Suara kereta api pun terdengar sampai lubuk hatinya. Terus melamun dan terus melamun. “Kapan ya aku bisa duduk – duduk manis serta baca beberapa buku kesukaanku seraya mendengarkan lantunan ayat – ayat Tuhan dari mp3 handphone yang selalu menemaniku?”, pikirnya. Selang beberapa menit kemudian, seseorang dengan membawah tas ransel yang cukup besar menghampirinya dan berkata, “Adik turun mana?”. Dia pun kaget dan hampir jatuh dari tempat duduknya. “Oh, maaf. Aku turun St. Lempuyangan Bu”, jawab dia sambil mengambil barang – barangnya yang jatuh. Tiba – tiba terdengar suara yang tidak asing dari sudut tempat yang terletak dekat dengan Mushollah St. Mojokerto, “Mohon perhatian, kereta api Logawa jurusan St. Lempuyangan beberapa saat lagi akan tiba di St. Mojokerto. Kepada bapak – ibu di mohon untuk mempersiapkan tiket dan menyiapkan barang bawaan Anda. Jangan sampai ada yang tertinggal di St. Mojokerto. Terima kasih.” Sambil menatap wajah ibu tadi, dia bergumam dalam hati “Ibu ini kok terlihat agak aneh ya, sudah tua namun berdandan laiknya Putri Diana. Selain itu, tas yang di bawanya juga cukup besar. Mau ke mana kah dia? Ah, mungkin ibu ini hendak balik ke negaranya atau sekedar ingin jalan – jalan ke beberapa tempat bersejarah di Indonesia.” Dia pun menatap Eden dengan senyuman manis kemudian berkata “Hai dik, kok melamun?”. “Oh My God, maaf bu, aku tidak bermaksud apa – apa memandangi ibu terus.” Balas senyum Eden kepada ibu tadi. “Adik tadi berucap bahasa Inggris ya? Suka belajar bahasa Inggris?”. Tanya ibu itu sambil mengeluarkan sesuatu. “Iya bu, aku suka sekali belajar bahasa Inggris. By the way, ibu asli dari negara mana? Sudah lama tinggal di Indonesia?”. Tanya Eden. Namun, ibu tadi tidak menjawab pertanyaan yang di lontarkan Eden secara langsung. Dia masih menatap beberapa saat terhadap buku yang telah di keluarkannya. Dia terus menatapnya sampai keluar tetes air matanya. “Maaf bu, ibu kenapa kok menangis? Tanya Eden lagi. “Oh, I’m sorry Kid. I did remember someone when I notice to this lovely book. It makes me cry easily. It makes me recall everything. It makes me love more and more to Him. You know what I mean?”. Tanya ibu tadi kepada Eden. Dan Eden pun menganggukkan kepalanya dan berbalas kata,” Yes, I see what you mean and what you feel Mum. I’m so sorry to hear that”. Akhirnya terjadilah percakapan panjang lebar dalam bahasa Inggris sampai akhirnya suara Masinis pun muncul lagi, “Mohon perhatian, kepada seluruh penumpang kereta api Logawa harap bersiap – siap karena kereta api Logawa akan masuk di jalur satu. Sekali lagi, kereta api Logawa akan masuk di jalur satu. Mohon bapak – ibu mempersiapkan tiket dan bawaan Anda. Jangan sampai ada yang tertinggal di St. Mojokerto. Terima kasih.” Tiba – tiba, ketika Eden hendak mengambil tiket dan menuju tempat penukaran tiket, ibu tadi sudah tak nampak batang hidungnya. Eden pun nanar tanpa sadar. Dia melamun dan melamun lagi seraya bergumam dalam hati “Ya Tuhan, siapa ibu tadi. Sungguh inginku meminta maaf karena telah bersu’udzan kepadanya. Ya Tuhan, tolong temukan aku dengannya. Amin”. Lalu, si Eden naik kereta dan duduk di tempat kursi sesuai dengan tiket yang telah di belinya. Dia akhirnya mendapatkan impian kecilnya untuk duduk di dalam kereta dan membaca buku kesukaannya.
***
St. Lempuyangan pun terlihat jelas dari jendela kaca dimana Eden sedang duduk. Itu pertanda bahwa Eden sudah tiba di Yogyakarta. “Welcome Yogyakarta.” Gumam Eden dengan penuh semangat. Akhirnya, perjalanan enam jam yang penuh canda tawa, penuh kelelahan, penuh ke-ngantuk-an, dan penuh keikhlasan untuk sampai di tempat tujuan, di laluinya dengan hati riang gembira. Eden pun turun dari kereta dan langsung menuju Mushollah untuk melakukan sholat ashar. Setalah itu, Eden meghubungi temannya melalui sms, “Assalamu’alaikum Jefri, alhamdulillah aku sudah sampai di St. Lempuyangan terus langkah selanjutnya aku harus ke mana?”. 10 detik kemudian, terdengar nada balasan sms dari Jefri, “Wa’alaikum salam Eden, alhamdulillah. Oke, sekarang kamu keluar dari St. Lempuyangan dan langsung lurus menuju ke arah Indomart Point. Nanti kalau sudah sampai di sana. Sms aku ya.” “Oke.” Balasku. Setelah itu, Eden pun melakukan instruksi dari temannya yang terdapat di hapenya. Dia terus membukanya dan sesekali menanyakan hal itu kepada beberapa orang. Namun, dia selalu di sesatkan sama sebagian dari mereka. Mereka selalu berkata”Adik jalan lurus saja ke arah indomart dan jangan lupa belok kanan”. “Iya pak, terima kasih.” Jawabku lugu. Berjalan menyusuri pinggiran kota Yogyakarta yang penuh dengan bangunan Cagar Budaya tidak membuat Eden merasakan panasnya terik matahari yang mulai terbenam yang selalu memancarkan warna indahnya di setiap sudut kota ini dan ramainya hiruk pikuk kehidupan di sepanjang jalan menuju tempat tujuan tersebut. Sempat melihat bangunan kanan dan kiri, akhinya tempat yang di tuju itu muncul di depan dia. Hatta, dia langsung sms Jefri dan menulis sebuah pesan singkat nan jelas “Jef, aku sudah sampai di indomart tapi kok tulisan indomartnya tidak ada Point nya ya?” tanya Eden. “Loh, berarti kamu salah jalan Den.” sentak Jefri melalui sms. “Oh ya Tuhan, ternyata memang aku salah jalan. Haha.. oke – oke Jef, aku tak balik St. Lempuyangan lalu berganti arah yang benar menuju tempat kosmu.” Balas smsnya kepada Jefri. Akhirnya, si Eden pun berbalik arah menuju St. Lempuyangan dan membaca ulang instruksi – instruksi yang telah di dapatkan lagi sesaat sebelum dia berbalik arah menuju stasiun. Sesampainya di stasiun Lempuyangan, dia pelan – pelan membaca instruksi dari Jefri.
Nanti, kalau kamu sudah sampai di St. Lempuyangan, kamu berjalan lurus saja menuju jembatan flying over. Jembatan ini di lalui jalur kereta api. Nah, setelah melewati jalur tersebut, kamu berjalan lurus kurang lebih 3 kilo melewati 3 kali perempatan lampu merah. Di pemberhentian lampu merah yang terakhir, kamu belok kanan dan berjalan lurus sampai menemukan bangunan besar yakni pom-bensin. Dari tempat itu, kurang lebih satu kilo, kamu akan menemukan gedung indomart-point. Oke? Jangan lupa kabari aku kalau sudah sampai depan indomart-point. Hati – hati!
Setelah membaca dengan seksama instruksi dari Jefri. Si Eden pun bergegas untuk menjalankannya. Dia berjalan sambil membuka senyum lebar dan menyapa kepada setiap orang yang di jumpainya. Dia terus berjalan ke arah tempat tujuan tanpa memandang seberapa jauh jarak antara St. Lempuyangan dan tempat kos temannya. Sudah dua perempatan lampu merah terlampaui dan masih kurang satu lagi perempatan lampu merahnya. Ketika hendak sampai di perempatan lampu merah yang terkahir, tiba – tiba dia melihat sesosok orang tua yang sedang berhenti di pinggir jalan sambil menghitung pundi – pundi uang dan duduk di atas sepeda motornya. Lalu, Eden berjalan menghampiri bapak tersebut dan bertanya,”Pak, permisi, mau tanya. Indomart point dari sini masih jauh pak?”. “Loh, mas mau ke mana?” tanya bapak tadi. “Aku mau ke UNY pak.” Jawabku, “Oh, masih jauh mas, mari saya antar. Kebetulan saya juga mau balik pulang, habis ngojek mas. Ayo tidak apa – apa mas, saya antar mas sampai di depan indomart point.” Memandang bapak tersebut sejenak dan berbisik dalam hati “Bentar – bentar, bapak ini kok tiba – tiba menawarkan aku tumpangan." Gumam Eden dalam hati. "Ya sudah tidak apa – apa, pikirku positif kepadanya.” Lanjut jawabku kepadanya,” Alhamdulillah pak, terima kasih nggih.” Akhirnya, si Eden pun di antar bapak tadi sampai ke tempat indomart point. Sesampainya Eden di indomart point, dia langsung sms Jefri untuk minta tolong di jemput. Dan mereka pun sampai di kos dengan hati yang legah. Kemudian, si Eden beristirahat penuh karena keesokan harinya dia akan menjalani ujian tes masuk perguruan tinggi.
***
Hari – hari yang di tunggu muncul di depan mata. Dengan berbekal pengalaman dan belajar yang konsisten, Eden meminta izin kepada temannya si Jefri seraya bilang, “Jefri, minta doanya ya, hari ini aku mau mengikuti ujian tes tulis CBT di UNY. Dan Insyaallah nanti tesnya jam 12 siang”,“ Kok kamu berangkat pagi benar?” tanya Jefri. “Iya Jef, kan aku mau nge-cek tempatnya juga, hehe” Jawabku sambil bercanda. “Oh, gitu. Oke – oke. Semoga lancar ya tesnya.” sahut Jefri. “Amin. Makasih Jef.” jawabku, “Oke. Sama – sama." jawab dia.
Eden pun langsung cabut menuju kampus UNY dengan hati yang lapang dan penuh harapan. Dia berjalan menelusuri taman – taman kampus yang rindang yang penuh dengan berbagai macam keindahan bunga yang harum dan bermekaran di mana - mana. Dia terus berjalan sampai dia menemukan tempat di mana dia akan mengikuti ujian tes tulis CBT. Namun, dia tidak menemukan tempat tes tersebut sampai akhirnya dia bertanya kepada salah satu petugas yang berkerja di tempat ini. “Permisi pak, mau tanya. Tempat ujian tes tulis CBT di mana ya pak, sambil menunjukkan kartu tanda peserta tesnya,”. Di belakang gedung itu mas, dari sini sampean jalan lurus kemudian belok kanan. Dan di situ tempat ujian tes tulis CBTnya.” Jawab bapak tadi yang selalu senyum. “Baik pak, matur suwun nggih”, balas senyumku.
Akhirnya si Eden menemukan tempat tesnya. Dia sangat gembira dan siap untuk mengikuti tes tersebut. Tak lama kemudian, suara bapak – bapak terdengar keras di telinga Eden. Dia berucap,”Bagi yang berada di kode C, mohon untuk segera masuk ruangan. Di mohon untuk mempersiapkan semua persyaratan yang telah Anda bawah. Mohon siapkan kartu peserta tes, ijazah, nilai transkrip dan satu hal tolong berpakaian rapi serta memakai sepatu.” Dengan modal semangat dan senyum, si Eden tidak menghiraukan perkataan terakhir bapak tadi. Si Eden pun lanjut berjalan menuju tempat tes, tiba – tiba bapak tadi memberhentikannya karena dia tidak memakai sepatu. Dia - bapak tadi yang bertugas sebagai panitia- berkata kepada Eden, “Kok pakai sandal mas, kamu itu sudah tahu tes masih saja pakai sandal. Sudah ganti dulu pakai sepatu!”. “Iya pak maaf, saya tidak membawa sepatu karena saya tidak punya” jawabku sambil memohon. “Tidak boleh! Kalau mau tes ya harus pakai sepatu.” Timpal bapak tadi. Akhirnya, si Eden pun kebingungan. Dia terus bergumam dalam hati “Ya Tuhan, saya sudah jauh – jauh dari Jawa Timur untuk mengikuti tes, namun Engkau masih memberikan ujian yang sesungguhnya kepadaku, alhamdulilah, ku ucapkan terus menerus sampai akhirnya aku melihat ada sesosok orang berpakaian hitam dan dia sedang bertugas sebagai satpam di tempat tes tesebut. Tanpa pikir panjang, aku pun datang menghampirinya seraya berkata, “Pak ngapunten ingkang katah nggih, kulo nyambut sepatune damel tumut tes, kulo mboten kantuk mlebet soal e kulo ndamel sandal”, “Oh gitu ya mas. Ya sudah mas. Ini silahkan pakai sepatu saya” kata bapak tadi sambil tersenyum lebar. “Alhamdulillah pak, terima kasih banyak ya dan insyaallah nanti ujiannya selesai jam setengah enam sore”. Jawabku legah. Akhirnya, si Eden bisa mengikuti ujian tes tulis CBT dengan lancar dan menyelesaikannya tepat sebelum jam setengah enam karena dia ingin segera mengembalikan sepatu bapaknya. Namun, Tuhan berkehendak lain. Dia, si Eden, tidak sempat bertemu bapaknya tadi karena dia sudah pulang untuk berbuka puasa bersama keluarganya. Bagi Eden, dia sangat menyesal karena belum bisa meminta maaf secara langsung kepadanya dan Eden bergumam dalam hati lagi “Ya Tuhan semoga suatu hari nanti saya bisa bertemu bapak tadi supaya bisa mengucap permohonan maaf dan ucapan terima kasih karena telah meminjamkan sepatunya kepadaku, Amin”. Do’a Eden pun terijabahi dengan di terimanya dia sebagai mahasiswa tingkat Magister di kampus UNY, periode 2017-2018.
*** End ***
Note: Terjemahan
“ngapunten ingkang katah nggih, kulo nyambut sepatune damel tumut tes, kulo mboten kantuk mlebet soal e kulo ndamel sandal” à “mohon maaf yang sebanyak – banyaknya, saya pinjam sepatu bapak buat ikut ujian karena saya tidak boleh ikut tes karena saya memakai sandal.