Sesuai prediksi, malamnya hujan turun lagi bahkan lebih lebat dari tadi pagi. Jean yang sudah menunggu di halte menjadi kuyup dan bingung harus kemana karena jalanan malam ini sepi dari angkutan umum. Dengan menerobos hujan dibawah naungan payung lipatnya yang tersapu angin kekiri-kekanan, ia memutuskan kembali ke rumah sakit. Paling tidak lebih aman untuknya ketimbang menunggu hujan di halte yang sepi dan remang-remang. Tinggal menunggu taxi yang datang dan menurunkan penumpang. Gajinya tidak seberapa, tetapi untuk hari ini--hanya hari ini--Jean akan pulang naik taxi.
Lampu tembak bercahaya putih dengan tiang tinggi di halaman rumah sakit membuat rumah sakit itu tampak menakutkan dibawah derasnya hujan. Namun dengan banyaknya orang yang menunggu kendaraan di depan lobby rumah sakit membuatnya lupa akan hal itu. Jean berdiri di tengah-tengah kerumunan dua baris orang dan ada sedikit kelegaan karena tubuhnya merasa hangat.
Sudut matanya menangkap sesosok lelaki berjaket hitam bergerak mendekat. Walaupun selama ini kejadian kriminal belum pernah menimpanya, namun ia selalu berhasil menghindari kriminalitas dengan instingnya. Ketika lelaki itu berjarak tiga langkah darinya, Jean dengan cepat berbalik badan dan mulai menyeruak barisan antrian orang kearah yang berlawanan dari datangnya lelaki itu, namun terlambat. Tangannya dicengkram kuat dan mulutnya di tutup. Jean menggigit telapak tangan orang itu dan lelaki itu menjerit kesakitan. Jeritan suara yang dikenalnya.
"Oh my God, Devlin!" Jean memegang tangan Devlin memeriksa jika gigitannya telah membuatnya terluka, dan ternyata tidak. "Kenapa tidak kau panggil saja aku?"
Devlin menjawab dengan senyum miringnya dan Jean mendengus membuang muka dan melemparkan tangan Devlin dalam pegangannya. Devlin mendekatkan bibirnya ke telinga Jean, "kau basah kuyup. Pakaian dalammu tercetak dan kentara dari luar."
Apa? Jean langsung mengecek tubuhnya. Pakaian dalamnya yang berwarna gelap membayang dibawah kemeja katun beige muda yang dikenakannya dan memperlihatkan lekuk payudaranya yang lembut. Secepat kilat ia menutupinya dengan tas tangannya yang kecil. Untunglah hari itu malam, sehingga tidak ada yang melihat wajahnya memerah malu. Devlin menyampirkan jaketnya ke bahu Jean, mau tak mau Jean menggunakannya dan mengancingkannya erat. Jaket itu jauh lebih kering dari pakaian yang dikenakan Jean, dan hangat.
"James tidak mengantarmu pulang? Aku melihatnya tadi di depan ruang operasi. Seseorang meninggalkah?" jari-jari Devlin mulai dingin, dimasukkannya tangannya ke kantong celananya sambil menatap hujan. Tadinya ia mengutuk hujan yang turun tepat saat dia akan pulang, barisan orang yang mengantri berjejal-jejal membuatnya tidak mendapatkan kendaraan pulang. Ketika melihat seorang wanita mirip dengan Jean, jantungnya bukan lagi berdetak namun berdebur. Devlin merasa harus meyakinkan dirinya apakah itu Jean atau bukan, dan dia mulai mendekatinya untuk mencari tau. Sekarang, berdiri bersebelahan dengan Jean lagi seperti dahulu membuat hatinya terasa ringan untuk pertama kalinya setelah dua tahun yang panjang.
"Seorang pasien meninggal hari ini, seorang balita Dev. Kami tidak bisa berbuat apa-apa." Jean menunduk sedih. Devlin tidak tau harus berkata apa, ada keinginan untuk merengkuh Jean kedalam pelukannya, namun diurungkannya. Devlin meraih tangan Jean dan menggenggamnya erat. Jean membiarkannya.
Suara klakson membelah suara hujan dan riuh pembicaraan orang-orang yang masih menunggu hujan reda. Semua orang melihat kearah mobil Lexus putih, termasuk Devlin. Cas? Dilihatnya Cassandra sedang mengibaskan tangannya menyuruh Devlin masuk ke mobilnya. Kakinya yang sudah pegal langsung merespon. Ia menghampiri Cassandra sambil menarik tangan Jean untuk mengikutinya. Dengan terkejut, langkah Jane terseret-seret di jalan beraspal yang sekarang menjadi kubangan air hujan.
Devlin membuka pintu belakang dan memaksa Jean masuk, sementara dia duduk di kursi depan disamping Cas. Mobil Cas segera melesat, "Biarkan dia ikut ya Cas, tidak perlu repot-repot, kau cukup mengantarkan kami ke apartmentku. Dari sana aku akan mengantarnya pulang."
"dr. James sedang off Jean?" Tanya Cas mengindahkan kata-kata Devlin. Dia membetulkan spion tengahnya agar dapat melihat wajah Jean. Devlin baru teringat Jean belum menjawab pertanyaan yang sama darinya.
"Uhm... dia terbang ke Australia sore ini untuk panggilan seminar." Jean merasa tidak pelu menjelaskan bahwa James akan berada disana selama beberapa hari.
"Tidak masalah Dev, biar aku saja yang mengantarnya pulang."
Devlin yang dari tadi sedang mengecek google maps menemukan rumah Cas berbeda arah dari rumah Jean. Menurut alamat yang diberikan Jean, rumahnya ada di sub urban--pinggiran kota Surabaya--yang jaraknya seperti Tangerang dari Jakarta. "Tidak bisa, aku tidak bisa membiarkanmu menyetir sejauh itu Cas. Lagipula aku yang mengajaknya ikut."
"Kalian bisa mengantarku ke stasiun terdekat, tidak masalah. Aku terbiasa berkendaraan umum." Jean merasa telah merepotkan semua orang.
"Tidak Jean. Aku menginginkanmu ... " kata-kata Devlin mengambang di udara. Cas menengok dan mengamati ekspresi yang terbentuk di wajah Devlin dan hatinya meringis, " ... aku menginginkanmu ikut denganku. Cukup, tidak ada bantahan." Apakah dia selalu berkata setegas ini, pikir Jean. Jean yang baru akan membantah kemudian menutup mulutnya. Adu mulut dengan Devlin disini tidak akan terlihat baik, terutama di depan Cas.
Ia merasa Devlin tidak memperlakukan Cas dengan baik. Dari saat makan malam, Devlin malah memberikan makanannya dari Cas ke Jean. Sekarang malah Cas diminta mengantarkannya dan Devlin ke tujuan. Ia harus menegur Devlin nanti, pantas lelaki itu masih single.
"Drop kami di halte itu saja Cas, tidak perlu berputar jadi kau bisa lurus terus setelah kami turun. Thanks Cas, aku berhutang terus padamu."
"Kalau kau tak enak hati, bayar hutangmu segera padaku. Aku akan memikirkan persyaratannya." Devlin tidak memperhatikan sarkasme dalam kata-kata Cas, hatinya sedang senang. Devlin merespon dengan tertawa lebar.
Devlin dan Jean turun segera dari mobil. Cas memperhatikan mereka dari kaca spionnya, Devlin setengah merangkul Jean dan melindungi kepala wanita itu dari derasnya hujan. Air matanya jatuh.
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter Bab 1