulang? Aku melihatnya tadi di depan ruang operasi. Seseorang meninggalkah?" jari-jari Devlin mulai dingin, dimasukkannya tangannya ke kantong celananya sambil menatap hujan. Tadinya ia mengutuk hujan yang turun tepat saat dia akan pulang, barisan orang yang mengantri berjejal-jejal membuatnya tidak mendapatkan kendaraan pulang. Ketika melihat seorang wanita mirip dengan Jean, jantungnya bukan lagi berdetak namun berdebur. Devlin merasa harus meyakinkan dirinya apakah itu Jean atau bukan, dan dia mulai mendekatinya untuk mencari tau. Sekarang, berdiri bersebelahan dengan Jean lagi seperti dahulu membuat hatinya terasa ringan untuk pertama kalinya setelah dua tahun yang panjang.

"Seorang pasien meninggal hari ini, seorang balita Dev. Kami tidak bisa berbuat apa-apa." Jean menunduk sedih. Devlin tidak tau harus berkata apa, ada keinginan untuk merengkuh Jean kedalam pelukannya, namun diurungkannya. Devlin meraih tangan Jean dan menggenggamnya erat. Jean membiarkannya.

Suara klakson membelah suara hujan dan riuh pembicaraan orang-orang yang masih menunggu hujan reda. Semua orang melihat kearah mobil Lexus putih, termasuk Devlin. Cas? Dilihatnya Cassandra sedang mengibaskan tangannya menyuruh Devlin masuk ke mobilnya. Kakinya yang sudah pegal langsung merespon. Ia menghampiri Cassandra sambil menarik tangan Jean untuk mengikutinya. Dengan terkejut, langkah Jane terseret-seret di jalan beraspal yang sekarang menjadi kubangan air hujan.

Devlin membuka pintu belakang dan memaksa Jean masuk, sementara dia duduk di kursi depan disamping Cas. Mobil Cas segera melesat, "Biarkan dia ikut ya Cas, tidak perlu repot-repot, kau cukup mengantarkan kami ke apartmentku. Dari sana aku akan mengantarnya pulang."

"dr. James sedang off Jean?" Tanya Cas mengindahkan kata-kata Devlin. Dia membetulkan spion tengahnya agar dapat melihat wajah Jean. Devlin baru teringat Jean belum menjawab pertanyaan yang sama darinya.

"Uhm... dia terbang ke Australia sore ini untuk panggilan seminar." Jean merasa tidak pelu menjelaskan bahwa James akan berada disana selama beberapa hari.

"Tidak masalah Dev, biar aku saja yang mengantarnya pulang."

Devlin yang dari tadi sedang mengecek google maps menemukan rumah Cas berbeda arah dari rumah Jean.  Menurut alamat yang diberikan Jean, rumahnya ada di sub urban--pinggiran kota Surabaya--yang jaraknya seperti Tangerang dari Jakarta. "Tidak bisa, aku tidak bisa membiarkanmu menyetir sejauh itu Cas. Lagipula aku yang mengajaknya ikut."

"Kalian bisa mengantarku ke stasiun terdekat, tidak masalah. Aku terbiasa berkendaraan umum." Jean merasa telah merepotkan semua orang.

"Tidak Jean. Aku menginginkanmu ... " kata-kata Devlin mengambang di udara. Cas menengok dan mengamati ekspresi yang terbentuk di wajah Devlin dan hatinya meringis, " ... aku menginginkanmu ikut denganku. Cukup, tidak ada bantahan." Apakah dia selalu berkata setegas ini, pikir Jean. Jean yang baru akan membantah kemudian menutup mulutnya. Adu mulut dengan Devlin disini tidak akan terlihat baik, terutama di depan Cas.

Ia merasa Devlin tidak memperlakukan Cas dengan baik. Dari saat makan malam, Devlin malah memberikan makanannya dari Cas ke Jean. Sekarang malah Cas diminta mengantarkannya dan Devlin ke tujuan. Ia harus menegur Devlin nanti, pantas lelaki itu masih single.

"Drop kami di halte itu saja Cas, tidak perlu berputar jadi kau bisa lurus terus setelah kami turun. Thanks Cas, aku berhutang terus padamu."

"Kalau kau tak enak hati, bayar hutangmu segera padaku. Aku akan memikirkan persyaratannya." Devlin tidak memperhatikan sarkasme dalam kata-kata Cas, hatinya sedang senang. Devlin merespon dengan tertawa lebar.

Devlin dan Jean turun segera dari mobil. Cas memperhatikan mereka dari kaca spionnya, Devlin setengah merangkul Jean dan melindungi kepala wanita itu dari derasnya hujan. Air matanya jatuh.

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (10)
  • dede_pratiwi

    Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' jangan lupa like. makasih :)

    Comment on chapter Bab 1
  • YUYU

    @aisalsa09 lanjut sis wkwkwk...

    Comment on chapter Bab 15
  • aisalsa09

    Aku baru baca smpe part 15, kok jadi takut James otak kematian Mike ya? Wkwk. Ya ampun otakku

    Comment on chapter Bab 15
  • YUYU

    Kang isa.. dah ak revisi elipsisnya hahaha... nuhun kang. Ada lg?

    Comment on chapter Bab 1
  • YUYU

    ???? Tq bgt diarah keun

    Comment on chapter Bab 1
  • YUYU

    Oooo... Bsk ak japri y

    Comment on chapter Bab 1
  • Kang_Isa

    Paragraf 13.

    Apa yang akan terjadi pak? ....

    ( Apa yang terjadi, Pak? .... )

    Begitu pun pargraf di bawahnya.
    ---- "Jangan khawatir pak. Istri bapak ----
    ( ---- "Jangan khawatir, Pak. Istri Bapak ---- )

    Kayaknya masih ada lagi, deh. Aku baru baca sampai bab 4 dulu. Suka dari alurnya, menarik. Kalau tanda baca bisa sambil jalan, hehehe.

    Comment on chapter Bab 1
  • Kang_Isa

    Di bab 1, paragraf 9.
    Di situ ada kalimat:
    ---- Devlin.....? -----
    Elipsis, atau titik tiga di apit oleh spasi. ( ... )
    Kalau ditambahi dengan tanda tanya. ( ...? )
    Begitu pun untuk tanda seru atau lainnya. ( ...! / ...?! )

    Comment on chapter Bab 1
  • YUYU

    Terima kasih @Kang_Isa bgn mana atuh kang mohon petunjuknya... ak coba cek n edit.

    Comment on chapter Bab 1
  • Kang_Isa

    Halo, Yuyu. Salam kenal, ya. Ceritanya cukup menarik, alurnya lumayan menyentuh. Segi tanda baca, sama beberapa kosakata masih ada yang kurang pas kalau menurutku. Salam semangat, ya.

    Comment on chapter Bab 1
Similar Tags
Belum Tuntas
5018      1720     5     
Romance
Tidak selamanya seorang Penyair nyaman dengan profesinya. Ada saatnya Ia beranikan diri untuk keluar dari sesuatu yang telah melekat dalam dirinya sendiri demi seorang wanita yang dicintai. Tidak selamanya seorang Penyair pintar bersembunyi di balik kata-kata bijaknya, manisnya bahkan kata-kata yang membuat oranglain terpesona. Ada saatnya kata-kata tersebut menjadi kata kosong yang hilang arti. ...
SATU FRASA
15752      3312     8     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...
A - Z
3039      1038     2     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
Last Game (Permainan Terakhir)
481      327     2     
Fan Fiction
Last Game (Permainan Terakhir)
Meet Mettasha
259      208     1     
Romance
Mettasha Sharmila, seorang gadis berusia 25 tahun yang sangat senang mengkoleksi deretan sepatu berhak tinggi, mulai dari merek terkenal seperti Christian Loubotin dan Jimmy Choo, hingga deretan sepatu-sepatu cantik hasil buruannya di bazar diskon di Mall dengan Shabina Arundati. Tidak lupa juga deretan botol parfum yang menghiasi meja rias di dalam kamar Metta. Tentunya, deretan sepatu-sepat...
Innocence
5589      1820     3     
Romance
Cinta selalu punya jalannya sendiri untuk menetap pada hati sebagai rumah terakhirnya. Innocence. Tak ada yang salah dalam cinta.
Carnation
465      335     2     
Mystery
Menceritakan tentang seorang remaja bernama Rian yang terlibat dengan teman masa kecilnya Lisa yang merupakan salah satu detektif kota. Sambil memendam rasa rasa benci pada Lisa, Rian berusaha memecahkan berbagai kasus sebagai seorang asisten detektif yang menuntun pada kebenaran yang tak terduga.
Bottle Up
3066      1266     2     
Inspirational
Bottle Up: To hold onto something inside, especially an emotion, and keep it from being or released openly Manusia selalu punya sisi gelap, ada yang menyembunyikannya dan ada yang membagikannya kepada orang-orang Tapi Attaya sadar, bahwa ia hanya bisa ditemukan pada situasi tertentu Cari aku dalam pekatnya malam Dalam pelukan sang rembulan Karena saat itu sakitku terlepaskan, dan senyu...
I Fallen for Jena Henzie
8467      1876     0     
Romance
Saat pitcher melempar bola, perempuan itu berhasil memukul bola hingga jauh keluar lapangan. Para penonton SMA Campbell langsung berdiri dengan semangat dan bersorak bangga padanya. Marvel melihat perempuan itu tersenyum lebar saat mengetahui bolanya melambung jauh, lalu ia berlari sekencang mungkin melewati base pertama hingga kembali ke home. Marvel melihat keramaian anak-anak tim base...
The Yesterday You
376      267     1     
Romance
Hidup ini, lucunya, merupakan rangkaian kisah dan jalinan sebab-akibat. Namun, apalah daya manusia, jika segala skenario kehidupan ada di tangan-Nya. Tak ada seorang pun yang pernah mengira, bahkan Via sang protagonis pun, bahwa keputusannya untuk meminjam barang pada sebuah nama akan mengantarnya pada perjalanan panjang yang melibatkan hati. Tak ada yang perlu pun ingin Via sesali. Hanya saja, j...