Read More >>"> Melawan Tuhan (Melawan Tuhan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Melawan Tuhan
MENU
About Us  

Tubuhku berlari menembus butiran butiran hujan, tiada tahu arah tujuan kemana diriku akan pergi. Karena tempatku berpulang sunyi tak ada cinta yang menantiku lagi, hanya deretan deretan kata benci berdesakkan dalam dada dan terus menyiksa.

Butiran hujan berhasil kutembus, tubuhku terlempar menuju sebuah ruang kecil di area pertokoan. Disana aku rebahkan ragaku untuk menutup mata dan berharap selamanya aku akan tertidur hingga menemui sosok Bapak Ibuku.

#gredekkkkk (suara pintu rolling dor toko terbuka)

"Woi . . Bangun....!!"

Suara keras dan kasar menghantam telingaku, serta sepakan kaki yang coba menyingkirkan tubuhku..

"Bangun woi . . Loe kira ini kos kosan apa ?? Ayo bangun loe gelandangan.."

Terpaksa aku rubuhkan mimpi yang baru saja hampir kunikmati, lalu bangkit dari area trotoar itu dan menghilang..

"Baik pak... maaf"

Tubuhku yang saat itu sudah setengah kering akibat hujan lebat semalam terpaksa pergi lagi dan mencari tempat yang mungkin cukup layak untuk kusinggahi. Aku pun teringat bahwa dalam tas ransel yang kubawa ada lembaran lembaran uang yang belum sempat kugunakan, lembaran uang haram yang tak sempat kugunakan untuk menyembuhkan Bapakku. Dalam hati sungguh aku bimbang, entah kepergian Bapak Ibuku adalah sebuah musibah atau anugerah yang menghindarkan mereka dari barang haram milikku. Sungguh otakku kacau penuh kata risau.

Kemudian dalam perjalanan cukup panjang, aku menemukan sebuah rumah yang layak untuk kuhuni, layak dan jauh dari rumah penuh kenangan pahit sebelumnya. Aku menyewa tempat tersebut untuk tempat baruku, segera kuberikan seluruh uang di tasku untuk menyewa rumah itu dalam beberapa tahun kedepan, hanya kusisahkan beberapa lembar uangnya untuk keperluan harianku. Lalu aku pun mencoba berbaur di lingkungan sekitar, sekedar mencari inspirasi atau mungkin ide yang harus kugunakan untuk berperang melawan kehidupan. Kala itu waktu menghadapkanku pada realita yang amat sangat persis dengan kata kata benci di dalam dadaku bahwa hidup ini tak adil. Kebencian yang sama saat aku berada di sebuah warung tak jauh dari tempat tinggal baruku.

Aku : "Buk . . Saya pesen nasi lauk ayam sama es teh tawar ya !!"

Pemilik warung : "Ya tong . . Bentar ya tong.."

Telingaku sedikit mendengar samar samar dialog para pengunjung warung yang saat itu juga sedang menikmati sarapan pagi disana. Mereka berdialog berdiskusi mengenai sistem negara yang sering muncul di layar kaca televisi.

Laki laki 1 : "Gue heran dengan pemerintah, kenapa koruptor terus dipelihara."

Laki laki 2 : "Iya sama, negara kita tuh tempatnya koruptor terbesar karena hukumnya lemah, makanya pada berani tuh korupsi."

Laki laki 3 : "Gimana, kalo kita juga korupsi, biar cepet kaya juga."

Laki laki 1 : "Korupsi mata loe soak, buat makan aja susah mau macem macem."

Laki laki 2 : "Hahahaha, iya korupsi batu bata sama semen biar kenyang bahan bangunan. Sadar diri dong . . Kita kan cuman kuli bangunan. Iya kalo si bos kita mah masih bisa kayak gitu."

Laki laki 3 : "Nah... maka dari itu kita kita orang kerjasama biar bisa ngibulin si bos."

Pemilik Warung : "Udah udah . . Dari tadi gue denger ramai aja soal korupsi. Kalo mau nyolong tuh sekalian yang gede. Tuh kaya para pejabat yang suka nyolong duit rakyat yang jumlahnya nyampek Milyatan. Bisa nggak kayak gitu ??"

Laki laki 3 : "Hehehe . . Kalo itu sih kita orang nyerah, betul nggak ??"

Laki laki 1, 2 : "Betul tuh . ."

Laki laki 3 : "Ehh.. tapi denger denger ni ya. Sitem rumah sakit juga makin rumit, ada uang dulu baru bisa diobatin."

Laki laki 2 : "Berarti orang miskin dilarang sakit. Loe kan miskin berarti loe gak boleh sakit. Hahahaha"

Laki laki 1 : "Hahahaa, iya kalo sakit minum aja obat di warung"

Laki laki 3 : "Wuhhh.. enak aja loe ngomong"

Pemilik warung : "Udah udah .. ribut mulu sih dari tadi. Gue siram nih, bikin warung gue gak nyaman aja. Kerjaan kayak ibuk ibuk, gosip terus.."

Dialog mereka menuntunku pada sebuah pintu yang selama ini tertutup rapat, dan seakan diriku berhasil menemukan pasangan kunci pintu tersebut lalu membuka isi dari segala rahasia di balik pintu misterius.

Ya . . Aku tahu senjata apa yang akan kugunakan sebagai perang. Semua benciku, bencinya, benci mereka, dan benci kami semua akan kutuangkan dalam lembaran lembaran kertas surat kabar agar menjadi virus yang membentuk rangkaian bom dengan daya ledak super. Lalu dalam batinku bergelut tanya . .

"Bagaimana aku melakukannya ??"

Kupaksa pergi tubuhku dari warung yang telah memberiku sebuah senjata. Lalu dalam langkah, terus isi kepalaku berputar menanyakan hal serta cara untuk merealisasikan sebuah rencana menjadi nyata. Hingga aku pun sampai kembali di rumah, disana aku menemukan klu tambahan yakni lembaran lembaran surat kabar kota. Dalam surat kabar itu ada halaman yang diisi dengan puisi dan beberapa cerpen rakyat bertema hal hal normal. Dari hal itu pun aku mencoba berinovasi untuk mengirimkan sebuah karya puisi yang berbeda, abnormal, dan frontal.

Aku mengambil koran yang ada diluar rumahku dan membawanya masuk ke kamar. Kupelajari setiap sistem surat kabar tersebut, kemudian ku mencoba mengirimkan puisi yang dahulu pernah menjadi juara kota, puisiku yang berjudul KAPAN.

Sungguh di luar asumsi, sungguh semua estimasiku salah total adanya. Puisiku ditolak mentah mentah oleh surat kabar dengan alasan tidak menerima halaman tambahan untuk seniman puisi amatir dan pemula. Sungguh amat sangat bodoh dunia ini pikirku. Namun aku takkan menyerah sampai disini, aku pergi menuju kota Yogyakarta tempat dimana seniman lahir dengan genre apa pun, tempat dimana semua jenis manusia tumbuh dan berkembang.

Aku meninggalkan rumah kontrakanku dengan hanya membawa beberapa pakaian dan bekal uang. Aku juga pergi berpamitan kepada pemilik rumah agar rumah kutinggal masih dalam penjagaan. Aku sampai di tanah Yogyakarta di awal bulan April. Bulan dimana seharusnya aku belajar mati matian untuk menghadapi Ujian Akhir Sekolah, tetapi aku tak peduli yang paling penting bagiku adalah virus virus rencanaku berhasil tereksekusi dengan baik.

Kali ini aku tidak hanya mengirimkan satu puisi, kucoba memecah belah puisiku seakan kubuat duplikatnya. Puisi bertema sama dengan diksi pedas menghantam bernada.

Setelah kukirim karyaku, tak lama datang surat balasan kepadaku. Dalam surat tersebut mengatakan bahwa puisiku pantas diselipkan dalam halaman koran kota Yogyakarta tentang suara Rakyat. Dan setelah terbit, namaku muncul di seluruh sudut kota Yogyakarta, lalu tak lama pihak penyiar radio swasta Yogyakarta pun mengundangku untuk menjadi bintang tamu dengan tema Suara Rakyat.

Penyiar : "Selamat sore para pendengar setia radio, sore yang santai bersama saya Toni, dan jangan lupa ya... kopi sore sebagai pelengkap hari yang indah. Baiklah . . Kali ini kita akan membahas tentang kabar kabar sekilas tentang sudut kota dengan tema Suara Rakyat. Serta yang paling luar biasa, hari ini kita kedatangan tamu kondang dari Tangerang. Beliau masih muda, tapi semangatnya begitu membara. Sungguh sangat pas dengan karya karya puisi yang saat ini sedang banyak jadi perbincangan rakyat. Siapakah dia ? Langsung saja saya persilahkan Raja anak rantau"

Aku : "Hehe, , terimakasih saya ucapkan kepada pihak radio yang berkenan mengundang sekaligus mengizinkan saya untuk hadir disini di tengah masyarakat melalui gelombang radio. Ini merupakan suatu kehormatan bagi saya. Dan terimakasih untuk penyiar tampan juga hebat yang saat ini ada di samping saya"

Penyiar : "Hehehe, , bisa aja bang Raja. Oiya sebelum bang Raja membacakan puisi terbaru dan perdana. Saya ada beberapa pertanyaan yang mungkin juga mewakili masyarakat. Boleh ya?"

Aku : "Sangat boleh sekali.. dengan senang hati saya akan menjawabnya"

Penyiar : "Baiklah. . Sebelum saya menuju ke pertanyaan inti, saya penasaran. Kabar kabarnya bang Raja ini masih sekolah dan duduk di bangku kelas 3 SMA, apakah benar?"

Aku : "Ya.. itu benar, saya masih sekolah, tepatnya saya bersekolah di SMA BUNGA BANGSA"

Penyiar : "Lantas bagaimana dengan persiapan ujian di akhir bulan April, apakah tidak terganggu dengan aktifitas bang Raja yang saat ini sedang membuat karya karya puisi?"

Aku : "Oh , , itu sudah saya perhitungkan semua, karena di sekolah saya selalu jadi juara dan selalu saya isi otak saya dengan rumus rumus mata pelajaran hingga kaku rasanya kepala. Maka sebab itu saya ingin merefresh otak saya dengan membuat hal baru, agar saat menghadapi ujian otak saya tidak menegang beku"

Penyiar : "Hehehe. . Wah . . Hebat sekali abang Raja ini ya, mengisi waktu persiapan hari tegang dengan berkarya. Baiklah, kita akan masuk pada forum tanya jawab pertama. Darimana bang Raja belajar puisi dan siapa tokoh yang memberi inspirasi?"

Aku : "Saya belajar dan mulai mengenal puisi sejak saya duduk di bangku kelas 1 SMA, sedangkan sosok yang memberi saya inspirasi adalah guru bahasa Indonesia di sekolah saya yang bernama Pak Faisal."

Penyiar : "Wow.. butuh waktu tiga tahun untuk bisa membuat karya puisi yang luar biasa ya, hehehe. Pasti saat ini guru abang sangat bangga. Apa pesan abang untuk Pak Faisal yang mungkin saat ini sedang mendengar di rumah"

Aku : "Ya . . Itu sudah pasti jika beliau bangga. Pesan saya untuk Pak Faisal adalah. . Terimakasih karena sudah mengenalkan dan mengajarkan saya tentang seni bertutur kata dalam bentuk puisi, dan terimakasih karena tidak pernah bosan membimbing dan selalu mendorong saya untuk melangkah maju."

Penyiar : "Semoga Pak Faisal mendengar ya bang. . Baiklah masuk pada sesi tanya jawab kedua. Dari data yang saya dapat, apakah benar puisi bang Raja menjadi juara tingkat provinsi dalam lomba FLS2N, jika benar bagaimana kelanjutannya ?"

Penyiar Radio memberi pertanyaan yang sulit kujawab karena sedikit menyinggung masalah pahit pribadiku yang telah kulewati, sejenak aku terpaku dan berpikir lalu . .

Aku : "Kalau ikut lomba FLS2N tingkat provinsi sih saya pernah, tapi kalau menjadi juaranya saya masih ragu karena waktu itu saya sedang ada sedikit masalah keluarga yang harus cepat saya selesaikan. Jadi saya tidak tahu bagaimana hasil dari perlombaan tersebut dan bagaimana pula kelanjutannya"

Penyiar : "Oh . . Begitu ya bang, wah .. sayang ya padahal saya berharap berita tersebut akurat. Tapi tak apalah kita lanjut pada sesi yang terakhir dan amat sangat penting. Darimana bang Raja mendapat ide untuk mewakili suara Rakyat melalui puisi, serta bagaimana sih keadaan negara yang ideal menurut bang Raja ? Tolong beri kami semua jawabannya ya bang.."

Mendengar dua pertanyaan terakhir dan beruntun itu, aku menghela nafas panjang..

Aku : "Saat itu saya sedang berada di warung dan mendengar obrolan rakyat kecil tentang negara yang kata mereka hukumnya lemah sehingga banyak koruptor. Dari sanalah saya mencoba untuk menuangkan semua sentakan sentakan tersebut kedalam bentuk puisi dan berharap akan didengar atau setidaknya dibaca oleh para pejabat tinggi negara. Tentang sebuah idealisme negara bagi saya itu cukup jadi netral saja. Memang semua tak semudah membalikkan telapak tangan untuk membentuk negara yang hebat dengan kesejahteraan merata. Tapi setidaknya negara bertindak nyata dalam memberantas korupsi. Untuk apa membuat bangunan besar KPK jika nyatanya para koruptor masih bisa tegap dada tersenyum bangga di layar kaca televisi seakan menghina hukum negara yang sangat lemah? Coba kita tengok negara lain, apa koruptor masih bisa tersenyum saat menjadi tersangka? TIDAK . . Mereka menundukkan kepala, karena malu dan takut akan hukumnya yang benar benar nyata dan bukan hanya sekedar tulisan ayat ayat yang mengatasnamakan Hak Asasi Manusia. Jika negara bicara tentang Hak Asasi Manusia hingga menjadi lemah untuk memberi hukuman kepada koruptor, bagaimana dengan Hak Rakyat yang menjadi korban ?? Pada intinya buka mata untuk memberi kata adil merata, itu saja menurut saya pribadi"

Penyiar : "Benar sekali bang, kita harus benar benar membuka mata untuk membuat sebuah keadilan. Terimakasih atas kesudiannya untuk mampir dan ngobrol bersama saya disini"

Aku : "Sama sama, saya juga berterimakasih"

Penyiar : "Ok . . Baiklah para pendengar setia, tiba saatnya saya pamit undur diri dan sesuai dengan tema kali ini yakni Suara Rakyat. Bang Raja akan membacakan puisi terbarunya dengan judul  Budak Layar sebagai penutup acara siaran sore ini, sampai jumpa di episode lainnya."

Acara radio sore itu aku tutup dengan puisi terbaruku, dan kali pertama aku membacakannya melalui gelombang radio..

"BUDAK LAYAR"

"Daku hanya sebuah Layar
Kenapa pula daku yang harus dibayar"

"Daku hanya sebuah Layar
Kenapa pula daku yang harus dibakar"

"Daku hanya sebuah Layar
Kenapa pula, dan mengapa daku dipaksa menyembunyikan nyata yang harusnya jelas terpapar"

"Mengapa harus ada yang dibayar
Mengapa harus ada yang dibakar
Mengapa nyatanya tak terpapar
Mengapa harus ada dibalik Layar"

"Daku menyajikan suguhan sampah dalam kemasan mewah
Hingga kalian tak mual dan muntah
Daku dipaksa membuang kebohongan dalam layar tv pecah belah
Hingga kalian jadi percaya dan betah
Dalam duet adegan Politik dan Pemerintah
Dalam semua naskah pidato settingan yang terarah"

"Timbanglah tanyaku ini . . ."

"Mengapa Rakyat yang jadi budak layar ?
Mengapa bukan Rakyat yang jadi tuan yang dibayar ?"

"Malah jadi Rakyat yang wajib bayar
Meski bayar tetap saja menjadi budak yang melarat terkapar"

"Wahai Tuan yang mengendalikanku
Jangan lagi Engkau paksa daku menjadi aku
Daku malu jadi benalu diatas duka Rakyat yang membatu
Paparkan saja rahasia para dewa agung yang bersepatu
Jangan lagi ada selipan bayar membayar berbuku
Lalu muncul para koruptor dengan senyum tanpa malu
Sok hebat di tv berkata AKU . ."

"Rakyat tak sekarat
Meski melarat tapi tak mudah dijerat
Saat amarah Rakyat mulai menyayat
Wajah para koruptor sudah pasti membusuk bagai besi berkarat
Dan sudah pasti bom dilemparkan sebagai syarat
Hingga bangkai terkoyak cepat
Lalu isi perut keluar banyak lalat"

"Heehhm..."

"Hukum sudah terlalu lama cacat
Maka kembalikan hukum pada rakyat !!"

"Ketahuilah , , daku tak mengancam
Tapi ini sebuah risalah malam
Bahwa Rakyat mulai geram"

"Penunggang hukum sudah terlalu banyak menuang garam
Menyuguhkan sajian sajian tak sedap tak masam"

"Sekali lagi daku bergumam.."

"Jangan menantang hutan gelap bersama serigala hitam
Maka sesungguhnya tubuhmu akan dirobek penuh dendam"

"Timbanglah tanyaku ini . ."

"Mengapa Rakyat yang jadi budak Layar ?
Mengapa bukan Rakyat yang jadi tuan yang dibayar ?"

"Mengapa
Mengapa . ."

Kubaca penuh penghayatan setiap lirik yang terkandung di dalam karyaku, kusentak sentak dengan suara serak perdanaku. Ya... saat itu melalui radio aku berhasil menyebarkan virus virus kebencian yang cepat atau lambat akan meledak dalam wujud saling serang dan menghancurkan semua ketidak adilan dalam hidup.

Tidak berhenti hanya dalam sebuah dialog radio, diriku juga mendapat undangan di beberapa universitas Yogyakarta untuk membahas forum forum yang berkaitan tentang suara rakyat. Dan disana diriku kembali menebar benih virusnya dalam duplikat puisi lain yang semakin frontal.

Moderator acara : "Ya . . Tiba pada penghujung acara yang sudah kita tunggu lama. Inilah penampilan seniman muda Indonesia. Mari kita sambut meriah. . Raja . . ."

Mendengar gema suara panggilan dari mikropon pengeras suara, tubuhku bangkit dan mengambil alih panggung untuk menghinoptis para penikmat seni. Kuteriaklan semua yang sudah kucoret coretkan dalam gema suara pecahku . .

"ATAS NAMA CINTA ?"

"Semua Engkau atas namakan Cinta?
Tapi nyatanya setiap rima tak tertata"

"Hanya mampu merangkul pusat kota
Tak peduli sedikitpun pada desa betha"

"Engkau susun kata demi kata
Engkau bagi seolah pasti jadi realita"

"Tak adil dan tak merata
Engkau biarkan para hamba jadi hina melata"

"Engkau tahu tentang Cinta ?"

"Hahahahaaha"

"Aku rasa Engkau hanya tahu kata-kata
Aku rasa Engkau lebih bodoh dari balita"

"Apa bagi Engkau cinta hanya sebatas intim yang merangsang kita ??"

"Saling mendesah, lalu berkata aaahhhh"

"Saling merogoh, lalu berkata oohhhhhh"

"Engkau biadab . .
Sungguh dirimu tak beradab"

"Seenaknya saja tangan Engkau meraba dan menyita
Seenaknya saja semua Engkau pukul rata
Seenaknya pula Engkau beli tubuh kami dengan harta"

"Dasar bejat
Dasar keparat
Sadar kami melarat
Tapi kami tak mudah dipikat
Kami bisa meremukkan tulang tulangmu hingga Engkau sekarat"

"Jika Engkau tak tahu arti cinta, cobalah belajar mengeja
Sebelum Engkau berpidato dan duduk di kursi Raja"

"Jangan dulu Engkau sok suci rapi berkemeja
Jangan dulu Engkau membuat hukum di atas meja
Dan jangan dulu siarankan Engkau pantas jadi pujangga senja"

"Akan kuajarkan cinta padamu
Itupun jika Engkau mau dan mampu"

"Cinta terdiri dari tiga kata"

"CI - N - TA"

"Kata CI berasal dari CHI, memiliki arti sebagai aliran murni dari dalam jiwa"

"Kata N pengganti kata dan, merupakan kata penghubung dari dua kata bermakna"

"Kata TA diambil dari kata TA-NAH yang berarti suci tanpa dosa"

"Jadi, CINTA adalah dua kata yang Murni dan Suci
Dua kata yang saling terhubung dengan kunci"

"Maka sebab itu
Jangan dulu Engkau buka cinta yang berpintu
Jikalau Engkau tak punya kunci yang menyatu"

"Jangan Engkau paksa mendobrak
Atau pula Engkau menggertak"

"Hanya akan membuat sesak
Hanya akan membuat luka semakin membengkak"

"Pulanglah Engkau ke rumah
Dinginkan otakmu hingga basah
Nikmati binar mata cinta yang resah
Maka Engkau akan mengerti arti cinta itu anugerah
Bukan wujud fisik yang saling mendesah"

"Atas namakan itu Cinta
Jika rima Engkau telah tertata
Jika semua suaramu telah jadi realita
Dan adil Engkau telah terbagi sama rata"

"Pahami setiap makna, bukan kata"

"Cinta . .
Realita . .
Tertata . .
Sama rata . ."

Sungguh puas diriku, seperti bernafas kembali di daratan yang lama kunanti. Kumuntahkan semua lendir lendir amarah penyiksa, kusebarkan virusnya hingga mewabah.

Tepat pada mingggu ketiga di bulan April, yakni tanggal 22 di hari sabtu, aku kembali ke tempat asalku untuk menyelesaikan sekolah dengan mengikuti Ujian Akhir Sekolah. Aku tiba di rumah pada tanggal 23, tepatnya minggu pagi. Ujian sekolahku dimulai pada tanggal 24 hari Senin, dan aku pun datang ke sekolah untuk mengakhiri program belajar di bangku SMA.

Tanggal dua puluh empat hari Senin, aku datang ke sekolahan yang sudah kutinggalkan hampir satu bulan lamanya. Aku tidak peduli, karena urusanku lebih penting, lagi pula pihak sekolahan juga memberikan jadwal hari santai khusus siswa kelas tiga agar tidak tegang saat ujian.

Hari itu aku datang pagi sekali, tanpa aku sadar ternyata Reyhan bersama Dino Doni pun sudah berada di sekolah. Diriku pun secepatnya membuang wajah muram yang masih dipenuhi emosiku, lalu aku mencoba mengakrabkan diri seperti tak terjadi apa apa dalam hidupku. Namun....

Doni : "Hei cinnn.. loe kok tambah berantakan gini sihh. . Loe habis nyimeng atau kurang makan sihh ?"

Dino : "Huss... ngasal aja loe ngomong. . Dasang kaleng rombeng loe. . "

Doni : "Ihhh . . Usil aja situ.."

Dino : "Udah Raja . . Jangan dengerin omongan si Anoa satu ini. Gimana kabar loe, sehat ?"

Aku : "Hehehe , , iya sob, gue baik baik aja kok"

Pertemuan diantara kami agak janggal, mataku menyaksikan penampakan wajah Reyhan yang sedikit berbeda dan ingin melempar tanya serius padaku.

Reyhan : "Raja . . Maaf, kemaren gue nggak bisa nemenin loe di saat loe berduka di hari kepergian orang tua loe."

Aku : "Darimana loe tahu Rey ?"

Reyhan : "Saat itu Pak Fai kerumah loe, mau ngasih kabar baik kalo loe jadi juara puisi lagi di tingkat provinsi. Tapi, rumah loe sepi. Dan kata yang punya rumah kontrakkan, loe depresi berat ninggalin rumah, karena orang tua loe meninggal dunia. Maaf Raja.. harusnya gue tahu lebih dulu dan ada buat loe sobat"

Mendengar ucapan Reyhan aku kembali teringat raut wajah kedua orangtuaku yang selalu tersenyum padaku, aku tertunduk sejenak, kemudian kuangkat kepalaku dengan senyum lebar yang nampak tegar.

Aku : "Tak apa Rey . . Loe kok malah jadi melankolis gini sih, sejak kapan Reyhan yang nampak sangar jadi lemah hah ?? Ayolah tersenyum , , hehehe"

Aku berhasil memecah suasana sendu pilu sesaat jadi normal kembali. Kami bertiga berdialog panjang lebar hingga membuat sebuah kesepatan akan bertemu lagi di hari senin tanggal 1 Mei bulan depan, di kantin sekolah untuk bernostalgia.

Setelah bercakap cakap bel masuk untuk melakasanakan ujian berdering, kami bertiga dan seluruh siswa memasuki ruang ujian masing masing yang sudah dipisah pisah secara acak oleh pihak panitia. Bukan hanya dipecah, dalam satu ruangan hanya boleh diisi maksimal 20 orang saja sehingga kami semua duduk sendirian di bangku masing masing. Ujian kami berlangsung selama empat hari berturut turut.

Tanggal 24 April hingga menuju puncaknya pada tanggal 27 April 2006, setiap naskah naskah ujian tertulis berhasil aku santap dengan ringan tanpa sedikit pun beban. Akan tetapi tubuhku terasa seakan terlempar kembali pada masa masa pahit yang sudah kulalui. Ya . . Semua terasa lagi karena sosoknya muncul berdiri menemuiku. Dia adalah . .

"Raja . . Rajaku . . "

Suara itu lagi merasuk pada selaput gendang telingaku, menusuk nusuk bagai jarum akupuntur berwujud paku. Suara gemulai dari Dewi yang turun dari Pelangi. . Dia adalah . . Pelangi yang sedang mencariku, aku pun terdiam berhenti. Saat itu aku melihat sosok yang berbeda, Pelangi mengenakan hijab. Begitu hatiku terlena karenanya, akan tetapi rasa itu kalah dengan benciku yang sudah cukup lama bersarang. Dan aku pun tiada peduli seperti apa penampilan baru atau untuk apa Pelangi merubah penampilannya.

Pelangi : "Raja . . Kenapa kamu coba menghindar ? Aku tahu kamu sedang berduka atas kepergian orang tuamu  dan aku juga tahu kamu masih marah padaku karena hari itu. Tolong maafkan semua salahku"

Aku : "Aku nggak apa apa kok Pelangi, dan aku nggak marah padamu, tenanglah. Ada apa kamu memanggilku?"

Pelangi : "Aku udah dijodohin ama Robi, Raja. . Setelah lulus dari sekolah ini, kami bertunangan. Dan nanti setelah lulus dari bangku kuliah kami berdua segera menikah"

Aku : "Syukurlah . . Aku ikut senang mendengarnya, jangan lupa kamu undang aku ya. Titipkan saja undanganya ke Reyhan, aku pasti datang"

Pelangi : "Raja . . Apa kamu udah nyerah gitu ajah, apa kamu nggak mau berjuang lagi untukku ??"

Lagi lagi aku mendengar kata kata yang sungguh merobek robek selaput dadaku lalu menembus dan merenggut hatiku, meremasnya hingga hancur tak berbentuk.

Aku : "Hehehe . . Berjuang ya ?? Aku udah selesai dengan mimpiku Pelangi, dan aku udah sadar kalo aku dan kamu bagai tanah dan langit. Bukan lagi tanah, tapi udah jadi sampah yang terbuang, dan sampah nggak akan bisa nyentuh langit. Kamu paham maksudku kan Pelangi?"

Pelangi : "Raja . . Kenapa kamu selalu nyiksa diri sih, aku nggak mau kamu ngerendahin diri kayak gitu. Itu sama aja kamu mendustakan nikmat Tuhan ?"

Aku : "Tuhan ya ?? Hmm . . Saat ini aku memang sedang ngelawan Tuhan kok, karena Dia udah nggak adil"

Pelangi : "Raja . ."

#paaarrr (suara tamparan, tangan Pelangi menampar wajahku)

Pelangi : "Tarik ucapanmu, sebelum Tuhan murka ama kamu."

Aku : "Kenapa ? Peduli apa kamu hah ? Kamu dekat denganku hanya karena aku pandai berpuisi dan pandai dalam mata pelajaran kan ?? Ambil semua, ambil semua sepuasmu!!"

Pelangi : "Kenapa kamu bilang seperti itu Raja, apa maumu ?" (Suara Pelangi serak terisak, dan mulai jadi sesak)

Aku : "Kamu tanya apa mauku ?? Aku mau kamu berhenti memperlakukan aku seperti layang-layang. Ya . . Dulu kamu pernah ikatkan tali untukku, lalu kamu terbangkan aku ke langit. Seolah kamu akan terus memegangku erat, tapi tanpa sebab kamu putus talinya hingga aku terhempas sangat keras jatuh ke tanah. Aku terluka parah, sedangkan engkau berbalik arah. Lalu siapa yang menyerah ? Jawab aku Pelangi... siapa yang menyerah? Siapa . . . Siapa yang berbalik arah dan menyerah ??"

Aku tak bisa menghentikan mulutku yang mengoceh penuh sentakan amarah kepada Pelangi, hal yang tak seharusnya kulakukan, tapi aku lakukan saat itu. Pelangi pun menundukkan kepala terdiam dalam tangis kecilnya, kemudian pergi berlari dan menghilang. Sungguh aku bingung, antara perasaan lega dan terluka melihat air mata Pelangi jatuh berhamburan karena ulahku yang tak terkendali. Namun apa daya, semua sudah berlalu, serta tiap alunan kata pun sudah keluar tiba tiba tanpa rencana. Aku berdiam diri cukup lama di sekolah menikmati sesal yang sudah kusulam beberapa menit lalu, hingga suasana sepi sunyi tiada orang, aku pun pergi bersama sejuta penyesalan yang kubawa pulang.

Sampai dirumah tubuhku masih terasa dingin merinding, sungguh aku jadi kacau balau. Beberapa saat setelah kuganti pakaian sekolahku, telpon genggam milikku yang baru kubeli dari hasil karya puisiku berdering. Segera kuangkat tanpa melihat siapa yang sedang menelponku.

"Halo, siapa ini ?"

"Apa benar ini Raja, penulis puisi ?"

"Ya . . Benar, dengan siapa ini?"

"Perkenalkan Raja, gue Fahmi ketua ormas persatuan buruh dari jakarta. Kami semua disini sangat termotivasi dengan puisi loe, setiap kata kata yang loe tulis dan baca membuat kami makin yakin dan kuat untuk mewujudkan cita cita kami. Pada tanggal 3 Mei besok, semua buruh akan bersatu untuk mengambil hak kami yang akan dirampas para oknum dalam pemerintah. Gue sebagai wakil ormas para buruh mau loe ikut untuk memberi kami kekuatan, tolong kami Raja, bawa kami pada sebuah keadilan."

"Tanggal 3 Mei besok ?"

"Iya Raja"

"Mohon maaf sebelumnya, gue belum tahu bisa atau nggak, karena gue juga punya janji lebih dulu tanggal 3 Mei. Nanti gue akan hubungin loe lagi ya . ."

"Baiklah Raja , , jika nanti loe emang nggak bisa, nggak papa kok. Cukup bantu kami dengan doa, biar kami semua bisa mendapatkan kembali hak kami. Dan jika loe berubah pikiran, kami tunggu loe di depan gedung DPR pusat Jakarta."

"Iya, baiklah"

Percakapan yang amat sangat aneh bagiku, secara tiba tiba ada orang yang ingin mengajakku berunjuk rasa dengan alasan karena telah termotivasi oleh karyaku. Sontak aku pun teringat kembali, bahwa aku telah menebarkan benih benih dan virus kebencian untuk memulai perang. Mungkin ini saatnya, namun dalam hati kecilku masih sungguh tak tenang sama sekali karena air mata luka Pelangi masih jelas kuingat. Kucoba saja untuk menenggalamkan segala isi kepalaku kedalam mimpi dan kumatikan ponselku untuk mencegah orang orang tak jelas mendatangiku lagi.

Jumat, Sabtu, Minggu aku lewati hari demi hari dengan tubuh lemah sangat lemas bagai tanpa tulang penyangga tubuh. Aku hanya tidur, makan, kembali lagi tidur, tanpa pun aku pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sungguh malas rasanya, rasa hidup yang tiada bisa kurasakan lagi alur ceritanya.

Hari Senin yang bertepatan pada tanggal 1 Mei 2006 aku mencoba bersemangat dengan memaksa tubuh untuk berendam air dingin dalam kamar mandi. Mulai kembali diriku sadar, dan pergi dari rumah yang sudah kupenuhi dengan muntahan masalah disana. Kutinggalkan rumah untuk menepati janji berjumpa kawan kawanku di kantin sekolah. Setiba ragaku disana, sedikit kusaksikan pemandangan tak sedap.

Aku : "Doni, kenapa ada bekas luka jahit di dahi loe?"

Doni : "Raja . . Iya, ini karena Robi dan gengnya. Mentang mentang aku sendiri, seenaknya aja mereka main keroyok"

Aku : "Kenapa Robi menyerangmu ?"

Reyhan : "Itu karena loe Raja !!"
(Tiba-tiba Reyhan menyelaku dengan nada keras)

Aku : "Apa, kenapa gue ?"

Reyhan : "Robi nyariin loe karena Pelangi udah loe bikin nangis, apa bener itu Raja ?"

Terpaku tubuhku mendengar ucapan Reyhan mengenai Pelangi, kenapa dengan Pelangi, sungguh aku sangat menyesal telah kasar kemaren. Tapi ini berbeda dan sudah terlewat batas, Robi seharusnya menyerangku, bukan teman temanku. Aku muak . .

Aku : "Terus kalo Robi nyari gue, kenapa loe gak kasih tahu ? Dan kenapa loe diem saat temen loe dikeroyok ??"

Reyhan : "Hei . . Gue bukan pengecut, gue hanya nggak mau belain laki laki pecundang yang udah bikin nangis seorang cewek"

Aku tak lagi menjawab dan meneruskan dialog dengan Reyhan, aku pergi meninggalkan ketiga temanku di kantin. Aku beranjak pergi menuju kelas berharap wajah si Robi nampak disana, akan tetapi ternyata ia tidak ada disana. Aku amat sangat bingung harus mencari Robi kemana, dan aku pun tiada tahu dimana saat ini dia berada. Kemudian

Reyhan : "Loe nggak akan ketemu ama Si Robi di sekolah ini.."

Suara Reyhan tiba tiba menyapaku, diikuti dengan pecah suara si kembar Dino Doni.

Doni : "Iya cinn.. loe nggak akan nemuin dia disini, Robi lagi ada di luar sekolah"

Dino : "Ya kawan.. ayo kita serang Robi sama-sama. Gue juga udah lama muak ama tuh anak.."

Reyhan : "Maafin sikap gue tadi sob . .
Ayo kita berangkat nyari Robi. . Tunggu apa lagi ?"

Aku menganggukkan kepala mengiyakan ajakan mereka bertiga, kami pergi dari sekolah menuju tempat Robi berada dengan mengendarai mobil milik si kembar Dino Doni. Cukup lama kami berputar keliling sudut kota untuk menemukan Robi. Hingga Doni mengenali motor milik Robi yang sedang diparkir di area kafe saat itu. Berhenti mobil kami sedikit jauh dari kafe tersebut, kami berempat keluar dari mobil dengan membawa perlengkapan tempur. Doni membawa Pemukul kasti panjang, Dino membawa linggis, Reyhan mengambil besi tumpul berat yang disebut kunci roda mobil, sedangkan aku membawa kunci inggris yang cukup besar. Kami berempat akan menghadapi 15 orang sekaligus, dan kami akan melumpuhkan mereka semua dengan alat perkakas.

Jukir : "Sebentar bang, mau ngapain bawa gituan bang. Tolong jangan tawuran disini, saya disini kerja jagain kendaraan para pengunjung. Entar kalo ada kendaraan rusak gue yang tanggung jawab, tolonglah bang.. jangan ribut disini ya !!"

Tiba tiba saja seorang juru parkir menghentikan langkah kami untuk masuk kedalam kafe, wajah memelasnya membuat aku iba

Aku : "Baik, , kita nggak tawuran disebelah sini kok. Tuh sebelah sana tempat apa kok kosong, parkir juga ?"
(Menunjuk ke arah samping dalam)

Jukir : "Iya bang, itu tempat parkir mobil. Kosong, karena pengunjungnya masih sepi jam segini, cuman area parkir motor aja yang lumayan penuh"

Aku : "Yaudah gini aja, loe masuk kedalam kafe cari yang namanya Robi. Suruh dia keluar ke tempat parkir mobil karena sudah ditunggu Raja. Paham ?"

Jukir : "Terus ngapain abis itu bang, jangan tawuran ya bang.."

Aku : "Terus loe cepetan pergi sekarang atau gue hancurin semua motor yang ada disini. Mau loe ?"

Jukir : "Jangan bang . . Iya , ya bang, gue pergi kedalam panggil Robi"

Jeda beberapa menit kemudian Robi dan kelima belas anggotanya menghampiri kami bertiga di area parkir mobil yang saat itu memang sedang sepi. Robi datang penuh amarah memerah di wajahnya.

Robi : "Berani juga loe nongol, mau bunuh diri loe semua ?"

Dino : "Jangan banyak bacot loe, kita kemari mau matahin leher loe-loe semua"

Robi : "Hahaha . . Ferdi . . Tutup pintu parkirnya. . Cuman yang masih hidup bisa keluar dari sini"

Dino : "Anjing . . . Gue bunuh loe semua"

Robi : "Hancurin mereka!!"

Aku : "Argggghhhh..."

Reyhan : "Bangsattt"

Dino amat sangat tak sabar dan tak mampu meredam lagi emosi dalam jiwanya, dino membabi buta meneguk darah dengan linggisnya. Aku pun juga ikut menari dalam irama musik musik frontal yang binal, aku mengarahkan kunci inggris yang kupegang erat rapat ketubuh dan kewajah setiap musuh. Berhasil diriku melumpuhkan empat lawan yang menyudutkanku, lalu kudengar suara teriakan Dino tak lagi sama. Teriakan Dino berubah menjadi jerit kesakitan karena sedang dihantam empat orang sekaligus. Aku yang melihatnya tapi tak sampai untuk menggapainya, segera dengan cepat kulemparkan kunci inggrisku tepat mengenai kepala satu musuh dan tumbang. Aku tak bisa menghampiri tempat Dino karena aku juga harus masih menghadapi musuh yang terus berdatangan. Sedangkan Doni masih tetap bisa mengendalikan keadaan, serta Reyhan berhasil melumpuhkan 5 orang dan menghadapi Robi. Namun sampai disana Reyhan kalah telak dengan Robi.

Melihat pemandangan tak enak saat Robi mematahkan lengan kanan Reyhan, aku pun menjerit menembus langit . .

"ROOBBBIIIIIIII . . . . ."

Robi yang saat itu sengaja mematahkan lengan Reyhan, tersenyum padaku dan mengambil kunci inggris milikku yang tadi kulempar. Robi datang mengarah padaku, sedang aku masih sibuk menghadapi dua musuh. Saat diriku telah menyingkirkan dua orang yang menyerangku, aku berbalik dan tiba tiba saja kunci inggris datang menyambutku yang belum siap. Meski aku sempat sedikit menghindar, tapi tetap saja kepalaku robek cukup lebar. Tak cukup sampai disana, Robi menambahkan dengan sepakan kearah tulang rusuk. Aku pun terlempar dan hampir tak sadarkan diri karena darah dikepalaku bocor terus mengalir. Kucoba bangkit, kulihat Robi ingin menyerangku lagi dengan kunci inggris. Aku merasa ini adalah akhirku, tapi aku menolak. Dengan cepat kuserang kaki Robi dengan kakiku dari bawah hingga ia terjatuh dan kunci inggris terlempar dari genggamannya. Kupaksa tubuhku bangun, lalu kusepak tubuh Robi yang masih terkapar ditanah. 

Pertarunganku dengan Robi mulai seimbang hingga akhirnya Robi terus menerus menyerang luka sobek di kepalaku. Robi menyerang brutal hingga aku terjatuh, dan saat tubuhku jatuh Robi menduduki tubuhku dan mengunci lenganku lalu memukulku tanpa ampun. Aku yang saat itu sudah tak tahu harus apa, mencoba melawan dengan mencari benda apa pun di tanah yang mungkin ada disekitarku. Kala itu aku pun berhasil meraba dan mengambil benda, benda itu adalah kunci inggris milikku yang telah terlempar sebelumnya. Dan pada akhirnya lengan kananku memukulkan kunci inggris ke tulang rusuk Robi, Robi kesakitan dan jatuh ketanah, aku pun segera membalik keadaan. Siku kiriku menghantam lehernya sekaligus memberi kuncian pada tubuh Robi yang terbaring ditanah, lalu kuangkat tinggi kunci inggris di lengan kananku . . Dan berteriakkkkkk

Aku : "Aaaahhhhrrrgggggg...."

Reyhan : "Rajaaa.... jangannn"

#brruuuuaaaaakkkkkk (suara benturan kerass)

Wajah Robi pucat seperti mayat hidup karena kunci inggris kutabrakkan sekaligus tertancap tepat disebelah wajah Robi, dan ia pun terdiam

#wiuwiuwiu (suara klakson polisi)

Reyhan secepat kilat menarik tubuhku dan membopongku, sedang si Doni membantu Dino berdiri berjalan. Kami berhasil menumbangkan 15 orang sekaligus, lalu kami pergi melewati pagar parkir belakang dan menghilang bersama mobil kami.

Setelah peristiwa perang, kami berempat berpencar dan mengobati diri masing masing. Dan akan berjumpa lagi di hari kelulusan.

Tanggal tiga Mei seluruh emosiku semakin merangsang syaraf nadiku hingga berubah menegang marah. Aku masih teringat wajah berandal Robi, lalu kubayangkan ia akan bersanding dengan sosok Pelangi yang lembut. Sungguh rasa tak terimaku kian membesar saat kuingat lagi bahwa Tuhan telah mengambil segalanya dariku. Tanpa ragu kuambil perlengkapan menuju pertempuran sesungguhnya yang sudah kubentuk sebelumnya dengan penuh kebencian. Kuselipkan besi utuh panjang dalam ranselku, kulangkahkan kaki menuju perang menuju gedung DPR. Dan saat tiba kepergianku, Reyhan mendatangiku.

"Mau kemana loe Raja"

"Gue mau pergi Rey . . Gue nitip si kembar, jaga mereka demi persahabatan kita. Jaga jaga pula kalo si kunyuk Robi tuh cari masalah lagi, atau masih cari gue.."

"Robi nitip salam buat loe"

"Salam ?"

"Iya.. dia minta maaf sama loe. Loe sekarang harus ikut gue, ada hal yang penting dari urusan loe saat ini"

"Sok tahu loe Rey. . Udah . . Gue mau pergi sekarang, biarin gue pergi"

"Isi kepala loe apa sih? Dulu loe bilang suka ama Pelangi, dan gak akan nyerah sebelum Pelangi yang nyuruh. Tapi giliran Pelangi udah cinta mati sama loe dan mutusin hubungan dengan Robi, malah loe jadi egois kayak gini, ada apa dengan loe sih Raja?"

"Tahu apa loe tentang gue hah ? Udah minggir !!"

Aku menyingkirkan tubuh Reyhan dari hadapanku dan segera pergi meninggalkannya di depan rumahku. Beberapa langkah sesaat setelah aku menjauh, Reyhan berteriak sangat keras...

"Pelangi sekarat di rumah sakit . . . Penyakitnya tiba tiba kambuh gara gara loe . ."

Mendengar ucapan Reyhan tentang keadaan Pelangi yang sempat kusesali karena ulahku beberapa hari lalu, tubuhku berhenti kaku, berbalik aku ke arah Reyhan.

"Apa loe bilang. . Ada apa dengan Pelangi, kenapa dia?"

"Robi yang bilang kalo Pelangi sakit, aku pun coba memastikannya. Dan ternyata benar, dia ada disana. Ayahnya bercerita panjang lebar bahwa Pelangi punya penyakit tumor di kepala, bertahun tahun ia menjalani terapi untuk menghilangkan penyakitnya tanpa harus melakukan operasi yang besar resikonya. Pelangi mampu bertahan hingga sampai saat ketemu sama loe Raja. Ketahuilah saat loe hadir dalam hidupnya, penyakit Pelangi itu perlahan menghilang seperti ada keajaiban terjadi. Akan tetapi karena keburukan sikap loe yang nggak tahu apa-apa tentang Pelangi, dalam sekejap penyakitnya tumbuh menjadi tumor ganas dan terus menyiksa. Operasi belum bisa dijalankan karena kondisinya masih lemah . ."

"Antar gue Rey !!"

Tanpa kudengar cerita panjang lebar dari Reyhan lagi, segera kumeminta Reyhan untuk mengantarku ke tempat Pelangi dirawat. Sungguh aku takkan bisa memaafkan diri jika terjadi hal yang lebih buruk lagi terhadap Pelangi karena ulahku. Kami berdua pun pergi menuju ke rumah sakit, lalu menuju ruang rawat Pelangi disana. Ada kedua orang tua Pelangi di ruangan tersebut, aku berusaha memberanikan diri untuk masuk dalam ruangan sunyi penuh kesedihan itu.

Aku : "Permisi"

Ayah Pelangi : "Raja . . Kemarilah nak, Pelangi sudah menunggumu. Mama, , ayo kita tinggalkan Raja dengan putri kita sebentar"

Orang tua Pelangi menyambutku dengan amat sangat hangat, lalu membiarkan diriku menemui Pelangi yang saat itu dalam keadaan lemah dengan alat infus serta peralatan rumah sakit lainnya. Melihat keadaanya, air mataku tiba tiba jatuh tanpa rencana. Suaraku pun serak seketika.

Aku : "Pelangi . . Mohon maafkan aku. Aku sangat bodoh, sikapku tak seharusnya buruk waktu itu padamu. Aku sangat mencintaimu, dan kamu adalah orang yang ingin kujaga. Aku hanya tak mau kita bertengkar kelak hanya karena perbedaan status sosial. Aku..."

Pelangi : "Udah . . Jangan nangis terus, entar rumah sakitnya banjir karna loe nangis terus"

Mendengar suara Pelangi yang menyela celotehku, aku tertawa lega serasa mendapat keajaiban yang nyata.

Aku : "Pelangi . . Kamu udah sadar ? Syukurlah . ."

Pelangi : "Hehe , , aku nggak nyangka kamu bisa nangis juga ternyata Raja. Udah ah.. jangan lama lama nangisnya. Aku nggak papa kok. Tapi kamu janji ya jangan jahat lagi ke aku, janji juga nggak akan ninggalin aku !!"

Aku : "Iya Pelangiku . ."

Aku tersenyum sekaligus menyeka rintihan air mata kecil disekitar pipiku. Aku tahu Pelangi lemah, tapi dia masih bisa tahan dan coba menghiburku. Lalu pada akhirnya ia bertutur kata seolah pertemuan kita di ruang itu adalah hal terakhir bagi kita.

Pelangi : "Rajaku . . Tolong kamu jangan bersikap aneh lagi ya!! Aku mau kamu jadi manusia yang bermanfaat untuk orang orang disekitarmu. Kamu harus selalu buka mata untuk cinta, bukan hanya pada yang sudah nampak saja seperti cinta orang tuamu, sahabatmu, dan juga diriku. Namun juga setiap cinta yang samar pun kamu harus bisa peka dan meraba. Selalu gunakan kata hatimu untuk menemukan cinta. Dan teruslah berpuisi, karena puisimu itu aku bisa bertahan cukup lama dari penyakitku. Serta aku mau saat dirimu terjatuh nanti kamu tetap sadar, bahwa kamu nggak akan bisa melawan takdirNya, karena manusia hanya bisa menerima dan berusaha, bukan melawan. Omong omong... Kamu mau kan kita bisa bertemu lagi kelak ??"

Aku : "Kelak ??"

Pelangi : "Yahh.. sudahlah,, kamu memang orangnya nggak pernah bisa romantis. Hehe . .
Ahh . . . ."

Tiba tiba Pelangi merasa sakit di kepalanya, lalu ia berkata.

Aku : "Ada apa dengamu Pelangi?"

Pelangi : "Aku sudah siap menjalani operasi, tolong kamu bawa dokter kemari!!"

Bergegas diriku menuju ke luar ruang mencari pertolongan, Ayah Ibu Pelangi juga membantuku hingga akhirnya Dokter bersama tim bedah lainnya menyiapkan perlengkapan operasi. Aku tak sanggup menyaksikannya, tubuhku mulai gemetaran lagi seperti saat dulu Bapak Ibuku menghilang pergi dalam ruang rumah sakit.

Aku : "Reyhan . . Ayo kita pulang"

Reyhan : "Raja . .
Baiklah kawan"

Reyhan tiada juga berkata apa pun padaku karena tahu keadaan jiwaku yang mulai terguncang. Betapa tidak, , wajahku memucat karena saat menemui Pelangi. Ya . . Saat itu keadaan Pelangi sangat lemah, tapi ia sok kuat dihadapku. Penyakitnya sungguh ganas, aku takut ia juga tak akan terselamatkan seperti halnya yang terjadi pada bapakku, yang saat itu juga terserang penyakit tumot di kepala.

Semua menjadi jelas adanya, gambaran kegelisahanku berubah jadi nyata yang tak dapat mungkin kulawan takdirNya. Sebuah kabar mendatangiku, mengatakan bahwa operasi Pelangi berhasil, namun karena kondisi Pelangi yang sangat lemah membuatnya tidak bisa bertahan lama hingga akhirnya harus berpulang untuk selamanya menuju tempatNya.

Masih kuingat pesan pesan dan setiap rangkaian kalimat penuh nasehat Pelangi untukku, bahwa memang diriku tiada mungkin bisa melawan takdirNya. Takdir yang selama ini selalu kutolak dan kulawan kebenarannya.

Tanggal 3 Mei 2006 hari dukaku terulang kesekian kali lagi. Kantor DPR Jakarta pun juga ikut berduka karena serangan massa buruh yang bertindak anarkis.

Bulan Mei 2006 kami semua berduka . .

Tepat seusai hari kelulusanku, semua siswa tertawa bahagia kudengarkan. Sedang diriku berpatung murung menjalani hidup. Reyhan sahabatku mengajakku pergi ke sebuah gedung yang aku tak tahu tempat apa itu. Hingga kami sampai di tempat tujuan, gedung tersebut amat sangat ramai sesak bak lautan manusia. Reyhan menyuruhku mengenakan setelan jas yang sudah disiapkan di gedung itu, aku tak tahu apa maksudnya. Lalu..

Reyhan : "Raja . . Diatas sana adalah panggung besar perdana buat loe. Semua orang disana itu saat ini sedang nunggu loe hadir ditengah mereka."

Aku : "Untuk apa semua ini Rey, apakah loe yang ngumpulin semua orang orang disana"

Reyhan : "Loe salah Raja, mereka semua yang minta gue bikin acara panggung loe, karena mereka ingin secara langsung menikmati lirik lirik puisimu dalam sebuah pentas. Udahlah. . . Jangan banyak tanya, sekarang loe ganti pakaian lalu pergi keatas panggung. Sapa mereka semua dengan karya karya loe, karena ini panggung loe"

Tiada pernah kutahu Reyhan akan membuatkan panggung untukku, dan aku juga tak pernah tahu ada banyak sekali yang sedang menungguku. Aku mengintip dibalik panggung, dalam deretan kursi kursi itu juga ada para pejabat tinggi negara, kawan kawan SMA ku, mantan guru di sekolah, dan hampir seluruh warga Kota hadir di gedung tersebut.

Aku tak tahu apa yang akan kutampilkan, karena tak mungkin jika aku menampilkan karya lamaku. Mereka pasti ingin hal baru dariku, begitu juga sebaliknya diriku yang ingin bergerak maju berubah lebih baik lagi. Dan pada saat itu, yang sebelumnya diriku menulis penuh dengan kata kata benci berubah . . .

#Deg #Deg #Deg

Suara hentakan langkah kakiku menuju panggung dengan keadaan diriku yang berbeda. Rambutku rapi klemis manis, mengenakan setelan blazer yang tertata rapi. Aku melangkah, lalu mengangkat naskah puisi dan kubacakan karya baru dan perdanaku di depan publik dengan judul baru pula..

"MELAWAN TUHAN"

"Tenang tidak senang
Senang tidak tenang"

"Tenang senang
Jadi tegang
Tegang, jadi perang"

"Awalnya tenang
Awalnya senang"

"Tenang senang jadi satu merangsang
Berguling mesra dalam redup tak padang
Saling berkulum beradu mengadu menantang"

"Awalnya tenang
Awalnya senang"

"Tenang saat alur hidup stabil
Hilang saat fasilitas terambil"

"Rasa tenang pun jadi tak senang
Rasa tenang senang jadi tegang"

"Rasa tegang jadi benci meradang
Rasa benci berkumpul jadi perang"

"Siapa lawan ?
Siapa kawan ?
Siapa Tuhan ?"

"Saat hidup mujur
Saat hidup hancur
Saat hidup tergusur"

"Saat bahagia datang
Saat bahagia hilang"

"Siapa yang harus disalahkan ??"

"Manusia hanya bisa menegang marah
Manusia hanya bisa membabi buta tanpa arah"

"Halal haram diambil tanpa ragu
Semua ditembus pula dengan kata ambigu
Semua dosa menjadi santapan ringan bak sagu
Semua dosa dijadikan senikmat nada di dalam lagu"

"Yaa.."

"Semua manusia sama
Bahkan diriku pun tak berbeda"

"Sering, dan sangat sering mencari lawan
Bahkan sekali pun rela melawan Tuhan"

"Beralibi untuk sebuah kehidupan
Beralibi untuk kata bertahan"

"Buruh, Pesuruh.."

"Direktur, Pemimpin Manufaktur.."

"Aparat, Pejabat.."

"Melarat, Konglomerat.."

"Juga Rakyat.."

"Tanya mereka semua, semuanya !!"

"Apakah mereka tidak pernah secuil pun berdosa kepada Tuhan ??"

"Apakah bumi ini masih suci tanpa cacat dan perawan ?"

"Bagaimana dengan kasus bom, siapa yang melakukan?
Bagaimana dengan kasus korupsi, siapa yang membiarkan?"

"Bagaimana dengan oknum aparat, siapa yang merencanakan?
Bagaimana dengan hukum yang diterapkan ?
Siapa . . .
Siapa . . .
Siapa yang mendustakan ? ?"

"Saat Tenang jadi tidak senang
Saat Senang jadi tidak tenang"

"Saat Tenang bersenang senang
Saat semuanya Jadi tegang
Saat Tegang, jadi perang"

"Kita semua berperang melawan dosa kehidupan
Bukan berperang Melawan Tuhan"

Kondisi di gedung jadi pilu sembilu mendengar bait demi bait lirik karyaku. Kita semua merenung tentang makna manusia dalam kehidupan yang memang tak selamanya bisa sempurna sesuai angan-angan. Dan sebagai manusia bijak, kita seharusnya berani mengambil tanggung jawab atas hidup bukan malah mencari dan melempar salah kepada pihak lain. Saat masalah hidup menyerang, tak seharusnya kita menyalahkan lingkungan, bukan juga atas dasar kesalahan sistem pemerintahan. Ini semua bukan tentang siapa benar siapa salah, tapi ini tentang seberapa besar jiwa kita mampu membendung ombak masalah hidup yang tak menentu gelombangnya.

Ini bukan tentang mencari lawan
Bukan tentang sebuah pemberontakan
Juga bukan tentang mencari cara Melawan Takdir Tuhan

Ini tentang diri kita sendiri sebagai manusia juga hamba.
Seberapa besar pun serangan dariNya, kita hanya bisa melangkah lebih baik untuk berusaha. Namun satu yang pasti, jangan pernah menyerah akan hidup dengan cara melawan padaNya.


-------------------

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
My Sunset
6222      1340     3     
Romance
You are my sunset.
TAKSA
354      271     3     
Romance
[A] Mempunyai makna lebih dari satu;Kabur atau meragukan ; Ambigu. Kamu mau jadi pacarku? Dia menggeleng, Musuhan aja, Yok! Adelia Deolinda hanya Siswi perempuan gak bisa dikatakan good girl, gak bisa juga dikatakan bad girl. dia hanya tak tertebak, bahkan seorang Adnan Amzari pun tak bisa.
Secret Elegi
3769      1086     1     
Fan Fiction
Mereka tidak pernah menginginkan ikatan itu, namun kesepakatan diantar dua keluarga membuat keduanya mau tidak mau harus menjalaninya. Aiden berpikir mungkin perjodohan ini merupakan kesempatan kedua baginya untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu. Menggunakan identitasnya sebagai tunangan untuk memperbaiki kembali hubungan mereka yang sempat hancur. Tapi Eun Ji bukanlah gadis 5 tahun yang l...
ADITYA DAN RA
15630      2598     4     
Fan Fiction
jika semua orang dapat hidup setara, mungkin dinamika yang mengatasnamakan perselisihan tidak akan mungkin pernah terjadi. Dira, Adit, Marvin, Dita Mulailah lihat sahabatmu. Apakah kalian sama? Apakah tingkat kecerdasan kalian sama? Apakah dunia kalian sama? Apakah kebutuhan kalian sama? Apakah waktu lenggang kalian sama? Atau krisis ekonomi kalian sama? Tentu tidak...
Azzash
263      213     1     
Fantasy
Bagaimana jika sudah bertahun-tahun lamanya kau dipertemukan kembali dengan cinta sejatimu, pasangan jiwamu, belahan hati murnimu dengan hal yang tidak terduga? Kau sangat bahagia. Namun, dia... cintamu, pasangan jiwamu, belahan hatimu yang sudah kau tunggu bertahun-tahun lamanya lupa dengan segala ingatan, kenangan, dan apa yang telah kalian lewati bersama. Dan... Sialnya, dia juga s...
Ballistical World
8756      1690     5     
Action
Elias Ardiansyah. Dia adalah seorang murid SMA negeri di Jakarta. Dia sangat suka membaca novel dan komik. Suatu hari di bulan Juni, Elias menemukan dirinya berpindah ke dunia yang berbeda setelah bangun tidur. Dia juga bertemu dengan tiga orang mengalami hal seperti dirinya. Mereka pun menjalani kehidupan yang menuntun perubahan pada diri mereka masing-masing.
Finding Home
1939      913     1     
Fantasy
Bercerita tentang seorang petualang bernama Lost yang tidak memiliki rumah maupun ingatan tentang rumahnya. Ia menjelajahi seluruh dunia untuk mencari rumahnya. Bersama dengan rekan petualangannya, Helix si kucing cerdik dan Reina seorang putri yang menghilang, mereka berkelana ke berbagai tempat menakjubkan untuk menemukan rumah bagi Lost
I'll Be There For You
1062      498     2     
Romance
Memang benar, tidak mudah untuk menyatukan kembali kaca yang telah pecah. Tapi, aku yakin bisa melakukannya. Walau harus melukai diriku sendiri. Ini demi kita, demi sejarah persahabatan yang pernah kita buat bersama.
A - Z
2490      847     2     
Fan Fiction
Asila seorang gadis bermata coklat berjalan menyusuri lorong sekolah dengan membawa tas ransel hijau tosca dan buku di tangan nya. Tiba tiba di belokkan lorong ada yang menabraknya. "Awws. Jalan tuh pake mata dong!" ucap Asila dengan nada kesalnya masih mengambil buku buku yang dibawa nya tergeletak di lantai "Dimana mana jalan tuh jalan pakai kaki" jawab si penabrak da...
Selfless Love
3950      1144     2     
Romance
Ajeng menyukai Aland secara diam-diam, meski dia terkenal sebagai sekretaris galak tapi nyatanya bibirnya kaku ketika bicara dengan Aland.