Siang itu, Jean berada di ruang dapur rumahnya dengan jendela besar yang mengarah ke halaman belakang. Ia sedang mengatur pesta barbekyu yang sering diadakan di rumahnya manakala Mike dan sabahat seprofesinya sedang libur. Jumlah mereka hanya lima orang, sehingga mengundang mereka datang bersama istri dan anak-anak pun tidak menjadi masalah. Anak-anak sudah diatur untuk bermain di bagian lain dari beranda, menjauhi para pria yang bercanda, mengepulkan rokoknya sambil mendentingkan gelas beer.
Anindya--istri Tony--sedang membantu Jean memotong bahan, sementara Jean membuat saus untuk bumbu bakarnya. Ia tak henti-hentinya mengeluh mengenai bocah-bocah lelakinya yang membuatnya bolak balik dipanggil kepala sekolah. Jean mau tak mau tertawa tanpa komentar, karena menurutnya Anindya adalah seorang pengurus rumah tangga yang handal, namun sifatnya yang suka mengontrol semuanya membuat anak-anak lelakinya lebih dekat ke Tony yang mana memperbolehkan anak lelaki mereka untuk bertindak layaknya lelaki, asal tidak melampaui norma sosial dan agama, serta mereka harus dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.
"Joe pasti akan suka dengan resep ini. Dijamin!" Suara Diana--istri Spike yang bertubuh montok--sayup terdengar sedang berbagi resep dengan Debby yang baru saja menikahi Joe. Jean melirik ke belakang dan ikut tergelak ketika Diana menjulurkan lidahnya menjilati seputar bibirnya, ia bertanya-tanya resep apa yang sedang mereka bicarakan. Lucy--istri Bram yang baru melahirkan--kebetulan lewat juga menjadi penasaran, tak ayal ia ikut bergabung. Sesekali tawa cekikikan terdengar dari ruang tamu.
Jean sendiri baru menikah setahun dan setelah merayakan ulang tahun perkawinannya yang pertama minggu lalu, ia dan Mike memutuskan untuk membentuk keluarga sempurna. Mike menginginkan anak yang banyak untuk menemani Jean ketika ia sedang bertugas. Jean tertawa dan menyambutnya dengan suka cita.
Jean melirik keluar dari jendela dapurnya, dimana lelaki dewasa sedang lari berkejaran dan saling menjatuhkan. Boys will be boys, pikirnya geli. Sekarang empat lelaki itu sedang mengejar Devlin, dengan gesit Devlin menghindari teman-temannya yang satu persatu berjatuhan. Segesitnya Mike yang paling ramping diantara teman-temannya pun tidak dapat menangkap Devlin yang lebih tinggi dengan otot yang berisi. Devlin tertawa paling akhir. Terkesima dengan tawa kemenangannya, membuat Jean yang menonton dari dalam ikut tertawa.
Tigapuluh menit kemudian, merespon teriakan Debby bahwa bahan barbekyu sudah siap, para lelaki berhamburan masuk dan menghampiri istri-istri mereka sambil melayangkan kecupan dan pelukan mesra.
Devlin masuk paling akhir, wajahnya langsung bersemu merah melihat pemandangan di depannya. "Oh, begini acara barbekyunya? Mungkin sebaiknya kalian masing-masing pulang dan mengunci kamar. Biarkan aku membaby sit anak-anak kalian. Atau mungkin lain kali tidak usah repot mengajakku untuk pesta barbekyu lagi." Renggut Devlin sambil bersedekap. Keluhannya hanya mendapat perhatian sebentar, kemudian bunyi kecupan dan erangan terdengar kembali di seluruh ruangan.
"Oh, man!" Keluh Devlin. Ia berbalik sambil mengambil nampan bahan terdekat untuk dibakar atau diasapi, dan segera keluar. Di belakangnya terdengar riuh tawa teman-temannya, yang membuatnya mau tak mau terkekeh juga.
"Cari pacar dong, Dev! Atau kami akan berpikir kamu... ehem." Spike yang tubuhnya seperti Mike Tyson memberi kode sambil mengangkat dua nampan sekaligus. Setelah itu, satu persatu lelaki keluar masuk sambil mengangkat nampan sampai habis.
Anak-anak sudah di desain untuk kali ini mereka dapat memakan makanan siap saji kesukaannya di ruang makan bersama beberapa asisten rumah tangga yang ikut, jauh dari asap rokok dan pembicaraan yang mungkin mengarah dewasa.
Devlin sedang membakar daging yang sudah di empukkan dan dibumbui Diana, ketika ia merasa bahunya diraih lembut. Ia berbalik dan tersenyum mendapati Jean dalam balutan kemeja biru muda tanpa lengan dan celana denim setengah lutut.
"Dev, kenapa tidak bawa pacarmu?" Jean bertanya sambil mengambil beberapa potong daging dan mulai memanggang di sebelah Devlin.
"Hmm ... pacarku jelek." Seringainya jenaka. Devlin mengaduh ketika jari Jean mencubitnya gemas, daging dalam capitannya sampai lepas ke atas panggangannya lagi. Ia tertawa, kemudian memberikan Jean senyum miringnya. Kata Jean, senyum miringnya mampu melumpuhkan 10 wanita sekaligus, tetapi Devlin terheran mengapa wanita ini masih berdiri di atas kedua kakinya yang indah.
"Seriuslah Dev, sudah berapa lama ya sejak yang dulu? Maksudku umurmu tidak muda lagi, aku rasa sebaiknya kau mulai mencari istri." Ia baru akan membuka mulut ketika Jean melanjutkan, "Aku akan mengenalkan teman-temanku jika koleksimu kurang." Mata Jean berkilat, tanda ia memang berniat. Devlin tertawa geli melihat Jean mau bersusah payah membantunya.
"Baiklah, kenalkan padaku." Mata Devlin berkilat menantang. Kau bahkan tidak tau tipeku seperti apa, gumamnya. Sekalipun Jean menawarkan temannya yang lebih cantik, lebih ramping, lebih sexy; tidak akan ada yang mampu menyaingi Jean.
Pertemuan pertamanya dengan Jean adalah ketika ia hampir mati. Peluru menembus tubuhnya di tiga tempat ketika mencoba menggagalkan pembajakan bis kota dan ia mengalami pendarahan hebat. Kala itu, Jean belum genap setahun bekerja di rumah sakit pemerintah yang digunakan kesatuannya baik untuk pemeriksaan rutin maupun tindakan medis.
Penglihatan Devlin saat itu buruk akibat kehilangan darah, namun ia hafal bisikan Jean. Suaranya yang bergetar, membacakan doa sambil bekerja dengan tangan gemetar, membantu dokter memotong-motong bajunya dan membasuh darah dari tubuhnya. Jean merawatnya setiap hari. Ketika ia sembuh, barulah ia melihat dengan jelas sosok penyelamatnya dan terkesima. Bukan hanya memiliki tangan yang dapat menyembuhkan, Jean juga memiliki senyum seperti paracetamol yang dapat membuat lupa rasa sakit.
Dasar memang Devlin adalah anggota kesatuan yang paling berani mengambil resiko, ia sering keluar masuk rumah sakit. Kening tersayat, luka tusuk, memar dan lainnya; semuanya dirawat oleh Jean. Devlin berpikir, mungkin ia seperti kelinci percobaan Jean, ia sudah mengalami jahitan tangan Jean dari seorang pemula sampai jahitan tangannya yang ahli; dan ia tidak keberatan.
Beberapa waktu kemudian ketika Devlin memutuskan untuk menjadikan Jean kekasihnya, ia merasa harus memperkenalkan Jean pada sahabatnya untuk meminta persetujuan mereka, Mike Mayer adalah salah satunya. Para sahabatnya sangat menyukai Jean, namun ia sendiri belum punya keberanian untuk menyatakan cintanya jadi dibiarkannya hubungannya mengambang.
Dilain pihak, Mike jatuh cinta pada Jean sejak ia mengenalkan mereka pertama kali, Devlin tau itu, namun ia tidak menghiraukannya. Setahun kemudian, Mike mengajak Devlin bicara empat mata. Melihat hubungannya dan Jean yang belum terikat, Mike meminta Devlin menyerahkan Jean kepadanya karena ia sangat serius ingin memperistri Jean. Jika saat itu Devlin juga siap untuk terikat, ia pasti akan memperjuangkan Jean.
Devlin berpikir cukup lama sebelum akhirnya memutuskan, Jean akan lebih bahagia dengan lelaki yang lebih dewasa dan bijaksana seperti Mike. Ketika ia menyatakan persetujuannya ke Mike seperti menandatangani suatu perjanjian tak kasat mata. Mike berjanji akan membahagiakan Jean dan tidak akan membuatnya menangis.
Mike melanggar janjinya.
Ceritanya keren. ku udah like and komen. tolong mampir ke ceritaku juga ya judulnya 'KATAMU' jangan lupa like. makasih :)
Comment on chapter Bab 1