Diruang bawah tanah yang begitu gelap, hanya bercahayakan obor yang menyala disetiap dinding dengan jarak beberapa meter. Terdengar teriakan histeris beberapa orang yang menggema. Lalu kemudian sepi, senyap. Tak lama berselang terdengar suara langkah kaki beberapa pria yang membopong seorang gadis. Ya, gadis itu Sina. Sementara tak jauh didepannya, Mister dan Agen yang selalu bersamanya berdiri di depan sebuah pintu besar.
“Tuan besar..” Panggil salah seorang pria yang membopong Sina.
“BUKA” ucap sang Mister dengan lantang. Pintu itupun terbuka, lalu mereka semua masuk kedalamnya dan menyusuri sebuah lorong bersama. Diujung lorong tersebut, terdapat sebuah pintu kembali.
“Selamat siang, selamat datang tuan besar,”
Mister berjalan menuju kanan pintu dan meletakkan telapak tangannya di alat pemindai, alat tersebut juga kemudian memindai wajahnya. Tak lama berselang, pintu yang berlapis baja itupun terbuka. Sebuah ruangan laboratorium besar yang terdapat dibalik pintu itu. Seseorang lalu menyambut Mister dengan salam hormat. Menyusul beberapa orang lagi yang berpakaian seperti peneliti yang menghormat dengan cara yang sama.
“Tunjukkan aku dimana wanita itu..”
“Apa yang akan kita lakukan dengannya, Tuan?”
“Apapun, tapi pastikan harus lebih mengerikan dari yang lalu,”
“Sebelah sini, Tuan,” Mereka semua, Mister, Agen, serta anak buah Mister yang membawa Sina pergi mengikuti arah yang ditunjuk sang peneliti.
***
“Krahhhhh... Hah.. Hah...”
“Agen 055, apa pembelaanmu?” tanya seorang Hakim Agung.
“Sepanjang apapun pembelaanku, kalian akan tetap menyalahkanku bukan?”
“Jika kau mengerti, kenapa tidak menyerah dari awal?” jawab seorang jaksa penuntut. “Dan juga, kau tahu betapa mengerikannya hukum yang berlaku di Instansi kita. Apalagi unitmu, adalah unit yang tidak bisa dibela. Pada akhirnya, orang seperti kalian akan terus menyampahi hukum Instansi kita,”
“Sialan,” gerutu wanita yang menjadi terdakwa di persidangan itu. “Kau mulai pandai bicara, ya? Dasar penjilat!” Beberapa saat kemudian, kursi yang diduduki terdakwa itu kembali mengeluarkan sengatan listrik. “Argghhhhh!!! Hentikan keparat!!”
“Ups!! Maaf!!” ucap Jaksa sambil meletakkan remote control yang dari awal persidangan ia genggam. “Aku tidak sengaja menekannya! Sungguh!!” katanya sambil mengangkat kedua tangan dan melihat ke arah Hakim Agung.
“Hentikan!” perintah hakim. “Saya bersama para hakim telah berunding,”
Jaksa tersenyum sinis, senyum yang menyiratkan betapa ia yakin akan kemenangan kasus ini lagi. “Sidang selama apapun, kau tetap bersalah! Karena memang posisimu salah. Hahaha,” ucapnya pelan.
“Agen 055, sebagai Kepala pada Unit Samaran. Ditetapkan sebagai tersangka atas pengkhianatannya dan kelalaian tugasnya terhadap Instansi. Hukuman yang akan dijatuhkan adalah pencopotan jabatannya serta dikeluarkannya ia dari Unit yang selama ini ditinggalinya. Kemudian dikurung selama waktu yang tidak ditentukan didalam penjara laboratorium pusat. Dan harus rela menjadi objek penelitian selama dibutuhkan,” Hakim Agung mengetuk palu keramatnya sebanyak tiga kali. Sementara tersangka, diikat lalu dibawa pergi dari ruangan itu.
“Meski aku akan mati, tak apa. Aku harap Sina tidak dibawa kemari. Sina, maafkan Mommy,”
***
“Cih, menyedihkan sekali,”
“Ya ampun, Tiara. Eh maksudku Agen 055, sayangku. Kemana wajah cantikmu itu?”
“Hahh.. hahh.. Aku tidak apa-apa. Jangan sakiti anakku..”
Penjara laboratorium, amat mengerikan. Berbanding terbalik dengan semua fasilitas yang ada di Instansi. Tiara terengah dalam duduknya, kondisinya memilukan. Beberapa kulitnya memerah, bahkan menimbulkan luka bakar.
“Tapi, maafkan aku. Sebelum kau meminta anakmu itu sudah ada disini..” Mister memerintahkan anak buahnya, untuk membawa Sina kedalam penjara itu.
“Kau mengingkari janjimu..” teriak Tiara. “Kau bilang takkan melibatkan dia,”
“Hmm bagaimana ya, soalnya aku belum puas. Hahaha,”
“Kau monster!”
Mister mendekat kearah Tiara yang terlihat marah. “Harus kukatakan berapa kali hah? Kakakmu itu yang moster. Dasar wanita sialan!” Mister menampar Tiara dengan keras. Membuat pipi halus Tiara memerah. Wanita itu memegangi pipinya, lalu menatap dalam pada Sina yang masih pingsan.
“Aku tidak mengerti..” Tiara berkata lirih.
Mister mengangkat alis sebelah kanannya, menyatakan keingintahuannya terhadap kata-kata yang baru saja ia dengar.
“Kami datang dengan damai, kau pun tahu itu. Siapa yang menghasutmu?”
Mister tersenyum licik, “Siapa yang menghasut siapa? Kau sendiri tidak disana! Bagaimana bisa kau sedemikian yakinnya?”
“Karena meski bukan keturunan murni, kami memiliki sikap dan hati yang sama dengan para leluhur..”
Sina membuka matanya perlahan. Tanpa sadar, netra coklatnya berkilau selama beberapa saat. Ia melihat ke sekeliling. Tempatnya berada kini sangat asing. Ditambah lagi, ia ditahan oleh beberapa pria berbadan cukup besar hingga tidak dapat leluasa bergerak.
Seketika pandangannya menangkap wajah yang sangat familiar. Seorang wanita, namun dengan keadaan yang sangat buruk. Bagai seseorang yang sudah mengalami penyiksaan. “Ng.. Mom. Kaukah itu?”
“Si, Sina.. Putriku?”
Air mata Sina jatuh sangat deras, ketika mengetahui dengan jelas bahwa wanita itu adalah Mommynya yang sebelumnya menghilang. Seketika Sina memberontak, ingin menghampiri Mommynya dan memeriksa keadaannya. “Mom? Apa yang terjadi? Kenapa, kenapa kulitmu..”
Ia mengalihkan pandangannya pada beberapa orang disekelilingnya. “Dan siapa mereka? Kenapa aku ditahan seperti ini?”
Sina terus memberontak, “Lepaskan aku!” Akhirnya, ia terbebas dari mereka yang menahannya. Ia terjatuh dan menunduk lalu menyeka air matanya. “Apa yang terjadi..”
“Katakan pesan terakhirmu!”
Sina terkejut, akankah orang-orang ini akan membunuh Mommynya? Sama seperti kedua orangtuanya? “Kau akan membunuh kami?”
Mister menendang tubuh Sina dengan keras.
“Jangan!!” Teriak Tiara.
“Aku tidak bertanya padamu, gadis sialan!” Mister menatap tajam pada Tiara, kemudian duduk disebelah Sina. Tangannya menarik wajah sina dengan keras hingga gadis itu meringis kesakitan.
“Jika kau tidak mempunyai pesan terakhir, bagaimana jika kau katakan yang sebenarnya pada gadis malang ini?”
Sina menatap dalam pada Mommynya. Dalam hatinya, ia sudah tahu apa maksud yang dikatakan Tuan menyeramkan itu. Karena saat tertidur, semua potongan memori masa kecilnya telah kembali. Hanya saja, ia ingin tahu semuanya dari mulut Mommy.
Tiara menelan ludah. Sejak awal, ia sudah tahu hari ini akan datang. Hanya saja, ia tak siap dihadapkan yang seperti ini. Ia tidak sanggup meninggalkan kesan terakhir yang buruk untuk Sina. Ia hanya ingin, gadis itu tetap menjadi dirinya yang selalu riang. “Aku ini bibimu, Sina. Kau, Vierrasina.”
“Aku sudah tahu..”
Tiara terkejut setengah mati. Apa usahanya selama ini benar-benar berhasil? Tapi jika gadis itu mengatakannya sekarang, maka usahanya untuk melindungi keponakan tercintanya sia-sia sudah. Tiara memberi isyarat dengan tangannya agar gadis itu tidak mengatakan apapun.
Mister yang merupakan orang kepercayaan pemilik instansi ini, adalah orang yang terkenal kejam. Mister tidak boleh tahu, siapa Sina dan dirinya sebenarnya.
“Aku mengetahuinya sudah lama, kupikir itu hanya kecurigaanku semata.”
Bagus, pikir Tiara dalam hati. Ia harus terus meyakinkan Sina agar tidak sembarangan bicara. Setidaknya sampai bala bantuan dari adik dan kakak orang tua Tiara datang. Tapi, tentu saja akan memakan waktu lama. Ia hanya harus bersabar.
“Ya ampun, gadis manis. Kau hampir membuatku jantungan!” Mister bangkit lalu memerintahkan anak buahnya keluar, “Tinggalkan mereka disini. Berikan mereka waktu yang amat berharga sebelum mereka dipisahkan.”
“Baik!”
Mereka semua meninggalkan Tiara dan sina didalam ruang tahanan tersebut. Kini, hanya tinggal mereka berdua didalam ruangan gelap itu.
“Sina. Maafkan aku.” Ia sangat ingin memeluk Sina untuk yang terakhir kalinya. Tapi perasaan itu ia tahan, setidaknya untuk saat ini. Ia sangat yakin gadis itu kecewa berat, dan hampir tak percaya. Sama seperti yang ia rasakan dulu, ketika seluruh keluarganya dibantai.
“Aku tidak apa-apa, Mom.” Sina menyendiri di sudut ruangan, seperti kebiasaannya dulu saat masih dalam keadaan depresi. Ia mengingat semua memori yang menghujaminya bagai sebuah tombak yang menusuk kepalanya. Ia hampir tak percaya saat ingatannya pulih, meskipun hal itu adalah sesuatu yang ia inginkan sejak dulu. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi pada kedua orang tuanya hingga dibunuh dan disebut monster oleh Mister itu?
“Sina.. Aku tahu kau marah padaku, tapi hanya ini yang bisa kulakukan untuk menyelamatkanmu. Meski dengan mempertaruhkan nyawaku.” Tiara berusaha terus meyakinkan Sina. Jika gadis itu salah paham padanya, maka celakalah ia. Mereka akan memanfaatkan Sina.
“Ceritakan padaku seluruhnya, agar aku bisa kembali percaya padamu. Kau telah membohongiku selama belasan tahun,”
Tiara bersandar pada dinding bata dibelakangnya, “Aku akan jelaskan padamu, seluruhnya.” Wanita itu menutup matanya.
waaah kasihan sekali depresi sampai 12 tahun but premisnya oke banget, gimana kisahnya manusia depresi 12 tahunnn bikin penasaran??? 1 bulan ada masalah aja udah kaya org gila hehehe. :( udah kulike dan komen storymu. mampir dan like storyku juga ya. thankyouu
Comment on chapter 1. Lost Then