XI
Pondok pantai Shines,
Sebuah rumah peristirahatan dengan latar pohon – pohon nyiur.
Terasa membaur di antara suara deru ombak.
Hembusan angin hilir mudik, menggerak – gerakkan lambaian – lambaian persahabatan.
Dengan ditemani dua buah kelapa muda.
Juga hidangan rumput laut nan mengenyangkan.
Mereka, Ndantak dan Orpyar membicarakan kesepakatan.
“Kenapa kamu nggak urus saja semua ini? Kamu bakal untung banyak lo, Ndantak.”
“Mau aku urus gimana? Orang semua dikuasai Ndansup.”
“Ya kamu minta jatah apalah biar kamu dapat untung dari pengelolaan Sinter.”
“Semua sudah diserahkan ke orang – orangnya Ndansup. Aku dan orang – orangku cuma dapet jatah di belakang meja.”
“Yaahh,, kering dong,”
“Iya, nggak bisa ambil untung aku.”
“Ya kamu minta pindah kemana gitu lah, Ntak,”
“Udahh,, Malah katanya kalo aku mau di perbatasan Jegrek ada tempat kosong.”
“Hah? Perbatasan Jegrek? Dapet apa kamu di tempat itu?”
“Makanya itu aku nggak mau lah, Enakkan di sini meskipun kering. Lha di sana udah kering, bosen pula, Nggak ada hiburan apapun.”
“Heh, Sini,”
“Apa sih?”
“Mau aku kasih tau,”
Ndantak mendekatkan telinganya.
Sambil berbisik, “Kalo kamu mau aku bisa bantu kamu buat kudeta.”
“Hah? Kudeta? Enggak ah, Resikonya gede, Kalo gagal tamat sudah aku.”
“Nggak bakalann, Percaya deh,”
“Caranya gimana?”
Dengan bersemangat Orpyar memberi tahu sesuatu.
“Kamu yakin tentara – tentara bayaran itu bisa melakukannya?”
“Udah pasti bisa, Kemarin Tamora minta diselundupkan pil Ora – Ora ke Darmasih berhasil.”
“Itu kan cuma penyelundupan,, Lha ini kudeta, Bagaimana bisa?”
“Intinyaa raja kamu itu harus mati kan?”
“Lha tapi nanti anak – anaknya?”
“Ya kalo itu kamu kan bisa urus sendiri.”
“Betul juga ya, Aku ada temen – temen juga di istana.”
“Nhaa,, Gimana?”
“Mm,, Iya deh, Aku coba ke sana.”
Lalu Ndantak meminum es kelapa muda nan menyegarkan itu.
XII
Ruang kerja Tuan Rakat,
Tampak di dalamnya seseorang tengah berbincang dengan penguasa Banadis.
Seseorang itu terlihat berpakaian rapi,
Dengan potongan rambut cepak.
Tampaknya seseorang itu sedang membeberkan maksud kedatangannya.
Sekaligus menunjukkan keseriusannya dalam membagi keuntungan kerja sama itu.
“Apa yang anda tawarkan ke saya tampaknya cukup masuk akal.,”
“Iya lah, Tuan Rakat,, Untuk apa saya bermain – main dengan profesional seperti tuan.”
“Hmm,, Hmm,, Baiklah, akan kami laksanakan.”
“Beruntungnya saya,” Sambil menyerahkan uang muka.
“Anda tenang saja, posisi anda di kerajaan itu akan tetap aman.”
“Terima kasih,, Terima kasih,,”
Laki – laki itu hendak meninggalkan ruang pertemuan.
Menyambut jabat tangan tamunya. “Nanti anak buah saya akan mengabari, jika tim kami telah siap bergerak.”
“Siap, tuan,, Siap,,”, sahut seseorang itu.
Penguasa Banadis mengantar tamunya hingga di depan pintu ruangan.
Tayar tampak saling pandang dengan tuannya itu seolah – olah kesadaran mereka sedang berkomunikasi.
“Kelihatannya berat juga ya, tuan.”
Penguasa Banadis itu mendudukkan diri di sebuah kursi empuk.
Menghela nafas. “Tapi keuntungannya juga besar.”
“Lalu kita harus merencanakan apa, tuan?”
Tuan Rakat beranjak dari kursi, hendak mengambil peta.
Meletakkan lembaran kertas besar di atas meja bundar.
Dengan serius laki – laki itu mengamati lokasi Sinter.
Lalu, “Tayar, perintahkan orang – orang kita di Sinter untuk mencari informasi.”
“Siap, tuan!” Dengan segera laki – laki itu berlalu dari dalam ruangan.
XIII
Ketika skenario sudah dibuat,
Seorang petugas bengkel berjalan mendekati sebuah karavan.
Mengamati sekeliling. Lalu petugas itu tampak melakukan sesuatu pada baut – baut roda.
Merasa baut – baut itu sudah cukup longgar,
Seseorang itu segera beranjak, pergi dari depo karavan.
Esok harinya,
Karavan yang telah disabotase itu mulai bergerak.
Perlahan – lahan angkutan barang itu menuju gudang penyimpanan.
Setelah tiba di depan gudang, segera beberapa petugas gudang memasukkan empat kotak besar ke karavan.
Tampak kepayahan para petugas menaikkan kotak – kotak itu.
“Berat banget ya, Apa sih isinya?”
“Katanya piring – piring sama gelas gitu,”
“Tapi kok berat banget gini ya,”
“Ya nggak tau,, Udah, nggak usah banyak ngeluh,”
Setelah semua kotak dinaikkan ke karavan, angkutan itu mulai bergerak lagi.
Dengan penuh kelemahlembutan karavan itu menuju pintu keluar kerajaan Sinter.
XIV
Kerajaan Polepolis,
Sebuah kerajaan yang sangat kaya.
Orang – orangnya senang melakukan inovasi teknologi.
Sejak perdagangan kerajaan Banadis tidak populer, Polepolis bisa bernafas lega.
Kerajaan itu bisa menawarkan teknologinya langsung ke pembeli.
Orang – orang dari barat yang maniak terhadap teknologi menjadi sering mengunjungi Polepolis untuk melihat – lihat inovasi teknologi terbaru.
Pagi itu,
Seseorang tampak berjalan agak cepat.
Tampak rasa khawatir pada mimik orang itu.
“Tok, tok, tok,”
“Tuan Surain,”
Sekali lagi lagi. “Tok, tok, tok,”
“Ceklek,” Suara pintu dibuka dari dalam.
Tampak kantuk. “Ada apa, Kaniyan?”, tanya Tuan Surain.
“Tuan, Ada masalah dengan pengiriman paket tuan.”
“Apa?!, Bagaimana mungkin?”
“Sebaiknya tuan melihat sendiri di gudang.”
“Baiklah, nanti saya susul ke gudang.”, ucap Tuan Surain.
Gudang penyimpanan,
Di serambi gudang tergeletak empat kotak besar.
Tampak luluh lantah isi kotak – kotak itu.
Semua piring dan gelas – gelas mahal menjadi tidak berharga sama sekali.
“Ya tuhann,, apa yang sudah terjadi ini? Benar – benar bodoh orang – orang Sinter itu!, Apa mereka tidak tahu isi kargo – kargo ini?”
“Menurut tim pengiriman, terjadi patah roda saat pengiriman sampai di daerah Boljanus, tuan.”
“Benar – benar tidak profesional, Mereka kan harusnya tahu jalan di daerah situ tidak baik. Kenapa mereka tidak melalui Darmasih saja?, Huh,!”
“Mungkin supaya lebih cepat, tuan.”
“Saya benar – benar nggak terima sama ini, Kemarin kargo – kargo kita juga banyak yang lecet – lecet. Lha ini malah sampe hancur lebur gini,” Tuan Surain mulai tidak sabar dengan itu semua.
Berlutut. Tuan Surain meraih barang – barang itu.
Tampak penguasa Polepolis itu geleng – geleng kepala.
“Kaniyan,! Cepat, kamu ke Sinter sekarang! Minta ganti rugi atas ini semua,”, perintah Tuan Surain.
“Tuan, perwakilan pengiriman kargo sudah ada di aula.”
“Persetan dengan perwakilan itu!, Cepat, kamu ke Sinter sekarang! Minta ketemu langsung dengan Tuan Ndansup.”
“Siap, tuan!, Siap,,”, ucap Kaniyan.
XV
Beberapa jam kemudian,
Navas menghadap Tuan Ndansup.
“Lapor, tuan,, penasehat Kaniyan ingin bertemu.”
“Ada perlu apa, pak Navas?”
“Katanya ini berhubungan dengan pengiriman kargo ke Polepolis.”
“?? Bukannya sudah ada perwakilan kita di Polepolis?”
“Iya, tuan,, Tapi menurut madam Kaniyan, Tuan Surain ingin madam bertemu langsung dengan tuan.”
Menghela nafas. “Urusan harga diri memang bikin pelik.”
Tuan Ndansup beranjak dari kursi.
“Ayo, kita temui penasehat Kaniyan.”, ajak penguasa Sinter, menuju ruang tamu.
Tim eksekutor mulai bergerak,
Mereka keluar dari rerimbunan semak belukar, juga muncul rapi dari permukaan tanah.
Dengan cepat dan senyap mereka bergerak, membelah cahaya sang surya.
Satu demi satu penjaga yang berdiri mematung di samping istana dilumpuhkannya.
Oleh tim pembersih, para penjaga itu ditelungkupkan di dekat dinding.
Sambil mengikuti eksistensi target di kanan mereka,
Keempat eksekutor itu menjaga jarak terjauh dari target.
Juga mereka melihat – lihat dengan waspada keadaan sekeliling.
Sungguh suatu resiko yang besar jika para eksekutor itu salah memperkirakan posisi atau apabila tempat pertemuan berubah dari tempat yang biasa digunakan.
Tapi mereka tetap melaju, walaupun harus mati menghadapi keriuhan penjaga – penjaga Sinter yang lalu lalang di bagian depan luar istana.
Mereka tiba di suatu tempat.
Tampak Tuan Ndansup berjabat tangan dengan penasehat Kaniyan.
Lalu mereka bertiga masuk ke dalam ruangan.
Dengan berhati – hati seorang eksekutor mengamati bagian demi bagian ruang tamu.
“Gimana?”
“Gerhana,”
“Aduh,”
“Opsi?”
“Bunuh keduanya.”
“Siap,”, sahut seseorang itu, lirih.
Bersiap – siap,
Menyembulkan kepala dari balik jendela.
Mengunci target orang kedua.
Lalu, “Wuh,” Anak sumpit pun melesat dengan cepat.
“Aw,” Seketika Navas tumbang.
“Hah??, Pak Navas,! Pak Navas,!”
Kesadaran Tuan Ndansup hanya sampai pada saling menatap dengan eksekutor.
Setelah itu sebuah lesatan anak sumpit tidak bisa ditangkis oleh beliau.
Penguasa Sinter pun tumbang.
Penasehat Kaniyan hanya terduduk syok pada kursi itu.
Di depan mata beliau, dua orang penting dari kerajaan Sinter tewas.
Keempat eksekutor itu pun segera berlalu dari lokasi.
Mereka berhasil berkuda, menuju arah timur kerajaan Sinter.
@SusanSwansh hahaha,, iya,,
Comment on chapter Penglihatan Masa Depan