Dibalik gerbang besi menuju ruang bawah tanah yang dimasuki Sina, Andrew, dan Ghara adalah sebuah lift yang hanya memiliki satu pemberhentian. Tempat pemberhentian itu adalah ruangan utama Instansi.
“Paman, menurutmu apa bibi Tiara baik-baik saja?”
Andrew melihat pada Sina, gadis itu terlihat gemetar. Memang, Tiara adalah sesorang yang sangat berarti untuk anak itu meskipun nyatanya telah berbohong selama belasan tahun. Tapi jujur, ia pun tak tahu pasti apa wanita itu masih dalam keadaan yang dapat dibilang baik atau tidak. Tapi kalau hidup, itu sudah pasti masih.
“Kau hanya perlu bibimu hidup, kan?”
Sina tersentak. Seketika ia melirik pada Andrew yang memberi ekspresi meyakinkan bahwa bibinya itu masih hidup. Ya, setidaknya bagi dirinya hidup saja sudah cukup. “Hm..” Sina mengangguk.
“Asal kau tahu saja, gadis kecil. Aku telah berjanji untuk menjaga wanita itu apapun yang terjadi, tepat pada saat kematian adikku. Bibimu, adalah adikku juga. Setidaknya aku merasa begitu.”
Liftpun berhenti, dalam lima detik pintu terbuka. Andrew membenahi jas putih yang telah ia cuci sebelumnya -karena penuh darah Sina- dan mengeluarkan IDnya. Tentu saja, bukan ID asli.
Seorang penjaga menahannya, Sina menutupi wajahnya dengan masker dan Ghara dengan kepercaya diriannya menampilkan wajah menawan andalannya.
“Pak Orsh?”
“Kami punya janji dengan Presdir Choi, sehubungan dengan kedua anak buahku ini.” Andrew menunjuk pada dua manusia dibelakangnya.
“Ah, baiklah.”
Mereka berjalan dengan santai menuju sebuah ruangan yang terhubung dengan ruangan bawah tanah tempat seluruh kegiatan rahasia dijalankan.
“Bibimu ada diruangan presdir.”
“Bagaimana kau tahu?”
“Aku hanya menebaknya,”
Ghara memasang wajah masam. Hidup mereka dipertaruhkan disini hanya untuk menjalankan sesuatu hasil tebakan? Sungguh luar biasa!
“Lalu akan kemana kita? Apa dapat semudah itu masuk keruangan si presdir?”
Andrew memukul kepala Ghara dengan gemas. Anak ini benar-benar tidak bisa diajak bekerjasama sama sekali.
“Kau ini kenapa sih, paman?” Ghara protes, ia memegangi kepalanya yang sakit. “Punya dendam kesumat padaku, ya?”
“Disini kau jangan sembarangan bicara! Kau mau dicurigai?”
Ghara mendesis. Ia memang menyadari apa yang dilakukannya salah, tapi mengapa harus dipukul? Sepertinya pangkat ksatria yang ia miliki benar-benar tak berguna di Bumi.
“Jika tidak penting, bisa jangan saling bicara? Aku tidak ingin bibiku terlambat ditemukan,”
Ghara dan Andrew terdiam, menyadari kebenaran perkataan Sina. Entah mengapa, kebijaksanaan gadis itu semakin lama mulai terlihat. Ia memang puteri Lemuria sejati.
Mereka akhirnya sampai didepan ruangan Presdir tanpa hambatan. Hanya saja, terlihat beberapa orang penjaga didepan pintu ruangan yang cukup besar itu. Jika harus melawan mereka, pasti menimbulkan keributan. Instansi ini, memiliki agen dan prajurit lebih banyak dari yang terlihat. Mereka tidak bisa meremehkannya begitu saja.
Syut! Sebuah asap berwarna kelabu muncul dan melewati para penjaga. Tak lama setelahnya, mereka tertidur.
Ghara dan Sina saling bertatap. Mereka dengan kompak melihat kearah Andrew yang sedang tersenyum sendiri, puas dengan apa yang ia lakukan baru saja.
“Hm? Apa?” Andrew berhenti tersenyum menyadari bahwa ulahnya itu diketahui dua manusia dihadapannya. “Aku tidak ingin ada kekerasan. Kebetulan aku membawa serbuk bius. Lagipula itu bukan hal penting, jadi tidak perlu pemberitahuan, kan?”
Ia dengan santai melewati Ghara dan Sina, mendahului mereka memasuki pintu ruangan. Setelah masuk, mereka mendapati ruangan tersebut kosong. Andrew menelusuri pandangan keseluruh ruangan. Tapi hasilnya nihil.
Ghara memandang Andrew, menuntut penjelasan. Sementara yang dipandangnya, hanya mengangkat tangan.
“Dasar tukang membual,”
Sina berjalan meyusuri ruangan itu. Tangannya lalu seperti meraba udara, “Kelam dan gelap. Kesedihan tiada akhir. Sebuah ambisi tiada ujung, dan pengorbanan bahkan sampai yang paling digenggam erat. Semua untuk kekuasaan,”
Andrew berbisik pelan pada Ghara disebelahnya, “Pstt, dia sedang membaca mantera ya?”
“Tidak, dia sedang mengungkapkan apa yang dirasakannya.”
Andrew tidak puas dengan perkataan pemuda itu, “Sina, tidakkah lebih baik kita pergi dari sini? Waktu yang kita punya tidak banyak! Katakanlah apa yang kau temukan itu, lalu kita cari Tiara.”
“Baiklah, ayo pergi. Aku tak menemukan apapun.”
“Kata-kata yang kau ucap tadi apa?”
“Memang aku bilang apa, paman?”
Andrew memukul keningnya sendiri. Ah, waktunya terbuang percuma.
“Baiklah, jangan buang waktu lagi. Ayo!”
Baru saja mereka hendak melangkah meninggalkan ruangan itu, kabut hitam tiba-tiba saja menghalangi mereka.
“Siapapun yang masuk keruanganku tanpa izin, takkan keluar dengan selamat.”
Mereka berbalik, terlihat Presdir Choi duduk dengan tenang di singgasananya. Sedangkan Tiara diam tak berkutik disebelahnya, berdiri bagai pengawal.
“Tiara!!”
Presdir Choi memukulkan ujung tombaknya kelantai, kemudian berdiri dengan gagahnya. “Tidak sopan!! Kalian masuk keruanganku tanpa permisi, dan sekarang berbicara tanpa hormat terlebih dahulu? Dasar manusia sampah!!”
Pria itu membuka tudungnya, menyunggingkan senyum licik kepada mereka. “Hmm, perkenalkan. Dia ini ajudanku yang baru. Ah, iya! Kalian sudah tahu namanya, kan. Hahaha..”
Tiara meletakkan lengan kanannya diatas dada, pandangannya kosong. Kemudian ia membungkuk. “Salam hormat dari saya. Perkenalkan, saya Tiara. Ajudan Presdir Choi.”
Sina berjalan mendekati singgasana itu, tanpa rasa takut. Sementara Andrew dan Ghara terlihat cemas dibelakangnya, tanpa dapat berbicara apapun.
“Hohoho, kau tidak terima ya bibimu menjadi penjagaku.”
Tanpa diduga, Sina ternyata bukan berjalan kearah bibinya. Ia kini berada dihadapan Presdir Choi, menggenggam sesuatu ditangannya. Saat waktunya tepat, ia mengeluarkan sebuah belati berwarna emas dan meletakkannya di leher pria itu.
“Cih, beraninya anak ini.” Presdir melirik kearah belati milik Sina. Pria itu kini berada sangat dekat dengan Sina, ia dapat merasakan aura aneh dihadapannya. Selama ini, mungkin ia salah jika menganggap gadis ini bukanlah lawannya. Nyatanya, ia bahkan memiliki aura kemampuan yang setara dengan ksatria Nirranthea. “Kau ini sebenarnya apa?”
Sina mengangkat belatinya tinggi-tinggi, bersiap menggores leher lelaki itu. Namun tiba-tiba saja seseorang mendorongnya dari belakang. Ia terkejut dan menoleh, “Bibi?”
“Akulah lawanmu.”
waaah kasihan sekali depresi sampai 12 tahun but premisnya oke banget, gimana kisahnya manusia depresi 12 tahunnn bikin penasaran??? 1 bulan ada masalah aja udah kaya org gila hehehe. :( udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter 1. Lost Then