XL
Ruang istirahat raja,
Beberapa pasukan khusus tampak berjaga – jaga di depan pintu ruangan.
Terlihat sangat waspada dan tegang para pasukan itu.
Tak ada senyuman nan manis ataupun percakapan – percakapan ringan di antara pasukan – pasukan elit.
Prioritas mereka hanya satu, menjaga keselamatan dan keamanan selama Tuan Rakat belum dikatakan normal pikirannya.
Tayar berjalan mantap menuju ruangan itu.
Dirinya hendak melihat keadaan Tuan Rakat.
Sejak Yoslin dinyatakan hilang dari kerajaan Banadis, Tuan Rakat tidak melakukan tugasnya sebagai seorang raja.
Banyak pengiriman menjadi tertunda, Juga dokumen – dokumen menumpuk di meja kerja raja Banadis.
“Bagaimana keadaan tuan?”
“Siap,! Tuan Rakat sedang tertidur di sofa,”
Menghela nafas. “Panggil tukang pijat untuk mengobati tuan.”
“Siap,!” Seseorang itu segera menuju ruangan spa.
“Kalian berlima ikut saya untuk mengangkat Tuan Rakat ke ranjangnya.”
“Siap,!”, ucap mereka, kompak.
Tayar dan kelima pasukan itu masuk ke dalam ruangan.
Sungguh mengenaskan, tampilan Tuan Rakat benar – benar sudah hilang akal.
Laki – laki itu terbaring di sebuah sofa sambil mengigau, memanggil – manggil nama seseorang dengan lirih.
Jari jemari kanan beliau menggenggam rapuh satu botol minuman keras. Sedangkan pada tangan kirinya menggenggam sebuah pedang.
Pedang itu tampak dihunus – hunuskan ke arah depan beliau. Sambil Tuan Rakat berucap, “Mana Yoslin ku,? Kamu menculik Yoslinku ya?, Awas kamu jangan berani – berani nyulik Yoslinku!”
Saat Tuan Rakat melihat beberapa orang mendekat padanya.
“He, kalian siapa?!, Berani – beraninya kalian masuk ke kamar saya,!” Sambil beliau coba berdiri. “Awas ya, saya ini raja Banadis, raja paling hebat se Nusantara,! Kalo kalian berani maju selangkah saja, kalian semua akan mati,”
Tuan Rakat tampak sempoyongan.
“Bagaimana ini, pak Tayar?”
“Haduh, Sudah keluar saja, nanti kalo tuan sudah tertidur lagi baru kita pindah ke ranjang.”
“Siap,”
Tayar dan kelima pasukan itu tidak jadi memindahkan Tuan Rakat dari sofa.
XLI
Ruang kerja raja Banadis,
Beberapa bos distrik tampak duduk – duduk tegang di dalam ruangan.
Mereka terlihat tidak tenang.
Khawatir dengan paket – paket yang harus segera ditandatangani dokumennya.
Minuman keras menjadi tidak berasa.
Juga camilan lezat itu didiamkam saja oleh mereka.
Tayar masuk ke ruangan itu.
Dengan wajah yang tidak kalah tegang dengan para bos distrik.
“Gimana, Yar?”
“Masih belum sadar,”
“Aduhh,”
“Lha trus ini gimana, Yar?”
“Aku juga bingung,”
“Kamu saja lah Yar yang tanda tangan.”
“Lha gimana? Tuan Rakat nggak ngasih perintah,”
“Ini kalo nggak segera kita kirim kita bakal rugi banyak banget lo, Yar.”
Jedeng tampak hampir frustasi.
Berucap, “Iya, Yar,, Apalagi pengiriman ke Patic harusnya udah sampe sore tadi.”
“Lha gimana? Ntar kalo aku kena tebas gimana?”
“Kita tanggung bareng – bareng lah, Paling Tuan Rakat juga mikir kalo bos – bos distriknya mati semua, yang bisa ngatur pengiriman siapa?”
“Bener ya,? Awas nanti kalo nggak ada yang mau bantu, tak hajar semua kalian,”
“Iya, iya,, Kita bakal bantu kok, Tenang aja,”
Menghela nafas. “Iya deh,”
Tayar mengambil stempel kerajaan Banadis dari tempat penyimpanan.
XLII
Esok harinya,
Tuan Rakat sudah normal lagi.
Tapi keseimbangan mentalnya belum sempurna.
Kabut pekat pun masih menutupi kesadaran laki – laki terhormat itu.
Tuan Rakat masuk ke ruang kerja.
Para bos distrik yang sedang santai – santai terkesiap.
Mereka segera berbaris rapi di depan meja kerja.
Tuan Rakat duduk di kursi itu. “Mana dokumen yang harus saya tanda tangani?”
Para bos distrik saling pandang. Mereka tampak sedikit ketakutan.
Sambil takut – takut Tayar berucap, “Maaf, Tuan Rakat,, Semua dokumen itu sudah saya tanda tangani.”
“Apa?!, Lancang kamu, Tayar!”
Seketika pedang di tangan kiri Tuan Rakat dihunuskan.
Tayar tampak pasrah.
Para bos distrik pun terlihat pucat pasi.
“Bahkan kepala kamu itu tidak berharga sama sekali dengan stempel Banadis, Tayar!”
Pedang itu tampak sudah siap memotong leher manusia.
“Ma, ma, maaf, tu, tu, tuan,”
“Apa kamu, Jedeng?! Kamu mau membela orang yang lancang ini!?”
Masih tergagap – gagap. “Sa, sa, saya yang me, me, maksa Ta, Tayar, tuan,”
“Bodoh!” Pedang itu ditebaskan ke arah meja.
Sontak meja kayu itu tertancap dalam oleh bilah pedang.
Saking marahnya Tuan Rakat sampai membentak orang kesayangannya.
“Kamu tahu tanpa perintah raja stempel itu tidak bisa digunakan sembarangan,!”
“Sa, sa, saya salah, tu, tuan,”
“Iya, tuan,, Kami semua juga ikut andil,”
“Huuhh,,!, Bodoh semua,! Bodoh,!”
Tuan Rakat meninggalkan ruangan dengan marah.
XLIII
Tuan Rakat keluar dari gerbang istana.
Sebuah palu besar tampak dibawa di pundak kanan beliau.
Pandangan mata laki – laki itu terlihat kejam.
Seolah – olah kesadaran Tuan Rakat sedang dikendalikan makhluk lain.
Dengan melangkah penuh kemarahan beliau berjalan ke arah timur istana.
Orang – orang yang melihat Tuan Rakat tampak ketakutan.
Mereka segera berlari menghindar, masuk ke rumah.
Beberapa pemilik bar tampak menutup lagi tempat usahanya yang baru buka.
Orang – orang yang sedang berjudi pun menghentikan permainannya.
Tuan Rakat terus melangkah ke timur istana.
Alun – alun Banadis,
Tanpa basa – basi Tuan Rakat mengerahkan segenap tenaganya.
Diporakporandakan tiang – tiang peringatan itu dengan kemarahan beliau.
Panggung pertunjukan tampak berlubang di sana sini oleh hantaman palu besar.
Bahkan patung berlambang logo Banadis tampak retak – retak oleh amarah Tuan Rakat.
Beliau tampak tersengal – sengal, kelelahan.
Tanpa pikir panjang palu besar itu dilemparkan begitu saja olehnya.
Untung palu besar itu hanya melubangi sebuah pintu toilet.
Setelah itu Tuan Rakat meninggalkan alun – alun Banadis, menuju dalam istana lagi.
XLIV
“Kayaknya kita harus segera menemukan Yoslin, biar keadaan bisa terkendali lagi,”
“Iya, aku setuju dengan Jedeng,, Kita harus mencari Yoslin,”
“Tapi kita mau cari Yoslin kemana? Orang tiba – tiba aja dia ngilang gitu,”
“Eh, Yar,, Apa Siren nggak tau kemana Yoslin perginya? Biasanya Yoslin kan sama Siren terus,”
“Terakhir Siren lihat Yoslin tu pas pagi – pagi, kayaknya Yoslin menuju rumahnya bu Tuborsi,”
“Hah? Ngapain Yoslin ke rumahnya bu Tuborsi? Apa Yoslin hamil?”
“?? Tapi kan Yoslin sama Tuan Rakat terus ngelayaninya,”
“Mm,, Aku tau nih, kayaknya dia ketakutan sama omongan kamu itu deh Yar makanya dia mungkin kabur dari Banadis,”
“Heh? Apa hubungannya sama aku?”
“Kamu kan sering bilang ke Yoslin kan supaya nggak terlalu deket sama Tuan Rakat, trus mungkin, ini mungkin ya Yoslin hamil anaknya Tuan Rakat, makanya itu Yoslin ketakutan trus kabur dari Banadis.”
“Logikanya Nawang betul juga, Yar,, Menurutmu gimana?”
“Iya juga sih, Aku juga baru ngeh,, Mungkin juga Yoslin hamil anaknya Tuan Rakat, Makanya trus dianya kabur,”
“Kamu juga sih, Yar,, Coba kamu nggak ngancem Yoslin kayak gitu, Ini nggak bakalan terjadi,”
“Eh, gila,, Apa kalian nggak malu kalo punya raja ada main sama cewek penghibur sampai ceweknya hamil gitu?”
“Ya malu juga sihh, tapi cara kamu nggak elegan gitu, Yar,, Kamu kan bisa mengenalkan cewek – cewek bangsawan gitu yang tingkatnya sederajat sama Tuan Rakat.”
“Udah, Ingg,, Udah,, Aku udah kenalkan semua cewek – cewek bangsawan ke Tuan Rakat, tapi Tuan Rakat kayaknya udah seneng banget sama Yoslin, Yaa,, untuk jaga – jaga aja sih maksudku, aku ngancem gitu ke Yoslin,”
“Nha, ini kan ,,”
“Bokk,!” Tiba – tiba sebuah kepalan tangan mendarat telak pada pipi kanan Tayar.
Sontak, “Hekh, Mampus,! Tuan Rakat,”, ucap Nawang.
“Aduh,! Gesrek ki,”
“Mati beneran ki dewe,”
Dengan marah Tuan Rakat mendorong Tayar ke arah meja kerjanya.
“Apa benar yang kamu katakan itu, Tayar?! Apa benar yang kamu katakan itu,!?”
“Jawabb,!!”
“A, a, ampun, Tuan Rakat, Ampun,, Saya ha, ha, hanya menjalankan tugas saja,”
“Tugas apaa!?, Tugas apa, Tayar?!, Tugas apa?! Saya tidak pernah memberikan kamu tugas seperti itu, Apalagi mengatur – ngatur kehidupan pribadiku,”
“Ampun, Tuan,, Ampunn,,”
Dengan penuh amarah Tuan Rakat mencabut pedang yang tertancap di meja.
Para bos distrik tampak tercekam.
Pedang itu tepat diarahkan ke jantung Tayar.
“HAAHH,,!!”, teriak Tuan Rakat.
Sontak, “Tuan Rakat,,! Tolong hentikan, Tuan Rakat,, Saya, saya akan mencari Yoslin untuk tuan, Tolong hentikan, tuan,” Sambil Jedeng menahan lengan Tuan Rakat.
“Mau kamu cari kemana?!, Cepat, jawab,! Kemana kamu mau mencari?, Mungkin saja orang brengsek ini sudah membunuhnya,”
“Saya yakin Yoslin masih hidup, tuan,, Saya yakin itu,, Izinkan saya mencari kekasih tuan itu demi tuan,”
“Huh,” Tuan Rakat membebaskan cekikannya ke Tayar.
Lalu beliau juga membuang pedangnya jauh ke samping kanan.
“Sana, Kamu ikut bersama Jedeng mencari Yoslin, Dan jangan kembali ke sini jika kalian belum menemukan kekasih saya itu, Cepat, pergi,!”
“Iya, tuan, Iya,,”, sahut bos – bos distrik, ketakutan.
@SusanSwansh hahaha,, iya,,
Comment on chapter Penglihatan Masa Depan