Kukenakan setelan rapi, kupasang dasi, tak lupa juga kupakai setelan klasik safari. Rambutku klemis, dadaku tegap menatap masa depan yang manis. Kumantapkan langkah kakiku yang bersepatu, mantap melangkah tanpa rasa ragu. .
#Deg . . #Deg . . #Deg . . (Suara hentakan kaki dan jantung)
Aku naik keatas panggung megah besar, disesaki ribuan penonton berjajar.
Bergumam dalam hati..
"Sanggupkah aku ? ?"
Terdiam sejenak menutup mata, kuhirup udara sebanyak mungkin yang kubisa.
Saat diriku hendak membaca teks puisi perdanaku di depan ribuan penikmat seni. Spontan tubuhku didorong dari belakang oleh sosok tak dikenal hingga akhirnya tubuh kecilku terjatuh terkapar. .
#BRUKK (suara benda terjatuh)
"Aduuuuhhhh , ,"
"Pingang gue sakitttt."
"Ohhh. . . "
"Gue mimpi lagi..."
"TIDAKKKK.. Sudah pukul 6 pagi, gue terlambat lagi"
Kutarik tubuhku bangkit dari bawah kasur. Lalu bergegas pergi ke kamar mandi, berganti pakaian seragam sekolah. Kemudian pergi menuju sekolah.
Aku tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil dalam komplek lingkungan rumah yang kumuh. Bertiga aku di rumah bersama Bapak Ibuku, mereka berdua hanya orang biasa. Bapakku pengangguran. Dan ibuku hanya buruh cuci di rumah tetangga.
Setiap pagi kedua orang tuaku tidak ada dirumah. Entah mereka pergi kemana, dan aku pun juga tak mau ikut campur urusan pribadi mereka. Dan kurasa mereka pergi pagi untuk mengais rezeki.
Inilah aku yang selalu bermimpi dan berkhayal untuk menjadi seniman sukses. Berkhayal bermimpi hingga terlambat ke sekolah, dan terus selalu begitu berharap kelak dapat membantu finansial keluarga menjadi golongan orang hebat bagaikan konglomerat. Hanya berkhayal, hari hari yang sungguh monoton.
Seringkali aku juga bekerja free line di tempat orang setiap jam sekolah usai. Pekerjaan apapun kuambil asal waktunya selesai jam sekolah. Mengamen, menjadi kuli pasar, kuli bangunan, cuci mobil dan motor, semua kulakukan untuk mendapat uang tambahan jajan, membayar uang keperluan sekolah, serta membantu sedikit mengurangi beban kedua orang tua.
Namaku Raja, tapi nasibku tidak seperti Raja. Aku hanya seorang anak pemimpi dari keluarga dengan finansial yang buruk.
Karena seringnya bermimpi dan berkhayal, teman temanku sering memanggilku . .
"Raja Mimpi, , hei Raja Mimpi. Raja . . Raja.."
Yaa. .
Kalian tentu sudah tahu itu. .
RAJA MIMPI.
Semua orang memanggilku dengan sebutan itu, bahkan sosok teman yang mengaku sahabat.
"Hei , , loe terlambat lagi ya . . Hehehehe. Ayo gue bonceng biar nggak terlambat sekolah."
"Siapa loe, gue nggak kenal siapa loe" , jawabku dengan ketus kepada anak berbadan kurus tinggi sepertiku.
"Hehehe,, loe marah karena gue panggil Raja Mimpi yaa ? ? Haha, ayolah, , gue kan cuman bercanda. Ayo naik . . ."
Dengan wajah yang masih tak enak, aku pun naik dibelakang motor anak laki laki seusiaku itu.
Anak itu adalah Reyhan, dia sahabatku. Meskipun terkadang aku membenci sikapnya yang usil. Tapi hanya dia yang mampu mengerti keadaanku.
Reyhan adalah anak orang kaya, rumahnya berada di lingkungan perumahan elit pusat kota. Akan tetapi dia tidak bahagia, karena tidak mendapat perhatian dari kedua orang tuannya. Maka dari itu dia berteman denganku,
Kita berdua sama.
Sama lemahnya dan saling membutuhkan.
--------------------------
#Kringggg (suara bel sekolah)
"Waduh , , ayo cepat Rey parkir motornya. Sudah terlambat nih kita ke kelas" , cemasku di halaman parkir sekolah.
"Iya. . Yaa.. Ayoo"
Sampai dikelas ternyata belum ada guru yang masuk.
"Syukurlah Rey, kita aman hari ini" , sambil kurebahkan tubuhku yang lelah karena berlari menuju kelas.
"Wuuuhh, , , iya sob untung aja loe tadi gue bonceng ya", senyum sinis
"Iya . . Loe memang pahlawanku hari ini. Nanti gue traktir makan"
"Nahhh... gitu dongss" tersenyum lebar bangga.
Beberapa menit berlalu belum ada satu guru pun mendatangi kelas kita saat itu. Hingga akhirnya terdengar suara hentakan kaki berjamaah dari luar.
#PROK #PROK #PROKK #PROKK . . (suara hentakan kaki)
#KRIIIEEEKKKKKK.... (Suara pintu kelas terbuka)
"Selamat pagi murid murid" , suara berat yang khas milik Bapak Kepala Sekolah.
"Selamat pagi Pak" , jawab semua murid serentak.
"Hari ini kita kedatangan murid baru dari luar kota, harap semuanya menyambut dengan hangat. Ayo silahkan perkenalkan dirimu nak" ,
Kepala Sekolah mempersilahkan siswa baru masuk ke kelas.
Dan saat dia masuk, semua siswa di kelas terngagah kagum akan perwujudan siswa baru tersebut. Bahkan Reyhan pun juga ikut ikutan.
"Rey, kenapa loe bengong ? ? Dia kan laki laki, jangan bilang kalau loe kagum dengan ketampanannya ya.."
Aku berusaha menyadarkan kawan sebangkuku Reyhan.
"Haahhh... apa apa'an loe sih. Emang loe kira gue ini hombreng (homo). . . Gue tuh cuman heran, kenapa tuh anak kemari"
"Hahahaha, , tuh loe sendiri yang bilang homo. Emang loe kenal sama dia"
"Dia tuh namanya Robi, dia anak orang kaya, dia juga ketua geng motor yang liar di luar sana. Kenapa dia kemari ya ? ?"
"Mungkin dia nyariin loe, loe kan juga sering buat onar dengan geng motor diluar sana, dia ingin matahin leher loe kale, hehehehe"
"Bodoh ahh.. sudah diam. Tuh dia mau perkenalan"
Bisik bisik antara aku dan Rey singkat, akan tetapi setelah dialog singkat tersebut aku mulai berfirasat. Firasat aneh akan kehadiran siswa baru bernama Robi.
Firasatku mulai tergambar jelas susunannya kala nama Robi dikenal oleh semua siswa. Aku pun semakin ingin tahu siapa dia, kenapa dia begitu dikenal dan disegani di sekolah. Bukan karena dia anak konglomerat, bukan juga dari keluarga bejat. Dia hanya sosok lelaki berkharisma tanpa bekas cacat.
Suatu hari, tepatnya pada hari Senin usai upacara bendera rutinan tiap minggu. Jantungku dikagetkan dengan pengumuman juara kelas tengah semester.
Peringkatku turun di posisi kedua setelah Robi. Sungguh aku terheran akan sosok Robi yang katanya Reyhan anak liar. Aku terkejut, namun sepertinya semua orang di sekolah nampak biasa menyaksikan performa Robi di kelas. Bahkan Reyhan pun yang selalu mendukungku pun juga tak sedikitpun terkejut.
"Hei sob, kenapa loe murung. Loe sedih karena peringkat loe turun yaa. Sudahlah jangan risau, loe kan pandai menulis puisi. Loe masih bisa ngalahin si Robi di bidang puisi"
Reyhan mencoba menghiburku..
"Kenapa dia bisa juara? Padahal setauku dia tak pernah sedikitpun membaca buku. Bahkan tak pernah juga memegang buku. Ini nggak adil"
Gerutuku kepada Reyhan
"Loe lihat kan, di sekolah ini nggak ada tuh yang heran kenapa Robi bisa merebut gelar juara kelas loe. Itu karena Robi anak konglomerat. Ini sekolah elit sob, siapa yang punya uang banyak, dia yang berkuasa. Bahkan bisa menguasai sekolah ini, loe tahu kan ? ?"
"Loe juga anak orang kaya, kenapa loe nggak melakukan hal yang serupa.
Memang hanya gue yang sekolah disini karena beasiswa dari pemerintah. Lantas apakah makhluk seperti gue nggak pantas mendapat gelar juara di sekolah yang mayoritas golongan orang kaya ini hah ? ? "
Emosiku mulai memuncak mendengar ucapan Reyhan tentang Robi dan sekolah ini.
"Lebih baik loe menyendiri deh, pikiranmu nggak tenang hari ini. Gue akan kembali lagi saat pikiran loe udah jernih. Dan gue ingatin, minggu depan ada kontes perlombaan baca tulis puisi. Secepatnya loe berlatih dengan Pak Faisal. Pak Fai nungguin loe di ruang guru setelah jam sekolah, tadi beliau nyuruh gue untuk nyampaiin kabar baik ini buat loe. Kabar baik sekaligus kesempatan buat loe untuk sebuah pembuktian bahwa loe itu bukan RAJA MIMPI"
Ucapan Reyhan begitu menamparku, seakan aku manusia yang yang dipenuhi dengan ego tinggi. Mataku berkaca melihat Reyhan perlahan menjauh membelakangiku lalu lenyap dari pelupuk mataku.
Kucoba mengajak tubuh mungilku berdiri menuju kamar mandi Gedung Sekolah Menengah Atas Elit bernama Bunga Bangsa. Kumasuki ruangan basah tersebut sembari kubasuh wajahku dengan kucuran air westafel. Kutatap tajam dalam cermin, wajah kusut, rambut ikal berantakan, dan tubuh kecil yang kurus. Kutatap dalam menuju dimensi lain dimana nama Robi yang disanjung sanjung berada. Kutatap sekali lagi, kubandingkan dengan tubuh tegapnya yang gagah, wajah bersinar tampan, serta jati dirinya yang dikenal sebagai anak konglomerat dengan diriku yang melarat. Betapa bagai bumi dan langit, sungguh bodoh otakku jika membandingkan diriku dengan dirinya.
Sejenak terpaku di ruang basah kamar mandi sekolah, aku tersenyum melihat kebodohanku akan emosi yang sempat terpecah tadi terhadap Reyhan hanya karena sebuah pembanding yang sungguh memang tiada pernah sebanding. Antara aku dan Robi, sungguh bagai bumi dan langit. Aku menyesal karena marah kepada sahabatku si Reyhan.
Perenunganku di bilik kecil itu terpecah, aku pun meninggalkan semua beban emosional dalam ruang kamar mandi. Berlari diriku hingga menuju ruang guru.
"Pak Fai, apakah benar minggu depan ada kompetisi baca tulis puisi pak ?"
Penuh semangat aku menyapa guru kesayangaku sekaligus mentor yang membimbing hobiku menulis menjadi sebuah realita kebanggaan.
"Wahh,, kamu bersemangat rupanya Raja. Raja Mimpi yang akan segera mewujudkan mimpinya. Hehehe"
Pak Faisal, menjawab sapaku dengan lelucon yang tak asing bagi telingaku tentang Raja Mimpi.
"Iya Pak Fai, saya bersemangat sekali. Akan saya buktikan bahwa saya bukan Raja Mimpi seperti yang Pak Fai katakan barusan :)"
Aku membalas ucapnya dengan sikap optimis.
"Baguss, , kalau kamu bersemangat. Ini ada dua buku yang harus kamu pelajari. Karya Khairil Anwar dan Taufik Ismail, saya sarankan kau mengkiblat (fokus) pada Taufik Ismail. Karena gaya tulisanmu lebih condong kesana. Tapi bukan berarti kamu tidak mempelajari karya sang maestro Khairil Anwar ya. . Pelajari semua dan gunakan teknik ATM. Paham ? ?"
"Baik Pak Fai saya paham, tapi mohon dijelaskan apa itu teknik ATM Pak Fai. Karena saya baru sekali ini mendengar singkatan tersebut"
"Nahh, , itu pertanyaan yang saya tunggu, bagus Raja. Ok, akan saya jelaskan secara singkat apa itu teknik ATM. Teknik ini sudah sering digunakan semua seniman pemula. Bukan hanya seniman, pembisnis, musisi, siapa pun itu jika masih pemula sangat dianjurkan untuk mengenakan teknik ATM ini. Teknik ATM adalah singkatan dari Amati Tiru Modifikasi, jadi setiap pemula wajib mencari Role Model untuk dijadikan acuan dan pembanding. Teknik ATM seperti sebuah analisa kecil kecilan, cari apa yang menjadi ciri ciri orang yang sudah sukses terlebih dahulu. Tiru dan terapkan, lalu modifikasi sesuai gaya yang membuat diri kita nyaman disana. Dan saya sebagai guru sekaligus mentormu Raja, sangat menyarankan untuk menjadikan 2 tokoh dalam buku ini sebagai Role Model untuk kamu analisa. Bagaimana, sudah paham kan Raja ? :)"
"Wow. . . Dapat ilmu baru lagi nih Pak Fai. Teknik ATM, Amati Tiru Modifikasi. Sungguh keren Pak Fai . . Akan saya pelajari semua dan memberikan hasil yang membanggakan. Sekali lagi terimakasih Pak Fai"
"Tapi ingat. . . Waktumu hanya 8 hari untuk mempelajari kedua buku itu ! !"
Pak Fai tersenyum sekaligus memberi sinyal kuat, bahwa aku harus bisa.
Saat itu pun tubuhku dipenuhi dengan getaran semangat yang begitu kuat. Aku pegang erat, kuat, dan sangat rapat kedua buku pemberian Pak Fai guru kesayanganku. Kubaca, kubalik, kubongkar lembar demi lembar isi kedua buku tersebut. Hingga tanpa terasa jam sekolah berakhir.
Tak puas diriku hanya membongkar beberapa lembar dari buku pertama. Beranjak aku menuju perpustakaan umum dekat sekolah, kuhabiskan waktu disana hingga harus kurelakan waktu kerjaku diluar sekolah. Mengamen, menjadi kuli, kutinggalkan semua sejenak hanya untuk mengejar mimpiku yang selama ini hanyalah sebuah kertas kosong.
Sehari berlalu, dua hari, tiga hari, empat, lima, enam, tujuh hari berlalu selalu kubawa kedua buku pemberian Pak Fai kemanapun aku pergi.
Waktu latihan telah habis, kini siap atau tidak aku harus pergi menuju gerbang pembuktian. Darah keringat, bahkan penghasilan sampinganku pun telah menjadi korban untuk tiket menuju panggung besar. Sungguh tubuhku bergetar, dan tanpa sosok Reyhan yang biasa menjadi pemacu semangatku.
Ya , , aku kira Reyhan pergi, dan tiada mungkin kembali disampingku. Karena sebuah kekecewaan, namun hati kecilku sungguh berharap sosok Reyhan didekatku pada momen tegang seperti ini. Dan ternyata . .
"Heeii. . . Loe mau pergi ke perlombaan tanpa gue ya ? Sombong sekali loe . . Dasar Raja Mimpi.."
Sosok Reyhan menepuk pundakku dengan senyum di wajahnya.
"Heii sob.. loe bikin gue kaget tahu. Ayo kita pergi bersama :D"
Akupun tertawa melihat wajah Reyhan.
"Hahaha. . Loe nggak bakal menang tanpa kehadiran gue. Lihatlah, gue juga membawa beberapa suporter buat loe. Itu sebabnya beberapa hari lalu gue ngilang, gue sedang ngumpulin mereka semua. Ayo cepat kita pergi" , Reyhan menyeretku.
Lalu Pak Fai juga menambah suasana menjadi ramai dengan aba abanya.
"Ayo semua bersorak untuk sang Raja Mimpi. Hahahaha"
#RajaMimpi . . .
#RajaMimpi . . .
#RajaMimpi . . .
#RajaMimpi . . .
#RajaMimpi . . .
#hahahahaha
(Suara gaduh penuh canda tawa)
Sungguh banyak suara yang berhasil dikumpulkan Reyhan untuk menjadi pendukungku. Aku pun tersenyum dan tertawa bersama Reyhan dan semua yang turut berpartisipasi untuk mendukungku.
Rasa was was dalam jiwaku berubah menjadi amat sangat tenang dan nyaman akan kedatangan Reyhan yang sudah lama kuharapkan. Kemudian kita pergi bersama menuju arena tempur pembuktian.
--------------------------------
Tibalah kami di gedung Sekolah Menengah Atas Negeri 2, tempat dimana pusat perlombaan berlangsung.
Nampak ramai lingkungan sekolahnya, disesaki para peserta lomba dari berbagai penjuru dalam kota. Mereka semua sibuk mempersiapkan diri untuk sebuah pertarungan perebutan sebuah tropi dan Piala Sekolah bergilir.
Diriku mulai tak tenang, tiap tiap otot syarafku mulai menegang. Wajar semua ini terjadi, karena kali pertama aku mengikuti acara Festival Lomba Seni Siswa Nasional atau biasa disebut dengan FLS2N. Festival perlombaan yang wajib diikuti oleh semua sekolah di kota. Bukan hanya dalam kotaku, tapi semua sekolah di bumi Indonesia. Dan akan tiba saatnya acara FLS2N dirayakan berjamaah seluruh Indonesia jika tiap tiap kota dalam propinsi sudah mendapat kandidat peserta terbaik dari yang terbaik.
#TESS. . #TESS. .
(suara percobaan mikrofon pertanda acara segera dimulai)
"Selamat datang para peserta undangan baik dari kabupaten ataupun kota. Kami sampaikan terimakasih sebesar besarnya atas kehadirannya dalam acara tahunan Festival Lomba Seni Siswa Nasional. Dan dengan berkumpulnya semua tamu undangan, maka kami resmikan acara FLS2N tahun 2012 dibuka . . . Tepuk tangan yang meriah untuk kalian semua yang luar biasa"
#hoooooreeeee
#suit. . #suit . .
#PLAK..PLAK..PLAK..PLAK..PLAKKK
(Suara meriah gaduh berkerumuh dalam ruang aula)
Satu demi satu para peserta tampil di panggung, tim teater, penyanyi solo, grup seni tari, juga seniman puisi.
Tanganku yang awalnya berkeringat menjadi kering, karena begitu lamanya menunggu waktu antri giliran untuk tampil. Begitu lama rasanya, karena memang nomor urut yang diberikan untuk diriku adalah nomor buncit diantara peserta seniman puisi.
Hingga mataku mulai merah terlelap dan ingin terpejam, hingga suara lantang besar dari pengeras suara mikrofon memanggil nomor urut dada milikku.
"Selanjutnya peserta baca tulis puisi dengan nomor urut Tujuh Belas, silahkan naik keatas panggung"
Terhentak tubuhku meloncat dari kursi tunggu..
Reyhan, Pak Fai, dan semua teman pendukungku manatap wajahku yang kusam karena tertidur. Tanpa peduli, tanpa berbicara aku pun langsung bergerak menuju panggung dalam keadaan berantakan tak sempurna.
Aku tak takut lagi, dalam hatiku hanya ingin berteriak. Menyuarakan monolog yang selama ini tiada orang mau mendengarnya, bahkan mungkin Tuhan sekalipun. Kuambil kertas hasil karyaku dari meja juri.
#Deg . . #Deg . . #Deg . .
(Suara hentakan kaki mantap menuju panggung)
Kihirup nafas sedalam dalamnya seakan diriku takkan pernah bernafas lagi dikemudian hari. Lalu kusentakkan puisiku . .
"Raja . . Dalam karyanya..
KAPAN ? ?"
Suaraku cukup keras kulantunkan, hingga semua menjadi sunyi. Dan setiap orang yang berada dalam ruangan aula memperhatikan kehadiranku. Aku pun membalas tatapan setiap orang diruangan itu. Sejenak terpaku, kulanjutkan membaca hasil karyaku yang tlah kutulis selama 15 menit di ruang penilaian menulis sebelumnya..
Aku pun memulai skenario puisiku..
"32 jam mataku tak terpejam
Menyaksikan drama Tuan Yang Mulia dan singgasananya"
"Mengkoreksi skenario cadas menghantam
32 jam mataku masih tetap terjaga karenanya"
"Di ujung tanduk aku berjalan
Menikmati setiap detik siksaan
Bertahun bernafas di jalanan
Tak sedikitpun terjadi perubahan
Nihil tak berbeban
Menoton tetap jadi jalan"
"Wajahku dipenuhi guratan tak berdarah
Setiap syaraf otak menegang marah"
"Tapi tetap saja
Timbangan Negara hanya kira-kira
Bukan hanya bheta
Tapi juga kami dan mereka
Kita semua butuh Merdeka yang merata"
"Kapan hamba bisa menjadi Mulia seperti Tuan
Kapan kami yang jelata menjadi manusia bertujuan
Kapan hamba dan kami semua lepas dari kata hinaan
Kapan hamba menjadi Tuan
Kapan Tuan menjadi hamba hinaan
Kapan menjadi Kapan
Kapan Tuan ? ?
Kapan ? ? ?"
----------------
Sejenak kuhentikan puisiku sekedar mengambil nafas panjang lagi dan menelan air liur. Sambil kutatap mata mereka, kali ini tatapanku lebih tajam seakan diriku melempar sebuah pertanyaan beruntun tanpa jawaban kepada mereka...
----------------
"Dimana pasal ? ?
Dimanakah nilai moral ???"
"Memang kami buta Hukum"
"Tapi kami tak buta hati , Yang setiap saat bisa dibeli"
"Dengan sengaja Kalian sembunyikan pasal
Dengan senang riang Kalian asingkan moral
Dimanakah pasal dan moral ??"
"Janganlah Kalian sembunyikan dalam kantong
Kembalikan kepada kami yang tak berkantong"
"Wahai Tuan Agung kami yang Mulia"
"Tengoklah wajah lumpur kita
Tengoklah perbandingan skala
Banyak Tikus Besar yang amat sangat sulit merana
Sedang kita yang terpaksa jadi Tikus Kecil Hina
Amat sangat mudah sekali membusuk dalam jeruji baja"
"Kapan hamba bisa menjadi Mulia seperti Tuan
Kapan kami yang jelata menjadi manusia bertujuan
Kapan hamba dan kami semua lepas dari kata hinaan
Kapan hamba menjadi Tuan
Kapan Tuan menjadi hamba hinaan
Kapan menjadi Kapan
Kapan Tuan ? ?
Kapan ? ? ?"
"Bebaskan Bheta
Bebaskan Kita
Bebaskan Kami Semua
Hingga serempak penjuru berkata . . . . . ."
"M E R D E K A . . . "
#PLAKK..PLAKK.PLAAKK..PLAKKK....
#Suittttt..suittttt
#whoooaaaa...
Sorak sorai ramai menyelimuti ruang aula kecil disana, karena suaraku berhasil menggetarkan hati mereka semua. Diriku melihat Reyhan dan semuanya berteriak menambah kegaduhan semakin meriah....
Hati terasa ringan, jiwaku pun ikut menikmati sensasi aman. Kembali tubuhku melangkah pergi dari panggung tempat berpijakku menyuarakan seluruh rahasia jiwa yang selama ini terpendam dalam.
Nampak raut wajah riang gembira tanpa dahaga terukir di masing masing semua kawan kawan pendukungku. Lalu pun tiba sebuah penilaian juri atas semua buah karya yang tlah ditampilkan semua peserta.
Kembali kulihat lagi wajah was was penuh cemas di tiap sudut ruang aula yang kini kembali sunyi. Hanya suara dari alat pengeras mikrofon sang moderator pembawa acara yang terdengar di ruang itu.
Sedang telingaku menjadi tuli setelah kusentakkan segala tenaga di atas panggung tadi. Tuli telingaku tanpa mendengar suara keras lantang dari sang pembawa acara kala itu. Nilai demi nilai dilampirkan untuk tiap tiap peserta yang sudah mempersembahkan hasil karyanya.
Penilaian berawal dari grup seni tari, grup seni drama teater, vokal solo, hingga para peserta baca tulis puisi. Semua bergetar, bibir kering dengan penampakan warna merah memudar. Ya . . Semua tegang, tiap otot dan nadi menegang meradang. Merata semua tanpa terkecuali di ruang aula panjang.
Telingaku yang pada awal mula menjadi tuli berubah seketika menjadi normal saat terdengar penilaian juara baca tulis puisi. Angka nomor urut dada pemenang disebut secara berulang. Sungguh masih samar terdengar berapa kiranya angka nomor urut peserta pemenangnya yang dikumandangkan.
Aku hanya melihat kawan kawanku bergembira, dan Reyhan melemparkan spanduk sekolah lalu berteriak lantang menantang . . .
"MERDEKA . . MERDEKA . ."
Diriku masih tak paham apa yang dilakukan kawan kawanku dan si Reyhan, lalu pun Reyhan mengangkat tubuh kecilku serta mengkoyak koyak hingga diriku tersadar atas ucapnya.
"Merdeka , , loe merdeka Raja. Loe jadi juara perlombaan FLS2N kota, puisi loe yang jadi pemenang. Ya . . Sekarang loe menjadi Raja Puisi, bukan lagi Raja Mimpi. Hahahahaha"
"Raja. . Raja . Raja . Raja . Raja . Raja . Rajaa . . Merdeka SMA Bunga Bangsaa. . Merdekaa"
Ramai suara sorak sorai di berbagai sudut aula beserta tepuk tangan yang bergemuruh.
Itulah momen yang sangat berarti bagiku, dimana diriku kini tlah menjadi apa yang seharusnya.
Rabu, 11 Januari 2006 merupakan momen yang akan paling kuingat dan akan menjadi sejarah bagiku dan bagi sekolahku. Bahwa Raja, tlah membawa keharuman bagi nama Sekolah SMA Bunga Bangsa.
Setelah perayaan atas kemanganku usai, esok kami semua harus kembali ke Sekolah. Dan semua kini nampak berbeda.
Dadaku tegap menatap mantap, busung tegak berjalan menatap kedepan. Raja Mimpi kini menjadi Raja Puisi, tak hanya sampai disana. Semua alur berlanjut menuju puncaknya.
Tepat pada hari Senin, 16 Januari 2006 kembali sebuah anugerah datang mengilhami sekujur tubuhku. Seusai upacara rutin mingguan, Bapak Kepala Sekolah berbicara di depan mikrofon pengeras suara untuk menyampaikan sebuah pesan.
"Selamat Pagi seluruh siswa yang sangat saya cintai dan banggakan. Selamat pagi juga untuk jajaran guru beserta para staf kebanggaan Sekolah Menangah Atas Bunga Bangsa, serta untuk semua yang berbahagia hari ini. Sebelumnya, marilah kita panjatkan Puja dan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas seizin Nya kita semua dapat berkumpul di tempat ini dalam keadaan sehat jasmani rohani tanpa sedikitpun kekurangan dalam diri. Dan atas izin Nya pula hari ini kita semua merasakan sebuah kemenangan telak. Ya, tepatnya pada tanggal 11 Januari 2006 kemaren. Sekolah Menengah Atas Bunga Bangsa kita yang tercinta berhasil memborong 2 juara sekaligus. Sungguh prestasi yang amat sangat membanggakan bagi kita semua tentunya. Tanpa memperpanjang durasi, dengan bangga saya perkenankan untuk para juara maju berdekatan di samping saya. Saya persilahkan untuk juara Grup Drama Teater dan Seniman Puisi. Tepuk tangan yang amat sangat meriah untuk mereka semua.."
#plak #plak #plak #plak #plakkk...
(Suara tepuk tangan berjamaah seluruh siswa Sekolah Bunga Bangsa)
Dengan diiringi tepuk tangan dan gemuruh pecah paduan suara siswa, aku melangkahkan kaki setapak demi setapak menuju tempat dimana Bapak Kepala Sekolah berada. Lalu aku dan juara lainnya berdiri tepat disamping kanan kiri Bapak Kepala Sekolah.
Suasana begitu asyik, matapun berbinar samar menyaksikan pemandangan riang gembira. Hingga musim panas terik Sang Surya tiada pun terasa bagi kami semua dikala itu.
Perayaan kemenangan yang megah, hasil kerja kerasku terbayar stempel lunas berupa tropi dan piala kejuaraan lomba.
16 Januari 2006, momen kedua terbaik dari hari hari yang kulalui sebelumnya.
Keramaian di lapangan Sekolah Bunga Bangsa mengalir tepat sesuai durasi. Setelah itu pun kami semua para siswa Sekolah Bunga Bangsa kembali menuju kelas masing masing untuk melanjutkan mata pelajaran seperti sedia kala.
Masih tergambar jelas momen momen tercantik dari yang paling cantik. Hingga diriku pun tersenyum bak orang gila yang terserang panah asmara.
"Hei Raja Mimpi.. Raja.." , bisikan yang hampir tak terdengar telingaku. Lalu pun aku menoleh ke sumber suara tersebut, dan ternyata suara itu berasal dari sahabat sebangkuku Reyhan. Aku pun menaikkan alis mataku memberi kode isyarat bahwa aku menyimak sapaan darinya.
"Loe jangan senyum senyum sendiri, nanti loe jadi gilaa baru tahu rasa" ,
Reyhan membisikkan nasehat pengingat, kubalas dengan anggukan tersenyum :)
Namun Reyhan masih terus berbisik mengoceh disaat jam mata pelajaran Matematika kala itu.
"Ya . . Loe malah tambah senyum senyum dan makin melebar senyumnya lagi.. Yasudah, nanti loe traktir gue lagi ya. Kali ini merupakan babak kedua dari momen juaramu. Ok, , Raja Mimpi ;)"
Reyhan memang anak usil, kala mata pelajaran mulai pun ia masih sempat meminta traktir makanan. Tapi itulah yang membuatku seperti lengkap dengan kehadirannya. Meskipun terkadang kita berdua sering tidak membayar uang makan di kantin Sekolah Bunga Bangsa. Sungguh masa masa kenakalan di Sekolah yang tidak akan pernah bisa terlupa.
----------------
"Ayo, loe kan sudah janji untuk mentraktir makan di kantin. Ini sudah jam istirahat. Ayo cusss.."
"Hehehe, , loe masih ingat ya Rey . . Tapi kantong gue kering nih, loe tahu sendiri kan gue nggak ambil kerja sampingan selama waktu pelatihan kemaren hingga sampai saat ini pun gue belum mendapat uang."
Mata Reyhan melihatku sinis sembari berkata..
"Hmmmm . . Loe bilang gitu seolah loe sungguh sungguh pernah bayarin makanan gue dikantin. Loe kan selalu pakai teknik SMP kalau makan ama gue."
Akupun tertawa terbahak..
"Hahahaha . . Apa tuh teknik SMP Rey ? ?"
"SMP . . Selesai Makan Pergi . .
Gara gara keseringan pakai teknik itu. Loe pernah bikin gue jatuh di selokan. Sungguh malang nasibku ini."
"Hahahahahhaa. . . Ya maaf, tapi enak kan Makan Gratisnya :D"
"Enak sih enak, tapi efeknya jadi korban buruan ibu kantin. Padahal gue cuman ikut ikutan, , dasar loe Keong Racun"
"Hahaha. . Keong Racun ? ? Masih mending udah pernah muncul di tv, dari pada loe tubuh tinggi seperti Tiang. Dasar Tiang Listrik kau ini. Hehehehe"
"Apa ? Tiang listrik ? ? Dasar Sumbu Kompor"
"Haha, Racun Tikus loe"
"Daripada loe kayak Cacing Berdasi"
"Haha, memang ada Cacing Pakai dasi ? ?"
"Adalah, sini gue ajak loe lihat Cacing Berdasi di cermin"
Sambil menyeretku, Reyhan memandu ke kamar mandi sekolah.
"Ini cerminnya, coba loe lihat di dalamnya. Karena kemaren gue lihat ada satu disana. Mungkin sekarang jumlahnya bertambah satu lagi"
Aku pun yang penasaran dengan ucapan Reyhan, mencoba mengkoreksi didalam cermin. Kemudian nampak wajah Reyhan dan wajahku dalam cermin. Sedang si Reyhan tertawa lepas serta bertutur kata.
"Hahahahaha . . Itu cacing berdasinya sudah tambah lagi sekarang menjadi dua ekor. Loe kelihatan kan ? ? Hehehe"
Aku baru tersadar bahwa yang dimaksud cacing berdasi adalah wajah kita berdua yang terpantul oleh cermin. Ya , aku juga baru sadar bahwa aku ini cacing berdasi. Kurus, kecil, dan memakai dasi sekolah. Sungguh konyol si Reyhan, hehehehe.
Beberapa menit sesaat setelah bergurau, Reyhan pergi pamit untuk membeli makanan ringan sebagai pengganjal perut karena kita berdua sudah benar benar kehabisan stok tabungan di saku.
Sesaat setelah Reyhan pergi, mataku melihat sosok Robi yang coba menghampiri keberadaanku di depan kelas. Wajahnya sangat berbeda dari sebelumnya. Firasatku mengatakan akan tercipta sejarah baru antara aku dan Robi. Senyum canda tawaku bersama Reyhan mulai kabur menghambur lenyap, berganti dengan getaran was was yang amat sangat awas. Semula tubuhku duduk santai bak di pantai, kuangkat berdiri bersiap untuk suatu hal yang mantap. Namun....
"Selamat atas kemenanganmu Raja, kau memang pantas mendapatkan gelar juara itu"
Robi menghampiriku dengan sikap hangat, tangannya juga memberi salam untukku.
Akupun meraih salam dari tangannya, lalu aku juga mengangguk tersenyum.
"Terimaksih Robi, loe juga pantas menjadi juara kelas kok"
"Nggak lah, , gue disini cuman bersekolah sebagai status aja. Gue nggak pantas mendapat gelar itu. Mulai besok gue bakal nyuruh para guru untuk tak berlebihan ama gue. Apalagi sampai manaruhku sebagai posisi paling atas menggeser nama loe."
"Apa maksud loe, gue nggak ngerti"
Sungguh aku masih heran dengan sikap dan tingkah laku si Robi kali ini, lalu ia pun tertawa..
"Hahaha, , sudahlah loe nggak perlu mikirin. Lebih baik tetap fokuskan tujuan loe. Gue yakin loe pasti bisa, dan juga buktikan kepada semua orang di tempat ini yang sering nyebut loe sebagai Raja Mimpi. Sampai jumpa di puncak kesuksesan kawan :)"
Robi tersenyum menepuk pundakku bak motivator yang sedang berkhotbah. Jeda beberapa detik, Robi lenyap seketika dari pandanganku.
"Raja . . Kenapa si kunyuk Robi itu. . Dia ngancem ya ? ? Biar gue ancam balik dia"
Robi datang secara tiba tiba, dan juga membawa segenggam emosi tiba tiba pula untuk segera dituntaskan.
"Jangan, , , jangan Rey, jangan buat onar. Dia hanya ngasih ucapan selamat ke gue. Dia juga minta maaf karena merebut peringkat kelas gue dengan cara tak wajar, aneh yaa.. Tapi kalo dipikir pikir, ucapan loe yang waktu itu benar, Robi mengakuinya sendiri tadi. Tapi gue masih penasaran dengan tingkah lakunya yang masih samar itu Rey. ."
"Hahahahaha. . . Tuh kan . . Loe baru percaya dengan ucapku waktu itu. Gue sebagai sahabat nggak pernah bohong tau. . Dan sudah ditentuin juga bahwa mulai hari ini Raja adalah Bintang Kelas sekaligus Bintang Sekolah Bunga Bangsa. . Okey ? ? ? :D"
Kita berdua tertawa bersama menikmati makanan ringan masing masing. Sambil berdiskusi panjang tentang . .
BINTANG KELAS
---------------