“Permisi..” Ghara berteriak didepan pintu kelas sebelas IPA tiga. Ia kemudian menghadap seorang guru yang sedang mengajar didepan kelas.
“Oh, Sina? Vierrasina ya?”
Ghara mengangguk pelan. “Saya diperintah oleh kakak OSIS yang lain mencari kak Sina, karena setelah pengumuman istirahat tadi dia tetap tidak datang ke rapat.”
“Maaf, Ghara. Mungkin kamu tidak tahu? Beberapa hari ini Sina tidak akan masuk sekolah. Salah satu keluarganya menghubungi pak kepala langsung.”
“Kalau begitu, terima kasih ya bu. Maaf mengganggu,”
Ghara keluar dari ruangan kelas sambil terus bergumam dan mengecek handphone nya. Berkali-kali ia menelepon, namun wajahnya terus menunjukkan kekhawatiran.
“Ck. Kenapa aku terus menerus khawatir sih?” Ghara mengecek kembali handphonenya. “Dia memberiku pesan aneh, dan sekarang dia menghilang! Merepotkan sekali..”
Ghara berhenti tepat didepan ruang rapat. “Eh, tunggu.” katanya. “Aku harus memastikan sesuatu!”
Ia kemudian masuk kedalam ruang rapat dan berbincang dengan ketua OSIS.
“Setahuku Sina tidak punya keluarga selain Mommynya. Semua keluarganya mengalami pembunuhan dan perampokan, dalam waktu yang berbeda. Gosipnya sih gitu..”
“Gosip? Dia sendiri tidak mengkonfirmasi hal itu memang kak?”
“Kau benar-benar seperti rumor ya, tidak suka bergosip. Sudahlah kembali ke kelas sana! Kita tidak bisa memulai rapat tanpa gadis itu..”
“Tunggu, kak!” Ghara menahan lengan ketua OSIS tersebut. “Aku hanya ingin tahu, paling tidak aku takkan ketinggalan berita..”
“Berita? Wuahaha..”
“Kak, serius!”
“Tadi kupikir kau menyukai Sina. Dia memang gadis yang sangat cantik. Hanya saja dulu katanya dia sempat depresi hebat dan kehilangan akal. Jadi dia Home Schooling. Dia baru-baru ini sembuh. Bahkan guru banyak yang memperingatkan agar kita tidak menyinggung masa lalunya. Kau sudah puas?”
“D-depresi?”
***
Malam itu, tepat pada malam terakhir dibulan tersebut Ghara pulang sekolah sendirian untuk pertama kalinya. Ia baru saja menyelesaikan latihan basket untuk pertandingan beberapa bulan lagi. Bahkan untuk beberapa hari kedepan, kemungkinan ia akan pulang larut malam lagi. Sungguh melelahkan.
Drrt.. Handphone Ghara berbunyi. Sebuah pesan masuk ke nomornya dengan nama kontak ‘Kak Sina OSIS’.
“Ada apa malam-malam begini? Apa besok akan ada rapat lagi? Tapi kan seharusnya rapat itu bukan besok..”
Pesan (1)
Kak Sina OSIS
Help
“Bagaimana aku bisa tahu itu dia, Tuan?”
“Dia akan memanggilmu ketika mereka menangkapnya..”
“Ish!! Suara dari mimpi yang kemarin kenapa masih terngiang dikepalaku sih? Tepat pada saat kakak kelas ini sms lagi,”
Terlintas dipikirannya tentang suatu hal. Ghara tiba-tiba memasang wajah aku-ini-aneh. “Hahaha, sepertinya aku mulai gila! Bagaimana mungkin gadis ini butuh bantuanku?”
Ia tersipu dan menggeleng kepalanya. “Tidak-tidak!” katanya. “Jangan pikirkan kakak kelas itu.. Masih banyak ikan diluar sana..”
Sayup-sayup ia mendengar suara perempuan. Ia sempat mengindahkannya, namun suara itu terus terngiang di telinganya.
‘Kumohon, tolong aku..’
Dia merasa sepertinya ia gila. Dan kini, suara itu terdengar semakin dekat.
“H-hei.. Siapa itu?”
Ghara menyiapkan kuda-kudanya, bersiap jika sesuatu terjadi pada dirinya.
‘Gha, kau mendengarku? Tolonglah kami,’
“Hiii..” Ia merinding, kemudian berlari secepatnya menjauhi tempat itu.
***
“Varagha akan membantumu..”
Sina mengangkat kepalanya ketika mendengar bisikan itu. “Aku mungkin berhalusinasi lagi.”
“Aku bersyukur itu kau, keturunan yang spesial. Jika dia tidak kunjung datang, aku izinkan kau memakainya..”
Sina mulai mencari sumber suara itu. Di ruang yang gelap ini, mungkinkah ada tahanan lain sedang memperhatikannya? Kemudian ia menyadari bahwa liontinnya bersinar terang. Dan suara misterius tersebut berasal dari sana.
“Mimpi ya?”
Sina menyembunyikan kepalanya kembali, mencoba memejamkan matanya. Karena terlalu lemas, lengan kanannya tiba-tiba jatuh ke lantai. “Hmm?”
Ia mengintip karena sesuatu seprertinya telah jatuh ke atas telapak tangannya. Sina membuka matanya lebar-lebar. Sungguh ia tidak mempercayai apa yang ia lihat. Kemudian ia menjatuhkan lengan kirinya. Sesuatu yang berbeda namun tak kalah mengagumkan mulai terlihat perlahan.
“A-apa.. Bibi...”
Penglihatannya tertutup sebuah cahaya terang. Ia tak dapat melihat apapun. Jauh lebih buruk dari keadaan ruang tahanan yang gelap. Ia merasakan kepalanya seperti dipenuhi sesuatu. Seketika memorinya penuh oleh banyak potongan peristiwa yang sangat aneh. Seakan-akan ia pernah mengalami itu sebelumnya.
“Ini adalah pesanku.”
“Untukmu Vierrasina. Bertahanlah. Tunggulah Varagha,”
“Tidak!!!”
waaah kasihan sekali depresi sampai 12 tahun but premisnya oke banget, gimana kisahnya manusia depresi 12 tahunnn bikin penasaran??? 1 bulan ada masalah aja udah kaya org gila hehehe. :( udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter 1. Lost Then